Anda di halaman 1dari 27

STUDI KEANEKARAGAMAN SERANGGA MALAM BERDASARKAN JAM

BIOLOGISNYA DI KAWASAN HUTAN PANTAI KONDANG MERAK

Laporan KKL

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekologi

Yang dibimbing oleh Dr. Fatchur Rohman, M. Si.

dan Dr. Vivi Novianti, S.Si., M.Si.

Disusun oleh :

Kelompok 9 Offering B 2017

1. Amna Roisah Mutsaqofah (170341615019)


2. Femi Mega Lestari (170341615098)
3. Mirawati (170341615116)
4. Nurdiyah Arifianti (17034161509 4)
5. Serly Herlina (170341615084)
6. Syerly Afifatul Khorinah (170341615053)
7. Verina Ayu Anggara Putri (170341615079)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
APRIL 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pantai kondang merak merupakan salah satu pantai yang ada di daerah
Selatan Kabupaten Malang. Kondang merak memiliki luas 21.442,5 Ha yang
terletak di desa SumberBening kecamatan Bantur kabupaten Malang provinsi
JawaTimur. Letak geografis hutan lindung yang ada di kondang merak berada
pada 24°20°10”-20°89’31” LS dan 126°11’12”-126°36’20”BT.
Hutan lindung kondang merak merupakan kawasan pelestarian alam
yang dimanfaatkan untuk konservasi dan koleksi satwa, karena kondisi hutan
lindung kondang merak masih sangat asri dan alami.
Kawasan hutan lindung pantaikondang merak merupakan kawasan hutan
tropic yang didalamnya terdapat vegetasi tanaman. Yaitu, hutan tanaman
produktif, hutan bambu, vegetasi pantai dll. Hal tersebut berpengaruh terhadap
hewan yang hidup di dalam hutan. Bahwa yang di daerah yang keanekaragaman
spesies tumbuh tinggi terdapat jumlah spesies hewan yang tinggi pula (Irawan,
1999). Hal tersebut disebabkan karena interaksi yang terjadi antara hewan
dengan tumbuhan dalam suatu ekosistem.
Keanekaragaman hewan yang dimiliki oleh serangga. Keanekaragaman
serangga disebabkan adanya sumberdaya makanan dan topografi alam.
Penelitian mengenai keanekaragaman serangga malam dapat bermanfaat untuk
proses pelestarian hewan dan lingkungan. Oleh karena itu perlu diadakan
penelitan mengenai keanekaragaman serangga, kususya serangga malam yang
ada di Hutan Pantai Kondang Merak.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari dilakukan penelitian ini untuk mengetahui
keanekaragaman spesies serangga malam berdasarkan jam biologis di Hutan
Pantai Kondang Merak.

1.3. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat agar
dapat menambah wawasan mengenai jenis jenis serangga malam yang ada di
hutan pantai kondang merak berdasarkan jam biologisnya.
1.4. Definisi Operasional
1. Serangga atau yang disebut insekta merupakan kelompok utama dari
Arthropoda
2. Keanekaagaman hayati merupakan istilah yang mencakup semua bentuk
kehidupan, yang dikelompokan menurut skala organisasi biologisnya. Yang
mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan dan mikoorganisme lainnya serta
ekosistem danproses ekologi.
3. Kemerataan adalah cacah individu masing masing spesies dalamunit
komunitas (Dharmawan, 2005).
4. Kekayaan adalahjumlah spesies penyusun komunitas (Dharmawan, 2005).
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Hutan Kondang Merak

Hutan Lindung Kondang Merak merupakan bagian dari kawasan hutan


yang dikelola oleh KPH malang. Hutan lindung kondang merak memiliki luas ±
21.442,5 Ha yang terletak di Desa Sumberbening Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur. Letak geografis hutan lindung kondang merak adalah
24°20’10’’-20°89’31’’ LS dan 126°11’12’’-126°36’20’’ BT dan dengan batas-
batasnya meliputi pada batas barat dibatasi dengan kawasan Hutan Perum
Perhutani KPH Blitar pada batas utara dibatasi dengan kawasan Hutan Perum
Perhutani KPH Pasuruan, pada batas timur dibatasi dengan kawasan Hutan Perum
Perhutani KPH Malang, dan pada batas selatan dibatasi dengan kawasan Hutan
Perum Perhutani KPH Blitar (Perum Perhutani Unit II Jatim Tahun 2006).

2.2 Deskripsi Serangga

Serangga adalah salah satu anggota kerajaan binatang yang mempunyai


jumlah anggota terbesar dan memiliki kemampuan yang luar biasa dalam
beradaptasi terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim seperti padang pasir dan
antartika. Serangga merupakan penciptaan yang luar biasa. Serangga mempunyai
jumlah terbesar dari seluruh spesies yang ada dibumi ini, dan mempunyai berbagai
macam peranan dan keberadaannya ada dimana-mana, sehingga menjadikannya

sangat penting dalam ekosistem dan kehidupan manusia (Hadi, dkk, 2008 ).
Serangga memiliki sekitar 1,82 juta spesies hewan yang telah diidentifikasi, dan
mencapai 60% dari spesies tersebut atau lebih kurang 950.000 spesies serangga.

