Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum

Dasar-Dasar Agronomi

PEMBIAKAN SPORA

Nama : Muhammad Fadhiil


NIM : G021221018
Kelas : Dasar-Dasar Agronomi A
Kelompok :4
Asisten : Rosmina Rajab

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari banyak pulau yang
terletak pada 060 04’ 30’’ LU - 110 00’ 36’’ LS dan dari 940 58’ 21’’ BT - 1410
01’ 10’’ BT sehingga beriklim tropis. Perairan yang hangat di wilayah Indonesia
sangat berperan dalam menjaga suhu di darat tetap konstan, dengan rerata suhu
28 °C di wilayah pesisir, 26 °C di wilayah pedalaman dan dataran tinggi, serta
23 °C di wilayah pegunungan. Beriklim tropis hanya memiliki dua musim, yaitu
hujan dan kemarau. Indonesia sering dijadikan sebagai destinasi wisata bagi para
turis. Iklim ini memiliki suhu, curah hujan dan kelembaban udara yang cocok
untuk ditempati jenis makhluk hidup (Lestari, 2018).
Tumbuhan paku tersebar di seluruh dunia kecuali di daerah bersalju abadi
(papua) dan daerah kering (gurun). Total spesies yang diketahui hampir 10.000
(diperkirakan 3000 di antaranya tumbuh di Indonesia). Tumbuhan paku termasuk
tumbuhan yang sangat mudah tumbuh dimana saja dapat tumbuh di tempat yang
lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai, melihat cara
tumbuhnya, paku di alam cukup beragam, ada yang menempel di batang pohon,
batu atau tumbuh di tanah (Mardiyah et al., 2016).
Kelas Filicinae (paku sejati) memiliki anggota paling besar dari kelas
lainnya terdapat sekitar 170 genus dan 7000 spesies. Kelas ini juga sering disebut
dengan sebutan pakis atau paku sebenarnya. Tumbuhan ini termasuk kedalam
tumbuhan higrofit, yaitu tumbuh di tempat-tempat tumbuh, dan lembah, sehingga
untuk tempat yang terbuka dan terpapar oleh sinar matahari langsung akan
mengalami kerusakan atau mati, sebab banyak tanaman paku di temukan di bawah
naungan tumbuhan yang lebih besar (Karimah, 2020).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan praktikum mengenai
pembiakan spora. Suplir/pakis diperbanyak melalui spora atau membagi-bagi
rumpun. Memperbanyak dengan cara membagi rumpun akan merusak penampilan
tanaman induknya sehingga pembiakan dengan cara generatif (spora) menjadi
suatu pilihan. spora merupakan organ perbanyakan secara generatif.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini yaitu untuk memberi keterampilan mahasiswa dalam
mengembangbiakkan tanaman kelompok paku-pakuan termasuk jenis suplir yang
banyak dipelihara sebagai tanaman hias.
Kegunaan praktikum diharapkan setiap peserta praktikan dapat memahami
dan mengetahui cara perkembangbiakan tanaman paku secara generatif yaitu
menggunakan spora dari tanaman paku itu sendiri serta praktikan mampu
melakukan pengembangbiakan menggunakan spora secara mandiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Paku Sejati
Tumbuhan paku adalah tumbuhan yang sudah bisa dibedakan dalam tiga
pokok bagian, yaitu akar, batang, dan daun. 4 Hutan di Indonesia merupakan
hutan tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati seperti tumbuhan paku
(Pteridophyta). Ada sekitar kurang lebih 10.000 spesies tumbuhan paku yang ada
di dunia dan sekitar 3.000 spesies yang terdapat di Indonesia (Lestari, 2018).
Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu golongan tumbuhan
yang hampir dapat dijumpai pada setiap wilayah di Indonesia. Tumbuhan paku
dikelompokkan dalam satu divisi yang jenis-jenisnya telah jelas mempunyai
kormus dan dapat dibedakan dalam tiga bagian pokok. Bagian pokok yaitu akar,
batang, dan daun (Effendi et al., 2016).
Daun tumbuhan paku yang menghasilkan spora disebut Sporofil, sedangkan
