Anda di halaman 1dari 32

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

PEMBIAKAN SPORA

Nama : A. WIRA ERSA FAUZAN

NIM : G021231134

Kelas : DASAR-DASAR AGRONOMI E

Kelompok : 22 (DUA PULUH DUA)

Asisten : MUTMAINNA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSISTAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktikum pembiakan spora adalah kegiatan praktikum yang umum
dilakukan dalam bidang biologi dan mikrobiologi. Pembiakan spora mengacu
pada proses penggandaan atau perkembangan sporangium, yaitu struktur
reproduksi aseksual pada berbagai organisme seperti bakteri, fungi, dan beberapa
tumbuhan, menjadi spora. Spora merupakan bentuk resisten atau tidur yang dapat
bertahan dalam kondisi lingkungan tidak menguntungkan. (Alberts et al., 2012).

Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Tumbuhan paku
tergolong dalam jenis
tumbuhan yang
bersifat kosmopolit
atau mudah
ditemukan di
beberapa
habitat. Keanekaragaman
tumbuhan ini mencapai
±10.000 jenis
yang tersebar di berbagai
penjuru dunia khususnya
di kawasan
negara tropis. Indonesia
merupakan salah satu
negara tropis
yang memiliki
keanekaragaman jenis
tumbuhan paku tinggi.
Tumbuhan paku sebagian
besar hidup di kawasan
yang memiliki
tingkat kelembaban yang
tinggi,misalnya di hutan
dataran tinggi.
Hal iniberkaitan dengan
adaptasi daritumbuhan
paku epifit
maupun terestrial
yang membutuhkan
keberadaan air
untuk mempertahankan
kelangsungan
hidup(Pranita, H. S.,
Mahanal, S., & Sari, M. S.
2017)
Sorus merupakan kumpulan dari spora yang berada di bawah permukaan
daun. Spora merupakan bagian yang sangat penting pada tumbuhan paku karena
berfungsi untuk perkembangbiakan dalam regenerasi. Spora di bentuk didalam
kotak spora (sporangium). Kumpulan dari sporangium akan membentuk sorus.3
Penelitian ini akan mengidentifikasi mengenai bentuk, letak dan warna sorus pada
tumbuhan paku (Karimah, 2020).
Pemahaman tentang pembiakan spora memiliki aplikasi yang sangat penting
dalam berbagai bidang. Dalam penelitian mikrobiologi, pemahaman ini membantu
dalam memahami dan mengendalikan organisme mikrobiologis, sedangkan
dalam pengendalian hama pertanian, pemahaman tentang pembiakan
spora dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pengendalian
yang lebih efektif. (Spoel dan Dong, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, praktikum pembiakan spora memiliki peran
kunci dalam mengungkapkan rahasia reproduksi aseksual pada organisme yang
menghasilkan spora dan dalam mengaplikasikan pengetahuan ini dalam berbagai
konteks ilmiah dan praktis.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