2.3 Morfologi Serangga

Struktur luar tubuh serangga dilindungi oleh rangka luar (eksoskeleton)yang


berfungsi untuk perlindungan (mencegah kehilangan air) dan untuk kekuatan
(bentuknya silindris). Rangka luar serangga sangat kuat, tetapi tidak menghalangi
pergerakannya. Kelebihan dari rangka tersebut terbatas oleh rangka dan berat
badan lebih dari 10% dari total berat tubuh (Suheriyanto, 2008).

a) Kepala
Kepala serangga terdiri dari 3 sampai 7 ruas. Kepala berfungsi sebagai alat
untuk pengumpulan makanan, penerima rangsangan dan memproses informasi
diotak. Kepala serangga keras karena mengalami sklerotisasi. Kepala adalah bagian
anterior dari tubuh serangga yang memperlihatkan adanya sepasang mata, sepasang
sungut dan mulut (Bland dan Jaques, 1978). Pada serangga terdapat sepasang mata
majemuk dan mata tunggal

b) Toraks
Toraks terbagi menjadi tiga segmen dan tiap segmen mempunyai sepasang
kaki, sehingga jumlah kaki serangga enam (heksapoda).Toraks terdiri dari tiga
ruas, pada setiap ruas terdapat sepasang tungkai dan jika terdapat sayap terletak
pada ruas kedua dan ketiga, masing-masing sepasang sayap. Sayap serangga
tumbuh dari dinding tubuh yang terletak pada dorsal-lateral antara nota dan pleura.
Pada sayap terdapat rangka dengan pola tertentu yang sangat berguna dalam
identifikasi.

c) Abdomen
Pada umumnya abdomen serangga terdiri dari 11 ruas. Abdomen berfungsi
untuk menampung sistem pencernaan, ekskretori dan reproduksi (Borror dkk,
1996). Pada serangga dewasa terdapat spirakel dekat membran pleural pada tiap
segmen dikedua sisi abdomen. Spirakel adalah bagian terbuka yang
menghubungkan sistem respirasi dengan luar tubuh. Pada bagian ujung abdomen
terdapat anus, yang merupakan saluran keluar dari sistem pencernaan(Suheriyanto,
200).

2.4 Klasifikasi Serangga

Serangga umumnya mempunyai dua nama, nama ilmiah dan nama umum.
Pada klasifikasi biologi yang resmi, kelompok demikian disebut taksa (tunggal,
takson). Serangga dipelajari secara khusus pada cabang biologi yaitu entemologi.
Dan termasuk filum Arthropoda. Arthropoda berasal dari bahasa Yunani yaitu
Arthro yang artinya ruas dan poda berarti kaki, jadi Arthropoda adalah kelompok
hewan yang mempunyai ciri utama kaki beruas-ruas (Borror dkk, 1996). Serangga
mempunyai ciri khas, yaitu jumlah kakinya enam (heksapoda), sehingga kelompok

hewan ini dimasukkan dalam kelas hewan heksapoda (Hadi, dkk, 2008).

Serangga atau insekta berasal dari bahasa Yunani yaitu in artinya dalam dan
sect berarti potongan, jadi insekta dapat diartikan potongan tubuh atau segmentasi
(Bland dan Jaques, 1978). Meyer (2013) membagi serangga menjadi beberapa
kelompok, yaitu: serangga primitif adalah Protura, Diplura, Collembola,
Archeognatha, dan Thysanura. Serangga ini sampai dewasa tidak memiliki sayap
(apterigota) dan dalam perkembangannya tidak mengalami metamorfosis
(ametabolous development) yaitu serangga muda sama dengan serangga dewasa.
Serangga yang lain seperti Odonata dan Ephemeroptera mengalami metamorfosis
tidak lengkap (hemimetabolous development), yang sayapnya tumbuh menjelang
dewasa (popterigota) tetapi tidak dapat dilipat sejajar tubuh (paleoptera). Serangga
yang sayapnya dapat dilipat sejajar tubuh ketika beristirahat disebut neoptera.

1) Ordo Orthoptera
Hewan yang tergolong ordo ini memiliki ciri sebagai berikut.
a. Memiliki ukuran tubuh 4-75 mm
b. Mempunyai dua sayap, sayap depan panjang menyempit dan sayap
belakang melebar
c. Hewan tersebut memiliki tipe mulut penggigit dan pengunyah.
d. Hewan jantan mempunyai alat penghasil suara yang terletak di dada.
e. Contoh serangga yang tergolong dalam ordo ini adalah Blatella gertnatica.
2) Ordo Dermaptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Tubuh pipih dan berukuran 4-30 mm


b. Bersifat hemimetabola
c. Mulut bertipe pengunyah
d. Tidak bersayap atau dengan 1-2 sayap (sayap depan kecil seperti kulit, sayap
belakang seperti selaput, dan melipat di bawah depan bila sedang hinggap)
e. Hewan jantan mempunyai catut yang kokoh
f. Aktif pada malam hari (nocturnal)
g. Contoh spesies dalam ordo ini yaitu Farficula dan Anisolabis maritime
3) Ordo Mecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini memiliki ciri sebagai berikut,