daun yang tidak menghasilkan spora dan berfungsi sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis disebut Tropofil. Ciri utama dalam pengenalan
Pteridophyta adalah spora. Ciri-ciri lain sebagai pembeda taksonomi berupa
sporangium, sorus, indusia, dan venasinya. Spora tumbuhan paku dibentuk dalam
kotak spora yang disebut Sporangium. Sporangium tumbuh berkelompok dalam
suatu bentukan yang disebut Sorus (Mardiyah et al., 2016).
2.2 Pengertian Spora
Bentuk spora tumbuhan paku bermacam-macam, tetapi sebagian besar
memiliki bentuk elips atau bilateral, isobilateral, dan tetrahedral. Bentuk spora
tumbuhan paku tersebut antara spora satu dengan yang lain dari spesies memiliki
beragam ukuran. Selain dikategorikan melalui bentuk spora juga dikategorikan
melalui ukuran. Penggolongan berdasarkan ukuran spora menjadi enam golongan.
Spora dengan ukuran < 10 µm tergolong dalam kategori sangat kecil, spora
ukuran 10—25 µm tergolong kategori kecil, spora ukuran 25—50 µm tergolong
kategori sedang, spora ukuran 50—100 tergolong kategori besar, spora ukuran
100—200 µm tergolong kategori sangat besar, dan spora ukuran mencapai > 200
µm tergolong kategori raksasa (Pranita et al., 2017).
Spora adalah alat perkembangbiakan tumbuhan paku yang utama. Dengan
alat perkembangbiakan tersebut tumbuhan paku biasanya tumbuh di bawah
naungan tumbuhan lain, serta banyak di temukan di pinggiran aliran sungai yang
memiliki subtrat tanah yang lembab sebagai media tumbuh, karena pembuahan
mutlak memerlukan bantuan air sebagai media spermatozoid berpindah menuju
archegonium. Ovum yang terbuahi berkembang menjadi zigot, yang akan tumbuh
pada gilirannya tumbuh menjadi tumbuhan paku baru (Amin dan Jumisah, 2019).
Spora merupakan bagian yang sangat penting pada tumbuhan paku karena
berfungsi untuk perkembangbiakan dalam regenerasi. Spora di bentuk didalam
kotak spora (sporangium). Kumpulan dari sporangium akan membentuk sorus.
Sorus merupakan kumpulan spora yang berada di bawah daun (Karimah, 2020).
2.3 Pembiakan Spora
Spora merupakan tumbuhan paku yang memiliki dua lapisan dinding
sebagai perlindungan, yaitu dinding luar disebut eksin dan dinding dalam disebut
intin. Daerah eksin yang terbuka dan tipis yang disebut apertura. Apertura
merupakan zona germinasi, yang berfungsi sebagai organ pengatur mekanisme
perubahan volume cairan sel (Pranita et al., 2017).
Selain dari penjelasan diatas tipe-tipe spora pada tumbuhan paku secara
umum dibedakan menjadi dua tipe yaitu monolete (membulat seperti kacang) dan
trilete. Pembagian tipe spora tersebut berdasarkan ada tidaknya struktur tipis yang
menyerupai aperture yaitu bekas luka spora tetrad. Karakteristik dari masing-
masing spora dapat dijadikan sebagai landasan untuk membedakan masing-
masing jenis tumbuhan paku (Rosalin, 2014).
Spora juga memiliki fase pembentukan, fase pembentukan spora dalam daur
hidup tumbuhan paku disebut generasi sporofit dan fase pembentukan gamet
disebut generasi gametofit. Berdasarkan jenis sporanya, tumbuhan paku
dibedakan menjadi tumbuhan paku homospora dan heterospora dan peralihan
antara homospora dan heterospora. Jenis-jenis Tumbuhan paku homospora
menghasilkan spora dengan ukuran yang sama dan tidak dapat dibedakan,
misalnya Lycopodium sp. Begitu juga dengan jenis spora yang lainnya yang
memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda (paku kawat) (Anas, 2016).
2.4 Media Tanam
Salah satu faktor penting dalam berbudidaya tanaman adalah terletak pada
kualitas media tanam. Media tanam yang baik adalah media yang mampu
menyediakan air dan unsur hara dalam jumlah yang cukup bagi pertumbuhan
