LABORATORIUM BIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktikum Ekologi Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menyelesaikan Praktikum Ekologi dan Lulus Pada Mata Kuliah Ekologi
Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
karunia-Nya kepada kami, sehingga Laporan Praktikum Ekologi ini dapat
disusun dan siselesaikan tapat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa Laporan Praktikum Ekologi ini masih jauh dari
kata sempurna, karena itu harapan kami agar laporan ini dapat memenuhi
tujuan dan bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan Laporan ini.
Kelompok VI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Serangga merupakan hewan yang memiliki ciri berkaki enam
(heksapoda) yang terbagi kedalam hewan atau serangga yang
menguntungkan atau merugikan bagi tanaman budidaya. Serangga juga
terbagi kedalam dua peran yaitu serangga yang memakan tumbuhan atau
herbivora dan serangga yang memakan serangga lainnya atau karnivora.
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat
dengan berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam.
Serangga yang berperan sebagai pemakan tanaman disebut hama, tetapi
tidak semua serangga berbahaya bagi tanaman. Ada juga serangga
berguna seperti serangga penyerbuk pemakan bangkai, predator dan
parasitoid (Siregar, dkk., 2014).
Serangga atau insekta, disebut juga hexapoda, adalah kelompok
artropoda terbesar, terdiri dari kurang lebih 675.000 spesies, dan terbesar
di setiap habitat dunia. Invertebrata ini hidup di tempat yang kering dan
tubuhnya ditutupi dengan kitin, yang membuat serangga mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan memiliki kemampuan beradaptasi yang
besar terhadap lingkungan (Hasanah, dkk., 2019).
Serangga bagian dari phylum Artropoda, merupakan hewan yang
memiliki kaki beruas-ruas. Serangga juga membantu penyerbukan
tanaman berbunga, baik tanaman liar maupun pertanian. Minat serangga
penyerbuk dalam proses polinasi tanaman dipengaruhi oleh berbagai
faktor, termasuk warna bunga, jumlah bunga, dan ukuran bunga
(Andrian, dkk., 2017).
Salah satu serangga yang dapat menguntungkan bagi budidaya
tanaman yaitu serangga yang berperan sebagai musuh alami seperti
serangga predator dan parasitoid. Kegunaan musuh alami pada tanaman
bunga matahari akan mengurangi dampak dari penyerangan hama pada
tanaman sehingga mengurangi kerugian yang disebabkan oleh hama
seperti turunnya kualtias dan kuantitas pada tanaman bunga matahari
(Helianthus annuus L.). Serangga predator merupakan serangga yang
memakan, membunuh atau memangsa serangga lain, dan serangga
predator merupakan faktor penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem dan juga sebagai pengendali hayati atau musuh alami hama
(Tustiyani, dkk., 2020).
Pengendalian serangga dapat dilakukan dengan teknik pemasangan
perangkap atau jebakan untuk hama tanaman, salah satunya dengan
menggunakan perangkap kuning (yellow trap) pada lahan budidaya
tanaman. Yellow trap ini merupakan perangkap serangga yang ramah
lingkungan serta sangat efektif dalam mengendalikan serangan serangga,
tidak hanya dengan perangkap pengendalian juga apat dilakukan secara
visual atau dilihat langsung dilapangan. Efektifitas penggunaan perangkap
perekat warna kuning (Yellow Sticky Trap) dapat menangkap berbagai jenis
serangga di areal pertanaman karena ketertarikan serangga terhadap
warna kuning dari perangkap bukan semata-mata karena tertarik pada
tanaman budidaya (Siregar, dkk., 2014).
Kehadiran serangga dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan
ekosistem. Jika keanekaragaman serangga dalam ekosistem tersebut
tinggi, maka dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau
stabil. Keanekaragaman serangga yang besar akan membuat proses
jaring-jaring makanan bekerja secara normal dan sebaliknya jika pada
ekosistem keanekaragaman serangga kecil maka lingkungan ekosistem
tidak seimbang dan stabil. Keanekaragaman spesies yang tinggi
menunjukkan bahwa suatu komunitas sangat kompleks dan interaksinya
akan melibatkan transfer energi (jaring makanan), pembagian relung,
predasi, dan kompetisi. Keanekaragaman spesies terlihat rendah dalam
suatu ekosistem yang terkendali, karena memiliki faktor fisik dan kimia
yang kuat serta akan tinggi dalam ekosistem yang dikendalikan secara
alamiah (Alzarik, dkk., 2017).