a. Tubuh ramping dengan kuran 1-35 mm


b. Bersifat holometabola
c. Mulut bertipe pengunyah
d. Antenna dan kaki panjang dengan kepala memanjang
e. Tidak bersayap atau memiliki dua pasang sayap yang panjang, sempit dan
berupa membran
f. Mempunyai organ penjepit yang terletak di ujung posterior abdomen dan
organ tersebut menyerupai organ penyengat pada kalajengking
g. Makanan berupa buah dan serangga yang mati
h. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Panorpa rufescens dan
Hyloittacus picalis.
4) Ordo Plecoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 6-10 mm


b. Sayap dua pasang, ada yang bersayap panjang dan ada yang bersayap
pendek
c. Antenna panjang, tubuh kunak dan bersifat liemimetabola
d. Mulut bertipe pengunyah (tetapi tidak berkembang pada saat dewasa)
e. Nympha bersifat akuatik dan memiliki bekas insang tracheal yang terletak di
posterior setiap pasang kaki
f. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Allocapnia pygmae
dan Cilloperla clio.
5) Ordo isoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 6-13 mm


b. Sayap dua pasang (sayap depan dan belakang memiliki bentuk dan ukuran
yang sama)
c. Tipe mulut penggigit dan pengunyah yang memiliki cerci dua ruas
d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Zootermopsis
nevademis dan Termites.
6) Ordo Odonata
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 19-75 mm


b. Bersifat homometabola
c. Mulut pada hewan dewasa bersifat pengunyah
d. Memiliki dua pasang sayap berwujud membran
e. Antenna pendek, kaki dan abdomen panjang dan ramping
f. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromia magnified
dan Dragonflies.
7) Ordo Hemiptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 1-66 mm


b. Antenna panjang, mulut bertipe penghisap yang muncul di depan kepala
c. Parasit pada hewan vertebrata
d. Memiliki dua pasang sayap seperti membran
e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Gerris remigis dan
Mesove uiamusanti.
8) Ordo Trichoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 9-22 mm


b. Sayap seperti selaput, berambut dan bersisik
c. Antenna panjang dan ramping
d. Tipe mulut penggigit
e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Macromemum
cebratum.
9) Ordo Lepidhoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,

a. Ukuran tubuh 3-35 mm


b. Bersifat holometaboal
c. Tidak memiliki mandibula, mata besar, memiliki dua pasang sayap yang
seperti membran
d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Calpodes ethlius dan
Pyrulis frinalis.
10) Ordo Coleoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 0,5-125 mm
b. Sayap depan keras dan tebal menanduk, sedangkan sayap belakang bersifat
membranous
c. Tipe mulut penggigit
d. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Adalia bipimctat dan
Hydrophillus teriangiilaris.
11) Ordo Hymenoptera
Serangga yang termasuk dalam ordo ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut,
a. Ukuran tubuh 5-40 mm
b. Sayap satu pasang seperti selaput
c. Bersifat holometabola
d. Mulut tipe pengunyah atau penghisap
e. Contoh spesies yang tergolong dalam ordo ini adalah Formica sp.

2.5 Macam-macam Metode Pengumpulan Serangga

Dalam menentukan kerapatan populasi perlu dibedakan antara kerapatan


(crude density) dengan kerapatan ekologi. Kerapatan kasar yaitu cacah individu
suatu populasi per areal atau total area. Sedangkan kerapatan ekologi adalah cacah
individu per areal habitatnya. Dalam upaya untuk memperoleh cuplikan yang dapat
memberikan gambaran suatu populasi tanpa bias diperlukan suatu metode yang
tepat. Salah satu metode yang biasa digunakan adalah light trap. Prinsip kerja
perangkap ini yaitu menarik serangga-serangga yang berterbangan menuju kearah
sumber cahaya, kemudian disaat serangga tersebut mengerumuninya mereka akan
berputar-putar kemudian masuk kedalam perangkap yang telah kita pasang.
Pemasangan perangkap dilakukan pada pukul 18.00-19.00 WIB. Pemantauan 10
menit sekali dan dilakukan selama 1 jam. Perangkap light trap dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Perangkap Light Trap
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan praktikum ini dilakukan pada dilaksanakan pada Hari Jumat 29 Maret
2019. Pemasangan jebakan dilaksanakan pada pukul 20.00-02.00 WIB. empat
pelaksaannya yaitu di Hutan Kondang Merak, Malang.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu Set kain putih lightrap, Kabel rol, Lampu (dop) 25
watt, Botol film (plakon), Kuas kecil, Vacum serangga, dan Mikroskop stereo.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Tali raffia, Larutan formalin atau alcohol,
Amplop dan Kertas label.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua jenis serangga malam yang ada di hutan
Hutan Kondang Merak. Sampel penelitian berupa serangga malam yang diperoleh
melalui jebakan light trap yang dipasang pada pukul 20.00 dan diambil setiap dua
jam sekali sampai pukul 02.00 WIB.
3.4 Prosedur Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

Dipasang kabel, pitting dan lampu yang telah terhubung arus listrik.

Dipasang set kain putih lightrap menggunakan tali raffia untuk diikatkan ke pohon
(Pemasangan telah siap pada pukul 18.00 WIB).

Diamati dan diambil serangga malam yang terjebak light trap (digunakan vacuum
untuk serangga kecil, dan digunakan tangan untuk serangga yang besar atau yang
bersayap rapuh untuk dimasukkan ke dalam amplop) pada pukul 20.00, 22.00,
00.00, dan 02.00 WIB.
Dipindahkan specimen dari light trap yang telah berisi serangga yang sudah
terjebak ke dalam botol plakon yang telah berisi air dan larutan formalin dengan
menggunakan kuas.

Diberikan label/ identitas pada botol plakon.

Dilakukan pengamatan di laboratorium biologi menggunakan mikroskop stereo


dan kunci determinasi serangga

Melakukan kompilasi data serangga malam yang diperoleh dengan semua


kelompok.

Memasukkan data yang diperoleh ke dalam table data light-trap.

3.5 Metode Analisis


Data yang diperoleh dianalisis dengan cara sebagai berikut: Indeks
keanekaragaman pada masing-masing habitat dihitung dengan cara:
a. Indeks keanekaragaman Shanon – Wiener
H ' =−(∑ Pi ln Pi)
Keterangan:
Pi = n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
ni : Nilai rata-rata masing-masing spesies
N : Jumlah total nilai rata-rata spesies dalam sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
b. Selanjutnya menghitung nilai indeks kemerataan (Evennes) dengan rumus:
H'
E=
ln s
Keterangan:
E : Indeks kemerataan evennes
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
c. Selanjutnya dihitung nilai kekayaan dengan menggunakan rumus indek
Richness:

s−1
R=
ln N
Keterangan:
R : Indeks Richness
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS

4.1. Data Pengamatan

N NAMA SPESIES WAKTU JUMLAH


20.00 22.00 00.00 02.00
O
1 Plecia neorcelica - 3 2 - 5
2 Hesperidae - 1 - - 1
3 Aphidolestes - 5 - 2 7
meridonalis
4 Bruehophagus - 1 - - 1
platytera
5 Orpelia fultoria - - 1 - 1
6 Burtus brunalis - - 1 - 1
7 Crypsiptyda - - 1 1
coclesalis
8 Oxya chireses - - - 1 1
TOTAL 10 5 3 18

1. Indeks keanekaragaman(H’)
H1 = −∑ ( pi ln pi)
n
Pi =
N
5
Pi Plecia neorcelica = = 0,28
18
Lnpi = - 1,272
1
Pi Hesperidae = = 0,05
18
Lnpi = -2,996
7
Pi Aphidolestes meridonalis = = 0,79
18
Lnpi =-0,942
1
Pi Bruehopragus platytera= = 0,05
18
Lnpi = -2,996
1
Pi Orpelia fultoria = = 0,05
18
Lnpi = -2,996
1
Pi Burtus brunalis = = 0,05
18
Lnpi = -2,996
1
Pi Crypsiptyda coclesalis = = 0,05
18
Lnpi = -2,996
1
Pi Ocya chiresis = = 0,05
18
Lnpi = -2,996
H1 = −∑ ( pi ln pi)
= - ( -0,0356+-0,0150+-0,367+-0,0150+-0,0150+-0,0150+-0,0150+-0,0150)
= - (1,623)
Jadi H1 = 1,623
Indeks kemerataan

Indeks kemerataan (E)

HI
E=
¿S

1,623
=
¿8

1.623
=
2,080

E= 0,780

Indeks kekayaan (R)

S−I
R=
¿H

8−1
=
¿8

7
=
2,890
R= 2,422

Pukul 20:00

1. Indeks keanekaragaman(H’)
H1 = −∑ ( pi ln pi)
n
Pi = =0
N
H1 = 0

2. Indeks kemerataan
H1
E= =
ln s
E= 0
3. Indeks kekeyaan (R)

S−N
R=
ln N

R=0

Pukul 22:00

1. Indeks keanekaragaman(H’)
H1 = −∑ ( pi ln pi)
n
Pi = =0
N
3
Pi Plecia neorcelica = = 0,3, ln pi = -1,204
10
1
Pi Hesperidae = = 0,1, ln pi = -2,303
10
5
Pi Aphidolestes meridonalis = = 0,5, ln pi = -0,693
10
1
Pi Bruehophagus platytera = = 0,1, ln pi = -2,303
10
H1 = −∑ ( pi ln pi)
= - (-1,204 + -2,303 + -0,693 + -2,303) = 1,167
H 1 1,167 1,167
2. E = = = = 0,842
ln s ln 4 1,386
S−1 3 3
3. R = = = = 1,303
ln N ln 10 2,303

Pukul 24:00

1. Indeks keanekaragaman(H’)
2
Pi Plecia neorcelica = = 0,4, ln pi = 0,917
5
1
Pi Orpelia fultoria = = 0,2, ln pi = 1,610
5
1
Pi Orpelia fultoria = = 0,2, ln pi = 1,610
5
1
Pi Crypsiptyda coclesalis = = 0,2, ln pi = 1,610
5
H1 = −∑ ( pi ln pi)
= - (- 0,367+-0,322+-0,322+- 0,322) = H1 = 1,333

H 1 1,333 1,333
2. E = = = = 0,962
ln s ln 4 1,386
S−1 3 3
3. R = = = = 1,865
ln N ln 5 1,609

Pukul 02:00

1. Indeks keanekaragaman(H’)
2
Pi Aphidolestes meridonalis = = 0,67, ln pi = 0,400
3
1
Pi Oxya chireses = = 0,33, ln pi = 1,109
3
H1 = −∑ ( pi ln pi)
H1= -(-0,268+-0,366) = 0,634
H 1 0,634 0,634
2. E = = = = 0,915
ln s ln 2 0,693
S−1 1 1
3. R = = = = 0,910
ln N ln 3 1,099
4.2. Analisis Data

Berdasarkan hasil data yang kami peroleh, dengan melakukan analisis mengenai
indeks keanekaragaman (H1) kemerataan (E), dan kekayaan (R), dari spesies
serangga malam dihutan pantai Taman Nasional Kondang merak. Dengan jam yang
telah di tentukan yaitu jam 20:00, jam 22:00, jam 24:00 dan jam 02,00.

Pada jam 20:00, H1 =


0, E=0 dan R=0. Jadi pada jam 20:00 kami tidak
mendapatkan serangga malam.

pada jam 22:00, mendapatkan spesies Plecia neorcelica dengan nilai


keanekaragamnaya 0,361, spesies Hesperidae nilai keanekaragamannya 0,230, spesies
Aphidolestes meridonalis nilai keanekaragamannya 0,346 dan spesies hophagus
platytera mendapatkan nilai 0,203. Indeks keanekaragamannya H1 = 1,167 nilai ini
menunjukan bahwa nilai kekayaannya rendah. Dan indeks kemerataannya yaitu
E=0,842 nilai ini menunjukan indeks kemeratannya juga sanggat rendah dan R=1,303
indeks kekayaannya rendah.

Pada jam 24:00, H1 = 1,333 indeks keanekaragaman pada nilai dari spesies Plecia
neorcelica 0,367, spesies Orpelia fultoria dengan nilai 0,322, spesies Orpelia fultoria
nilainya 0,322 sedangkan spesies Crypsiptyda coclesalis nilai keanekaragamannya
0,322 setelah dirata-ratakan nilai keanekaragaman pada jam 24:00 mendaptkan hasil
rendah yaitu 1,333, indeks kemeratannya sanggat rendah yaitu R=0,962 dan indeks
kekayaannya juga rendah rendah dengan nilai 1,865.

Sedangkan jam 02:00 H1 = 0,634 indeks keanekaragamannya sanggat rendah


dengan spesies Aphidolestes meridonalis bernilai 0,268 dan spesies Oxya chireses
bernilai 0,366. Indek kemerataanya E=0,915 termasuk indeks kemeratannya rendah dan
indeks kekayaan mendapatkan nilai R=0,910 pada indeks kekayaan ini juga sanggat
rendah.
BAB V
PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang diperoleh saat pengamatan, hasil analisis data dan
pengidentifikasian yang sudah dilakukan, maka dapat diketahui serangga nokturnal
yang ditemukan di kawasan hutan lindung Kondang Merak terdiri dari 5 ordo yang
terbagi atas 8 famili dan 8 genus. Ordo yang ditemukan antara lain yaitu ordo Diptera
(spesies Plecia nearctica, spesies Aphidolestes meridionalis, spesies Orfelia fultoni),
ordo Lepidoptera (spesies Crypsiptya coclesalis dan spesies Hesperiidae sp), ordo
Hymenoptera (spesies Bruchophagus platypterus), ordo Mercoptera (spesies Boreus
brumalis), dan ordo Orthoptera (spesies Oxya chinenses).
Serangga nokturnal merupakan serangga yang nonaktif pada siang hari (istirahat
pada siang hari) dan aktif pada malam hari. Pada umumnya serangga nokturnal
memiliki pengelihatan yang tajam. Serangga nokturnal merupakan serangga yang dapat
melihat dengan penjang gelombang cahaya dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet)
sampai 600-650 nm (warna orange). Hal ini disebabkan karena serangga tertarik pada
ultraviolet yang dihasilkan akibat adanya cahaya yang diabsorbsi oleh alam terutama
daun (Borror, dkk, 1996). Berdasarkan hasil pengamatan bahwa ordo Diptera memiliki
aktivitas yang terbilang tinggi pada malam hari yang dilihat berdasarkan jumlah spesies
yang ditemukan terbilang tinggi dibandingkan dengan spesies ordo lain. Akan tetapi
sebenarnya ordo Diptera ini merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu
menyukai sinar, sehingga pada malam hari ordo ini tidak aktif (nonaktif). Ordo Diptera
akan aktif ketika adanya sinar buatan. Menurut Depkes (1991) menyatakan bahwa
selain efek cahaya atau sinar, pada ordo Diptera juga bergantung pada kelembapan
udara dan temperature tempatnya. Penggunaan sinar buatan berupa lampu berwarna
putih dapat menarik lebih banyak serangga nokturnal. Menurut Hadi (2009) bahwa
serangga nokturnal akan tertarik dengan cahaya yang agak terang karena serangga
beranggapan bahwa warna lampu tersebut sesuai dengan warna makanannya. Selain itu,
menurut Hadi (2007) bahwa intensitas cahaya dapat mempengaruhi prilaku serangga,
sehingga cahaya yang sesuai dapat menarik datangnya serangga. Oleh karena itu,
meskipun ordo Diptera merupakan serangga bersifat fototropik namun ketika adanya
rangsangan berupa cahaya buatan ordo ini akan bersifat aktif dan mendekati cahaya
tersebut karena serangga nokturnal akan beranggapan bahwa warna lampu tersebut
sesuai dengan warna makanannya. Selain itu, ordo Diptera paling banyak ditemukan
karena ordo Diptera ini memiliki masa reproduksi yang paling cepat dibandingkan
dengan ordo serangga nokturnal yang ditemukan lainnya. Stabilitas dan produktivitas
ini mempengaruhi keanekaragaman yang ada. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Widagdo (2002) bahwa semakin besar produktivitasnya maka semakin besar pula
keanekaragamannya.
Komposisi serangga yang ditemukan menunjukkan adanya tingkat
keanekaragaman. Indeks Shanon-Wiener mengintepretasikan jika H’<1 maka
keanekaragaman spesies rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan
kestabilan ekosistem rendah, jika 1<H’<3, maka keanekaragaman spesies sedang,
jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan ekosistem sedang dan jika H’> 3
maka keanekaragaman spesies tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi
dan kestabilan ekosistem tinggi (Suin, 2006). Pukul 20.00 memiliki nilai indeks
keanekaragaman rendah, karena H’=0 sehingga dapat diketahui bahwa penyebaran
individu tiap spesies rendah dan kestabilan ekosistem rendah. Pukul 22.00 (H’= 1,168)
dan termasuk kategori sedang, dimana pada kategori sedang menunjukkan jumlah
individu tiap spesies sedang dan kestabilan ekosistem sedang. Pukul 00.00
menunjukkan tingkat keanekaragaman yang sedang (H’= 1,332) dan menunjukkan
jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan ekosistem sedang. Pukul 02.00
memiliki nilai indeks keanekaragaman yang rendah (H’=0,636) dan menunjukkan
bahwa penyebaran individu tiap spesies rendah dan kestabilan ekosistem rendah.
Dharmawan (2005) menyatakan bahwa indeks keanekaragaman (H’) tertinggi
(dominan) dipengaruhi oleh indeks kemerataan (E) dan kekayaan (R) yang tinggi juga.
Oleh karena itu, maka indeks keanekaragaman pengambilan sampel pukul 00.00 dapat
dikategorikan terbilang tinggi dibandingkan dengan indeks keanekaragaman
pengambilan sampel pada pukul 20.00,22.00 dan pukul 02.00, yang menunjukkan
bahwa keanekargaman jenis serangga yang ditemukan di hutan lindung Kondang Merak
dinilai tinggi pada pukul 00.00. Selain keanekaragaman jenis serangga yang ditemukan
tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi serta tahan terhadap tekanan
ekologis pada pukul 00.00 WIB.
Selain itu, tingginya indeks keanekaragaman serangga nokturnal yang
ditemukan di kawasan hutan lindung Kondang Merak dikarenakan lokasi penelitian
masih berupa hutan sekunder. Menurut Odum (1998), komunitas di dalam lingkungan
yang sesuai, seperti hutan, termasuk hutan sekunder akan menunjukkan
keanekaragaman jenis yang lebih tingi. Pada hutan sekunder akan menunjukkan bahwa
daerah tersebut memiliki keanekaragaman vegetasi yang cukup tinggi sehingga dapat
mendukung perkembangan populasi serangga nokturnal yang ada pada daerah tersebut.
Keberadaan hutan sekunder memiliki vegetasi yang beragam sehingga dapat
menyediakan sumber makanan dan tempat tinggal bagi kehidupan serangga nokturnal.
Menurut pendapat Natawigena (1990) menyatakan bahwa keanekaragaman vegetasi
sangat penting bagi keberadaan serangga, karena serangga akan menghabiskan separuh
siklus hidupnya pada habitat yang menyediakan sumber daya makanan dalam jumlah
optimum. Selain itu, vegetasi berperan sebagai habitat bagi serangga nokturnal untuk
melakukan berbagai aktivitas baik pada malam hari maupun siang hari, seperti
berlindung, membuat sarang dan beristirahat. Keanekaragaman vegetasi pada kawasan
hutan lindung Kondang Merak ini memberikan pasokan makanan yang cukup dan
perlindungan yang baik pada serangga nokturnal.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi keanekaragaman serangga nokturnal yang
ada di kawasan hutan lindung Kondang Merak adalah waktu. Waktu dapat
mempengaruhi keanekaragaman temporal karena setiap serangga memiliki siklus hidup
yang membuatnya tidak selalu dapat teramati sebagai serangga dewasa. Distribusi
keanekaragaman temporal merupakan suatu yang menunjukkan adanya keberadaan
individu seperti serangga nokturnal pada suatu dimensi ruang atau tempat yang sedang
diamati dalam tiap tegakan pada setiap area. Pada penelitian ini dapat diketahui adanya
distribusi temporal yang dilihat dari jumlah individu pada masing-masing waktu
pengambilan sampel. Berdasarkan data hasil pengamatan yang diperoleh diketahui
bahwa jumlah individu paling tinggi terletak pada waktu pengambilan sampel pukul
00.00 WIB. Waktu biologis atau waktu aktif serangga nokturnal tersebut dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Pada waktu kondisi lingkungan berada pada tingkat optimum,
serangga akan melakukan perkembangbiakan secara maksimal sehingga populasinya
akan meningkat. Serangga nokturnal memiliki jam biologis pada malam hari dalam
melakukan aktivitas hidupnya, seperti mencari makan, tempat bersarang dan masih
banyak lagi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum (1993) bahwa serangga malam
merupakan golongan hewan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk
beraktivitas pada malam hari.
Selain itu, suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan serangga.
Jumlah populasi individu pada pukul 00.00 WIB sampai pukul 02.00 WIB mengalami
penurunan yang dilihat dari nilai indeks keanekaragamannya (H’) yang mengalami
penurunan, dimana pada pukul 00.00 memiliki nilai indeks keanekaragaman sebesar
1,332 dan mengalami penurunan pada pukul 02.00 dengan indeks keanekaragaman
sebesar 0,636. Faktor yang dapat mempengaruhi berupa faktor abiotik seperti suhu
lingkungan yang menurun (semakin dingin). Widagdo (2002), bahwa intensitas
kunjungan atau keberadaan serangga nokturnal mengalami penurunan ketika rerata
suhu lingkungannya rendah (mengalami penurunan). Suhu lingkungan dapat
mempengaruhi aktivitas dan metabolisme dalam tubuh serangga. Boror dan
Dharmawan (1992;2005) menyatakan bahwa serangga merupakan hewan poilikoterm
yang membutuhkan panas dari lingkungan sekitarnya untuk melakukan metabolisme.
Selain itu, serangga termasuk hewan yang berdarah dingin (poikiloterm) sehingga
memiliki mekanisme mempertahankan diri terhadap suhu yang rendah. Seperti yang
sudah dijelaskan Borror, dkk (1992) bahwa beberapa serangga tahan hidup pada suhu
rendah dengan menyimpan etilen glikol di dalam jaringan tubuh untuk melindungi dari
pembekuan. Umumnya kisaran suhu efektif bagi serangga nokturnal adalah suhu
minimum 150C, suhu optimum 250C dan suhu maksimum 450C. Pada pukul 00.00
memiliki suhu yang sesuai atau optimum untuk serangga nokturnal melakukan
perkembangbiakan dan keluar dari tempat hidupnya untuk mencari makan,
bereproduksi ataupun lain sebagainya.
Faktor heterogenenitas spasial dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis
serangga. Seperti yang dijelaskan Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) bahwa realif
atau topografi atau heterogenitas makrospasial dapat memberikan dampak terhadap
keanekaragaman spesies. Pada area yang memiliki relief topografi yang tinggi
mengandung banyak habitat yang berbeda sehingga terdapat keanekaragaman spesies
yang hidup di daerah tersebut. Hal ini menyebabkan bahwa keanekaragaman topografi
dapat meningkatkan keanekaragaman komunitas serta dapat meningkatkan
keanekaragaman serangga yang dijumpai.
Faktor relung dapat mempengaruhi adanya keanekaragaman spesies yang ada,
dimana setiap makhluk hidup memiliki relung masing-masing. Namun, meskipun setiap
individu memiliki relung masing-masing, tidak terlepas juga bahwa individu tersebut
dapat mengalami tumpang tindih relung, sehingga dapat terjadinya kompetisi. Peran
kompetesi mempengaruhi kekayaan spesies seperti yang digambarkan melalui
hubungan relung dengan spesies oleh Krebs (1985) dalam Widagdo (2002). Faktor
tersebut penting dalam evolusi yang merupakan persyaratan habitat hewan dan
tumbuhan menjadi lebih terbatas dan makanan untuk hewan menjadi sedikit. Komunitas
yang terdapat pada daerah tropis memiliki banyak spesies karena memiliki relung yang
kecil dan overlapping (tumpang tindih) relung yang tinggi. Predasi dan kompetisi dapat
mempengaruhi keanekaragaman spesies. Adanya komunitas yang kompleks dan
mendukung banyak spesies membentuk interaksi dominan berupa predasi, sedangkan
komunitas sederhana yang dominan adalah kompetisi. Predator dan kompetisi dapat
menekan populasi sampai tingkat yang sangat rendah. Pengurangan kompetisi dapat
mengakibatkan bertambahnya spesies sehingga mendukung munculnya predator baru.
Serangga memiliki peran beraneka ragam, seperti sebagai pollinator tumbuhan ataupun
dapat pula sebagai predator serangga lain. Berdasarkan hasil pengamatan dapat
diketahui bahwa serangga yang ditemukan merupakan serangga herbivor. Faktor
stabilitas lingkungan dapat menunjukkan tingkat kematangan komunitas suatu daerah
dan ketersediaan sumber daya alam merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap
keanekaragaman. Daerah dengan tingkat sumber daya alam (SDA) yang
beranekaragam.
Indeks kemerataan serangga nokturnal di kawasan hutan lindung Kondang
Merak paling tinggi atau dominan terjadi pada pukul 00.00 WIB dengan nilai E sebesar
E=0,961. Pada pukul 20.00 WIB tidak ditemukan adanya jenis serangga nokturnal
sehingga indeks kemerataan nol, hal ini kemungkinan disebabkan akibat adanya
perubahan kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, oksigen, pH, dan cahaya yang
sudah mengalami perubahan dari sore ke malam. Hal ini menyebabkan serangga yang
muncul dan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang akan terjebak.
Oleh karena itu, diperlukan penyesuaian telebih dahulu dengan kondisi lingkungan
disekitarnya. Menurut Widagdo (2002) bahwa waktu akan menentukan pentingnya
pengaruh faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, salinitas, oksigen dan pH.
Sedangkan pada pukul 00.00 mengalami penurunan, tetapi tidak terlalu signifikan, E
pada pukul 00.00 sebesar 0,961 dan mengalami penurunan sampai pukul 02.00 menjadi
0,918. Dharmawan (2005), bahwa indeks keanekaragaman (H’) tertinggi (dominan)
dipengaruhi oleh indeks kemerataan (E) dan kekayaan (R) yang tinggi juga.
Indeks kekayaan tertinggi atau dominan pada serangga nokturnal di kawasan
hutan lindung Kondang Merak terjadi pukul 00.00 dengan nilai R=1,868. Hal ini
disebabkan adanya pengaruh dari kondisi lingkungan disekitarnya. Widagdo (2002)
menjelakan bahwa waktu akan menentukan pentingnya pengaruh faktor lingkungan
seperti suhu, kelembaban, salinitas, oksigen dan pH. Adanya pernyataan Dharmawan
(2005), bahwa indeks keanekaragaman (H’) tertinggi (dominan) dipengaruhi oleh
indeks kemerataan (E) dan kekayaan (R) yang tinggi juga.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Serangga nokturnal yang ditemukan di kawasan hutan lindung Kondang Merak
terdiri dari 5 ordo yang terbagi atas 8 famili dan 8 genus. Ordo yang ditemukan antara
lain yaitu ordo Diptera (spesies Plecia nearctica, spesies Aphidolestes meridionalis,
spesies Orfelia fultoni), ordo Lepidoptera (spesies Crypsiptya coclesalis dan spesies
Hesperiidae sp), ordo Hymenoptera (spesies Bruchophagus platypterus), ordo
Mercoptera (spesies Boreus brumalis), dan ordo Orthoptera (spesies Oxya chinenses).
Ordo Diptera paling banyak ditemukan atau yang mendiminasi karena ordo
Diptera ini memiliki masa reproduksi yang paling cepat dibandingkan dengan ordo
serangga nokturnal yang ditemukan lainnya.
Indeks keanekaragaman pengambilan sampel pukul 00.00 dapat dikategorikan
terbilang lebih tinggi dibandingkan dengan pengambilan sampel pada pukul
20.00,22.00 dan pukul 02.00.
Indeks kemerataan serangga nokturnal di kawasan hutan lindung Kondang
Merak paling tinggi atau dominan terjadi pada pukul 00.00 WIB dengan nilai E sebesar
E=0,961.
Indeks kekayaan tertinggi atau dominan pada serangga nokturnal di kawasan
hutan lindung Kondang Merak terjadi pukul 00.00 dengan nilai R=1,868.
6.2 Saran
Ketika mengidentifikasi spesies harus lebih teliti dan cermat agar menghasilkan
data yang valid dan praktikum untuk selanjutnya sebelum melakukan penelitian
hendaknya peralatan yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu.

DAFTAR RUJUKAN

Borror dkk. 1992, Pengenalan pelajaran Serangga. Yogyakarta: Gadjah Mada press.


Borror, D.J., C.A, Triplehorn, N. F. Johnson. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Edisi ke-6. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Depkes RI. 1991. Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat. Jakarta: DITJEN
PPM dan PLP
Dharmawan, A., Ibrohim, Tuwarita, H., Suwono, H., Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan.
Malang: Universitas Negeri Malang
Hadi, Kesumawati, 2007. Pengenalan Arthropoda dan Biologi Serangga. Fakultas
Kedokteran Hewan: IPB Press.
Hadi, Mochammad, 2009. Biologi Insecta Entomologi.Yogyakarta: Graha Ilmu
Natawigena, H. 1990. Entomologi Pertanian. Bandung: Orba Shakti
Hadi, Mohammad., dkk. 2008. “Biologi Insekta Entomologi”. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suheriyanto, Dwi. 2008. “Ekologi Serangga” Hal. 11. Malang: UIN_Malang
Press.
Irawan, K.F. 1999. Kelimpahan dan Keanekaragaman Serangga Malam di Hutan
Pantai Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Skripsi Tidak
Diterbitkan. Malang: IKIP.
Odum, F. P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi Edisi Ketiga, Penerjemah: Tjahyono
Samingan. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press
Widagdo, K. 2002. Keanekaragaman Serangga Malam pada Berbagai Ketinggian di
Gunung Arjuna. Malang: Universitas Negeri Malang

LAMPIRAN

Pukul 10.00

Pukul 12.00
Pukul 02.00

Anda mungkin juga menyukai