tanaman. Hal ini dapat ditemukan pada media tanam berbahan cocopeat. Cocopeat
ini cocok digunakan pada lahan kering karena kita tahu lahan kering merupakan
lahan yang sangat kekurangan air dan tergantung pada air hujan, selain itu kering
juga miskin unsur hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman (Sari, 2015).
Arang sekam merupakan media tanam yang praktis digunakan karena tidak
perlu disterilisasi, hal ini disebabkan mikroba patogen telah mati selama proses
pembakaran. Arang sekam mengandung unsur hara N 0,3%, P2O5 15%, K2O
31%, dan beberapa unsur hara lainnya dengan pH 6,8. Selain hal tersebut, arang
sekam juga memiliki kemampuan menahan air tinggi, bertekstur remah, siklus
udara dan KTK tinggi, dan dapat mengabsorbsi sinar matahari (Naimnule, 2016).
Media tanam selanjutnya yang paling sering digunakan adalah tanah. Tanah
menurut ahli geologi adalah suatu benda padat berdimensi tiga terdiri dari panjang
lebar dan dalam yang merupakan bagian dari kulit bumi. Kata tanah seperti
banyak kata umumnya mempunyai beberapa pengertian. Pengertian tradisional,
tanah adalah medium alami untuk pertabahan tanaman dan merupakan daratan.
Salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tanah adalah
geoteknik, dimana cabang ilmu ini sangat penting bagi seorang insinyur sipil pada
saat diperlukan strutur tanah untuk mendesain suatu bangunan (Afriani, 2014).
2.5 Sterilisasi Media Tanam
Pada saat menanam tumbuhan sterilisasi media tanam merupakan suatu hal
yang penting. Sterilisasi media tanam bertujuan untuk meminimalkan gangguan
oleh mikroorganisme yang tidak dikehendaki (kontaminan), agar tidak mengalami
kerusakan yang dapat mempengaruhi kualitas inokulan. Sterilisasi media dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi. Cara fisik dan
mekanik dapat dilakukan dengan teknik sterilisasi media menggunakan iradiasi
sinar gamma Co-60, autoklaf, penambahan larutan NaOCl 10%, dan pencucian
media dengan air kran (Dewi et al., 2017).
Salah satu cara untuk dapat melindungi tanaman tetap higienis adalah
dengan melakukan sterilisasi media tanam. Sterilisasi media tanam dapat
dilakukan dengan beberapa cara salah satunya adalah dengan menggunakan
autoclave. Sterilisasi media tanam dilakukan untuk menghilangkan mikroba yang
tidak diinginkan dalam media tanam. Kombinasi media tanam organik dan tanah
serta perlakuan sterilisasi media tanam diduga dapat memberikan pengaruh
terhadap hasil tanaman (Permatasari, 2021).
Pada media tanam tanah yang tidak steril terdapat berbagai macam bakteri
dan mikroflora lain yang dapat merangsang maupun menghambat perkembangan
ektomikoriza dan jika dalam tanah lebih banyak potensi mikroflora yang bersifat
menghambat dari pada yang menstimulir perkembangan ektomikoriza maka akan
menurunkan presentase kolonisasi. Sifat penghambatan dan stimulasi dari
mikroflora juga tergantung pada ketahanan fungi ektomikoriza terhadap antibiotik
yang dihasilkan oleh miktroflora (Budi, 2014).
2.6 Faktor Keberhasilan dan Kegagalan
Terdapat beberapa faktor keberhasilan seperti Intensitas cahaya, tingkat
kebutuhan intensitas cahaya tiap jenis tanaman paku berbeda-beda. Kelompok
paku-pakuan yang menyukai tempat terlindung (heliofob) dan di dominasi oleh
paku-pakuan yang berdaun halus atau kecil. Contohnya Adiantum sp, Pteris sp,
dan Polypodium sp. Ada pula kelompok paku-pakuan yang hidup dalam keadaan
sedikit terlindung (subheliofil). Contohnya Nephrolepis falkata (Rizkiani, 2019).
Kelembapan udara, kelembapan udara adalah kandungan air yang terdapat
di udara. Sehingga tinggi rendahnya intensitas cahaya matahari mempengaruhi
kecepatan evaporasi kandungan air di udara. Kelembapan udara menjadi pengaruh
besar terhadap penyebaran tumbuhan paku. Tingkat kelembapan udara 30%
adalah persentase terendah yang masih dapat ditoleransi oleh paku terhadap
pertumbuhan dan perkembangannya (Hardyansyah, 2021).
Keberadaan tumbuhan paku (Pteridophyta) di suatu tempat juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut meliputi faktor
biotik dan abiotik, secara umum tumbuhan paku tidak dapat tumbuh pada habitat
yang kering, kebanyakan dari tumbuhan paku biasanya hidup di tempat yang
kelembabannya tinggi, dan teduh. Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan
paku adalah berkaitan dengan masalah kempetisi antara tumbuhan paku itu
sendiri. Baik untuk mendapatkan makanan dan tempat hidupnya (Lestari, 2018).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Percobaan ini dilaksanakan di Pre-Nursery, Experimental farm, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin. yang berlangsung mulai 29 September–4
November 2022.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: wadah plastik yang
memiliki penutup 3 pcs, pinset, alat penyiram/hand sprayer.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah: spora suplir/pakuan-
pakuan jenis paku sejati, cocopeat, tanah, dan sekam, plastik bening, akuades, air
ac atau air hujan, label.
3.3 Prosedur Kerja
Prosedur kerja praktikum ini, yaitu:
1. Mengambil spora dari tanaman yang sehat dengan cara mengusap pinggir
daun yang sudah dewasa atau potong daun yang masih memiliki spora dan
masukkan dalam plastik bening dan kering anginkan sampai penutup spora
pecah dan berhamburan seperti tepung.
2. Mengisi wadah plastik dengan media tanam cocopeat, tanah, dan kombinasi
tanah-sekam 1:1. (Media tanam harus dalam keadaan steril. Sterilisasi media
tanam dapat dilakukan dengan menyangrai media tanam sebelum
digunakan).
3. Menaburkan spora secara merata lalu lembabkan dengan cara
menyemprotkan /percikan akuades, air AC, atau air hujan.
4. Menutup rapat wadah yang telah ditaburi spora.
5. Memberi label dan menuliskan nama spesies spora pada penutup wadah.
6. Menyimpan wadah pada tempat terlindung/teduh namun tidak gelap.
7. Menjaga kelembaban media dengan cara menyemprotkan air (tergantung
kondisi).
8. Mengusahakan tidak terlalu sering membuka wadah agar terhindar dari
kekeringan dan kelembaban terjamin.
9. Setelah beberapa saat wadah pesemaian mulai penuh ditumbuhi benang-
benang. berwarna hijau dan terus berkembang dan berubah bentuk menjadi
daun-daun kecil yang pipih bentuknya seperti hati.
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada pembiakan spora meliputi:
1. Kecepatan tumbuh benang-benang hijau
Pengamatan kecepatan tumbuh benang hijau dilakukan dengan mengamati
lama hari benih spora berkecambah setelah penanaman. Praktikan diharapkan
mencatat lama hari prothallus (calon tanaman pakis/suplir) berkecambah setelah
disemai. Ciri-ciri prothallus yang berkecambah adalah memiliki daun sekitar dua
helai (bibit pakis/suplir). Pengamatan dilakukan setiap hari sampai benih spora
berkecambah.
2. Jumlah prothallus yang tumbuh (tergantung kondisi)
Pengamatan jumlah prothallus yang tumbuh dilakukan dengan menghitung
dan memastikan banyaknya prothallus (calon tanaman spora) yang tumbuh pada
media tanam jika spora telah berkecambah (parameter 1). Jika kondisi
memungkinkan, disarankan jumlah Prothallus yang tumbuh dihitung pada
mikroskop untuk memastikan jumlah Prothallus yang akurat.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Kecepatan Tumbuh Benang-Benang Halus (HST)
Grafik 3. Kecepatan Tumbuh Benang-Benang Halus

Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2022


4.2.2 Jumlah Prothallus yang Tumbuh

Sumber: Data Primer Setelah diolah, 2022


4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan dapat kita lihat bahwa
pada media tanam (Cocopeat, tanah, dan tanah+sekam) menunjukkan indikasi
kegagalan pada tanaman spora. Salah satu penyebab faktor kegagalan pada
tanaman spora ini adalah banyaknya kandungan air yang diperoleh tanaman spora
sehingga tanaman spora sulit untuk tumbuh. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hardyansyah (2021) bahwa kelembapan udara adalah kandungan air yang terdapat
di udara. Sehingga tinggi rendahnya intensitas cahaya matahari mempengaruhi
kecepatan evaporasi kandungan air di udara. Kelembapan udara menjadi pengaruh
besar terhadap penyebaran tumbuhan paku.
Spora adalah alat perkembangbiakan tumbuhan paku yang utama. Dengan
alat perkembangbiakan tersebut tumbuhan paku biasanya tumbuh di bawah
naungan tumbuhan lain, serta banyak di temukan di pinggiran aliran sungai yang
memiliki subtrat tanah yang lembab sebagai media tumbuh, karena pembuahan
mutlak memerlukan bantuan air sebagai media spermatozoid berpindah menuju
archegonium. Hal ini sesuai dengan pendapat Letari (2018) yang mengatakan
bahwa kebanyakan dari tumbuhan paku biasanya hidup di tempat yang
kelembabannya tinggi, dan teduh. Faktor biotik yang mempengaruhi pertumbuhan
paku adalah berkaitan dengan masalah kempetisi antara tumbuhan paku itu
sendiri. Baik untuk mendapatkan makanan dan tempat hidupnya
Pemilihan media tanam dengan menggunakan sekam merupakan salah satu
pilihan yang baik dan cukup efektif. Karena tanaman suplir mampu dengan
mudah untuk mengalami proses pertumbuhan, jika suatu media sekam digabung
dengan media lain misalnya dengan tanah. Selain dari media tanam, intensitas
cahaya juga diperlukan dalam proses tumbuh tanaman spora. Hal ini sesuai
dengan pendapat Rizkiani (2019) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa
faktor keberhasilan seperti intensitas cahaya, tingkat kebutuhan intensitas cahaya
tiap jenis tanaman paku berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Afriani dan Lusmeilia. 2014. Kuat Geser Tanah, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Amin, N. dan Jumisah. 2019. Jenis Tumbuhan Paku di Kawasan Tergantung Kute
Kecamatan Darul Hasanah Kabupaten Aceh Tenggara. Jurnal Biotik, 7(1):
18-27.
Anas, A. 2016. Karakteristik Spora Tumbuhan Paku (pteridophita) Dari Hutan
Lumut Suaka Margasatwa “Dataran Tinggi Yang”, Pegunungan Argopuro.
Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu pengatahuan Alam. Universitas
Jember. Jember.
Budi, S. W. 2014. Pengaruh Sterilisasi Media dan Dosis Inokulum terhadap
Pembentukan Ektomikoriza dan Pertumbuhan Shorea selanica Blume.
Jurnal Silvikultur Tropika. 3(2): 76-80
Dewi, T. M., Anne, N., dan Pudjawati, S. E. S. 2017. Efek sterelisasi dan
Komposisi Media Produksi Inokulan Fungsi Mikoriza Arbuskula Terhadap
Kolonisasi Akar, Panjang akar, dan Bobot Kering Akar Sorgum. Jurnal
Agro, 4(1): 24-31
Effendi, M., Lailaty, I. Q., Nudin, Rustandi U. dan Samsudin A. D. 2016.
Komposisi dan Keanekaragaman Flora di Gunung Pesagi Sumatera. Pros
Sem Nas Masy Biodiv Indon 2. 2(2): 1-10
Hardyansyah, P. 2021. Identifikasi Tumbuhan Paku Sejati (Filicinae) Epifit Di
Kawasan Hutan Lindung Pematang Kabuto Kecamatan Punduh Pedada
Kabupaten Pesawaran. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Universitas Islam Negri Raden Intan. Lampung
Karimah, I. D. 2020. Karakteristik Morfologi Spora Tumbuhan Paku
(Pteridophita) Pada Kelas Filicinae (Paku Sejati) Di Gunung Tanggamus,
Lampung. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam
Negri Raden Intan. Lampung.
Lestari, S. 2018. Identifikasi Tumbuhan Paku Sejati (Filicinae) Epifit di Gunung
Pesagi Kabupaten Lampung Barat. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan. Universitas Islam Negeri Raden Intan: Lampung.
Mardiyah, A., Hasanuddin, dan Eriawati. 2016. Karatersitik Warna Sorus
Tumbuhan Paku di Kawasan Gunung Paroy Kecamatan Lhoong Kabupaten
Aceh Besar. Prosiding Seminar Nasional Biotik. 2(1): 1-7.
Naimnule, M. A. 2016. Pengaruh Takaran Arang Sekam dan Pupuk Kandang Sapi
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kacang Hijau (Vigna Radiata L). Jurnal
Pertanian Konservasi Lahan Kering, 1(4): 118-120.
Permatasari, A. D., dan Nurhidayati, T. 2014. Pengaruh inokulan bakteri
penambat nitrogen, bakteri pelarut fosfat dan mikoriza asal Desa Condro,
Lumajang, Jawa Timur terhadap pertumbuhan tanaman cabe rawit. Jurnal
Sains dan Seni. 3(2): 44-48.
Pranita, S. H., Mahanal, S., dan Sari M. S. 2017. Karakteristik Spora Tumbuhan
Paku Asplenium Kawasan Hutan Raya R. Soerjo. Jurnal Pendidikan, 2(4):
454-458.
Rizkiani, S. 2019. Identifikasi Tumbuhan Paku Sejati (Filicinae) Terestrial Di
Gunung Pesagi Kabupaten Lampung Barat. Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan. Universitas Islam Negri Raden Intan. Lampung.
Rosalin, I., 2014, Keanekaragaman Morfologi dan Struktur Reproduksi
Tumbuhan Paku Terestrial di Kapus Institut Pertanian Bogor-Darmaga,
Skripsi, Program Studi Biologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sari, D. R. 2015. Aplikasi Konsentrasi Paklobutrazole Pada Beberapa Komposisi
Media Tanam Berbahan Cocopeat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Bawang Merah (Allium ascalonicum L). Skripsi, Fakultas Pertanian.
Universitas Jember: Jember
LAMPIRAN

Gambar 37. Alat dan Gambar 38. Pelepasan Gambar 39. Pelepasa
Bahan. Spora. Spora dengan Metode
Kering Angingkan.

Gambar 40. Mengisi Gambar 41. Menaburkan Gambar 42.


Wadah Plastik dengan spora Kedalam Media Memberikan Label.
Media Tanam. Tanam.

Gambar 43. Gambar 44. Pengamatan Gambar 45.


Menyemprokan Air pada Ke-1. Pengamatan Ke-2.
Media.

Gambar 46. Pengamatan Gambar 47. Panen.


Ke-3.

Anda mungkin juga menyukai