Tujuan dilaksanakan praktikum ini adalah untuk memberi keterampilan
mahasiswa dalam mengembangbiakkan tanaman kelompok paku-pakuan
termasuk jenis suplir yang banyak dipelihara sebagai tanaman hias.
Kegunaan praktikum ini diharapkan agar setiap praktikan dapat memahami
dan mengetahui cara pembiakan spora yang baik dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paku Sejati
Tumbuhan paku merupakan kelompok tumbuhan yang termasuk dalam
divisi Pteriodophyta. Tumbuhan paku menyenangi daerah yang lembab.
Tumbuhan paku dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya telah jelas
mempunyai kormus dan dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok yaitu akar,
batang, dan daun. Cara untuk mengenal tumbuhan paku yaitu umumnya dicirikan
oleh pertumbuhan pucuknya yang melingkar (Polunin, 2014).
Disamping itu pada permukaan bawah daunnya ada bintik-bintik yang
kadang-kadang tumbuh teratur dalam barisannya, menggerombol dan tersebar.
Bintik-bintik itu adalah kotak spora yang dikenal dengan istilah sporangium.
Dengan spora ini tumbuhan paku dapat memperbanyak diri. Secara tidak
langsung, kehadiran tumbuhan paku turut memberikan manfaat dalam memelihara
ekosistem hutan antara lain, membantu menjaga lahan pegunungan terhadap
bahaya erosi serta mengatur tata guna air dalam tanah sehingga membuat
tanah tetap lembab (Sujalu, 2014).
Tumbuhan paku yang sering digunakan sebagai tanaman hias adalah family
Licopodiinae. Tumbuhan paku meyukai cuaca yang cukup panas, serta tumbuhan
paku juga sering digunakan dalam pembuatan karangan bunga, jenis tanaman
paku yanng digunakan adalah paku kawat (Lycopodiumsp.). Helminthosta
chyszeylanica merupakan salah satu tumbuhan paku yang telah lama digunakan
oleh masyarakat sebagai obat-obatan tradisional (Fitrya dan Anwar, 2019).
2.2 Pengertian Spora
Spora adalah suatu bentuk reproduksi aseksual pada beberapa jenis
organisme yang melibatkan produksi sel-sel atau struktur yang disebut "spora”.
Spora adalah sel khusus yang biasanya tahan terhadap kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan. Mereka dapat bertahan dalam keadaan tidur atau resisten
sampai kondisi lingkungan menjadi lebih baik, di mana mereka dapat tumbuh dan
berkembang menjadi organisme dewasa. Organisme yang menghasilkan spora
termasuk bakteri, fungi, alga, dan beberapa tumbuhan. (Tortora,G. J., Funke
2013)
2.3 Pembiakan Spora
Pertumbuhan spora dari pembentukan spora hingga pembentukan dan
pelepasan spora generasi berikutnya melibatkan beberapa tahap penting dalam
siklus hidup organisme yang menghasilkan spora. Proses ini dapat berbeda-beda
tergantung pada jenis organisme, seperti bakteri, fungi, atau tumbuhan, tetapi
secara umum, ada 4 siklus dalam pembentukan spora yaitu (Vijayakanth, 2016).
Pembentukan spora (Sporogenesis), tahap pertama dalam siklus hidup
organisme yang menghasilkan spora adalah pembentukan spora itu sendiri. Proses
ini biasanya dimulai ketika organisme tersebut menghadapi kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan, seperti kekurangan nutrisi atau tekanan
ekstrem. Pada saat ini, organisme akan mulai menghasilkan sporangium, struktur
yang akan mengandung spora. Sporangium ini akan berkembang dari sel-sel yang
ada dalam organisme tersebut dan menjadi semacam wadah
pelindung untuk spora (Vijayakanth, 2016).
Perkembangan Spora (Sporulation), Setelah sporangium terbentuk,
organisme akan mulai memproduksi spora di dalamnya. Spora ini biasanya
mengalami perkembangan dalam sporangium dan mungkin mengalami
beberapa tahap pertumbuhan selama proses ini. Pelepasan Spora (Germinasi,)
Ketika kondisi lingkungan membaik atau lebih menguntungkan, sporangium
akan pecah, melepaskan spora ke lingkungan sekitarnya. Spora yang
dilepaskan ini kemudian dapat berkembang menjadi organisme baru jika
mendapatkan lingkungan yang mendukung pertumbuhan. Proses ini sering
disebut sebagai germinasi (Tjitrosoepomo, 2013).
Pertumbuhan Generasi Berikutnya: Spora yang berhasil bergerminasi akan
tumbuh dan berkembang menjadi organisme dewasa. Organisme dewasa ini
kemudian akan menjalani siklus hidupnya yang mencakup pembentukan
sporangium baru, produksi spora, dan pelepasan spora ke lingkungan.
Siklus ini akan terus berlanjut, dan generasi-generasi berikutnya akan
terus menerus menghasilkan spora dan memastikan kelangsungan
hidup organisme tersebut (Tjitrosoepomo, 2013).
Gambar 1. Siklus pertumbuhan tanaman paku