Kelangsungan hidup serangga tergantung pada makanan yang tersedia.
Dan beberapa aktivitas serangga dipengaruhi oleh responsnya terhadap
cahaya, sehingga serangga sering aktif pada pagi, siang, sore, atau malam
hari. Serangga hidup sehari-hari, aktif di siang hari, biasanya disebut
serangga diurnal melakukan beberapa kegiatan seperti mengunjungi
bunga, bertelur atau memakan bagian tumbuhan dan sejenisnya. Contoh:
kupu-kupu (lepidoptera), kumbang padi (Leptocoriya acuta), wereng coklat
(Nilavarpara logens) dan belalang besar (Valanga nigricornis). Sedangkan
serangga nokturnal adalah kelompok serangga yang menghabiskan
sebagian besar hidupnya untuk melakukan aktivitas malam hari. Serangga
nokturnal sangat tertarik dengan cahaya terang karena serangga mengira
bahwa warna cahaya tersebut cocok dengan warna makanannya
(Salurapa, dkk., 2018).
1.2 Tujuan Praktikum
1. Mengenal berbagai teknik Trapping beserta alatnya
2. Mampu membuat alat Trapping Serangga
3. Mampu mengidentifikasi serangga hama hasil trapping
4. Mampu menganalisis indeks keragaman dan kesamaannya
5. Mampu menganalisis perbedaan indeks keanekaragaman
6. Mampu menganalisis indeks kesamaan ordo serangga
1.3 Kegunaan Praktikum
Menambah pengetahuan dan keterampilan praktikan mengenai Teknik
Trapping Serangga Hama
1.4 Waktu dan Tempat
Waktu : Pukul 09.00 WITA – 17.30 WITA
Tempat : Depan Fakultas Mipa, Universitas Negeri Gorontalo, Kab. Bone
Bolango.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serangga merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam
kingdom animalia, filum arthropoda merupakan hewan dikelompokkan dalam
kelas insecta. Telah ada dimuka bumi ini lama sebelum manusia muncul. Hal ini
dibuktikkan dari penemuan fosil serangga yang telah berumur sekitar 350 juta
tahun sementara manusia baru ada diduga sejak 2 juta tahun yang lalu. Secara
alamiah, tergantung pada jenisnya serangga, siklus hidup serangga bervariasi,
mulai dari yang sederhana hingga yang mengalami perkembangan kompleks.
Perkembangan serangga melibatkan perubahan bentuk yang dikenal dengan
istilah stadium. Seluruh proses perubahan tersebut dikenal sebagai proses
metamorfosis. Stadium terdiri dari telur, larva, pupa, dan dewasa. Setiap
stadium memiliki makanan dan habitat yang berbeda. Contoh yang paling nyata
adalah perkembangan kupu-kupu (Permana, 2014).
Serangga atau insecta disebut juga hexapoda, adalah kelompok
atrhropoda terbesar, terdiri kurang lebih 675 spesies dan terbesar setiap habitat
dunia. Vertebrata ini hidup ditempat yang kering dan tubuhnya ditutupi dengan
kitin, yang mebuat serangga mampu beradaptasi dengan lungkungan dan
memiliki kemampuan beradaptasi yang besar terhadap lingkungan
(Hasanah, 2019).
Kehadiran serangga dapat dijadikan sebagai indikator keseimbangan
ekosistem. Jika keanekaragaman serangga dalam ekosistem tersebut tinggi,
maka dapat dikatakan lingkungan ekosistem tersebut seimbang atau stabil.
Keanekaragaman serangga akan membuat proses jaring-jaring makanan
bekerja secara normal dan sebaliknya jika pada ekosistem serangga kecil maka
lingkungan ekosistem keanekaragaman tidak seimbang dan stabil
(Alrazik, 2017).
Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal serangga
yang aktif disiang hari (diurnal) dan serangga yang aktif dimalam hari
(nocturnal). Serangga malam hari (nocturnal) adalah hewan yang tidur pada
siang hari, dan aktif pada malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki
kemampuan penglihatan yang tajam. Serangga nokturnal dapat melihat
gelombang cahaya yang lebih panjang dari pada manusia dan dapat memilah
panjang gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya
dari 300-400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Diduga
bahwa serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya yang diabsorbsi oleh
alam terutama oleh daun (Aditama, 2013).
Keberadaan serangga nokturnal dalam alam dipengaruhi oleh keberadaan
faktor abiotic atau unsur iklim sebagai komponen suatu ekosistem. Intensitas
cahaya mempengaruhi keberadaan serangga dalam alam. Cahaya yang diukur
berasal dari penggunaan metode light trap dalam menangkap serangga yang
ada didalam area rumah literasi, berbeda dengan kelompok serangga diurnal
yang memanfaatkan cahaya matahari. Organ penglihatan serangga
dipengaruhi oleh keberadaan intensitas cahaya disekitar. Cahaya tersbeut
masuk dalam matafaset yang dimiliki oleh suatu serangga dan diterima oleh
reseptor (Aditama, 2013).
Dari sekian banyak cara alternatif yang ada, salah satu cara pengendalian
hama yang ramah lingkungan adalah perangkapa hama. Perangkap hama
banyak digunakan karena pengaplikasiannya yang mudah. Cara kerja pada
perangkap hama adalah dengan memanfaatkan tingkah laku serangga
sehingga tertarik pada perangkap tersebut. Warna juga dapat menarik hama
untuk datang pada perangkap (Erdiansyah, 2019).
Pengumpulan spesimen dapat dilakukan dengan secara teknik jelajah,
yaitu terjun langsung ke lapangan dalam pengamatan dan pengambilan
sampel. Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu serangga yang aktif
pada pagi sampai sore (serangga diurnal), dan serangga yang aktif pada
malam hari (serangga nokturnal). Metode yang digunakan dalam pengamatan
dan pengkoleksian serangga yaitu teknik tangkap langsung (direct sweeping)
dan teknik jebakan (trapping) . Teknik tangkap langsung (direct sweeping) ini
merupakan teknik pengamatan dan pengumpulan serangga dilakukan dengan
cara menangkap langsung (hand collecting) dengan bantuan jaring (insecting
net). Sedangkan metode jebakan yang terbagi menjadi 2 yaitu perangkap
umpan bait trap dan perangkap cahaya (light trap) (Yustian, 2017).
Menurut Jayanthi (2017) Serangga merupakan kelompok hewan yang
mendominasi di permukaan bumi dengan jumlah spesies hampir mencapai 80
persen dari jumlah keseluruhan hewan yang ada di permukaan bumi. Dari
751.000 spesies golongan serangga. sekitar 250.000 spesies (yellowsticky
trap). teridentifikasi terdapat di Indonesia. Setiap serangga memiliki peran yang
berbeda pada tanaman.
Berdasarkan peranannya dapat dikelompokan sebagai serangga fitofag,
polinator, predator dan parasitoid pada suatu ekosistem. Salah satu kendala
dalam pengelolaan tanaman yang akan diproduksi adalah adanya serangan
serangga hama (Fo et al. 2016)
Serangga yang bersifat sebagai hama dapat merusak tanaman dan dapat
merugikan petani, semakin banyak serangga yang berasosiasi pada tanaman
maka akan menimbulkan kerugian besar terhadap hasil yang diperoleh petani
(Salaki & Dumalang, 2017)
Penggolongan jenis serangga berdasarkan aktivitasnya, dikenal serangga
yang aktif disiang hari (diurnal) dan serangga yang aktif dimalam hari
(nokturnal). Serangga malam hari ialah hewan yang tidur pada siang hari, dan
aktif pada malam hari. Serangga nokturnal umumnya memiliki kemampuan
penglihatan yang tajam. Serangga nokturnal dapat merasakan gelombang
cahaya yang lebih panjang daripada manusia dan dapat memilah panjang
gelombang cahaya yang berbeda-beda. Panjang gelombang cahaya dari 300-
400 nm (mendekati ultraviolet) sampai 600-650 nm (orange). Redeksi bahwa
serangga tertarik pada ultraviolet karena cahaya itu merupakan cahaya yang
diabsorbsi oleh alam terutama oleh daun (Pulungan & Afrianti, 2021).
Keberadaan serangga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu
faktor abiotik dan faktor biotik. Tingkat keanekaragaman serangga dipengaruhi
oleh pemakaian insektisida yang secara berlebihan dan tidak tepat dibidang
pertanian akan mengakibatkan dampak negatif terhadap perkembangan
ekosistem dan lingkungan, mematikan serangga non target, mematikan
serangga predator alami dan serangga yang bermanfaat seperti serangga
penyerbuk. Dampak negatif penggunaan pestisida dapat dikurangi dengan
menggunakan strategi pengendalian hama terpadu (PHT) (Oktavia, dkk., 2015).
Menurut Samudra (2013) mengetahui kelimpahan populasi serangga dalam
ekosistem pertanian dapat memberikan Serangga merupakan kelompok hewan
informasi dalam melakukan pengendalian hama terpadu. Pengambilan data
serangga ialah dengan cara menggunakan perangkap. Perangkap yang
digunakan ialah jaring serangga (sweep net), lubang jebakan (pitfall trap) dan
perangkap kuning lengket (yellowsticky trap).
Penggunaan perangkap merupakan suatu upaya pengendalian serangga
hama secara alternatif. Perangkap serangga dirancang berdasarkan perilaku
dan ketertarikan serangga terhadap cahaya, bentuk, dan warna tertentu.
Perangkap serangga yang banyak digunakan untuk mendeteksi keberadaan
serangga pada komoditas pertanian di antaranya adalah perangkap jebakan
(pitfall trap) untuk serangga yang berada di permukaan tanah. Penggunaan
jaring serangga untuk menangkap serangga yang terbang dan yang berada
pada tanaman. Perangkap kuning lengket (yellowsticky trap) (Budiman &
Harahap, 2020).
Suhu merupakan faktor lingkungan yang menemukan aktifitas hidup
serangga. Pada suhu tertentu, aktivitas hidup serangga tinggi (sangat aktif),
sedangkan pada suhu yang lain aktivitas serangga sangat rendah (kurang
aktif). Rata-rata pengukuran suhu di lokasi pengamatan pada setiap stasiun
pengamatan suhu udara relative sama, yaitu 23°C. Suhu tersebut masih berada
dalam kisaran suhu untuk serangga berkembang dengan baik
(Harahap, dkk., 2020).
Perangkap hama merupakan suatu alat yang digunakan untuk memikat
hama biasanya menggunakan lampu pada malam hari dengan memanfaatkan
sifat ketertarikan serangga malam pada cahaya. Pada perkembangannya, alat
perangkap hama digunakan untuk monitoring keberadaan populasi hama di
sekitar lokasi yang dipasang. Hal ini penting untuk pengambilan tindakan
preventif secara lebih dini agar resiko kerusakan yang lebih besar dapat
dihindari. Hama yang tertangkap pada perangkap hama dapat dijadikan
indikator datangnya hama di lokasi pertanaman, sehingga perangkap hama
dapat dijadikan sebagai alat monitoring, mereduksi hama, dan menentukan
ambang ekonomi. Pedoman pengendalian hama adalah berdasarkan adanya
hama yang tertangkap dalam alat. Bila pada alat perangkap sudah tertangkap
hama, maka harus segera dilakukan pengendalian pada hari setelah hama
tersebut tertangkap alat perangkap baik itu saat vegetatif maupun saat
generatif. Perangkap hama pada penelitian ini menggunakan tiga jenis pemikat
untuk memikat serangga agar datang yaitu lampu LED, LED kuning
(Khotimah, 2020).
Serangga merupakan salah satu bioindikator kesehatan lingkungan.
Kelimpahan serangga menunjukan adanya tingkat kekayaan jenis serangga
yang ada di dalamnya. Keanekaragaman terdiri dari komponen jumlah spesies
dan kesamaan spesies. Jumlah spesies dalam satu komunitas sering disebut
dengan kekayaan spesies. Kesamaan spesie menunjukkan bagaimana
kelimpahan spesies tersebar antara banyak spesies tersebut. Rendahnya nilai
indeks keanekaragaman serangga, secara langsung akan mengurangi
terjadinya kompetisi interspesies yang dapat memicu munculnya dominansi dari
suatu jenis serangga. Indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1. dimana
semakin kecil nilai indeks dominansi maka menunjukan bahwa tidak ada
spesies yang mendominsi sebaliknya semakin besar dominansi maka
menunjukkan ada spesies tertentu (Irfan, dkk., 2022).
Menurut Siregar, dkk., 2014 Ada 7 faktor yang saling berkaitan menentukan
derajat naik turunnya keragaman bertambah sejalan waktu, berarti komunitas
tua yang sudah lama berkembang, lebih banyak terdapat jenis ekosistem yaitu:
a. Waktu, keragaman komunitas organisme daripada komunitas muda
yang berkembang. Waktu dapat berjalan dengan ekologi lebih pendek
atau hanya puluhan generasi.
b. Heterogenitas ruang, semakin heterogen suatu lingkungan fisik
semakin kompleks komunitas flora dan fauna disuatu tempat tersebar
dan semakin tinggi keragaman jenisnya.
c. Kompetisi terjadi apabila sejumlah organisme menggunakan sumber
yang sama yang ketersediaannya kurang atau walaupun
ketersediaannya cukup namun bersaing tetap juga bila organism-
organisme itu memanfaatkan sumber tersebut, yang satu menyerang
yang lain atau sebaliknya.
d. Memanfaatkan sumber tersebut yang satu menyerang yang lain atau
sebaliknya.
e. Pemangsaan, yang mempertahankan komunitas populasi dari jenis
bersaing yang berbeda dibawah daya dukung masing-masing selain
memperbesar kemungkinan hidupnya berdampingan sehingga
mempertinggi keragaman, apabila intensitas dari pemangsaan terlalu
tinggi atau terlalu rendah dapat menurunkan keragaman jenis.
f. Kestabilan iklim, makin stabil keadaan suhu, kelembaban, salinitas, pH
dalam suatu lingkungan, maka semakin banyak jenis dalam lingkungan
tersebut. Lingkungan yang stabil lebih memungkinkan keberlangsungan
evolusi.
g. Produktivitas juga dapat menjadi syarat mutlak untuk keanekaragaman
yang tinggi.
BAB III
METODOLOGI
4.5 3.1 Fungsi Alat
N Alat Fungsi
o
1 Botol bekas Digunakan sebagai alat perangkap pada
Teknik sticky trap
2 Kayu Digunakan untuk menopang plastic pada
plastic pada pitfall trap
3 Tali Di gunakan untuk mengukur sekaligus
pembatas pada pit fall trap
4 Linggis / Digunakan untukmembuat lubang trap
penggali lubang
5 Kantong plastik Digunakan untuk melindungi pitfall trap dari
hujan dan kotoran
6 Gelasplastik Sebagai wadah untuk cairan pemanis
7 Lampu Sebagai penerangan untuk jebakan light trap
8 Wadah Digunakan untuk meletakan air dalam
jebakan light trap
Light Trap
Mengambilgelasperangkapsetelahbeberapa jam
dan mengamatiserangga yang tertangkap
Hutan depan
fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo (Sumber: Data
kelompok 6, 2023)
Diurnal = 79 insecta
Suhu tanah = 30°C
pH tanah= 3,0
(Sumber: Data kelompok 4, 2022
4. Pitfall trap
No Nama Insecta Filum Famili Ordo Jumlah
1. Gryllidae Artrhopoda Gryllidae Orthoptera 3
2. Sicarius terrorus Artrhopoda Sicariidae Araneae 1
3. Tapinoma melano Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 61
cephalum
4. Paraponera Artrhopoda Formicidae Hymenoptera 14
clavata
Jumlah 79
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum teknik trapping serangga bahwa kami bisa
mengetahui cara membuat alat trapping serangga seperti yellow trap dan
sticky trap. Maka dari hasil pengamatan yang kami lakukan tersebut,
dapat diamati bahwa serangga hama yang ada paling banyak dihutan
Fmipa adalah ordo diptera yang muncul tidak hanya disiang hari tetapi
juga dimalam hari.
Penyebab utama ordo diptera paling banyak ditemukan pada hutan
Fmipa karena pada saat larva lalat ini biasanya dapat ditemukan di air,
bahan lapuk, dan juga ada yang hidup di bawah kayu. Didalam ekosistem
serangga ini berperan sebagai polinator atau penyerbuk baik penyerbuk
abiotik maupun biotik.
5.2 saran
Demikian informasi yang dapat kami sampaikan terkait materi yang
dibahas. Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan
kelemahan dikarenakan keterbatasan ilmu dan informasi yang kami miliki
serta kurangnya referensi. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan laporan praktikum ini. Kami juga berharap
dapat dilakukan uji lebih lanjut untuk praktikum selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA