Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

(Teknik Trapping Serangga Hama)


Disusun Oleh :
Kelompok VI(Enam) :
1. Dinda Kuku 432422001
2. Indayani Tandililing 432422057
3. Magfirah F, Mantali 432422022
4. Muh. Kirad Timbola 432422042
5. Nazwa H. Djafar 432422056
6. Nurhayati S. Bano 432422013
7. Salma Puasa 432422002

Asisten : Danial Mohammad

LABORATORIUM BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Ekologi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Praktikum Ekologi dan Lulus Pada Mata Kuliah Ekologi

Gorontalo, 02 April 2023

Koordinator Asisten Asisten Pendamping

Ilyas H. Husain, S. Pd, M.Pd Danial Mohammad


Nip. 198909022019031009
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
karunia-Nya kepada kami, sehingga Laporan Praktikum Ekologi ini dapat
disusun dan siselesaikan tapat pada waktunya.

Laporan Praktikum Ekologi ini beriai tentang Teknik Trapping Serangga


Hama yang memiliki tujuan untuk mengenal berbagai teknik trapping beserta
alatnya, mampu membuat alat trapping serangga, mampu mengidentifikasi
serangga hama hasil trapping, mampu menganalisis indeks keragaman dan
kesamaannya, dan mampu menganalisis perbedaan indeks keanekaragaman,
mampu menganalisis indeks kesamaan ordo serangga. Dalam penyelesaian
Laporan Praktikum Ekologi ini kami beretrima kasih kepada pihak-pihak yang
banyak membantu dalam pengerjaan laporan ini serta kakak asisten yang telah
memberikan bimbingan selama praktikum ekologi.

Kami menyadari bahwa Laporan Praktikum Ekologi ini masih jauh dari
kata sempurna, karena itu harapan kami agar laporan ini dapat memenuhi
tujuan dan bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan Laporan ini.