Sumber: Asura Maewayi, Invetarisi Tumbuhan Paku (Pteridophyta) Dikawasan


Air Terjun Sai Khao Provinsi Pattani Thailand Selatan dan Pemanfaatannya
Sebagai Poster, Tahun 2018.
2.4 Media Tanam (sekam bakar, tanah)
Sekam bakar adalah media tanam yang porous dan steril dari sekam padi
yang hanya dapat dipakai untuk satu musim tanam dengan cara membakar kulit
padi kering di atas tungku pembakaran, dan sebelum bara sekam menjadi abu
disiram dengan air bersih. Hasil yang diperoleh berupa arang sekam (sekam
bakar). Cara pembuatannya dapat dilakukan dengan menyangrai atau membakar.
Keunggulan sekam bakar adalah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah,
serta melindungi tanaman (Herlina, 2018).
Sekam bakar yang digunakan adalah hasil pembakaran sekam padi yang
tidak sempurna, sehingga diperoleh sekam bakar yang berwarna hitam, dan bukan
abu sekam yang berwarna putih. Menambahkan sekam padi memiliki aerasi dan
drainasi yang baik, tetapi masih mengandung organisme-organisme pathogen atau
organisme yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu
sebelum menggunakan sekam sebagai media tanam, maka untuk menghancurkan
patogen sekam tersebut dibakar terlebih dahulu (Herlina, 2018).
Media tanam berfungsi sebagai tempat melekatnya akar, juga sebagai
penyedia hara bagi tanaman. Campuran beberapa bahan untuk media tanam harus
menghasilkan struktur yang sesuai karena setiap jenis media mempunyai
pengaruh yang berbeda bagi tanaman. Tanah yang berstruktur remah sangat baik
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena di dalamnya mengandung
bahan organik yang merupakan sumber ketersediaan hara bagi tanaman. Kadar
humus dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan organik yang berasal dari
pupuk kandang untuk mendorong populasi mikrobia di dalam tanah menjadi
jauh lebih banyak (Agoes, 2014).
2.5 Sterilisasi Media Tanam
Fungsi sterilisasi adalah untuk menginaktifkan mikroba, mikroorganisme
patogen, biji tanaman gulma, dan organisme lain yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Dengan adanya sterilisasi media dapat tanam membunuh
atau menghilangkan mikroorganisme patogen seperti bakteri, jamur, dan
nematoda yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman (Rochman, 2015).
Demgan adanya sterilisasi, hal ini dapat membantu menjaga kesehatan
tanaman yang ditanam dalam media tersebut. Sterilisasi media tanam
juga membantu menghilangkan biji tanaman gulma yang mungkin ada
dalam media. Hal ini membantu mengurangi persaingan gulma dengan
tanaman yang diinginkan, sehingga pertumbuhan tanaman dapat
lebih baik terkontrol (Abdul, 2015).
Organisme penyakit seperti patogen akar dan nematoda parasitik dapat
menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sterilisasi media tanam membantu
mengurangi risiko infeksi akar dan mempromosikan pertumbuhan akar yang
sehat. Ketika bibit atau tanaman ditanam dalam media tanam steril, mereka lebih
mungkin berhasil saat dipindahkan dari pembibitan atau pembibitan awal ke
lingkungan yang lebih eksternal, seperti kebun atau pot (Abdul, 2015).
2.6 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan.
Faktor keberhasilan spora menurut pendapat Sulasmi (2017), yakni sebagai
berikut:
a. Media tanam yang cocok dengan kebutuhan tanaman, baik dari segi tekstur,
struktur, dan kandungan nutrisi, dapat tumbuh sehat.
b. Sterilisasi media tanam membantu mengurangi risiko infeksi tanaman
oleh patogen, meningkatkan peluang kesuksesan tanaman.
c. Kualitas air yang baik (tidak mengandung garam berlebih atau zat-zat
berbahaya) mendukung pertumbuhan tanaman yang sehat.
d. Pemupukan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman memastikan
pasokan nutrisi
e. yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
f. Pengendalian hama dan penyakit yang efektif dapat menjaga kesehatan
tanaman dan meningkatkan hasil panen.
g. Memilih varietas tanaman yang sesuai dengan kondisi tumbuh dapat
meningkatkan hasil dan resistensi terhadap penyakit.
Faktor kegagalan suatu tanaman menurut pendapat Sri (2017). yakni sebagai
berikut:
a. Media tanam yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman dapat
menghambat pertumbuhan akar dan penyerapan nutrisi, menyebabkan
stunting atau kegagalan pertumbuhan.
b. Media tanam yang tidak disterilkan dapat menjadi sumber infeksi dan
penyakit, menyebabkan kerugian pertumbuhan dan kesehatan tanaman.
c. Air dengan kualitas buruk dapat mengakibatkan akumulasi garam di media
tanam, meracuni tanaman, atau mempengaruhi penyerapan nutrisi.
d. Over-pemupukan atau under-pemupukan dapat merusak tanaman dengan
gejala kelebihan atau kekurangan nutrisi.
e. Kurangnya pengendalian atau tindakan yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerugian tanaman yang signifikan.
f. Pemilihan varietas yang tidak sesuai dengan lingkungan dapat
mengakibatkan pertumbuhan yang suboptimal.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan di Experimental Farm, Fakultas
Pertanian Universitas HasanuddinpadahariSabtu, 16 September 2023 pukul
16.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah wadah plastik (steril) yang memiliki
penutup 3 pcs, pinset, alatpenyiram/handsprayer.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah spora
suplir/pakuan-pakuanjenispaku sejati yang telah matang (berwarna coklat
kehitaman), tanah, sekam bakar, plastik bening, akuades,dan label.
3.3 Prosedur Kerja
1. Melakukan sterilisasi media tanah dengan cara menyangrai tanah
selama 20 menit dengan api sedang.
2. Mengambil spora dari tanaman paku yang sehat dengan cara
mengusap pinggir daun yangsudahdewasadan spora yang jatuh
masukkan ke wadah plastik. Plastik bening yang mengandung
sporadi keringanginkan (shake) sampai penutup spora pecah dan
berhamburan seperti tepung.
3. Mengisi masing-masing setengah dari wadah plastik dengan
perlakuan media tanamsekambakar, tanah,dan kombinasi tanah-
sekam bakar 1:1. Media tanam harus dalam keadaan steril.
4. Taburkan spora secara merata lalu lembabkan dengan cara
menyemprot-kan akuades.
5. Tutup rapat wadah yang telah ditaburi spora.
6. Memberi label dan menuliskan nama spesies spora pada penutup
wadah.
7. Simpan wadah pada tempat terlindung/teduh namun tidak gelap.
8. Jaga kelembaban media dengan cara menyemprotkan air (tergantung
kondisi).
9. Usahakan tidak terlalu sering membuka wadah agar terhindar dari
kekeringan dan kelembaban terjamin.
10. Setelah beberapa saat wadah pesemaian mulai penuh ditumbuhi
benang-benang. berwarna hijaudanterusberkembang dan berubah
bentuk menjadi daun-daun kecil yang pipih bentuknya seperti hati.

3.4 Parameter Pengamatan


Adapun parameter pengamatan pada pembiakan spora meliputi:
1. Kecepatan tumbuh benang-benang hijau
Pengamatan kecepatan tumbuh benang hijau dilakukan dengan mengamati
lama hari benih spora berkecambah setelah penanaman. Praktikan
diharapkan mencatat lama hari prothallus (calon tanaman pakis/suplir)
berkecambah setelah disemai. Ciri-ciri prothallus yang berkecambah
adalah memiliki daun sekitar dua helai (bibit pakis/suplir). Pengamatan
dilakukan setiap hari sampai benih spora berkecambah.
2. Jumlah prothallus yang tumbuh dalam gambar proyeksi
Pengamatan jumlah prothallus yang tumbuh dilakukan dengan
menghitung dan memastikan banyaknya prothallus (calon tanaman spora)
yang tumbuh pada media tanam jika spora telah berkecambah
(parameter 1). Jika kondisi memungkinkan, disarankan jumlah Prothallus
yang tumbuh dihitung pada mikroskop untuk memastikan jumlah
Prothallus yang akurat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh
hasil sebagai berikut:

Kecepatan Tumbuh Benang-Benang Halus


7

6
Minggu Setelah Tanam (MST)

0
Sekam Tanah Sekam dan Tanah
Gambar 1. Grafik Kecepatan Tumbuh Benang-Benang Halus
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2023.

Gambar 2. Media Tanam Sekam


Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2023.
Gambar 3. Media Tanam Tanah
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2023.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pratktikum yang dilakukan, lalu setelah saya mengamati
hasil dari praktikum diatas, dapat kita lihat bahwa tidak ada sedikitpun
perkembangan yang telihat pada hasil praktikum dari kelompok saya. Jadi saya
dapat mengambil kesimpulan bahwa, semua kegiatan praktikum spora yang
dilakukan oleh kelompok saya mengalami kegagalan, baik menggunakan media
tanam tanah ataupun sekam bakar, spora yang ditanam didalamnya tidak
menglami perkecambahan sedikitpun. Kegagalan dalam praktikum ini disebabkan
karena spora yang digunakan belum matang atau terlalu matang, karena salah satu
syarat keberhasilan spora yaitu, spora yang digunakan umurnya harus tepat. Hal
ini sejalan dengan pendapat Nurchayati (2017), yang berpendapat bahwa spora
yang harus digunakan untuk pembiakan spora adalah spora dengan umur yang pas
(tidak terlalu muda ataupun tidak terlalu tua).
Daftar Pustaka

Albert, B., Johnson, J., Lewis, M., Raff, K., Roberts. and Wallier, P., 2012.
Molecular Biology of The Cell. New York: Gardland Science.

Galuh Iritani. 2012. Vegetable Gardening: Menanam Sayuran di Pekarangan


Rumah. Yogyakarta. Indonesia Tera.
Karimah, D. I. 2020. Karakteristik Morfologi Spora Tumbuhan Paku
(Pterifophyta) Pada Kelas Filicinae (Paku Sejati) di Gunung Tanggamus,
Lampung. Skripsi. Universitas Islam Raden Intan: Lampung
Spoel, S. H. dan X. Dong. 2018. How Do Plants Achieve Immunity? Defence
without Specialized Immune Cells. Nature Reviews Immunology 12 (2):
89-100.
Agoes, D. 2014. Berbagai Jenis Media Tanam dan Penggunaannya. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Fitriya; Anwar, L.; Novitasari, E. 2019. Isolasi Senyawa Fenolat Dari Fraksi Etil
Asetat Kulit Batang Tumbuhan Gandaria. Jurnal Penelitian Sains, 13(1):
10-14.
Polunin, N. 2014. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Tortora, G.J., B.R. Funke, and C.L. Case. 2013. Microbiology: An Introduction
11th Edition. USA: Pearson Education, Inc.
Singgih Sastradiharja. 2011. Sukses Bertanam Sayuran Secara Organik. Bandung.
Angkasa.
Isnaini, M., A. Rahmi, dan P. Sujalu. 2014. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi
Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung
(Solanum melongena L.) Varietas Mustang F-1. Jurnal Agrifor 8(1):1-6.
Vijayakanth, P. & Sathis, S.S. 2016. Studies on the Spore Morfology of
Pteridophytes from Kolli Hills, Eastern Ghats, Tamil Nadu India.
International Journal of Research in Engineering and Bioscience, 4 (1):1
—12.
Tjitrosoepomo, G. 2013. Taksonomi Umum (Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan).
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muthahara, E., M. Baskara, dan N. Herlina. 2018. Pengaruh Jenis dan Volume
Media Tanam pada Pertumbuhan Tanaman Markisa (Passiflora edulis
Sims.). Jurnal Produksi Tanaman. 6(1): 101-108
Rochman Abdul. 2015. Perbedaan Proporsi Dedak Dalam Media Tanam Terhadap
PertumbuhanJamur Tiram Putih (Pleurotus florida). Jurnal Agribisnis
Fakultas Pertanian Unita Vol. 11 No. 13
Sulasmi, Eko Sri, 2017. Analisis Kekerabatan Spora Tumbuhan Paku Koleksi
Herbarium Malangensis. Jurnal Biologi: Prosding Seminar Nasional
Hayati V, 2(5): 162–69.
Nurchayati, N. 2016. Identifikasi Profil Karakteristik Morfologi dan Prothalium
Tumbuhan Paku Familia Polipodiacea. Jurnal Bioedukasi. 14(2): 25-30.

Anda mungkin juga menyukai