Anda di halaman 1dari 21

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Lengkap Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan dengan Judul


Perbanyakan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dengan Metode Sub
Kultur yang disusun oleh:
nama

: Nurafni Khaer Fatha

NIM

: 1414142001

kelas

: Biologi Sains (B)

kelompok

: II

telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan/ Koordinator Asisten dan
dinyatakan diterima.

Makassar,
Asisten,

Koordinator Asisten,

Yusnaeni Yusuf, S.Si., M.Sc.

Desember 2016

Evi Nurhaena
NIM. 1314141001

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Dr. Alimuddin, S.Si., M.Si.


NIP. 19691231 199702 1 001

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbanyakan

tanaman

sangat

sulit

dilakukan

menggunakan

cara

perbanyakan konvensional seperti stek atau sambungan. Oleh karena itu, saat
ini perbanyakan tanaman selalu menggunakan teknik kultur jaringan yang
mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik konvensional
yaitu, tidak tergantung dengan musim karena lingkungan tumbuh in vitro yang
sudah terkendali, bahan tanam yang digunakan dalam jumlah yang sedikit
sehingga tidak merusak pohon induk, tidak membutuhkan tempat yang sangat
luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Namun di sisi lain,
kendala yang di temui dalam pelaksanaan kultur jaringan adalah tanaman hasil
kultur jaringan sering berbeda dengan tanaman induknya atau dapat mengalami
mutasi. Hal ini dikarenakan penggunaan metode yang perbanyakan yang salah,
seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakan organogenesisi
yang tidak langsung melalui fase kalus atau konsentrasi zat pengatur tumbuh
yang digunakan terlalu tinggi.
Kombinasi atau kumpulan gen pada suatu individu tanaman disebut
genotipe. Perwujudan genotipe yang tampak disebut fenotipe, yakni
menampilkan genotipe tertentu pada suatu lingkungan tempat tumbuh tanaman,
dalam pemuliaan tanaman hal demikian dikenal sebagai interaksi genotipe dan
lingkungan. Jadi fungsi perkembangbiakan tanaman adalah pelestarian
genotipe atau kombinasi genotipe tertentu pada keturunan.
Perbanyakan tumbuhan dapat dilakukan dengan kultur jaringan. Melalui
kultur jaringan akan didapatkan tumbuhan yang banyak dengan ukuran dan
kualitas yang sama dengan indukannya. Hal tersebut menguntungkan baik
dalam bidang ekonomi maupun dibidang ekologi. Kultur dapat dilakukan untuk
tumbuhan apa saja, apakah tumbuhan tersebut memiliki nilai ekonomis yang
tinggi ataukah tumbuhan tersebut mendukung lestarinya keaneragaman suatu
tempat.

Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman


dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan
yang dilakukan di tempat steril. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk
membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit
dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan.
Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan mempunyai
beberapa

kelebihan

dibandingkan

perbanyakan

tanaman

secara vegetatif konvensional maupun perbanyakan tanaman


secara

generatif.

Kelebihan

tersebut

antara

lain

tidak

tergantung musim berbuah, tidak dipengaruhi musim, hanya


dibutuhkan bagian tanaman yang kecil untuk mendapatkan
bibit yang banyak serta homogen dengan sifat-sifat yang sama
dengan induknya. Penggunaan bibit yang berkualitas yang
dipadukan dengan media tanam yang sudah diperbaiki sifatsifat fisik dan kimianya kemudian dilakukan pemeliharaan
yang

intensif

akan

dapat

meningkatkan

keberhasilan

rehabilitasi lahan.
Kultur jaringan banyak dilakukan oleh orang-orang ahli dibidangnya,
namun selaku mahasiswa Biologi kita dapat melakukan hal yang serupa,
dengan memulai kultur jaringan pada tumbuhan-tumbuhan yang mudah untuk
didapatkan dan nilai ekonomisnya tinggi. Kultur dilakukan dalam suatu
praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan dengan harapan memperoleh produk.
Keberhasilan kultur tentunya didukung oleh medium yang sesuai dan cara
penanaman yang aseptis. Kultur jaringan ini juga tentunya dapat diterapkan
untuk tumbuhan-tumbuhan jenis tertentu yang langka, sehingga nantinya jenis
tertentu dapat lestari dengan begitu memperbaiki pula keanekaragaman yang
dimiliki.
Praktikum kultur jaringan dilakukan pada beberapa jenis tumbuhan yang
secara umum pemanfaatannya dapat digunakan oleh semua masyarakat, akan
tetapi pertumbuhan dan perkembangannya masih sulit untuk dibudidayakan,
sehingga dianggap perlu untuk dikembangkan secara vegetatif atau budidaya

kultur jaringan. Berdasarkan teori tersebut, maka praktikum kultur jaringan ini
penting untuk dilaksanakan. Adapun di antara sekian banyak jenis tumbuhan
yang dapat dikultur jaringan, pada praktikum ini akan dilakukan subkultur pada
tanaman kentang.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui teknik sterilisasi ruangan yang akan digunakan dalam
kultur jaringan.
2. Untuk mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan digunakan dalam
kultur jaringan.
3. Untuk mengetahui teknik subkultur kentang (Solanum tuberosum)
C. Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum ini, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik sterilisasi ruangan yang akan
digunakan dalam kultur jaringan.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui teknik sterilisasi alat yang akan
digunakan dalam kultur jaringan.
3. Agar mahasiswa dapat engetahui teknik subkultur kentang (Solanum
tuberosum)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kultur jaringan adalah budaya dan pemeliharaan sel tumbuhan atau organ di
steril, nutrisi dan lingkungan kondisi yang mendukung (in vitro) . Ini memiliki
aplikasi dalam penelitian dan perdagangan. Dalam pengaturan komersial, kultur
jaringan adalah terutama digunakan untuk perbanyakan tanaman dan sering
disebut sebagai propagasi mikro. Cara lain untuk menentukan tanaman kultur
jaringan adalah kultur sel-sel tanaman atau jaringan tanaman dalam medium
kultur sintetis dalam kondisi aseptik terkendali disebut kultur jaringan.
Kondisi

terkontrol

memberikan

budaya

mikro

cocok

untuk

sukses

pertumbuhan. Kultur jaringan tanaman sekarang memiliki komersial langsung


aplikasi serta penelitian dasar menjadi biologi sel, genetika dan biokimia. Teknik
meliputi kultur sel, kepala sari, ovula dan embrio, isolasi protoplas dan fusion,
seleksi sel layak dan budaya bud di eksperimental untuk skala industri (Agarwal,
2015).
Menurut Agarwal (2015) teknik yang berbeda di kultur jaringan tanaman dapat
menawarkan keuntungan tertentu atas metode tradisional propagasi yaitu,
1. Produksi salinan tepat dari tanaman yang menghasilkan bunga sangat baik,
buah-buahan, atau memiliki sifat yang diinginkan lainnya, untuk menghasilkan
tanaman dewasa dan kelipatan tanaman di tidak adanya benih atau penyerbuk
yang diperlukan untuk menghasilkan benih.
2. Regenerasi seluruh tanaman dari sel-sel tumbuhan yang memiliki telah
dimodifikasi secara genetik.
3. Produksi tanaman dari biji yang memiliki sangat rendah kemungkinan
berkecambah dan tumbuh yaitu Anggrek dan sesuatu yg memberi ketenangan.
aplikasi lain seperti pemeliharaan plasma nutfah, produksi hybrid untuk spesies
yang tidak kompatibel, produksi tanaman haploid.
Ada berbagai jenis kultur jaringan tanaman, kalus budaya, kultur suspensi sel,
kultur protoplas, kultur eksplan, kultur mikrospora, kultur embrio, kultur ovarium,

kultur akar, ujung akar dan kultur meristem, kultur serbuk sari, kultur organ,
kultur nukleus (Agarwal, 2015).
Pertumbuhan organ, jaringan, baik pada kultur maupun pada tanaman biasa,
ditentukan oleh kondisi fisiologi jaringan. Respons tanaman terhadap perubahan
kondisi pertumbuhan harus dimediasi oleh perubahan fisiologis jaringan. Dalam
praktiknya hal ini bahwa kondisi yang tepat diperlukan untuk memungkinkan
respons pertumbuhan tertentu pada kultur bergantung pada status fisiologis bahan
tanaman (Yuliarti, 2010).
Setiap tanaman membutuhkan paling sedikit 16 unsur untuk pertumbuhan yang
normal. Tiga unsur diantaranya adalah unsur C, H, dan O yang diambil dari udara,
sedangkan 13 unsur lainnya berupa pupuk yang dapat diberikan melalui akar atau
melalui daun. Pada perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan, unsur-unsur
tersebut diberikan melalui akar yaitu dengan menambahkannya pada medium
agar. Semua unsur tersebut dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya. Ada
unsur yang dibutuhkan dalam jumlah besar yang disebut unsur makro, ada pula
yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit tapi harus tersedia yang disebut unsur
mikro.
Jenis-jenis yang termasuk unsur makro adalah N, P, K, S, Ca, dan Mg. Unsur
NPK adalah unsur yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman, yang berarti harus
selalu tersedia. Sedangkan unsur S, Ca, dan Mg boleh ada dan boleh juga tidak,
tetapi karena fungsinya sangat mendukung pertumbuhan jaringan maka akan lebih
baik pabila unsur-unsur tersebut juga tersedia. Unsur-unsur yang termasuk unsur
mikro adalah Cl, Mn, Fe,Cu, Zn, B, dan Mo.
Zat-zat organik yang biasanya ditambahkan dalam medium kultur jaringan
adalah sukrosa, mio-inositol, vitamin, asam-asam amino, dan zat pengatur
tumbuh. Sebagai tambahan biasanya diberi zat organik lain seperti air kelapa,
ekstrak ragi, pisang, tomat, taoge, jeruk, kentang apel, alpokat, pepaya, dan masih
banyak lagi (Hendaryono, 2012).
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
hortikultura yang dapat dikonsumsi umbinya. Saat ini pendayagunaan kentang
sudah semakin luas. Kentang selain digunakan sebagai bahan pangan, juga

digunakan sebagai bahan baku industri, pakan dan berpotensi untuk biofarmaka.
Oleh sebab itu, tanaman kentang memiliki prospek yang cukup baik apabila
dikembangkan di Indonesia (Husna, 2014). Kentang (Solanum tuberosum.L)
merupakan sumber makanan terbesar keempat di dunia setelah padi, gandum dan
jagung. Kebutuhan akan kentang terus meningkat setiap tahun sejalan dengan
meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan
bahan baku kentang. Kentang merupakan salah satu bahan makanan yang banyak
mengandung karbohidrat, mineral, dan vitamin. Selain itu Kentang merupakan
tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi yang dapat mendatangkan keuntungan
bagi pengusaha industri makanan olahan, pedagang, dan petani yang
membudidayakannya (Munarti, 2014).
Kentang (Solanum tuberosum L) adalah tanaman sayuran dataran tinggi yang
termasuk family Solanaceae yang merupakan salah satu pangan utama dunia
setelah padi, gandum dan jagung karena kelebihannya dalam mensuplai kurang
lebih 12 vitamin esensial, mineral, protein, karbohidrat, dan zat besi serta
didukung dengan rasanya yang enak (Rubatsky dan Yamaguchi, 1995). Produksi
kentang di Indonesia tahun 2008 mencapai 1,071 jt ton atau meningkat sebesar
6,7% dibanding tahun 2007 dengan tingkat produktivitas sebesar 16,7 ton/ha.
Namun demikian produksi kentang tersebut hanya dapat memenuhi 8 %
kebutuhan nasional yang mencapai 9 ton per tahun. Konsumsi kentang di
Indonesia terdiri dari 93,5% kentang segar dan 6,5% kentang olahan (french fries,
chip, dan tepung). Sentra produksi kentang saat ini berada di 9 Provinsi yaitu
Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, NAD, Sumbar, Jambi, Sulsel, dan Sulut. Namun
demikian pemanfaatan lahan untuk budidaya kentang masih sangat rendah yaitu
masih kurang dari 2 % dari total luas areal potensial yang mencapai 11,3 juta ha
(Sugihono, 2014).
Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah salah satu tanaman sayuran penting di
Indonesia yang sudah lama dikenal masyarakat. Dengan meningkatnya kampanye
diversifikasi pangan serta berkembangnya industri makanan ringan yang
menggunakan kentang sebagai bahan pokok, semakin menjadikan tanaman ini
sebagai komoditas hortikultura yang penting. Sebagai komoditas sayuran, kentang

mengandung nilai gizi yang tinggi, yaitu mengandung senyawa-senyawa


karbohidrat, protein, mineral (fosfor, besi dan kalsium), dan paling sedikit 12
vitamin esensial, termasuk vitamin B dan C dengan kadar yang cukup tinggi.
Kandungan gizi setiap 100 g umbi yang dapat dikonsumsi adalah 347 kalori, 85,6
g karbohidrat, 0,3 g protein, 0,1 g lemak, 30 mg fosfor, 20 mg kalsium, 0,5 mg
besi, dan 0,04 g vitamin B. Oleh sebab itu, kentang sangat berpotensi untuk
menunjang program perbaikan gizi masyarakat Indonesia (Zulkarnain, 2014).
Kendala pengembangan kentang bagi para petani adalah sulitnya memperoleh
kultivar yang sesuai dengan lingkungan fisik dan pasar serta tahan terhadap
serangan hama dan penyakit tanaman. Kendala utama produksi kentang di
Indonesia antara lain tidak tersedianya kultivar standar yang sesuai dengan
lingkungan Indonesia, bibit kentang masih import dan adanya beberapa penyakit
yang sulit dikendalikan seperti virus, hawar daun, layu bakteri, dan nematoda
yang tertular melalui bibit dan akan terakumulasi sepanjang terus diperbanyak
secara vegetatif dengan umbi. Usaha yang dapat ditempuh dalam penyediaan bibit
yang bebas penyakit adalah dengan penyediaan propagul kentang bebas virus
melalui kultur jaringan tanaman. Perbanyakkan tanaman secara kultur jaringan
tanaman mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan perbanyakan
secara konvensional yaitu bebas penyakit, cepat dalam jumlah besar dan tidak
tergantung musim (Purwanto, 2007).
Meningkatnya permintaan komoditas kentang mengakibatkan meningkatnya
kebutuhan akan bibit kentang dalam jumlah yang cukup besar. Hal ini sangat sulit
dicapai apabila teknik perbanyakan benih masih menggunakan metoda
konvensional, yaitu dengan menggunakan umbi kentang sebagai bibit tanpa
seleksi terhadap tanaman sehat atau bebas virus sebelum digunakan sebagai bibit
berikutnya. Dalam upaya untuk mengatasi kebutuhan kentang yang semakin
meningkat dan untuk menghindari ketergantungan terhadap impor pada masa
mendatang maka perbaikan sifat tanaman yang sesuai dengan kebutuhan
tampaknya mutlak dilakukan. Pada umumnya sifat yang diinginkan adalah
tanaman yang memiliki resistensi tinggi terhadap hama dan penyakit, bentuk umbi

oval, warna daging putih, resisten tingggi terhadap kerusakaan mekanis serta
memiliki cita rasa dan tekstur yang sesuai dengan selera konsumen.
Rendahnya produksi kentang di Indonesia disebabkan karena teknik budidaya
yang kurang baik diantaranya masalah pembibitan, selama ini petani
menggunakan umbi kentang tersebut sebagai bibit secara turun temurun. Faktor
yang menyebabkan rendahnya produksi kentang di Indonesia antara lain : keadaan
iklim, teknik budidaya dan faktor pembibitan. Benih atau bibit yang baik
merupakan salah satu faktor kunci utama penentu keberhasilan
produktivitas dan kualitas produk

peningkatan

usahatani, baik tanaman maupun ternak.

Keberhasilan program ketahanan pangan dan peningkatan pendapatan masyarakat


tani secara nasional sangat tergantung pada kemampuan penyediaan benih
bermutu dengan varietas unggul yang sesuai dengan agro-ekosistem dan kondisi
sosial ekonomi masyarakat penggunan setempat (socio-agroecosystems), sampai
saat ini biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan bibit dapat mencapai 40 - 50%
dari total biaya produksi (Satria, 2004).
Menurut Wattimena et al., (2003) salah satu penghambat utama produksi
kentang Indonesia adalah kurangnya bibit kentang yang bermutu seperti benih
kentang, bibit umbi kentang, bibit umbi hasil in vitro dengan harga yang wajar.
Penggunaan umbi mikro sebagai salah satu propagul kentang memiliki beberapa
keuntungan

yaitu

akan

menghasilkan

propagul

yang

bebas

penyakit,

menghasilkan tanaman yang seragam dan umur panen yang sama dengan
propagul umbi biasa, kebutuhan umbi mikro hanya 4 5 kg per ha dibandingkan
dengan umbi biasa yang memerlukan 1 2 ton per ha, mudah dalam penyimpanan
dan transportasi serta mudah memenuhi persyaratan karantina untuk lalulintas
propagul baik dalam negeri maupun luar negeri (Sagala, dkk, 2012).
Guna mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan
hasil dan kualitas produksi kentang yang sehat dan bebas dari patogen. Untuk
mendapatkan bibit kentang yang berkualitas tersebut dapat dilakukan melalui
teknik kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan teknik menumbuh kembangkan
bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik secara
in vitro. Teknik kultur jaringan dapat menyediakan bibit dalam jumlah banyak

pada waktu yang singkat, tidak tergantung pada musim, dan bibit yang dihasilkan
bebas hama dan penyakit. Di dalam kultur jaringan, kehadiran zat pengatur
tumbuh sangat nyata pengaruhnya. Bahkan dalam menerapkan teknik kultur
jaringan sangat sulit melakukan upaya perbanyakan tanaman tanpa melibatkan zat
pengatur tumbuh (Wartina, 2012).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Hari/tanggal
Waktu
Tempat

: Rabu/ 21 Desember 2016


: Pukul 12.30-14.10 WITA
: Laboratorium Lantai II Barat Jurusan Biologi FMIPA
UNM

B. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Enkas
b. Alat diseksi
c. Pinset
d. Cawan petri
e. Bunsen
2. Bahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Eksplan Krisan
Alkohol 70%
Aquadest
Medium MS, Growmore, dan Gandasil
Spiritus
Kertas saring
Tissue
Masker
Plastik wrap
Aluminium foil
Kertas label

C. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi ruangan
Membersihkan ruangan kultur jaringan dengan menggunakan pembersih
(sapu, kemoceng, kain pel dan lap).
2. Sterilisasi Alat
a.Semua alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan kultur jaringan
disterilkan.
b.
Botol dan alat-alat penunjang dicuci dengan sabun cuci.
c.Alkohol 70% disemprotkan, kemudian alat dimasukkan ke dalam plastik
bening.

d.

Botol kutur jaringan dan alat-alat penunjang dimasukkan ke dalam


autoklaf.

3. Sub-kultur Kentang
a. Alat dan bahan disiapkan untuk dimasukkan kedalam enkas.
b. Tangan dan meja kerja disemprotkan dengan alkohol 70% kemudian
membersihkannya dengan tissue.
c. Alkohol juga disemprotkan diseluruh bagian alat dan bahan yang
dimasukkan kedalam enkas.
d. Alat diseksi steril dipijarkan diatas bunsen.
e. Planlet Kentang diambil dari dalam botol kultur kemudian diletakkan
ditas cawan petri.
f. Planlet yang telah dikeluarkan dari botol kultur kemudian dipotong
dibagian dekat aksilar batang.
g. Hasil potongan planlet kemudian dipindahkan kedala botol kultur baru
dengan cara menanamnya 3-4 bagian.
h. Botol kultur ditutup kembali dengan aluminium foil dan plastik wrap.
i. Melakukan pengamatan selama 1 minggu.

\
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
NO

Gambar

Keterangan

Botol I
Hari ke-0 (21/12/2016)
Medium Growmore 1g +
1

40g Sukrosa
Suhu: 18,6oC
Kelembaban: 86%

Botol II
Hari ke-0 (21/12/2016)
Medium Growmore 1g +
2

40g Sukrosa
Suhu: 18,6oC
Kelembaban: 86%

Botol I
Hari ke-2 (23/12/2016)
Medium Growmore 1g +
3

40g Sukrosa
Suhu: 22,9 oC
Kelembaban: 87%
Tidak kontaminasi. Belum
ada perubahan pada planlet
Botol I
Hari ke-2 (23/12/2016)
Medium Growmore 1g +

40g Sukrosa
Suhu: 22,9 oC
Kelembaban: 87%
Tidak kontaminasi. Belum
ada perubahan pada planlet

Botol I
Hari ke-6 (27/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 17,4 oC
Kelembaban: 68%
Medium terkontaminasi

Botol II
Hari ke-6 (27/12/2016)
Medium Growmore 1g +
40g Sukrosa
Suhu: 17,4 oC
Kelembaban: 68%
Medium terkontaminasi

B. Pembahasan
1. Sterilisasi Ruangan
Sterilisasi ruangan atau lingkungan kerja dilakukan setiap hari dengan
cara menyapu lantai. Serta menyemprot ruangan dengan menggunakan
alkohol 70% tiap kali keluar masuk ruangan dan formalin 10% tiap sekali
seminggu, hal ini bertujuan untuk membunuh bakteri dan spora jamur yang
terbang terbawa udara.
2. Sterilisasi Alat
Beberapa alat dalam kultur jaringan harus disterilkan terlebih dahulu
sebelu digunakan diantaranya gunting, pinset, cawan petri, skalpel, dan
botol kultur. Alat-alat ini disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu
1210c, tekanan 15 psi selama 30 menit. Sebelum melakukan pengautoklafan
beberapa alat diberi perlakuan diantaranya alat diseksi (gunting, pinset,
skalpel) disemprot dengan alkohol 70% untuk membunuh bakteri dan jamur
setelah itu dibungkus dengan plastik sehingga tidak bersentuhan dengan
udara luar hal ini berfungsi untuk menjaga kesterilan alat diseksi setelah

diautoklaf. Pembungkus dari alat diseksi baru dibuka ketika akan


digunakan.
Sedangkan cawan petri disemprot dengan alkohol 70% dan didalamnya
dilapis dengan tisu hal ini bertujuan agar cawan petri dapat digunakan 2 kali
ketika melakukan kegiatan subkultur dengan cara membuang tisu yang
terdapat pada cawang petri serta digunakan dalam proses penirisan. Pada
saat pengautoklafan cawan petri juga harus dibungkus hal ini bertujuan
untuk

menjaga

kesterilan

cawan petri

setelah

diautoklaf,

plastik

pembungkus dilepas ketika cawan petri akan dipergunakan. Beberap hal


yang harus diperhatikan dalam penggunaan autoklaf diantaranya air pada
autoklaf harus diontrol sebelum digunakan, tekanan, dan suhu, serta lama
pengautoklafan harus diatur sebelum autoklaf digunakan. Botol kultur yang
akan diautoklaf diisi dengan aguades untuk disterilkan sehingga aguades ini
dapat digunakan dalam proses pembuatan medium dan pembilasan eksplan
ketika kita melakukan sterilisasi eksplan.
3. Sub-kultur Kentang
Subkultur atau overplanting adalah pemindahan planlet yang masih
sangat kecil (planlet muda) dari medium lama ke dalam medium baru
yang dilakukan secara aseptis di dalam enkas atau Laminar Air Flow
(LAF). Pada dasarnya subkultur kita memisahkan, memotong, membelah
dan menjadi inokulum serta menanam kembali eksplan yang telah
tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Tujuannya
adalah supaya kultur tetap mendapatkan unsur hara atau nutrisi untuk
pertumbuhannya (Hendaryono, 1994).
Menurut Rahman (2009), subkultur merupakan tahap kegiatan yang
relatif mudah dibandingkan dengan kegiatan lain dalam kultur jaringan.
Subkultur dilakukan karena beberapa alasan berikut:
a. Tumbuhnya eksplan cukup cepat dan telah memenuhi seluruh botol
kultur.
b. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya
berkurang
c. Tanaman mulai kekurangan hara
d. Media tumbuh telah mengering yang ditandai dengan berkurangnya
volume agar-agar atau media cairnya sudah habis.

e. Eksplan perlu diperbanyak lebih lanjut untuk tujuan tahapan


perbanyakan selanjutnya.
f. Eksplan memerlukan media yang susunannya baru agar dapat
mengalami diferensiasi lebih lanjut.
Beberapa hal yang dilakukan dalam subkultur memiliki fungsi yang
sangat diperluhkan dalam kultur jaringan diantaranya menyemprot enkas
dengan alkohol 70% bertujuan untuk mensterilkan engkas dari jamur dan
bakteri. Alat diseksi yang disimpan dalam botol yang berisi alkohol 96%
berfungsi untuk mensterilkan alat diseksi ketika dibakar sehingga mampu
berpijar. Sedangkan pembakaran atau pemanasan mulut botol uuntuk
mensterilkan mulut botol dari bakteri dan jamur ketika ada yang melekat
pada saat ttutup botol dibuka. Peberian plastik wrap disekeliling mulut
botol berfungsi agar botol tidak dimasuki udara luar yang akan
menyebabkan kontaminasi, pemeberian lebel mempermuudah kita untuk
mengetahui jenis tanaman, waktu pelaksanaan, dan orang yang
melaksanakan subkultur.
Tanaman yang disub kultur adalah planlet kentang 1 botol menjadi 10
botol. Pada hari ke-2 pengamatan, belum terjadi perubahan yang nyata
pada plalnlet. Medium juga tidak mengalami kontaminasi. Pada hari ke 6
setelah subkultur , kentang yang menjadi planlet yang kami amati, kedua
botol mengalami kontaminasi.

Namun, yang terkontaminasi adalah

medium, dan belum sampai ke tanaman. Sehingga dapat dilakukan


pencongkelan medium yang terkontaminasi.
Selain planlet atau eksplan ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya kontaminasi diantaranya :
a. Eksplan yang terkontaminasi atau tidak steril.
b. Alat yang digunakan tidak steril.
c. Tehnik cara penanaman atau subkultur yang salah.
d. Pengaru ruang pemeliharaan yang tidak bersih,
pencahayaan, suhu, kelembaban yang tidak stabil.
e. Sterilisasi media yag kurang sempurna
f. Lingkungan kerja dan pelaksanaan yang tidak steril
g. Serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol kultur
setelah diletakkan di ruang kultur.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan praktikum ini maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan membersihkan laboratorium yang
digunakan dalam melakukan kegiatan kultur jaringan, sterilisasi ruangan
menggunakan alat-alat kebersihan seperti sapu, lap, alkohol dan formalin.
2. Sterilisasi alat dilakukan agar menghindari organisme patogen yang
berbahaya bagi pertumbuhan kultur jaringan. Alat-alat yang akan digunakan
dalam

kegiatan

praktikum

kultur

jaringan

wajib

disterilisasikan

menggunakan pembersih, alkohol dan autoklaf.


3. Subkultur kentang dilakukan dengan mengambil inokulum hasil kultur
jaringan yang telah ada sebelumnya. Kultur jaringan kentang sampai saat ini
belum bisa berhasil dilakukan, karena sejak awal penanaman hingga
pembuatan laporan ini, belum menunjukkan tanda pertumbuhan yang
spesifik. Kemungkinan kedepannya, akan dilakukan penanaman ulang
dikarenakan semua botol mengalami kontaminasi.
B. Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya agar lebih memperhatikan
kesterilan alat, bahan, ruangan, dan orang akan melakukan kultur. Agar dapat
meminimalisir terjadinyan kontaminasi.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, M., 2015. Tissue culture of Momordica charantia L.: A review. Journal
of Plant Sciences 2015; 3(1-1): 24-32.
Hendaryono, DPS., dan Wijayani, A., 2012. Teknik Kultur Jaringan. Penerbit
Kanisius: Yogyakarta.
Husna, AU., Luthfi Aziz Mahmud Siregar, Yusuf Husni, 2014. Pertumbuhan dan
Perkembangan Nodus Kentang (Solanum tuberosum L.) Akibat Modifikasi
Konsentrasi Sukrosa dan Penambahan 2-Isopenteniladenina Secara In Vitro.
Jurnal Online Agroekoteknologi . ISSN No. 2337- 6597 Vol.2, No.3 : 997 1003 , Juni 2014
Munarti, Surti Kurniasih, 2014. Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP terhadap
Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro. Jurnal Pendidikan
Biologi, FKIP, Universitas Pakuan Vol I No. 1 April 2014.
Purwanto, A.S.D. Purwantono, dan S. Mardin, 2007. Modifikasi Media MS dan
Perlakuan Penambahan Air Kelapa untuk Menumbuhkan Eksplan Tanaman
Kentang. Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian Agrin, Vol.11 No. 1,
April 2007.
Rahman, Haerddin, dan Masryani. 2009. Bahan Ajar Kultur Jaringan Tumbuhan.
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Alauddin Makassar.
Sagala, D., Herman Wafom Tubur, Uma Fatkhul Jannah, Chea Sinath. 2012.
Pengaruh BAP terhadap Pembentukan dan Pembesaran Umbi Mikro
Kentang Kultivar Granola. Jurnal Agroqua Vol. 10 No.1, Juni 2012.
Satria, B., 2004. Perbanyakan Vegetatif Klon Kentang Unggul (Solanum
Tuberosum L.) dengan Pemberian Berbagai Konsentrasi BAP pada Media
MS Melalui Kultur Jaringan. Jurnal Stigma Volume XII No.1, Januari
Maret 2004.
Sugihono, C., Agus Hasbianto, 2014. Perkembangan Penggunaan Teknik Kultur
Jaringan pada Tanaman Kentang (Solanum Tuberosum L.). Prosiding
Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014
Wartina, R., 2012. Pengaruh NAA dan BAP terhadap Regenerasi Kalus Kentang
(Solanum tuberosum L.) Hasil Induksi Mutasi Ethyl Methane Sulphonate
(EMS). Jurnal Tanaman Hortikultura.
Yuliarti, N., 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Lily
Publisher: Yogyakarta.

Zulkarnain, Budiyati Ichwan, Rini Astuti, 2014. Mikropropagasi Kentang


(Solanum Tuberosum L.) Cv. Granola: Pengaruh Periode Gelap pada Awal
Kultur dan Pengaruh Konsentrasi Kinetin pada Kultur Lanjutan. Jurnal
Agronomi 9(1): 5-8.

LAMPIRAN

Menyiapkan alat
untuk memotong
eksplan

Memotong eksplan
kentang

Proses penanaman
sub kultur eksplan

Anda mungkin juga menyukai