Gorontalo, 02 April 2023

Kelompok VI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serangga merupakan hewan yang memiliki ciri berkaki enam
(heksapoda) yang terbagi kedalam hewan atau serangga yang
menguntungkan atau merugikan bagi tanaman budidaya. Serangga juga
terbagi kedalam dua peran yaitu serangga yang memakan tumbuhan atau
herbivora dan serangga yang memakan serangga lainnya atau karnivora.
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat
dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam.
Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi
tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga
berguna seperti serangga penyerbuk pemakan bangkai, predator dan
parasitoid (Siregar, dkk., 2014).
Serangga atau insekta, disebut juga hexapoda, adalah kelompok
artropoda terbesar, terdiri dari kurang lebih 675.000 spesies, dan terbesar
di setiap habitat dunia. Invertebrata ini hidup di tempat yang kering dan
tubuhnya ditutupi dengan kitin, yang membuat serangga mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki kemampuan beradaptasi yang
besar terhadap lingkungan (Hasanah, dkk., 2019).
Serangga bagian dari phylum Artropoda, merupakan hewan yang
memiliki kaki beruas-ruas. Serangga juga membantu penyerbukan
tanaman berbunga, baik tanaman liar maupun pertanian. Minat serangga
penyerbuk dalam proses polinasi tanaman dipengaruhi oleh berbagai
faktor, termasuk warna bunga, jumlah bunga, dan ukuran bunga
(Andrian, dkk., 2017).
Salah satu serangga yang dapat menguntungkan bagi budidaya
tanaman yaitu serangga yang berperan sebagai musuh alami seperti
serangga predator dan parasitoid. Kegunaan musuh alami pada tanaman
bunga matahari akan mengurangi dampak dari penyerangan hama pada
tanaman sehingga mengurangi kerugian yang disebabkan oleh hama
seperti turunnya kualtias dan kuantitas pada tanaman bunga matahari
(Helianthus annuus L.). Serangga predator merupakan serangga yang
memakan, membunuh atau memangsa serangga lain, dan serangga
predator merupakan faktor penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem dan juga sebagai pengendali hayati atau musuh alami hama
(Tustiyani, dkk., 2020).
Pengendalian serangga dapat dilakukan dengan teknik pemasangan
perangkap atau jebakan untuk hama tanaman, salah satunya dengan
menggunakan perangkap kuning (yellow trap) pada lahan budidaya
tanaman. Yellow trap ini merupakan perangkap serangga yang ramah
lingkungan serta sangat efektif dalam mengendalikan serangan serangga,
tidak hanya dengan perangkap pengendalian juga apat dilakukan secara
visual atau dilihat langsung dilapangan. Efektifitas penggunaan perangkap
perekat warna kuning (Yellow Sticky Trap) dapat menangkap berbagai jenis
serangga di areal pertanaman karena ketertarikan serangga terhadap
warna kuning dari perangkap bukan semata-mata karena tertarik pada
tanaman budidaya (Siregar, dkk., 2014).
Kehadiran serangga dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan
ekosistem. Jika keanekaragaman serangga dalam ekosistem tersebut
tinggi, maka dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau
stabil. Keanekaragaman serangga yang besar akan membuat proses
jaring-jaring makanan bekerja secara normal dan sebaliknya jika pada
ekosistem keanekaragaman serangga kecil maka lingkungan ekosistem
tidak seimbang dan stabil. Keanekaragaman spesies yang tinggi
menunjukkan bahwa suatu komunitas sangat kompleks dan interaksinya
akan melibatkan transfer energi (jaring makanan), pembagian relung,
predasi, dan kompetisi. Keanekaragaman spesies terlihat rendah dalam
suatu ekosistem yang terkendali, karena memiliki faktor fisik dan kimia
yang kuat serta akan tinggi dalam ekosistem yang dikendalikan secara
alamiah (Alzarik, dkk., 2017).
Kelangsungan hidup serangga tergantung pada makanan yang tersedia.
Dan beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responsnya terhadap
cahaya, sehingga serangga sering aktif pada pagi, siang, sore, atau malam
hari. Serangga hidup sehari-hari, aktif di siang hari, biasanya disebut
serangga diurnal melakukan beberapa kegiatan seperti mengunjungi
bunga, bertelur atau memakan bagian tumbuhan dan sejenisnya. Contoh:
kupu-kupu (lepidoptera), kumbang padi (Leptocoriya acuta), wereng coklat
(Nilavarpara logens) dan belalang besar (Valanga nigricornis). Sedangkan
serangga nokturnal adalah kelompok serangga yang menghabiskan
sebagian besar hidupnya untuk melakukan aktivitas malam hari. Serangga
nokturnal sangat tertarik dengan cahaya terang karena serangga mengira
bahwa warna cahaya tersebut cocok dengan warna makanannya
(Salurapa, dkk., 2018).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengenal berbagai teknik Trapping beserta alatnya
2. Mampu membuat alat Trapping Serangga
3. Mampu mengidentifikasi serangga hama hasil trapping
4. Mampu menganalisis indeks keragaman dan kesamaannya
5. Mampu menganalisis perbedaan indeks keanekaragaman
6. Mampu menganalisis indeks kesamaan ordo serangga
1.3 Kegunaan Praktikum
Menambah pengetahuan dan keterampilan praktikan mengenai Teknik
Trapping Serangga Hama
1.4 Waktu dan Tempat
Waktu : Pukul 09.00 WITA – 17.30 WITA
Tempat : Depan Fakultas Mipa, Universitas Negeri Gorontalo, Kab. Bone
Bolango.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam
kingdom animalia, filum arthropoda merupakan hewan dikelompokkan dalam
kelas insecta. Telah ada dimuka bumi ini lama sebelum manusia muncul. Hal ini
dibuktikkan dari penemuan fosil serangga yang telah berumur sekitar 350 juta
tahun sementara manusia baru ada diduga sejak 2 juta tahun yang lalu. Secara
alamiah, tergantung pada jenisnya serangga, siklus hidup serangga bervariasi,
mulai dari yang sederhana hingga yang mengalami perkembangan kompleks.
Perkembangan serangga melibatkan perubahan bentuk yang dikenal dengan
istilah stadium. Seluruh proses perubahan tersebut dikenal sebagai proses
metamorfosis. Stadium terdiri dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Setiap
stadium memiliki makanan dan habitat yang berbeda. Contoh yang paling nyata
adalah perkembangan kupu-kupu (Permana, 2014).
Serangga atau insecta disebut juga hexapoda, adalah kelompok
atrhropoda terbesar, terdiri kurang lebih 675 spesies dan terbesar setiap habitat
dunia. Vertebrata ini hidup ditempat yang kering dan tubuhnya ditutupi dengan
kitin, yang mebuat serangga mampu beradaptasi dengan lungkungan dan
memiliki kemampuan beradaptasi yang besar terhadap lingkungan
(Hasanah, 2019).
Kehadiran serangga dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan
ekosistem. Jika keanekaragaman serangga dalam ekosistem tersebut tinggi,
maka dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau stabil.
Keanekaragaman serangga akan membuat proses jaring-jaring makanan
bekerja secara normal dan sebaliknya jika pada ekosistem serangga kecil maka
lingkungan ekosistem keanekaragaman tidak seimbang dan stabil
(Alrazik, 2017).
Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal serangga
yang aktif disiang hari (diurnal) dan serangga yang aktif dimalam hari
(nocturnal). Serangga malam hari (nocturnal) adalah hewan yang tidur pada
siang hari, dan aktif pada malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki
kemampuan penglihatan yang tajam. Serangga nokturnal dapat melihat
gelombang cahaya yang lebih panjang dari pada manusia dan dapat memilah
panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya
dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga
bahwa serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya yang diabsorbsi oleh
alam terutama oleh daun (Aditama, 2013).
Keberadaan serangga nokturnal dalam alam dipengaruhi oleh keberadaan
faktor abiotic atau unsur iklim sebagai komponen suatu ekosistem. Intensitas
cahaya mempengaruhi keberadaan serangga dalam alam. Cahaya yang diukur
berasal dari penggunaan metode light trap dalam menangkap serangga yang
ada didalam area rumah literasi, berbeda dengan kelompok serangga diurnal
yang memanfaatkan cahaya matahari. Organ penglihatan serangga
dipengaruhi oleh keberadaan intensitas cahaya disekitar. Cahaya tersbeut
masuk dalam matafaset yang dimiliki oleh suatu serangga dan diterima oleh
reseptor (Aditama, 2013).
Dari sekian banyak cara alternatif yang ada, salah satu cara pengendalian
hama yang ramah lingkungan adalah perangkapa hama. Perangkap hama
banyak digunakan karena pengaplikasiannya yang mudah. Cara kerja pada
perangkap hama adalah dengan memanfaatkan tingkah laku serangga
sehingga tertarik pada perangkap tersebut. Warna juga dapat menarik hama
untuk datang pada perangkap (Erdiansyah, 2019).
Pengumpulan spesimen dapat dilakukan dengan secara teknik jelajah,
yaitu terjun langsung ke lapangan dalam pengamatan dan pengambilan
sampel. Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu serangga yang aktif
pada pagi sampai sore (serangga diurnal), dan serangga yang aktif pada
malam hari (serangga nokturnal). Metode yang digunakan dalam pengamatan
dan pengkoleksian serangga yaitu teknik tangkap langsung (direct sweeping)
dan teknik jebakan (trapping) . Teknik tangkap langsung (direct sweeping) ini
merupakan teknik pengamatan dan pengumpulan serangga dilakukan dengan
cara menangkap langsung (hand collecting) dengan bantuan jaring (insecting
net). Sedangkan metode jebakan yang terbagi menjadi 2 yaitu perangkap
umpan bait trap dan perangkap cahaya (light trap) (Yustian, 2017).
Menurut Jayanthi (2017) Serangga merupakan kelompok hewan yang
mendominasi di permukaan bumi dengan jumlah spesies hampir mencapai 80
persen dari jumlah keseluruhan hewan yang ada di permukaan bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga. sekitar 250.000 spesies (yellowsticky
trap). teridentifikasi terdapat di Indonesia. Setiap serangga memiliki peran yang
berbeda pada tanaman.
Berdasarkan peranannya dapat dikelompokan sebagai serangga fitofag,
polinator, predator dan parasitoid pada suatu ekosistem. Salah satu kendala
dalam pengelolaan tanaman yang akan diproduksi adalah adanya serangan
serangga hama (Fo et al. 2016)
Serangga yang bersifat sebagai hama dapat merusak tanaman dan dapat
merugikan petani, semakin banyak serangga yang berasosiasi pada tanaman
maka akan menimbulkan kerugian besar terhadap hasil yang diperoleh petani
(Salaki & Dumalang, 2017)
Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal serangga
yang aktif disiang hari (diurnal) dan serangga yang aktif dimalam hari
(nokturnal). Serangga malam hari ialah hewan yang tidur pada siang hari, dan
aktif pada malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki kemampuan
penglihatan yang tajam. Serangga nokturnal dapat merasakan gelombang
cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat memilah panjang
gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya dari 300-
400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Redeksi bahwa
serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang
diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Pulungan & Afrianti, 2021).
Keberadaan serangga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu
faktor abiotik dan faktor biotik. Tingkat keanekaragaman serangga dipengaruhi
oleh pemakaian insektisida yang secara berlebihan dan tidak tepat dibidang
pertanian akan mengakibatkan dampak negatif terhadap perkembangan
ekosistem dan lingkungan, mematikan serangga non target, mematikan
serangga predator alami dan serangga yang bermanfaat seperti serangga
penyerbuk. Dampak negatif penggunaan pestisida dapat dikurangi dengan
menggunakan strategi pengendalian hama terpadu (PHT) (Oktavia, dkk., 2015).
Menurut Samudra (2013) mengetahui kelimpahan populasi serangga dalam
ekosistem pertanian dapat memberikan Serangga merupakan kelompok hewan
informasi dalam melakukan pengendalian hama terpadu. Pengambilan data
serangga ialah dengan cara menggunakan perangkap. Perangkap yang
digunakan ialah jaring serangga (sweep net), lubang jebakan (pitfall trap) dan
perangkap kuning lengket (yellowsticky trap).
Penggunaan perangkap merupakan suatu upaya pengendalian serangga
hama secara alternatif. Perangkap serangga dirancang berdasarkan perilaku
dan ketertarikan serangga terhadap cahaya, bentuk, dan warna tertentu.
Perangkap serangga yang banyak digunakan untuk mendeteksi keberadaan
serangga pada komoditas pertanian di antaranya adalah perangkap jebakan
(pitfall trap) untuk serangga yang berada di permukaan tanah. Penggunaan
jaring serangga untuk menangkap serangga yang terbang dan yang berada
pada tanaman. Perangkap kuning lengket (yellowsticky trap) (Budiman &
Harahap, 2020).
Suhu merupakan faktor lingkungan yang menemukan aktifitas hidup
serangga. Pada suhu tertentu, aktivitas hidup serangga tinggi (sangat aktif),
sedangkan pada suhu yang lain aktivitas serangga sangat rendah (kurang
aktif). Rata-rata pengukuran suhu di lokasi pengamatan pada setiap stasiun
pengamatan suhu udara relative sama, yaitu 23°C. Suhu tersebut masih berada
dalam kisaran suhu untuk serangga berkembang dengan baik
(Harahap, dkk., 2020).
Perangkap hama merupakan suatu alat yang digunakan untuk memikat
hama biasanya menggunakan lampu pada malam hari dengan memanfaatkan
sifat ketertarikan serangga malam pada cahaya. Pada perkembangannya, alat
perangkap hama digunakan untuk monitoring keberadaan populasi hama di
sekitar lokasi yang dipasang. Hal ini penting untuk pengambilan tindakan
preventif secara lebih dini agar resiko kerusakan yang lebih besar dapat
dihindari. Hama yang tertangkap pada perangkap hama dapat dijadikan
indikator datangnya hama di lokasi pertanaman, sehingga perangkap hama
dapat dijadikan sebagai alat monitoring, mereduksi hama, dan menentukan
ambang ekonomi. Pedoman pengendalian hama adalah berdasarkan adanya
hama yang tertangkap dalam alat. Bila pada alat perangkap sudah tertangkap
hama, maka harus segera dilakukan pengendalian pada hari setelah hama
tersebut tertangkap alat perangkap baik itu saat vegetatif maupun saat
generatif. Perangkap hama pada penelitian ini menggunakan tiga jenis pemikat
untuk memikat serangga agar datang yaitu lampu LED, LED kuning
(Khotimah, 2020).
Serangga merupakan salah satu bioindikator kesehatan lingkungan.
Kelimpahan serangga menunjukan adanya tingkat kekayaan jenis serangga
yang ada di dalamnya. Keanekaragaman terdiri dari komponen jumlah spesies
dan kesamaan spesies. Jumlah spesies dalam satu komunitas sering disebut
dengan kekayaan spesies. Kesamaan spesie menunjukkan bagaimana
kelimpahan spesies tersebar antara banyak spesies tersebut. Rendahnya nilai
indeks keanekaragaman serangga, secara langsung akan mengurangi
terjadinya kompetisi interspesies yang dapat memicu munculnya dominansi dari
suatu jenis serangga. Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1. dimana
semakin kecil nilai indeks dominansi maka menunjukan bahwa tidak ada
spesies yang mendominsi sebaliknya semakin besar dominansi maka
menunjukkan ada spesies tertentu (Irfan, dkk., 2022).
Menurut Siregar, dkk., 2014 Ada 7 faktor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman bertambah sejalan waktu, berarti komunitas
tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat jenis ekosistem yaitu:
a. Waktu, keragaman komunitas organisme daripada komunitas muda
yang berkembang. Waktu dapat berjalan dengan ekologi lebih pendek
atau hanya puluhan generasi.
b. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar
dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
c. Kompetisi terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber
yang sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun
ketersediaannya cukup namun bersaing tetap juga bila organism-
organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang
yang lain atau sebaliknya.
d. Memanfaatkan sumber tersebut yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
e. Pemangsaan, yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis
bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selain
memperbesar kemungkinan hidupnya berdampingan sehingga
mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemangsaan terlalu
tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan keragaman jenis.
f. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH
dalam suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan
tersebut. Lingkungan yang stabil lebih memungkinkan keberlangsungan
evolusi.
g. Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman
yang tinggi.
BAB III
METODOLOGI
4.5 3.1 Fungsi Alat
N Alat Fungsi
o
1 Botol bekas Digunakan sebagai alat perangkap pada
Teknik sticky trap
2 Kayu Digunakan untuk menopang plastic pada
plastic pada pitfall trap
3 Tali Di gunakan untuk mengukur sekaligus
pembatas pada pit fall trap
4 Linggis / Digunakan untukmembuat lubang trap
penggali lubang
5 Kantong plastik Digunakan untuk melindungi pitfall trap dari
hujan dan kotoran
6 Gelasplastik Sebagai wadah untuk cairan pemanis
7 Lampu Sebagai penerangan untuk jebakan light trap
8 Wadah Digunakan untuk meletakan air dalam
jebakan light trap

4.6 3.2 Fungsi Bahan


N Bahan Fungsi
o
1 Lem tikus cair Digunakan sebagai bahan perangkap pada
Teknik sticky trap/yellow trap
2 Cairan pemanis Digunakan untuk memikat serangga hama
3 Lem pagoda Digunakan sebagai bahan perangkap pada
sticky trap

4.7 3.3 Skema Kerja (Diagram Alir)


1. Light Trap

Light Trap

Menyiapakan 4 (empat) lampu fluorescent yang


satu lampu ditutup dan sebagian ditutup dengan
plastik berwarna kuning, merah atau ungu untuk
menghasilkan warna yang bervariasi.

Mengisi wadah penampung serangga air

Meletakkan lampu perangkap ditempat yang


gelap kemudian menyalakan lampun,dan
membiarkannya selama semalam.

Mematikan lampu perangkap setelah 24 jam dan


mengamati serangangga yang tertangkap

Mengidentifikasiseranggahama tersebut sampai


pada tingkat ordo
2. Pit fall trap

Pit fall trap

Menyiapkan gelas plastik

Membuat lubang didalam tanah seukuran dengan


gelas plastik, kemudian masukkan gelas plastik
kedalam lubang sedemikian rupa sehingga
permukaan gelas rata dengan tanah dan tidak
ada celah antara lubang tanah dengan gelas
plastik

Mengambilkan tongan plastic, kemudian


pasangkan tusuk pada keempat sudutnya

Memasang kantongan plastic tersebut diatas


lubang perangkap agar dapat melindungi
perangkap dari kotoran maupun hujan

Mengisi gelas plastic dengan cairan pemanis

Mengambilgelasperangkapsetelahbeberapa jam
dan mengamatiserangga yang tertangkap

Mengidentifikasi serangga hama sampai pada


tingkat ordo
3. Sticky trap
Sticky trap

Menyiapkan alat perangkap sticky trap yang akan


di gunakan (lem pagoda)

Memasang sticky trap (lem pagoda)dekat dengan


tanaman dengan menggunakan bila bambu

Membiarkan sticky trap selama beberapa jam

Mengambil perangkap tersebut setelah beberapa


jam dan mengamati serangga yang tertangkap

Mengidentifikasi serangga hama sampai pada


tingkat ordo
4. Yellow trap
Yellow Trap

Menyiapakan botol plastic yang sudah di


cat dengan warna kuning

Memasang kayu dengan bentuk zig-zag


dan meletakkan botol plastic yang sudah di
cat dngan warna kuning di atas kayu.

Membiarka yellow trap selama beberapa


jam
Mengambil yellow trap setelah beberapa
jam terpasang dan mengamati serangga
yang tertanggkap.

Mengidentifikasi serangga hama tersebut


sampai pada tingkat ordo
BAB IV
ANALISA HASIL
4.1 Data Hasil Pengamatan
1. Gambar koordinat lokasi pengamatan
Gambar Dokumentasi

Hutan depan
fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo (Sumber: Data
kelompok 6, 2023)

2. Pembuatan Sticky Trap


Gambar Dokumentasi
Diurnal = 20 insecta
(Sumber: Data kelompok 4, 2022)

3. Pembuatan Pitfall Trap


Gambar Dokumentasi

Diurnal = 79 insecta
Suhu tanah = 30°C
pH tanah= 3,0
(Sumber: Data kelompok 4, 2022

4. Pembuatan Yellow Trap


Gambar Dokumentasi
Diurnal = 305
insecta
(Sumber: Data kelompok 4, 2022)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kelompok kami lakukan


diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan
1. Light Trap
No Nama Insecta Filum Famili Ordo Jumlah
1. Anomala Cupnea Artrhopoda Reduviidae Coleoptera 18
2. Apis Andreniformis Artrhopoda Reduviidae Hymenoptera 1
3. Locusta migratoria Artrhopoda Acrididae Orthoptera 2
4. Ectobius Vitiventris Artrhopoda Ectobidae Blattodea 4
5. Meteorus Artrhopoda Braconidae Hymenoptera 1
6. Solehopsis inviscta Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 3
7. Teleogryllus emma Artrhopoda Gryllidae Orthoptera 1
8. Acheta domesticus Artrhopoda Gryllidae Orthoptera 1
9. Edwarsiana rosae Artrhopoda Aphididae Hemiptera 5
Jumlah 36
2. Sticky Trap
No Nama Insecta Filum Famili Ordo Jumlah
1. Emesinae Artrhopod Reduviidae Emesinae 1
a
2. Sicarius terrosus Artrhopod Sicariidae Sicarius 3
a terrorus
3. Poliry chaces dives Artrhopoda Acrididae Orthopthera 1
4. Culicidae Artrhopoda Ectobiidae Blattodea 3
5. Isoptera Artrhopoda Braconidae Hymenopter 2
a
6. Diptera Artrhopoda Formicidae Hymenopter 4
a
7. Grilydae Artrhopoda Gryllidae Orthopthera 1
8. Orthoptera Artrhopoda Gryllidae Orthopthera 5
Jumlah 20
3. Yellow Trap
No Nama Insecta Filum Famili Ordo Jumlah
1. Anthophila Artrhopoda Apoidae Hymenoptera 6
2. Lampyridae Artrhopoda Lampyridae Coleoptera 2
3. Formilidae Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 29
4. Culicidae Artrhopoda Culicidae Diptera 11
5. Mantodea Artrhopoda Mantidae Mantodea 4
6. Amipsotera Artrhopoda Diaspidae Hemiptera 2
7. Orseolia Artrhopoda Cecidomyda Diptera 86
e
8. Lasius niger Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 165
Jumlah 305

4. Pitfall trap
No Nama Insecta Filum Famili Ordo Jumlah
1. Gryllidae Artrhopoda Gryllidae Orthoptera 3
2. Sicarius terrorus Artrhopoda Sicariidae Araneae 1
3. Tapinoma melano Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 61
cephalum
4. Paraponera Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 14
clavata
Jumlah 79

Rumus indeks keragaman:


H = - ∑ (𝒑𝒊 𝑰𝒐𝒏 𝒑𝒊 ) 𝑺 𝒊=𝟏
Dimana 𝒑𝑖 = 𝒏𝐢/𝑵 ⁄
Keterangan :
Pi = jumlah individu masing masing spesies i (i=1,2,3,...)
S = jumlah spesies ni = jumlah individu dalam suatu spesies
N = jumlah total individu spesies yang ditemukan
H = penduga keragaman populasi
 Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah tinggi.
 Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada
suatu transek adalah sedang.
 Nilai H’ < 1 menunjukkan bahwa keanekaragaman spesies pada suatu
transek adalah sedikit atau rendah.
4.2 Analisa Prosedur
1. light trap
Pertama-tama menyiapkan 4 lampu fluorescent yang satu lampu ditutup
dan sebagian ditutup dengan plastik, setelah itu mengisi wadah
penampung serangga dengan air dan dimasukkan deterjen. Meletakkan
lampu perangkap ditempat yang gelap kemudian menyalakan lampunya
dan membiarkan selama semalaman. Dan pada keesokan harinya
setelah diloakukan light trap mematikan lampu tersebut kemudian
mengambil perangkap dan mengamati serangga yang terangkap pada
light trap tersebut. Dan tahap yang terakhir mengidentifikiasi serangga
hama tersebut sampai tingkat ordo.
2. Pit Fall Trap
Sebelum melakukan pit fall trap kita menyiapkan gelas plastik, setelah
itu membuat lubang didalam tanah seukuran dengan gelas plastik
kemudian memasukkan gelas plastik kedalam lubang sedemikian rupa
sehingga permukaan gelas rata dengan tanah dan tidak ada celah antara
lubang tanah dengan gelas plastik, memotong tas plastik dan pasak
tusuk satai atau ranting kayu pada keempat sudutnya. Kemudian
memasang tas plastik tersebut diatas lubang perangkap sehingga dapat
melindungi perangkap tersebut dari kotoran maupun air, mengisi gelas
plastik tersebut dengan fanta. Dan tahap yang terakhir kita melihat atau
mengamati serangga yang terperangkap dan mengindentifikasi serangga
hama sampai pada tingkat ordo.
3. Sticky Trap
Menyiapkan lem serangga/pagoda, lalu memasang sticky trap dekat
dengan pertanaman menggunakan bilah bambu, membiarkan perangkap
beberapa lama. Dan setelah beberapa lama kita mengambilnya dan
mengamati serangga yang terperangkap, kemudian mengidentifikasi
serangga hama tersebut sampai tingkat ordo.
4.10 4.3 Analisa Hasil (Pembahasan)
1. Deskripsi Lokasi
Pengamatan dilakukan pada Fakultas MIPA, Universitas Negeri
Gorontalo, tanggal 19 maret 2023. Pada praktikum ini praktikan
melakukan pembuatan berbagai jenis trapping untuk mengetahui indeks
keanekaragaman dan kesamaannya serangga.
2. Pengambilan Sampel
Tahapan pertama yang dilakukan untuk pengambilan sampel hewan
pada masing-masing biotop dilakukan dengan menggunakan berbagai
macam jebakan disini praktikan menggunakan light trap, pitfall trap, sticky
trap dan yellow trap. Untuk light trap sudah dilakukan 1 hari sebelum
praktikum dimulai dengam memasang jebakan yang dimulai dari sore hari
sampai malam hari. Pemasangan pitfall trap, sticky trap dan yellow trap
dilakukan pada pagi hari dan diambil sebelum matahari terbenam untuk
mengetahui serangga yang aktif di siang hari.
Perangkap jebak (light trap) terdiri atas lampu penarik atau pemikat,
corong dan botol atau alat penampung. Serangga yang datang tertarik
karena cahaya lampu, cahaya lampu akan jatuh melalui corong kedalam
botol atau tempat penampungan yang berisi deterjen. Perangkap ini
digunakan untuk menarik serangga nokturnal atau yang aktif pada malam
hari (Khotimah, K., 2020).
Pitfall trap merupakan jenis perangkat yang cukup sederhana namun
efektif dan sangat berguna untuk menjerat serangga. Terdiri dari piring
atau baskom kecil, kaleng atau bak kecil. Perangkat jebakan dibenamkan
didalam tanah dimana permukaan tanah sejajar dengan ujung atas bibir
kaleng/bak yang berisi cairan alkohol sebagai agen pembunuh. Pitfall trap
biasanya digunakan untuk menangkap dan mempelajari serangga
penggali tanah, rayap kumbang atau pun serangga-serangga lain yang
mempunyai mobilitas diatas tanah (Khotimah, K., 2020).
Yellow sticky trap merupakan pengendalian yang dirancang
berdasarkan preferensi serangga terhadap suatu warna tertentu.
Serangga umumnya tertarik dengan cahaya, warna, aroma makanan dan
bau tertentu, dimana warna yang disukai serangga biasanya warna-warna
kontras seperti warna kuning cerah (Pratama, 2021).
3. Ektraksi Sampel
Tahap kedua, yaitu ekstraksi sampel atau pemisahan antara sampel
satu dengan sampel yang lain dilakukan dengan sortir tangan.
4. Identifikasi dan Perhitungan Keanekaragaman
Setelah hasil tangkapan fauna nokturnal dengan menggunakan
light trap didapatkan fauna nokturnal yang berbagai ordo, famili dan
jumlah yang berbeda. Sedangkan pada pitfall trap dan sticky trap
dilakukan dengan sortir tangan, selanjutnya mesofauna tanah yang
diperoleh di identifikasi minimal sampai tingkat famili dan didapatkan
hasilnya terdapat berbagai serangga hama yang ada paling banyak
dihutan Fmipa adalah ordo Diptera yang muncul tidak hanya disiang hari
tetapi juga dimalam hari. Dengan data yang didapat pada yellow trap
jumlah serangga hama adalah 305, untuk sticky trap didapat 20
serangga hama, untuk light trap didapat 36 dan untuk pitfall trap didapat
79 serangga hama. Adapun pada teknik trapping ini beberapa serangga
yang terperangkap dikomoditi hutan diantaranya ordo hymenoptera,
diptera dan hemiptera.
5. Analisis Data
Data hasil sampling dari masing-masing kelompok ditabulasi dalam
tabel hasil pengamatan

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum teknik trapping serangga bahwa kami bisa
mengetahui cara membuat alat trapping serangga seperti yellow trap dan
sticky trap. Maka dari hasil pengamatan yang kami lakukan tersebut,
dapat diamati bahwa serangga hama yang ada paling banyak dihutan
Fmipa adalah ordo diptera yang muncul tidak hanya disiang hari tetapi
juga dimalam hari.
Penyebab utama ordo diptera paling banyak ditemukan pada hutan
Fmipa karena pada saat larva lalat ini biasanya dapat ditemukan di air,
bahan lapuk, dan juga ada yang hidup di bawah kayu. Didalam ekosistem
serangga ini berperan sebagai polinator atau penyerbuk baik penyerbuk
abiotik maupun biotik.
5.2 saran
Demikian informasi yang dapat kami sampaikan terkait materi yang
dibahas. Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan dikarenakan keterbatasan ilmu dan informasi yang kami miliki
serta kurangnya referensi. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan laporan praktikum ini. Kami juga berharap
dapat dilakukan uji lebih lanjut untuk praktikum selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama. 2013. Struktur Komunitas Serangga Nokturnal Areal Pertanian Padi


Organik pada Musim Penghujan di Kecamatan Lawang. Jurnal Biotropika.
1(4). 189

Alrazik, M. U., Jahidin, J., & Damhuri, D. (2017). Keanekaragaman Serangga


(Insecta) Subkelas Pterygota Di Hutan Nanga-Nanga Papalia. Jurnal
Ampibt, 2(1), 1-10.
Alrazik. 2017. Keanekaragaman Serangga Insecta Subkelas Pterygota Di
Hutan Nanga-Nanga Papalia. Jurnal Ampibi. 2 (1). 1-10.
Andrian, R. F., & Maretta, G. (2017). Keanekaragaman Serangga Pollinator
Pada Bunga Tanaman Tomat (Solanum Lycopersicum) Di Kecamatan
Gisting Kabupaten Tanggamus. Biosfer: Jurnal Tadris Biologi, 8(1), 105-113
Budiman, D., danHarahap, I. S. 2020. Keefektifan tiga jenis perangkap
serangga untuk deteksi serangga hama gudang yang menyerang bungkil
kopra Effectiveness of three types of insect traps for detection of insect pest
of stored copra meal. 17(1): 1-1
Erdiansyah. 2019. Pemanfaatan Beberapa Perangkap Warna Berperekat
Dalam Mengendalikan Hama Pada Tanaman Kedelai Varietas Wilis.
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 17(1). 45-51.
Fo, A., Ta, A.,dan Oa, O. 2016. Population density of insect pests associated
with watermelon (Citrullus lanatus Thumb) in southern guinea savanna
zone, Ogbomoso. Journal of Entomology and Zoology Studies. 4(4): 257-
260.
Harahap, F. R. S., Afrianti, S., & Situmorang, V. H. (2020). Keanekaragaman
Serangga Malam (Nocturnal) Di Kebun Kelapa Sawit PT. Cinta
Raja. Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan, 8(3), 122-133.
Hasanah, U., Hardiansyah, H., & Syahbudin. (2019). Keanekaragaman
Serangga Diurnal Dan Potensinya Sebagai Hama Di Persawahan Desa
Anjir Serapat Barat, Kecamatan Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas. 4(3),
540-543.
Hasanah. 2019. Keanekaragaman Serangga Diurnal Dan Potensinya Sebagai
Hama. 4(3). 540-543.
Irfan, M., Saragih, R., Mahmud, Y., & Aly, M. A. (2022, February). Gambaran
Kelimpahan Serangga Pada Tiga Komoditas Tanaman Sayuran. (pp. 273-
281).

Jayanthi, S., Khairani, R., Herika, A. M..danRafiqah. 2017. Teknik Budidaya


Black Soldier Fly (Hermetia illucens). Jurnal Jeumpa. 4(1): 58-66.
Khotimah, K. (2020). Rancang Bangun Perangkap Serangga Hama Tanaman
Padi Menggunakan Sistem Kendali Mikrokontroler Arduino Mega 2560.
skripsi Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Oktavia, N. D., Moelyaningrum, A. D.,dan Pujiati, R. S. 2015. Teknologi
Budidaya Tomat Dengan Menggunakan Mulsa Plastik Perak Hitam Di Desa
Boddia Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar. Jurnal Ilmiah Hasil
Penelitian Mahasiswa. 1(1):1-9.
Permana. 2014. Materi Pokok Entomologi. Tanggerang Selatan. Universitas
Terbuka.
Pratama. 2021. Pengaruh Jenis Warna dan Ketinggian Perangkap. Jurnal
Agrotatanen. Vol 3(2). 5-7.

Pulungan, Y. A., & Afrianti, S. (2021). Keanekaragaman serangga malam


(nokturnal) di kebun kelapa sawit PT. Victorindo Alam Lestari. Perbal:
Jurnal Pertanian Berkelanjutan, 9(2), 76-87.
Salaki, C. L..& Dumalang, S. 2017. IbM Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
pada Tanaman Sayuran di Kota Tomohon. Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat (Indonesian Journal of Community Engagement). F. B., Izzati,
M..dan Purnaweni, H. 2(2): 246-255.
Salurapa, A., Nugroho, E. D., & Nursiah. (2018). Pengaruh Light Trap Terhadap
Keberadaan Serangga Malam Di Hutan Universitas Borneo Tarakan,
Kalimantan Utara. Jurnal Pembelajaran Biologi, 1(2), 63-67.
Samudra, 2013. Kelimpahan dan Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan
Sayuran Organik " Urban Farming." Universitas Diponegoro, Semarang,
[Indonesia].
Siregar, A. S., Bakti, D., & Zahara, F. (2014). Keanekaragaman jenis serangga
di berbagai tipe lahan sawah. AgroeteknologiI, 2(4)
Tustiyani, I., Utami, V. F., & Tauhid, A. (2020). Identifikasi Keanekaragaman
dan Dominasi Serangga Pada Tanaman Bunga Matahari (Helianthus
annuus L.) Dengan Teknik Yellow Trap. Agritrop: Jurnal Ilmu-Ilmu
Pertanian (Journal of Agricultural Science), 18(1), 89-97.

Yustian. 2017. Panduan Survei Cepat Keanekaragaman Fauna di Sumatera


Selatan. Palembang. Universitas Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai