Anda di halaman 1dari 53

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberkati kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin
mengucapkan terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
karya tulis ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai sebagai data dan fakta pada karya
tulis ini.

Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam
berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna.
Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami
deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin
dengan kemampuan yang kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran
dari pembaca yang budiman. Kami akan menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai
batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami di masa datang.

Dengan menyelesaikan makalah ini kami mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu
pembaca dalam memahami tentang tumbuhan paku (Pteridophyta). Demikian karya ilmiah ini
dibuat semoga bisa bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.

Surabaya, Maret 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .…………………………………………………..i

DAFTAR ISI .......………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG..……………………………………….1
1.2 RUMUSAN MASALAH………………………………………2
1.3 TUJUAN MASALAH……………………………………….…2
1.4 MANFAAT PENULISAN…………………………………......2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 CIRI-CIRI UMUM TUMBUHAN PAKU....................................3
1.2 Penggolongan tumbuhan paku berdasarkan ciri umum dan
berdasarkan spora
2.2 SIKLUS HIDUP TUMBUHAN PAKU (masuk pada setiap
golonga).................................. ....27
2.3 MANFAAT TUMBUHAN PAKU...............................................30
2.4 PENELITIAN TUMBUHAN PAKU.............................................31

BAB III PENUTUP


3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………………................47

GLOSARIUM……………………………………………………………..........................................49
INDEKS...........................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................51

ii
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki luas wilayah sekitar 750 juta hektar, terdapat sekitar 20.000 jenis hewan
dan sekitar 28.000 jenis tumbuhan yang hidup di hutan. Indonesia merupakan salah satu negara
tropis yang memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan yang tinggi. Salah satu kelompok
tumbuhan yang kaya akan jenisnya adalah tumbuhan paku. Tumbuhan paku yang masih ada
saat ini diperkirakan mencapai 10.000 jenis, dimana 3.000 jenis diantaranya tumbuh di
indonesia. ( Hotmatama Hasibuan, dkk,2016:46 ). Tumbuhan paku dapat tumbuh di bagian
dunia, kecuali di daerah yang bersalju dan di daerah yang kering seperti di gurun. Tumbuhan
paku mempunyai daerah-daerah yang lembab ( higrofit ) yaitu dari daerah pantai sampai ke
daerah kawah. Tumbuhan paku merupakan salah satu kelompok tumbuhan penyusun
komunitas hutan yang kehadirannya hampir tidak mendapatkan perhatian. Peranan tumbuhan
paku sebagai tumbuhan perintis sangat penting, seperti menyusun keseimbangan ekositem
hutan yaitu sebagai pencegah erosi, pengaturan kadar air.
(Arini, dan Julianus Kinho,2012:18 ). Kurangnya perhatian masyarakat terhadap hutan akan
menyebabkan kawasan hutan menjadi semakin berkurang dan terjadinya perubahan fisik dalam
pelestarian hutan. Sehingga hal ini dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup flora dan
fauna yang hidup di hutan tersebut dan bahkan dapat menyebabkan berbagai macam jenis flora
dan fauna terancam punah, salah satu jenisnya adalah tumbuhan paku.

Tumbuhan paku dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di lahan terbuka. Tumbuhan paku
merupakan tumbuhan perintis setelah terjadi kebakaran hutan ataupun di hutan yang tertutup
tajuk pohon dengan intensitas cahaya matahari yang cukup dan derajat keasaman ( pH )
berkisar antara 3,5 – 6,5 serta intensitas suhu yang berkisar antara 21-27℃ untuk mendukung
pertumbuhannya ( Khamalia et al., 2018 ). Keanekaragaman tumbuhan paku berdasarkan
ketinggian pernah di teliti oleh Retno Widiastuti, T. Alief Aththorich dan Wina Dyah Puspita
Sari di kawasan Hutan Gunung Sinabung. Kabupaten Karo pada tahun 2006. Dengan hasil
penelitian yang menyatakan bahwa keanekaragaman tumbuhan paku memiliki keterkaitan
dengan faktor ketinggian dan faktor-faktor abiotik lainnya. selain itu juga telah dilakukan
penelitian oleh Erni Yuliastuti, Ratna Herawatiningsih dan Wadhina di Kawasan Hutan
Lindung Gunung Ambawang dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ketinggian 150-
250 mdpl merupakan tempat tumbuh yang paling sesuai bagi paku teresterial dan paku epifit,
hal tersebut disebabkan oleh letak ketinggian tempat dari permukaan laut, kelembapan yang
tinggi dan suhu yang sesuai.

1
Tumbuhan paku dapat hidup di tempat yang lembab, pada umumnya jumlah jenis tumbuhan
paku di daerah pegunungan lebih banyak daripada di dataran rendah, hal ini disebabkan karena
adanya kelembapan yang tinggi, banyaknya aliran air, adanya kabut, bahkan banyaknya curah
hujan pun mempengaruhi jenisnya. Selain perbedaan ketinggian ada juga perbedaan variasi
pohon ketiga lokasi tersebut. Sehingga dengan adanya variasi pohon juga akan mempengaruhi
faktor abiotik yang pada akhirnya mempengaruhi keberagaman tumbuhan paku.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa ciri umum yang dimiliki oleh jenis –jenis tumbuhan paku ?

2. Bagaimana gambar struktur tubuh dari macam-macam tumbuhan paku ?

3. Bagaimana siklus hidup / repoduksi dari berbagai macam tumbuhan paku ?

4. Apa saja pemanfaatan dari berbagai macam tumbuhan paku tersebut ?

5. Apa saja penelitian yang pernah dilakukan untuk mengidentifikasi tumbuhan paku ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui ciri umum yang dimiliki oleh tumbuhan paku

2. Mengetahui gambaran struktur dari tumbuhan paku

3. Menjelaskan siklus hidup / reproduksi dari tumbuhan paku

4. Mengetahui manfaat dari tumbuahan paku

5. Mengetahui berbagai penelitian yang pernah dilakukan pada tumbuahan paku

1.4 Manfaat

1. memudahkan mengetahui ciri umum dari tumbuhan paku

2. Dapat mengetahui gambaran struktur dari tumbuahan paku

3. Dapat memahami bagaimana siklus hidup dari tumbuhan paku

4. Menambah wawasan karena tumbuhan paku bisa dimanfaatkan dalam kehidupan

5. Dapat mengetahui tentang berbagai macam penelitian yang pernah dilakukan pada
tumbuahan paku

2
2.1 Ciri Umum Jenis-Jenis Tumbuhan Paku

Tumbuhan paku ( Pteridhopyta ) berasal dari kata pteris = bulu burung dan phyta = tumbuhan,
jadi tumbuhan paku adalah tumbuhan yang daunnya seperti bulu burung. Morfologi tumbuhan
paku adalah rimpang yang tegak,menjalar panjang dan menjalar pendek. Daun dari tumbuhan
paku kebanyakan tunggal ( Monomorfik ) dan jarang yang dimorfik ( Yusna M., dkk, 2016 ).
Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana mulai dari dataran
rendah hingga dataran tinggi ( terrestrial ), ada yang hidup di permukaan ( Hidrofit ) bahkan
ada yang hidupnya menumpang tumbuhan lain ( epifit ) menurut prasetyo ( 2015 ). Bentuk luar
(morfologi) tumbuhan paku bermacam-macam, sesuai dengan evolusi dan adabtasinya. Secara
umum pakis dikenal karna daunya tumbuh dari tunas secara:

Gulung membuka (melungker) atau circinate vernation dalam bahasa inggris. Namun demikian
ciri ini berlaku sebagai tumbuhan paku leptosporangitaae dan anggota marattiales. Penampilan
luar paku ada yang berupa pohon (paku pohon, biasanya tidak bercabang), semak epifit,
tumbuhan merambat, mengapung diair, hidrofit, tetap biasanya berupa terna dengan rimpang
yang menjalar di tanah atau humus. Organ fotosintetik dan reproduksi paku disebut ental
dengan ukuran yang bervariasi, dari beberapa mili meter sampai 6m. Ental paku sejati yang
masih muda selalu mengurung seperti gagang biola dan mejadi ciri khas.

Sebagaian besar anggota paku-pakuan tumbuh didarah tropikal basah. Paku-pakuan cenderung
di temukan pada kondisi tumbuh marginal, seperti lantai hujan yang lembab, tebing perbukitan,
menempel atau merayap pada batang pohong atau bebatuan, didalam air kolam atau danau,
daerah sekitar kawa vulkanik serta sela-sela baguanan yanng tidak terawat. Ketersediaan air
yang mencukupi pada rentang waktu yang di perlukan karna salah satu tahap hidupnya
tergantung pada keberadaan air, yaitu sebagai media bergeraknya sel sprema menuju sel telur.
Karna itulah tumbuhan ini juga lebih banyak dijumpai dikawasan pegunungan dikawasan
tumbuhan yang teduh.

1. Reproduksi secara umum tumbuhan paku

Tumbuhan paku atau pteridophyta bereproduksi secara vegetatif maupun generatif. Reproduksi
secara vegetatif terjadi dengan pembentukan spora melalui pembelahan miosis sel induk spora
yang terdapat di dalam sopranium (kotak spora) spora. Akan tumbuh mejadi gametopit. Selain
melalui pembentukan, reproduksi secara vegetatif juga dapat dilakukan dengan rizhom. Rizom
akan tumbuh menjalar da membentuk tunastumbuhan paku yang berkoloni ( bergerombol)

3
reproduksi generatif terjadi melalui fertilasi ovum oleh spermatozoid berflagel yang
menghasilkan zygot. Zygot tersebut akan tumbun menjadi sporofit. Dalam siklus hidupnya,
tumbuhan paku mengalami pergiliran keturunan ( Metagenesis ) antara generasi gametofit yang
berkromosom haploid (n) dan generasi sporofit yang berkromoson diploid (2n). Generasi
sporofit hidup lebih dominan atau memiliki masa hidup yang lebih lama dibandingkan generasi
gametofit. Metagenesis pada siklus hidup tumbuhan paku homospora adalah sebagai beikut.

1) Spora berkromosom haploid (n) bila jatuh dihabitat yang cocok akan berkecambah, sel
– selnya membelah secara mitosis dan tumbuh menjadi protalium (gametofit) yang
haploid (n).
2) Protalium membentuk alat kelamin jantan (anteridium) dan betina (arkegonium) yang
haploid (n)
3) Anteredium menghasilakan spermatozoid berflagel (n) dan arkegonium menghasilakn
ovum (n)
4) Spermatozoid (n) membuahi ovum (n) di dalm arkegonium dan menghasilkan zigot
yang diploid (2n).
5) Zigot (2n) mengalami pembelahan secara mitosis dan tumbuh menjadi tumbuhan paku
(sporofit) yang diploid (2n). Tumbuhan paku tersebut tumbuh keluar dan arkegonium
induknya.
6) Sporofit (tumbuhan paku) dewasa menghasilkan sporofil (2n) atau daun penghasil
spora.
7) Sporofil (2n) memiliki sporangium (2n). Do dalam sporangium terdapat sel induk spora
berkromosom diploid (2n). Sel induk spora (2n) mengalami pembelahan meiosis dan
menghasilkan spora yang haploid (n).

Adapaun jenis-jenis tumbahan paku :

Angiopteris evecta (J.R.Forst.) Hoffmann (Marattiaceae)

Akar: Serabut menjalar. Batang: Batang tegak, bentuk batang rimpang pendek, tinggi batang
mencapai 50 cm, bagian pangkal batang bersisik-sisik. Daun: Berwarna hijau, bentuk daun
panjang mencapai 2 m, menyirip tunggal, anak daun berjumlah kurang lebih 70 helai, ujung
anak daun meruncing, kedudukan daun berselang-seling, Sorus : Terletak di bawah daun,
menyebar tidak beraturan, bentuk sorus bulat, warna coklat muda.Habitat: Terestrial, di bawah
naungan, ditepi aliran sungai dan tanah berpasir

4
Gambar : Angiopteris evecta (J.R.Forst.) Hoffmann

Asplenium macrophyllum Sw. (Aspleniaceae)

Akar: Serabut. Batang: Tumbuh tegak, diameter 0,4 cm, tinggi 20-30 cm, permukaan batang
licin dengan warna hitam. Daun: daun majemuk, warna hijau, bentuknya elliptical (elips)
dengan bentuk ujung yang meruncing, kedudukan daun berselang-seling, bentuk tepi daunnya
double serrate, panjang 5-7 cm, lebar 0,5-2 cm, panjang tangkai 0,5 cm, jumlah 2-8 helai
dengan permukaan halus. Sorus: Letaknya pada pertulangan daun dengan bentuk garis, warna
coklat dan jumlahnya 10-20 sorus per daun.Habitat : Epifit pada Pometia pinnatadengan
ketinggian tempat 100 m dpl. Manfaat/Potensi pemanfaatan: Sebagai tanaman hias.

Gambar : Asplenium macrophyllum Sw

5
Asplenium nidus Linn. (Aspleniaceae)

Akar: Rimpang dan menempel pada tumbuhan inang. Batang : Tidak nyata karena menyatu
dengan tulang daun. Daun: Tunggal, warna hijau, menyirip, tangkai daun sangat pendek hampir
tidak tampak karena tertutup oleh bulu-bulu halus, panjang 16-120 cm, lebar 7-20 cm, ujung
daun meruncing, tepinya rata dengan permukaan yang berombak dan mengkilat. Letak daun
melingkar berbentuk keranjang (sarang burung). Sorus: Melekat pada garis-garis anak tulang
daun di bawah daun, warna coklat muda dan berbentuk bangun garis. Habitat: Tumbuh epifit .
Manfaat/Potensi pemanfaatan: Sebagai tanaman hias.

Gambar : Asplenium nidusLinn.

Asplenium sphatulinum Hill. (Aspleniaceae)

Akar: Serabut menjalar. Batang: Tegak, diameter 0,5 cm, tinggi mencapai 30 cm, warna coklat
dengan permukaan batang licin. Daun : daun majemuk, berwarna hijau, bentuk daun segitiga
kerucut, panjang daun 5-10 cm, panjang tangkai 0,5 cm, lebar daun 1-2 cm, kedudukan daun
berselang seling, dengan jumlah 10-30 helai dan jumlah anak daun 4-10 helai, permukaan daun
halus. Sorus : Terletak di bawah daun, warna coklat dengan bentuk garis. Habitat: Teresterial
di bawah naungan pinggiran sungai dengan ketinggian tempat 200 m dpl. Manfaat/Potensi
pemanfaatan: Sebagai tanaman hias.

6
Gambar : Asplenium sphatulinumHill.

Bolbitis sp. (Dryopteridaceae)

Akar: Serabut menjalar. Batang : Bentuk batang menjalar, permukaan batang berbulu kasar
dengan warna hijau kecoklatan. Daun: Warna hijau, merupakan daun majemuk, bentuk daun
elliptical kecil, kedudukannya berselang-seling, panjang daun 10-15 cm, panjang tangkai 5 cm,
lebar daun 2 cm, jumlah anak daun 15-30 helai, tepi anak daun bergerigi., permukaan halus.
Sorus: Terletak dibawah daun, tidak beraturan, berwarna coklat dengan bentuk bulat. Habitat:
Epifit dan teresterial pada batu-batuan yang berada di sekitar sungai. Manfaat/Potensi
pemanfaatan: Sebagai tanaman hias.

Gambar : Bolbitis sp

7
Cyathea contaminans (Hook) Copel. (Cyatheaceae)

Akar: Serabut. cyathea Merupakan paku tiang atau paku yang berbentuk pohon sehingga
batangnya tegak, berwarna hitam, permukaan kasar, tinggi batang mencapai 7 m. Daun :
majemuk,sisik pada pangkal daun berwarna agak keunguan dan berduri,helaian daun bertoreh
atau terdapat lekukan hingga ke tulang daun. Sorus: Letaknya di antara tulang daun,
berkelompok dan bentuknya bulat. Habitat: Teresterial bercampur dengan jenis paku yang lain,
di temukan pada daerah lereng yang terbuka maupun yang terlindung.Manfaat/Potensi
pemanfaatan: Sebagai tanaman hias.

Gambar : Cyathea contaminans (Hook) Copel

Cyclosorus gongylodes. (Thelypteridaceae)

Akar : Akar rimpang. Batang : Tegak menjalar di permukaan tanah, warna hitam dengan
permukaan kasar. Daun : Merupakan daun majemuk dengan bentuk menjari, kedudukan anak
daunnya berselang-seling dengan panjang 2-6 cm dan lebar 0,5 -1 cm, tepi daun bergerigi dan
kasar, warna daun hijau dengan susunan anak daun semakin ke atas semakin mengecil
berbentuk kerucut. Sorus : Letaknya di bagian bawah daun sepanjang tepi daun, berwarna
coklat kehitaman, bentuk bulat atau bangun garis. Habitat : Teresterial di tempat terbuka,
umumnya di tepi jalan dan bekas perladangan

8
Gambar : Cyclosorus gongylodes

Cyclosorus sp. (Thelypteridaceae)

Akar: Rimpang bererabut. Batang : Rhizome dan tumbuh tegak. Daun: Warna hijau,
merupakan daun majemuk dengan kedudukan anak daunnya berselang seling, panjangnya 2-5
cm, lebar 0,5-1 cm, tepi daun bergelombang dengan permukaan berbulu halus, tepi anak daun
bergelombang. Sorus: Letaknya di bawah daun, bergerombol menutupi seluruh tepi anak daun
dengan bentuk ‘V’, warna sorus kuning keemasan. Habitat : Teresterial di tempat terbuka.

Gambar : Cyclosorus sp.

9
Davalia sp. (Davalliaceae)

Akar: Akar serabut. Batang: Menjalar, dengan diameter 0,5 -1 cm, permukaan batang ditutupi
oleh bulu kasar yang warnanya kecoklatan. Daun : Merupakan daun majemuk, kedudukan
daunnya saling berhadapan atau berpasangan, panjang daun keseluruhan mencapai 40 cm,
panjang rachis 15 cm,lebar daun 10-20 cm, daun berbentuk segitiga (deltoid), bentuk tepi
daunnya parted, jumlah anak daun 4-16 helai dan permukaan daunnya licin. Sorus: Terletak
beraturan di bawah daun, bentuk sorus bulat, warna orange. Habitat: Tumbuh teresterial dan
epifit, di dekat sungai

Gambar : Davalia sp.

Gleichenialinearis (Burm. f.) C. B. Clarke. (Gleicheniaceae)


Synonym :Dicranopterislinearis (Burm. f.) Underw.
Akar : Serabut. Batang: Tegak dengan percabangan dua dan masing-masing cabang itu akan
bercabang dua lagi dan seterusnya,. Di saat batang masih muda permukaan batang ditutupi bulu
yang berwarna hitam setelah dewasa batangnya licin dan berwarna coklat muda. Daun:
Bentuknya menjari, dengan bentuk tepi daun parted, panjang mencapai 25 cm, panjang tangkai
2 cm, lebar 2 cm, jumlah daun 2-4 helai, bentuk anak daun linear, jumlah anak daun 20-50
helai. Sorus: Terletak di setiap anak daun dan penyebarannya terbatas di sepanjang tulang
daunnya, karena tidak memiliki indusia (kotak spora). Sorus hanya mengandung sedikit
sporangium tanpa tangkai dan membuka dengan suatu celah membujur. Anulus melintang.
Sorus tidak tertutup oleh indusium.Habitat: Teresterial pada tempat terbuka.

10
Gambar : Gleichenialinearis(Burm. f.) C. B. Clarke.

Heterogonium sp. (Polypodiaceae)

Akar: Serabut. Batang: Menjalar, dipenuhi scale (sisik). Daun : Merupakan daun majemuk,
bentuk daun deltoid (segitiga), bentuk tepinya double crenate, kedudukannya selang-seling,
panjang daun 10-25 cm, panjang tangkai 5-15 cm, jumlah daun 2-6 helai, jumlah anak daun 2-
8 helai, permukaan halus. Sorus :Terletak di bawah daun, bentuk koma, warna coklat. Habitat:
Teresterial dan epifit pada ketinggian 100-200 m dpl.

Gambar : Heterogonium sp

11
Lygodium circinnatum (Burm.f) Sw. (Schizaeaceae)

Akar : Rimpang menjalar. Batang : Menjalar dan membelit pada tumbuhan lain, kadang-
kadang paku ini bercabang dua dan setiap percabangan bercabang lagi. Daun : Warna hijau,
susunan daunnya menyirip, dengan bentuk menjari antara 2-5 helai tepi daun bergerigi dan
berwarna pucat. Sorus:Pada daun yang subur sorusnya terletak di tepi ujung-ujung gerigi daun.
Warna sorus coklat, bentuk bulat. Habitat : Teresterial dan epifit pada tanaman lain, tumbuh di
tempat terbuka dengan ketinggian tempat 30 m dpl.

Gambar : Lygodium circinnatum (Burm.f) Sw

Lygodium flexuosum (L.) Sw. Schizaeaceae)


Synonyms:Ophioglossum flexuosum L. Hydroglossum flexuosum (L.) Willd. Ramondia
flexuosa (L.) Mirb.,Lygodium pinnatifidum Hook.
Akar : Serabut. Batang : Pada waktu muda memiliki batang yang tegak, setelah dewasa akan
membentuk tali dan membelit tanaman lain. Warna batang kuning. Daun : Bentuk daunnya
menjari dan duduk pada ujung batang dengan jumlah setiap tangkai daun 5-7 helai dengan
panjang 5-9 cm dan lebar 0,5-2 cm dengan warna daun hijau tua. Sorus : Terletak di bawah
helai daun sepanjang pertulangan daun, warna coklat dengan bentuk bangun garis tidak
beraturan. Habitat : Tumbuh teresterial dan epifit, di tempat terbuka pada ketinggian 130 m dp

12
Nephrolepis falcata (Cav.) C.Chr. (Lomariopsidaceae)

Akar: Serabut. Batang: Tegak dan agak kecil, berimpang Daun: majemuk, duduk anak daun
berhadapanyang letaknya agak berselang-seling, ujung melengkung, tepi rata, panjangnya 6-9
cm, dan lebar 12-16 cm, tangkai daun rapat dan pada permukaan terdapat indumentum yang
berwarna coklat tua Sorus: Letaknya berderet di tepi anak daun bagian bawah, bentuk bulat.
Habitat: Tumbuh teresterial di tempat terbuka pada ketinggian 110 m dpl.Manfaat/Potensi
pemanfaatan: Sebagai tanaman hias dan dikonsumsi sebagai sayuran,

Gambar : Nephrolepis falcata(Cav.) C.Chr.

13
Nephrolepis hirsutula(Forst.f) Pr. (Lomariopsidaceae)

Akar: Serabut menjalar. Batang : Bentuknya rimpang dengan mula-mula menjalar kemudian
tumbuh tegak, warna gelap.Daun: Majemuk, berbulu halus, panjang 30 cm, tangkai daun
berbulu halus, anak daun berjumlah 20-50 helai, panjang 1-4 cm dan lebar 0,5-2 cm, ujung
daunnya semakin ke atas semakin kecil, kedudukan daun berselang-seling, tepi anak daun agak
berombak. Sorus: Terletak di tepi daun bagian bawah daun, bentuk bulat, warna coklat,
berderet. Habitat: Tumbuh teresterial pada tempat terbuka dan ada yang di bawah naungan
dengan ketinggian tempat 230 m dpl.

Gambar : Nephrolepis hirsutula(Forst.f) Pr

Orthioptheris sp. (Dennstaedtiaceae)

Akar: Akar serabut. Batang: Tegak, permukaan batang berbulu dan warna coklat. Daun: Warna
hijau, merupakan daun majemuk dengan bentuk elliptical, kedudukannya mengelompok pada
batang, panjang daun mencapai 30 cm, lebar 0,5-2 cm, jumlah daun 2-8 helai, jumlah anak
daun22-50 helai,kedudukan anak daun berselang-seling dengan permukaan halus. Sorus:
Terdapat di bawah daun, bentuk bulat, warna coklat. Habitat: Tumbuh teresterial di bawah
naungan di tepi sungai. Dengan ketinggian tempat tumbuh 170 m dpl.Manfaat/Potensi
pemanfaatan: Sebagai tanaman hias dan dikonsumsi sebagai sayuran.

14
gambar : Orthioptheris sp.

Phymatodes sp. (Polypodiaceae)

Akar: Serabut menjalar. Batang: Rimpang menjalar, bersisik kecil, diameter 0,5-1 cm. Daun:
Berwarna hijau, bentuk menjari, kedudukan daun berpasangan, panjang daun dapat mencapai
40 cm, lebar mencapai 20 cm, permukaan halus, ujung daunnya meruncing. Sorus: Letak sorus
di bawah daun, bergerombol sejajar, warna coklat kekuningan, berbentukbulat. Habitat:
Teresterial dan epifit di bawah naungan dan juga mampu tumbuh di tempat terbuka pada
ketinggian 20-200 m dpl.

Gambar : Phymatodes sp.

15
Pyrrosia sp. (Polypodiaceae)

Akar: Rimpang berserabut. Batang: Rhizome menjalar. Daun : Berwarna hijau, agak tebal,
bentuk daun linear, memiliki tepi daun yang rata, panjang daun 5-15 cm, panjang tangkai 0,5-
2 cm, lebar, 1-2 cm, jumlah daun satu atau lebih, permukaan daun licin. Sorus : Letaknya di
bawah daun, bergerombol pada sebagian daunbagian atas, berwana coklat dengan bentuk sorus
bulat. Habitat: Epifit di bawah naungan, kadang-kadang dijumpaitumbuh pada daerah terbuka.

Gambar : Pyrrosia sp.

Selaginella plana Desv.ex Poir) Hieron. (Selaginellaceae)

Akar : Serabut. Batang : Merayap atau menjalar dengan diameter 0,5 -1 cm, warna coklat
kekuningan dan sedikit beralur. Daun : Warna hijau dengan ukuran kecil (lebih kecil dari
Sellaginela sp1.), duduk daun bersilangan, permukaan daun halus. Sorus : Terdapat pada ujung
terminalia. Habitat : Teresterial di bawah naungan pada ketinggian 158 m dpl. Manfaat/Potensi
pemanfaatan: Oleh masyarakat setempat digunakan sebagai penangkal roh halus dan ular
berbisa.

16
Gambar : Selaginella plana(Desv.ex Poir) Hieron.

Selaginella sp1. (Selaginellaceae)

Akar : Serabut. Batang: Bentuk batangnya menjalar dan sebagian ada yang tegak dengan
diameter 0,5-1 cm, bercabang-cabang menggarpu. Daun : Berwarna hijau, tersusun tidak rapat,
daun kecil menyerupai sisik, agak kasar, tumbuh pada batang yang tersusun dalam garis spiral.
Sorus : Terdapat pada ujung terminalia dan berwarna coklat.Habitat : Teresterial di bawah
naungan pada ketinggian 30-230m dpl.

Gambar : Sellaginela sp1.

17
Sellaginela sp2. (Selaginellaceae)

Akar : Serabut menjalar. Batang : Merayap dan sebagian tegak dengan diameter 0,5 -1 cm,
sedikit beralur, berwarna kuning dan kaku seperti kawat. Daun : Daun lebih halus dan kecil
dari Sellaginela sp2., tersusun rapat. Sorus : Terdapat di ujung terminalia. Habitat : Tempat
teduh dan ada yang di tempat terbuka pada ketinggia 100-200 m dpl.

Gambar : Selaginella sp2

Stenochlaena palustris (Burm.f) Bedd. (Blechnaceae)

Akar: Serabut menjalar. Batang: Bentuknya menjalar, warna hijau kecoklatan, diameter 0,5-1
cm. Daun: Merupakan daun majemuk, warna hijau, bentuk linear dengan masing-masing ujung
mengecil. Sorus: Terletak di bawah daun, bentuk bulat dengan warna coklat. Habitat:
Teresterial di tempat terbuka dan setelah dewasa akan menjalar atau hidup epifit pada
tumbuhan yang berada di sekitarnya.

18
Gambar : Stenochlaena palustris (Burm.f) Bedd

Taenitis blechnoides (Wild.) Sw. (Taenitidaceae)

Akar : Serabut. Batang: Pertumbuhan batangnya tegak, tinggi batang 20-30 cm, wana hijau,
permukaan beralur. Daun : Warna hijau, merupakan daun majemuk, kedudukan daunnya
berpasangan, jumlah daun 2-10 helai, jumlah anak daun 4-12 helai, bentuk anak daunnya linear,
bentuk tepi anak daun agak berombak, permukaan daunnya halus. Sorus: Letaknya di tepi daun,
bentuk memanjangdan berwarna coklat. Habitat: Jenis ini tumbuh teresterial di bawah
naungan.Manfaat/Potensi pemanfaatan: Sebagai tanaman hias.

Gambar : Taenitis blechnoides (Wild.) Sw.

Trichomanes javanicum Blume. (Hymenophyllaceae)

Akar: Rimpang. Batang: Tumbuh tegak sejak muda sampai dewasa, diameter 0,5-1 mm, tinggi
mencapai 25 cm, permukaannya berbulu kasar, warna hitam. Daun: Warna hijau, merupakan

19
daun majemuk, kedudukan daun berselang-seling, anak daun bergerigi tanpa membentuk
banyak belahan, pada anak daun ini sering dijumpai bulu-bulu, daun yang subur mempunyai
belahan daun yang lebih dalam. Sorus: Terdapat pada ujung anak daun yang fertil, bentuknya
seperti tabung atau piala, tebal, agak bersayap dan bagian mulutnya memepat. Habitat:
Teresterial dan epifit di bawah naungan dan daerah berbatu.Manfaat/Potensi pemanfaatan:
Sebagai tanaman hias.

Gambar : Trichomanes javanicum Blume.

Acrostichum aureum Lin.

Acrostichumaureum termasuk famili Pteridacae dan dikenal dengan nama daerah paku laut,
tumbuhan paku ini merupakan paku mangrove karena selalu hidup di hutan mangrove bersama
Tumbuhan mangrove (Tomlinson,1986). A. Aureum sering tumbuh di tanah berlumpur yang
terdapat di tepi parit atau sungai dan umumnya tumbuh di daerah terbuka yang mendapat sinar
matahari langsung. Tumbuhan A. Aureum merupakan tumbuhan yang hidup merumpun.
Rimpang A. Aureum bewarna cokalat kehitaman dan berserabut, daunnya majemuk tersusun
menyirip tunggal berhadapan. Tekstur daunnya tebal dan keras bagian permukaan atas daunnya
licin dan bewarna hijau tua sedangkan bagian bawah daunnya berwarna hijau muda. Ujung
daun A. Aureum runcing , tepinya rata, pangkalnya runcing, daunnya dari daun fertil dan daun
steril. Daun fertile terdapat dibagian atas ental. Biasanya 6 – 7 daun teratas masih merupakan
daun fertil dan dibawanya merupakan daun steril. Sporangiumnya berwarna coklat muda,
tersebar diseluruh bagian permukaan bawah daun sehingga bagian permukaan bawah daun
terlihat bewarna coklat. Sporangium ditutupi bulu – bulu halus yang terdapat di permukaan
bawah daun fertil. Daun fertil dan daun steril mempunyai bentuk yang sama, namun daun fertil
berukuran lebih kecil. Tumbuhan mudahnya bewarna coklat kemerahan.

20
Vittaria elongata Sw.

V. elongata termasuk dalam famili Pteridaceae dan dikenal dengan nama daerah paku panjang.
V. elongata ditemukan di hutan kerangas dan rawa. Paku ini menumpang pada pohon-pohon
yang tinggi dan menyukai tempat yang lembab dan teduh dengan pencahayaan matahari yang
kurang. paku ini mempunyai akar dan tumbuh menjalar. Akarnya tumbuh daun-daun yang
jaraknya saling berdekatan sehingga membentuk sesuatu kelompok atau bergerombol. Serabut
pada akarnya tumbuh rapat dan ujung serabut tersebut seperti rambut yang warnanya coklat
kehitaman. Jenis ini mempunyai daun panjang, tunggal dan berdaging berwarna hijau tua. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Sunarmi dan Sarwono (2014) bahwa V. elongata mempunyai
rimpang panjang menjalar. Daun memanjang tunggal dan berdaging. Hidup sebagai epifit.

Pyrrosia nummularifolia Sw.

P. nummularifolia dikenal dengan nama daerah paku duditan. P. nummularifolia ditemukan


di hutan kerangas dan rawa, menempel pada batang-batang pohon dan batu-batu. Hidup di
tempat-tempat terbuka yang mendapat sinar matahari langsung dan teduh dengan pencahayaan
matahari yang kurang. Akarnya menjalar panjang berwarna kecoklatan. Bentuk daunnya bulat
dan berdaging dengan warna hijau pada bagian adaksialnya, sedangkan bagian abaksialnya
berwarna hujau muda. Tepi daunnya rata. Permukaan bagian atas daun dan bagian bawahnya
berbulu. Sporangium terletak di permukaan bagian bawah dan biasanya ditutupi oleh bulu-bulu
yang tebal. Menurut Suryana (2016) bahwa P. nummularifolia menempel pada dahan atau
ranting-ranting pohon yang sudah tua. Rimpangnya menjalar berwarna merah kecoklatan.
Daun berbentuk bundar sampai bundar telur dengan permukaan bagian atas agak berbulu dan
bagian bawah berbulu tebal.

Lycopodium cernuum L.

L. cernuum dikenal dengan nama daerah paku kawat. Tumbuhan ini ditemukan di hutan
kerangas, rawa dan gambut. Mempunyai akar berwarna putih ke abu-abuan. Batang kecil dan
kaku seperti kawat. Batang tersebut bercabang-cabang tidak beraturan, daunnya kecil dan
tumbuh rapat menutupi batang. Batang bercabang dikotom dan tubuh tegak. Bagian pangkal
batang lurus tidak bercabang, sedangkan bagian atas batang bercabang banyak. Daun tidak
bertangkai, tersusun mengelilingi batang dalam bentuk spiral atau tersusun rapat tak beraturan.
Daunnya kecil seperti jarum, tumbuh tegak dan tersebar merata disepanjang batang dan cabang.
Daun tersusun rapat, sedangkan daun yang terdapat pada batang biasanya berukuran lebih
panjang, tersusun lebih jarang. Daun-daun subur tersusun dalam bulir yang disebut strobilus.

21
Strobilus tumbuh pada akhir percabangan. Strobilus yang masih muda berwarna putih dan
ujungnya berwarna hujau muda, sedangkan strobilus yang sudah tua berwarna putih
kekuningan. Menurut Suryana (2017) L. cernuum dikenal dengan sebutan paku kawat karena
batangnya kecil menjalar, kaku seperti kawat berwarna hijau kekuningan. Bagian ujung
cabangnya sering mengeluarkan akar dan membentuk tumbuhan. Daunnya halus seperti jarum,
tumbuh tegak dan tersebar merata disepanjang batang dan cabang.

Histiopteris incisa (Thunb.) J.Sm.

H. incisa dikenal dengan nama daerah paku tulang. Tumbuh ini ditemukan di hutan kerangas
dan gambut di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari langsung. Paku ini mempunyai
rimpang yang besar, berwarna hitam dan serabut akar yang tersebar di sepanjang rimpang.
Batangnya tegak, berwarna kuningan kecoklatan, berbentuk bulat, mengkilap dan ditutupi
rambut halus disepanjang batang. Daun mempunyai bentuk, ukuran dan susunan yang berbeda-
beda. Umumnya daun tersusun majemuk menyirip ganda tiga (tripinnatus). Daun berwarna
hijau tua, bertekstur kasar dan kaku. Pina berhadapan dan mempunyai jarak yang sama.
Sporangium terletak pada bagian abaksial daun. Tumbuhan muda yang menggulung dapat
keluar dari akar atau berada pada ujung batang dari tumbuhan dewasa. Daun muda yang
menggulung berwarna hijau muda keputihan dan ditutupi oleh rambut-rambut halus berwarna
putih. H. Incisa mempunyai rimpang yang besar dan melekat kuat dalam tanah. Batang tegak
berwarna kuning. Daun tripinnatus dengan sporangium yang terletak tak beraturan.

Drynaria sparsisora Moore.

D. sparsisora termasuk dalam famili Polypodiaceae dan dikenal dengan nama daerah paku
langlayang. Tumbuhan ini ditemukan di hutan kerangas dan rawa. Mempunyai rimpang keras
yang kecil dan ditutupi oleh serabut yang pendek berwarna hitam. Bagian adaksial daun
tumbuhan paku ini berwarna hijau tua, sedangkan bagian abaksialnya berwarna hijau muda.
Daun penyanggah atau daun sterilnya pendek dan melebar dibagian tengah dan lebih tipis dari
daun kepala tupai. Tepi daun fertilnya berbagi. Sporangiumnya kecil-kecil terletak diantara
anak tulang daun fertil dan tersebar tak beraturan. Sastrapradja dkk (2015) menyatakan bahwa
D. sparsisora hidup epifit didaerah yang terbuka. Rimpang pendek dan keras. Sporangium
diantara tulang daun dan tersebar tak beraturan.

22
Diplazium esculentum Swartz.

D. esculentum dikenal dengan nama daerah paku sayur karena jenis tumbuhan paku ini dapat
dikonsumsi. Tumbuhan ini mempunyai sinonim Anisogonium esculentum Presl, D.
malabaricum Spreng dan Athyrium esculentum Copel. D. esculentum ditemukan di hutan
kerangas dan rawa. Umumnya hidup di tempat terbuka yang mendapat sinar matahari langsung
dan teduh dengan pencahayaan matahari yang kurang. Tumbuhan ini mempunyai akar
berwarna hitam dan berserabut banyak. Batangnya berbentuk bulat, berwarna kuning. Tepi
daun bergerigi dan berwarna hijau tua. Pina (anak daun) yang paling atas mempunyai ujung
yang runcing. Kedua permukaan daun licin. Sporangium tersusun di bagian abaksial daun.
Tumbuhan ini mempunyai daun muda yang berwarna hijau. D. esculentum mempunyai akar
yang berwarna hitam dengan batang yang beralur. Daun berwarna hijau tua dan bertekstur tipis.
Sporangium berwarna coklat terletak dibagian abaksial daun.

Adiantum latifolium Lam.

A. latifolium termasuk famili pteridaceae dan dikenal dengan nama daerah paku tali. Tumbuhan
paku ini dtemukan di hutan keranggas dan tumbuh ditempat tempat terbuka dan mendapat sinar
matahari langsung. A. Latifoluim mempunyai akar serabut yang berwarna cokelat. Paku ini
mempunyai batang yang bulat dan permukaan licin berwarna cokelat. Berdaun majemuk anak
pina ( anak daun kecil ). Daun berwarna hijau muda dengan tekstur daun tipis dan keras. A.
Latifolium mempunyai akar serabut tumbuh dari rhizoma yang berwarna cokelat. Batangnya
bulat panjang dengan permukaan halus. Daun berwarna kecokelatan. Tepi daun bagian bawah
rata, dibagian atasnya berlekuk –lekuk dengan tekstur dan daun tipis dan keras.

Davallia denticulata ( Brum ) Mett.

D. denticulata termasuk famili Davalliaceae dan dikenal dengan nama daerah paku tertutup.
Tumbuhan paku ini ditemukan di hutan kerangas dan rawa, menempel atau menumpang pada
batang-batang pohon di tempat yang lembab dan teduh dengan pencahayaan matahari yang
kurang. Tumbuhan ini mempunyai rimpang kuat, berdaging dan menjalar yang berwarna
coklat, di bagian bawah rimpang terdapat akar-akar halus yang menempel. Batangnya bulat
dengan permukaan licin dan berkayu berwarna coklat kehijauan. Daun tumbuhan ini berwarna
hijau terang dengan permukaan daun licin mengkilat dan mempunyai tekstur daun seperti
kertas. Tumbuhan ini mempunyai tepi daun yang bergerigi. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Sunarmi dan Sarwono (2015), D. denticulate memiliki rimpang kuat dan batang yang berwarna

23
coklat. Daun kaku dan kuat dengan permukaan daun licin dan mengkilat sehingga mudah
terlihat.

Drynaria quercifolia (Linnaeus) Smith.

D. quercifolia dikenal dengan nama daerah daun kepala tupai. Tumbuhan ini mempunyai
sinonim Polypodium quercifolium L. dan Phymatodes quercifolia C. Presl (Hartini, 2015).
Dalam penelitian tumbuhan ini ditemukan di hutan kerangas dan rawa, hidup tempat yang
lembab dan teduh dengan pencahayaan matahari yang kurang. Jenis ini mempunyai rimpang
yang besar dan menjalar. Rimpang ini ditutupi oleh serabut yang halus yang berwarna coklat.
Daun yang besar dengan tepi daun bercangap Bagian adaksial berwarna hijau dengan
permukaan yang licin dan tekstur daun seperti kertas. Paku ini mempunyai daun penyanggah
lebih atau dikenal daun steril dengan bentuk melebar dan tepi daun yang berlekuk-lekuk.
Sporangium terdapat pada bagian abaksial daun fertil dan tersebar tidak teratur. Hartini (2015)
mengatakan bahwa D. quercifolia merupakan tumbuhan epifit yang terdapat dipohon dan
menyukai tempat yang lembab. Rimpang besar dan menjalar. Memiliki daun yang panjang
mencapai 1 m dengan tepi mencangap. Daun penyanggah lebar dengan tepi berlekuk dan
sporangium terletak tak beraturan.

Elaphoglossum callifalium (BI.) Moore.

E. callifalium termasuk famili Dryopteridaceae dan dikenal dengan nama daerah paku babaro.
E. callifalium ditemukan di rawa. Tumbuhan ini hidupnya berumpun dan tumbuh pada tanah-
tanah berlumpur atau berair, baik di tempat terlindung maupun di tempat terbuka yamg
mendapat sinar matahari langsung. Akar yang berwarna coklat. Daun tunggal, bagian adaksial
daun berwarna hijau tua, dengan permukaan daun licin dan bertekstur tipis, sedangkan bagian
abaksial berwarna lebih muda. Ujung daun runcing dan tepinya rata. E. callifalium hidup
berumput dan memiliki akar berwarna coklat. Daun tunggal berwarna hijau dan bertekstur tipis.

Nephrolepis bisserata (Sw.) Schott.

N. bisserata dikenal dengan nama daerah paku uban. Paku uban (N. biserrata) ditemukan di
hutan kerangas, rawa dan gambut. Tumbuh merumpun, akarnya berwarna coklat tua. Batang
berwarna hijau kecoklatan dan tumbuh tegak. Batang ditutupi oleh sejumlah rambut halus
berwarna coklat muda yang tersebar jarang di sepanjang batang, namun semakin dekat akar,
rambut pada batang semakin banyak, warnanya lebih gelap dan ukurannya lebih panjang. Daun
berwarna hijau terang. Kedua permukaan daun mempunyai warna dan tekstur yang sama,

24
keduanya ditutupi oleh rambut halus berwarna terang yang tersebar merata diseluruh
permukaan daun. Mempunyai daun majemuk dengan pina yang kecil. Pina tersusun rapat dan
tersebar di sepanjang batang. Pina mempunyai ujung yang runcing. Tumbuhan muda yang
masih muda menggulung berwarna hijau muda dan seluruh permukaannya ditutupi oleh
rambutrambut halus berwarna putih. Sporangium terdapat dibagian abaksial daun yang terletak
di tepi daun. N. bisserata memiliki akar rimpang yang menyerupai akar tunjang. Daun tersusun
rapat dengan tepi berombak. Daun yang letaknya diatas lebih kecil. Sporangium terdapat pada
bagian bawah daun.

Selaginella intermedia (BI.) Spring.

S. intermedia dikenal dengan nama daerah paku rane halus. Tumbuhan ini ditemukan di hutan
kerangas. Hidup merayap di lereng-lereng bukit di tanah yang lembab dan teduh serta tidak
mendapat sinar matahari secara langsung. Akar berwarna coklat kehitaman. Batangnya
merayap berwarna coklat tua. Batang ditutupi oleh daun-daun kecil yang tersusun dalam 4 baris
dan berhadapan. Dua baris terletak di bagian depan batang, berbentuk seperti sisik berwarna
hijau. Pada bagian basal batang, daun berwarna coklat muda, ukurannya lebih kecil dan
tersusun lebih rapat. Batang yang mempunyai cabang yang banyak dan tak beraturan. Daun tak
bertangkai, berwarna hijau tua, tersebar merata di seluruh bagian batang dan tersusun menyirip.
Ujung daun berwarna hijau keputihan. Bagian abaksial daun berwarna hijau muda. Sporangium
terkumpul dalam bentuk strobilus yang terletak diujung batang atau cabang, berwarna hijau
dengan ujung yang lancip. S. intermedia mempunyai akar berwarna coklat kehitaman. Batang
merayap berbentuk bulat kecil berwana coklat, dengan cabang yang tak beraturan. Daun
berukuran kecil berwana hijau dengan sporangium berbentuk strobilus yang terletak diujung
cabang.

25
 Klasifikasi tumbuhan paku

GAMBAR SPESIES FAMILI KLASIFIKASI

Syngramma Adiantacea Kingdom : Plantae


e Subphylum : Pteridophytina
Infraphylum : Filices
Class : Filicopsida
Order : Filicales
Family : Adiantaceae
Genus : Syngramma

Asplenium sp Aspleniace Kerajaan : Plantae


ae Divisio : Pteridophyta
Kelas : Pteropsida
Bangsa : Filicinae
Suku : Aspleniaceae
Marga : Asplenium
Jenis : Asplenium sp.

Diplazium Athyriacea Kerajaan : Plantae


esculentum,sp e Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Athyriales
Famili : Athyriaceae
Genus : Diplazium
Spesies : Diplazium Esculentum

Blechnun Blechnecea Kerajaan : Plantae


capences(L) e Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Polypodiales
Famili : Blechneceae
Genus : Blechnun
Spesies : Blechnun Capences

26
Davalia denculata Davalliacea Kerajaan : Plantae
e Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Polypodiales
Famili : Davaliacea
Genus : Davalia
Spesies : Davalia Denculata

Dipteris conjugata Dipteridace Kingdom : Plantae


Reinw ae Subphylum : Pteridophytina
Infraphylum : Filices
Class : Filicopsida
Order : Filicales
Family : Dipteridaceae
Genus : Dipteris
Spesies : Dipteris sp Conjugate

Gleichenia hispida Gleichenida Kerajaan : Plantae


Mett.ex Kuhn ce Divisi : Pteridophyta
ae Kelas : Pteridopsida
Ordo : Filicales
Famili : Gleichenidaceae
Genus : Gleichenia
Spesies : Gleichenia Hispida

2.2 Siklus Hidup Tumbuhan Paku

Siklus hidup tumbuhan paku meliputi dua fase yaitu fase gemetofit dan fase sporotif.
Tumbuhan paku mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) antara dua generasi tersebut.
Fase gemetofit pada tumbuhan paku berupa protalium sedangkan fase sporotifnya merupakan

27
tumbuhan paku itu sendiri. Pada siklus hidup tumbuhan paku, fase yang paling dominan adalah
fase sporotif dibandingkan dengan fase gametofit.

Fase pembentukan spora dalam daur hidup tumbuhan paku disebut dengan generasi sporotif
dan fase pembentukan gamet disebut generasi gametofit. Berdsarkan jenis sporanya, tumbuhan
paku dibedakan menjadi tumbuhan paku homospora, heterospora dan peralihan antara
homospora heterospora. Tumbuhan paku homospora menghasilkan spora engan ukuran sama
yang tidak sapat dibedakan antara spora jantan dan betina, misalnya Lycopodium sp. (paku
kawat). Tumbuhan paku heterospora menghasilkan spora berbeda ukuran. Spora jantan
berukuran kecil disebut mikrospora dan spora betina ukurannya besar disebut makrospora,
misalya Selaginella sp. Tumbuhan oaku peralihan menghasilkan spora jantan dan betina yang
sama ukurannya, misalnya Equisetum debile (paku ekor kuda). Mrsilea sp (semanggi)

SPORA PADA TUMBUHAN PAKU

Tipe spora pada tumbhan paku secara umum dibedakan mnjadi dua tipe yaitu monolote
(membulat seperti kacang) dan trilete. Spora monolete mempunyai garis tunggal yang

28
mengindikasikan bekas luka saat induk sporanya pecah dan terpisan menjasi 4 sel reproduktif
sekitar axis vertical. Pada spora tritele, induk sporanya memecah menjadi empat sel reproduktif
yang saling berhubungan pada satu titik. Saat spora tritele terpisah masing-masing spora
meninggalkan tiga jenis garis yang menyebar kutub tengahnya. Spora tritele dianggap sebagai
tipe spora terdauhulu yang di temukan pada permulaan ditemukannya fosil dan merupakn spora
dominan pada tumbuhan paku yang tergolong dalam anggota family paku premitif.

Spora mempunyai dua lapis pelindung, yaitu lapisan dalam (intin) dan lapisan terluar (eksin) .
beberapa spora dilaspisi penutup disebelah luar eksin yaitu perispora. Perispora merupakan
derivat dari periplasma yang mengelilingi spora. Perispora dapat berornamen menyerupai
gundukan seperti pegunungan, berserat (spin), terdapat tonjolan kecil (wart) atau balon seperti
sayap.

Tipe ornamentasi eksin dibedakan berdasarkan ukuran, bentuk, dan susunan unsur
ornamentasinya. Tipe Ornamentasi dibagi menjadi 12 macam yaitu Psilate, Perforate,
Foveolate, Scabrate, Verrucate, Gemmate, Clavate, Pillate, Echinate, Regulate, Striate dan
Reticulate.

Tipe Psilate merupakan oranmentasi eksin dengan seluruh permukaan halu, rata dan licin.
Tipe Perforate memiliki ciri permukaan berlubang, dan ukuran lubangnya kurang dari 1µm
sedangkan tipe Foveolate permukaan berlubang dengan ukuran lubangnya mencapai lebih
dari 1µm. tipe Scabrate unsur ornamentasi terbentuk isodiametric dan ukurannya tidak leih
besar dari 1µm Verrucate unsur ornamentasi berbentuk isodiametric dan tingginya lebih dari
1µm. tipe Gemmate ukurannya lebh besar 1µm. tipe Clavate berbentuk seperti tangkai, bagian
dasar menyempit, dan ukuran tinggi lebih besar dari ukuran lebarnya. tipe Pillate terbentuk
seperti clavate, namun pada bagian apikalnya mengembung. tipe Echinate berbentuk seperti
duri. tipe Regulate unsur ornamentasi memanjang horizontal dengan pola tidak beraturan
sedangkan tipe Striate susunannya sejajar antara satu dengan yang lain. Tipe Reticulate.
Mempunyai unsur ornamentasi membentuk pola seperti jala.

29
2.3 Manfaat dari tumbuhan paku

Nama tumbuhan paku manfaat


Asplenium macrophyllum Sw.
Sebagai tanaman hias.
(Aspleniaceae)
Asplenium nidus Linn. (Aspleniaceae)
Sebagai tanaman hias

Asplenium sphatulinum Hill.


(Aspleniaceae) Sebagai tanaman hias

Bolbitis sp. (Dryopteridaceae)


Sebagai tanaman hias

Cyathea contaminans (Hook) Copel.


(Cyatheaceae) Sebagai tanaman hias

Nephrolepis falcata (Cav.) C.Chr. Sebagai tanaman hias dan dikonsumsi


(Lomariopsidaceae) sebagai sayuran,

Sebagai tanaman hias dan dikonsumsi


Orthioptheris sp. (Dennstaedtiaceae)
sebagai sayuran,

Selaginella plana Desv.ex Poir) Hieron. sebagai penangkal roh halus dan ular
(Selaginellaceae) berbisa.

Taenitis blechnoides (Wild.) Sw.


(Taenitidaceae) Sebagai tanaman hias

Trichomanes javanicum Blume.


(Hymenophyllaceae) Sebagai tanaman hias

30
 manfaat lain tumbuhan paku:

1. Sebagai tanaman hias. Jenis tumbuhan paku yang dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
hias seperti selaginela, platycerium, adiantum dan asplenium.
2. Sebagai pupuk hijau. Salah satu jenis yang dapat digunakan adalah Azolla Finnata yang
di simbiosiskan dengan Anabaena Axolla.
3. Bahan pembuat obat. Tumbuhan paku menjadi bahan dasar campuran dari berbagai
macam racikan obat-obatan, seperti Lycopodium Clavatum dan juga Aspidium
Filixmas.
4. Sebagai sayuran. Tumbuhan paku yang dapat dimanfaatkan sebagai sayuran adalah
jenis daun semanggi atau Marsilia Crenata dan daun pakis atau Preridium Aquilinum.
5. Sebagai pelindung tanaman. Gleichenia linearis adalah jenis tumbuhan paku yang bisa
difungsikan sebagai pelindung tanaman lain.
6. Sebagai bahan pembersih dan penggosok. Tumbuhan paku ekor kuda dengan
kandungan silikondioksida berfungsi sebagai bahan penggosok serta pembersih.
7. Bahan tambang bangunan. Adalah tumbuhan paku yang sudah terkubur cukup lama.
Semua itu akan berubah menjadi bahan tambang seperti batu bara.
8. Keperluan sehari-hari. Manfaat tumbuhan paku yang terakhir ini dapat digunakan
sebagai hiasan dekorasi, karangan bunga, pengepak sayuran dan buah-buahan bahkan
sebagai bahan pengisi bahan kasur.

2.4 penelitian terhadap tumbuhan paku

 Aspek Ekologi tumbuhan Paku

Berdasarkan hasil survey bahwa tumbuhan paku Diplazium esculentum swartz ditemui paling
banyak di tepi sungai secara berkelompok dan mnyebar pada areal-areal terbuka. Beberapa
tumbuhan lain yang dijumpai tumbuhan lain, yang dijumpai tumbuh bersama-sama dengan
tumbuhan paku adalah Hedyotis, Paspalum sp, Ipomea sp, Achyrenhes, lygodium sp,
Eupatrium, dan Odorum L. Secara ekologi penelitian Parnawati (2014) melaporkan bahwa
tumbuhan paku D. Esculentum ditemukan di hutan kerangas dan rawa umumnya hidup di
tempat terbuka dan mendapat sinar matahari langsung. Secara rinci ditinjau dari beberapa aspek
ekologi tumbuhan paku.

31
Kerapatan Tumbuhan Paku

Hasil analisis kerapatan masing-masing petak disajikan pada tabel 1. Dari tabel 1 terlihat bahwa
masing-masing petak memiliki kerapatan yang berbeda. Hal ini diduga bahwa setiap petak
memiliki kondisi habitat yang berbeda atau adanya persaingan dari tumuhan lain. Sehingga
tumbuhan paku tumuh dengan rapat pada daerah yang terbuka kerapatan lebih tinggi.
sedangkan pada daerah yang agak tertutupi oleh tumbuhan lain maka kerapatannya menurun.
Secara rinci kerapatan masing-masing petak dapat disajikan pada tabel 1.

Tabel 1 terlihat bahwa kerapatan tumbuhan paku bervariasi antara 6-17 individu/m2. Kerapatan
tertinggi terdapat pada petak 26. Sedangkan kerapatan yang terendah terdapat pada petak 1.
Secara keseluruhan petak rata-rata adalah seesar 11.400 individu/ha. Berdasrkan penelitian
yang dilakukan Daryanti (2009) di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kaupaten Karo
menyebutkan jumlah tumbuhan paku di hutan alam mencapai 63 individu/225 m2 total
kerapatan mencapai 933 individu/ha. Secara ekologi tumbuhan paku adalah tumbuhan pioner
yang membutuhkan cahaya banyak, tumbuh pada daerah terbuka dan memiliki respon terhadap
perubahan cahaya berkembang dengan spora. Hasil survey diduga ada faktor lain seperti
kegiatan penebangan, pemburuan, nelayan, dan ditepi sungan digenangi banjir hal tersebut

32
menyebabkan jumlah jenis yang ditemui satuan areal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Arijiani et al.2006) melaporkan bahwa perbedaan nilai kerapatan masing-masing jenis
disebabkan karena adanya perbedaan kemampuan reproduksi, penyebaran dan daya adaptasi
terhadap lingkungan.

1. Frekuensi tumbuhan lain.

Frekuensi menunjukkan bahwa sering tidaknya suatu jenis tumuhan lain yang erasosiasi
dengan tumbuhan paku. Frekuensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah erapa seiringnya
jenis yang terdapat tumbuh bersama-sama dengan tumbuhan tumbuhan paku sering ditemui
dengan tumbuhan paku yang didapatkan dalam suatu petak contoh secara garis vertikal.

Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat 7 jenis yang berasosiasi dengan tumbuhan paku Hedyotis
carombosa L, Paspalum sp, Ipomea sp, Archyrenhes, lygodium sp, Eupatrium, dan Odorum L.
Jenis yang paling anyak erasosiasi adalah Hedyotis cormbosa L seesar 50% diikuti dengan
Lygodium sp 21.50%. Sedangkan jenis yang terendah terdapat pada paspalum sp sebesar
1.50%.

33
1. Produktivitas Tumbuhan Paku.

Produktivitas menunjukkan jumlah panen (crop) tumbuhan paku yang dimanfaatkan yaitu
pucuk daun muda. Pola produktivitas tumbuhan paku menunjukkan peningkatan seiring
dengan meningkatnya frekuensi pemanenan. Hal ini disebabkan karena tumbuhan pengganggu
pada tahap pemanenan oleh petani diinjak dan dibenamkan sehingga yang tertinggal adalah
tumbuhan paku. Dengan teknik pemanenan ini, tumbuhan paku mendapat peluang yang besar
untuk mendapat cahaya sehingga produktivitasnya meningkat.

Hasil pengukuran produktivitas didapatkan ahwa produktivitas tumbuhan paku yang dipanen
secara tradisional sebesar 1,08 kg/0,012 ha/hari. Pemanenan secara tradisional meningkatkan
produktivitas. Hal ini disebabkan karena tumbuhan sisipan yang ada disekitar tumbuhan paku
maupun tumbuhan paku maupun tumbuhan paku itu sendiri diinjak-injak sehingga
memberikan kesempatan tumbuhan paku untuk mendapatkan cahaya. Tumbuhan paku
merupakan tumbuhan pioner yang membutuhkan cahaya banyak, tumbuhan pada daerah-
daerah terbuka dan memiliki respon terhadap perubahan cahaya berkembang dengan spora
Tjiospormo (1986).

A. Karateristi k Responden

Karateristik sosial ekonomi responden di kampung Ayawasi Dsitrik Aifat Utara Kabupaten
Maybrat mencakup tingkat umur, pendidikan yang berkaitan dengan luas lahan, cara panen,
dan distribusi pendapatan petani dapat uraian sebagai berikut :

1. Umur

Umur sangat mempengaruhi kemampuan fisik maupun non fisik seseorang dalam melakukan
kegiatan pemanenan. Umur seseorang dapat mempengaruhi pola pikir atau kemampuan tingkat
kerja seseorang. Deskripsi umur responden dapat dilihat pada Tabel

34
Tabel 3 menunjukkan bahwa pengaruh umur anggota kelompok terhadap pemanenan
tumbuhan paku rata-rata berumur 31-50 tahun sebanyak 14 orang (50%). Hal ini dikarenakan
setiap umur bertambah satu tahun maka kebutuhan hidup semkin meningkat yang artinya orang
yang telah berkeluarga kebutuhan hidupnya semakin meningkat misalnya membiayai
pendidikan sekolah, bahkan untuk kecukupan kebutuhan rumah tangga. Berdasarkan Depkes
RI (2009) pada rentang umur tersebut termasuk kategori dewasa, yang artinya memiliki tingkat
produktif aktivitas kerja masih tinggi. suatu hal yang menarik dari data hasil wawancara bahwa
terdapat 11% petani yang sudah tergolong pada usia lanjut yaitu berumur 51 tahun namun
masih beraktivitas dalam melakukan pemanenan tumbuhan paku.

2. Distribusi tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan indikator pembangunan sumberdaya manusia suatu wilayah dalam


knteks pengembangan sistem usaha petani tumbuhan, paku status pendidikan menjadi potensi
dasar untuk program pemberdayaan petani karena akan menentukan cepat atau lambatnya
proses adopsi teknologi pemanenan tumbuhan paku keberlangsungannya. Deskripsi tingkat
pendidikan dapat disajikan pada tabel 4.

35
Tabel 4 menunjukkan bahwa hasil survey bahwa rata-rata responden yang memanfaatkan
tumbuhan paku di Kampung Ayawasi Distrik Aifat Utara Kabupaten Maybrat sebagai sumber
pendapatan rata-rata tingkat pendidikan formal adalah sekolah menengah atas (SMA) sebanyak
11 orang rata-rata (39%) responden. Secara ekonomi Mardikanto (1993) melaporkan bahwa
rendahnya pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir dalam menerima pendapatan, yang
artinya tingkat pendidikan SMA mudah menerima informasi dibandingkan responden
pendidikan SD dan SLTP. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang maka semakin mudah
menerima masukan dan saran dalam memanfatkan tumbuhan paku sebagai sumber pendapatan.
Hasil wawancara diperoleh informasi bahwa petani memperoleh hasil pendapatan selain
menjual tumbuhan paku ada juga kegiatan usaha tambahan yang meliputi berkebun, berburu,
maupun kebutuhan hasil alam lainnya. Kepemilikan lahan adalah milik bersama dengan cara
meramu, merakit, berburu dan berkebun. Terkait keterikat persaudaran dari nenek moyang
hingga saat ini. Penelitian Jhonsz (2003) melaporkan bahwa sistem pemilikan tanah, dusun ,
hutan kayu secara komunal, yaitu hak milik Klen. Sedangkan hak pakai adalah siapa saja dalam
suku Sebyar boleh memanfaatkan tanah atau hasilnya.

Menurut hasil survey bahwa masyarakat Ayawasi secara turun-temurun keterikatan


kekerabatan tali persaudaran, pola kehidupan ekonomi dan tindakan-tindakan sosial yang
melembaga kehidupan sehari-hari hingga saat ini terjalin dengan baik. Selain itu perkawinan
antar warga setempat dengan tujuan membangun hubungan keluarga salah satunya adalah
dilihat dari kerja sama dalam melakukan aktivitas pemanenan. Berdasarkan hasil survey bahwa
pola pikir masyarakat yang belum dibentuk sehingga pemanenan taradisional secara terus-
menerus dilakukan hal ini akan mengakibatkan produktivitas tumbuhan paku suplai punah,
secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap nilai ekonomi masyarakat. Hasil wawancara

36
diperoleh informasi bahwa kepemilikan lahan petani bertempat di kawasan mesuf memiliki
kisaran luas lahan antara 0 25 – 2 hektar dan 1 3 hektar. Secara ekonomi pengelolaan
pendapatan meningkat perlu dikembangkan dengan berkelompok, yang telah memperhatikan
proses tumbuhan paku yang dapat mengkombinasikan faktor–faktor efisiensi biaya sehingga
pendapatan yang signifikan. (Mubyarto, 1989).

Hasil survey dilapangan menunjukkan bahwa aktivitas pemanenan tumbuhan paku dilakukan
oleh petani itu sendiri bahkan melibatkan anggota keluarga adalah dengan cara dipetik pucuk.
Waktu pemanenan berlangsung pada pagi hari hingga sore hari yang dilakukan secara bertahap
dalam selang waktu 3hari per minggu. Petani memperoleh hasil panen mencapai kisaran antara
30 - 36 ikat/hari. Setelah dipanen tumbuhan paku dimasukkan kedalam noken dan diangkut
dengan berjalan kaki ±2 jam lamanya dalam perjalanan atau ± 8 km, (tergantung ketersediaan
kendaraan). Kemudian tumbuhan paku diikat kecil-kecil (+ segenggam telapak tangan orang
dewasa) atau 1kg. Harga jual tumbuhan paku per ikat adalah sebesar Rp. 10.000,00. Namun
terkadang belum sampai dipasar, tumbuhan paku telah terjual habis karena melewati beberapa
kampung yang berdekatan dengan jalan. Pemanenan tumbuhan paku bagi masyarakat Ayawasi
adalah aktivitas ekonomi tradisional yang diduga bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat
pemanenan tumbuhan paku dipengaruhi oleh kebiasaan turun temurun, ketersediaan tumbuhan
paku dan juga dorongan ekonomi, dimana makin tinggi dorongan ekonomi di lingkungan
sekitar semakin besar kemungkinan untuk pemenanenan tumbuhan paku sebagai alternatif
pemenuhan ekonomi. Peluang-peluang ekonomi yang ada juga mempengaruhi pemungutan
tumbuhan paku, karena semakin tinggi permintaan akan hasil tumbuhan paku semakin tinggi
juga eksploitasi terhadap tumbuhan paku itu sendiri.

3. Kontruksi ekonomi dan pendapatan tumbuhan Paku.

Salah satu gejala ekonomi yang sangat penting yang berhubungan dengan perilaku petani
sebagai produsen terhadap kebutuhan pokok adalah pendapatan.

37
Pendapatan

Hasil pendapatan menunjukkan bahwa besarnya pendapatan tumbuhan paku tergantung pada
jumlah produksi tumbuhan paku yang dipanen ditingkat pembeli dengan harga jual ditingkat
masyarakat. Oleh karena itu, besarnya pendapatan tumbuhan paku tergantung pada jumlah
produksi tumbuhan paku dan harga yang berlaku sesuai ketentuan masyarakat. Hasil
perhatingan produktivitas tumbuhan paku dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa produktivitas tumbuhan paku pada tahap panen 1, 2, 3, 4, dan 5
terhadap penerimaan yang beragam dalam satu bulan. Produksivitas pada tahap 5 lebih besar
bila dibandingkan pada tahap 1, yaitu sebesar Rp 170.000,00/bulan. Secara keseluruhan total
penerimaan sebesar Rp 530,000/bulan adalah 106 sekali panen per bulan. Rendahnya
keuntungan pada tahap 1 disebabkan karena tumbuhan yang lain tumbuh bersama-sama dengan
tumbuhan paku semakin besar naungannya sehingga cahaya matahari terhalang masuk dan
tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hal lain yang menyebabkan mutu produksi tumbuhan
paku rendah adalah tidak tepatnya saat panen yang dilakukan. Umumnya panen yang dilakukan
lebih awal akan menyebabkan hasil produksi lebih sedikit sedangkan pada panen yang tertunda
menyebabkan pucuk tumbuhan paku akan tua sehingga kurang disukai konsumen.

Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumah Tangga

Hasil analisis kontribusi terhadap pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari sumber
kegiatan hasil usaha tumbuhan paku maupun dari berbagai sumber pendapatan rumah tangga
petani dapat disajikan pada Tabel 6. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa sumber pendapatan

38
yang diperoleh petani dalam 1 bulan baik tumbuhan paku maupun kebutuhan hasil lainnya
masing-masing pendapatan yang diperoleh berbeda-beda. Pendapatan yang terbesar terdapat
pada hasil pendapatan tumbuhan paku. Hal ini karena tumbuhan paku merupakan kebutuhan
pokok petani. Sedangkan sumber pendapatan selain tumbuhan paku merupakan kegiatan usaha
sampingan nilai kontribusi terkecil. Sumber pendapatan yang diperoleh dari tumbuhan paku
tidak diperhitungkan biaya produksi karena pendapatan yang diperoleh petani adalah
kebutuhan finansial dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga petani. Secara rinci analisis
nilai kontribusi pendapatan tumbuhan paku maupun pendapatan dari kegiatan usaha lainnya
secara jelas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani dihasilkan dari tumbuhan paku
maupun pendapatan dari luar usaha petani antara lain dagang, berkebun, pengerajin, dan lain
sebagainya. Bila dilihat dari keseluruhan jumlah pendapatan, sumbangan pendapatan dari
usaha petani terhadap total pendapatan yang diterima sebesar 1190.72%. Hal ini disebabkan
karena semua petani berperan aktif, dalam memperoleh pendapatan. Menurut Kasryno dan
Faisal (1993) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa sumber pendapatan keluarga petani
dapat dikelompokkan menjadi pendapatan dari usaha petani, dan non usaha petani.
Berdasarkan hasil survey bahwa tumbuhan paku merupakan salah satu kebutuhan pokok
sedangkan kegiatan usaha lainnya merupakan kegiatan usaha tambahan misalkan pedagang
dengan menjual sembakau di kios dengan harga yang jauh cukup tinggi berupa beras, sabun
minyak, garm, fecin dan lain sebagainya karena, adanya jangkauan perkotaan terbilang jauh
±180 km atau ±5 jam perjalanan. Pengerajin membuat karya lokal dengan menjual tarif yang
cukup kecil, pembuatannya secara sederhana dianyam maupun dijahit fungsi dari hasil

39
pembutannya berbeda-beda misalkan koba-koba fungsinya untuk melindungi diri pada saat
hujan, noke diapaki pada saat panen. Sedangkan hasil berkebun seperti buah ubi, buah nenas,
mentimun, talas, sekali panen untuk dikonsumsi selebihnya dijual untuk memperoleh
pendapatan.

Hal yang menarik dalam hasil wawancara diperoleh informasi bahwa kegiatan transaksi terjadi
antara penjual dan pembeli misalkan hasil jual tumbuhan paku maupun hasil lainnya yang
diterima berupa uang ditukar beli dengan hasil dagangan kios berupa kebutuhan sembakau
mapun tumbuhan paku itu sendiri. Hal tersebut menunjukan bahwa telah terjadi pertukaran
timbal balik arus barang dan uang.

Selanjutnya dari Tabel 7 terlihat bahwa kontribusi pemanfatan tumbuhan paku nilai terbesar
adalah Rp 1.440.000/bulan. Sedangkan kontribusi nilai terkecil Rp1.250.000/bulan. Secara
keseluruhan kontribusi pemanfatan tumbuhan paku terhadap pendapatan rumah tangga dengan
total nilai sebesar Rp 35.520.000/bulan adalah 126,86%. Keseluruhan kontribusi pendapatan
rumah tangga dari tumbuhan paku maupun sumber pendapatan lainnya selengkapnya dapat di
sajikan pada Tabel 7. Menurut yang dikemukakan oleh Baruwadi (2005) menyatakan bahwa
secara keseluruhan kriteria pendapatan keluarga petani yang berasal dari tumbuhan paku
maupun non tumbuhan paku. Dari nilai kontribusi ekonomi hasil penelitiannya membuktikan
bahwa distribusi pendapatan petani yang tidak memperhitungkan sarana produksi dan tenaga
kerja berdampak pada menurunnya nilai pendapatan. Hal tersebut memberikan kontribusi yang
signifikan dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Persentase distribusi pemanfaatan tumbuhan

40
paku yang signifikan memberikan kontribusi pendapatan keluarga dengan rentang nilai
kontribusi tertinggi antara 25%-<75% adalah sebesar 67.86%/bulan. Jika dibandingkan dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hafisianor (2009) di suku bukit dayak pegunungan
meratus hasil hutan non kayu terhadap pendapatan rumah tangga sebesar 66,65 % dari total
pendapatan masyarakat. Sedangkan kontribusi yang paling sedang terjadi pada rentang nilai
kontribusi sebesar 50-75 adalah 14.29% /bulan dan >75 distribusi pendapatan adalah
10.71%/bulan. Nilai kontribusi paling terendah pada rentang nilai <25 selisihnya hanya
7.14%/bulan.

 Tumbuhan paku diantum cappillus-veneris dan Asplenium nidus terhadap bakteri


gram negatif Escherichia coli dengan metode difusi.

Tumbuhan paku memiliki keaneragaman hayati yang cukup tinggi mencapai ±10.000 jenis
dan diperkirakan sekitar 3.000 jenis terbesar di wilayah Indonesia (seno et al. 2012). Secara
tradisional, tumbuhan paku di gunakan masyarakat sebagai stimulant, sedangkan asplenium
manfaat sebagai antioksida (onde et al. 2013), metabolitsekunder pada tumbuhan paku adalah
alkaloid, flavonoid, tannin, sapoin dan steroid. Pan et al. 2010.

Bakteri gram negative bersifat pathogen lebih berbahaya lebih dari bakteri gram positif, karena
pada struktur dinding selnya lebih kompleks dan berlapir tiga, yaitu lapisan luar lipoprotein,
lapisan tengah lipopolisakarida, dan lapisan dalam peptidpglikan. Lapisan ini melindungi
bakteri dan menghalangi masuknya obat-obatan antibiotic,salah satu contoh bakteri gram
negative yaitu Escherichia coli.

Tujuan penelitian menguji aktivitas antibakteri ekstrak methanol adiantumcapillus-veneris dan


asplenium nidus terhadap pertumbuhan bakteri gram negative Escherichia coli. Sebagai obat
antibakteri, obat malaria, pencahar, obat penghenti pendarahan, obat pasca persalinan, obat
penyakit kulit dan antiradang (arini dan kinho,2012). Ibrahim et al. (2011) melaporkan
adiantumcapillus-veneris dimanfaatkansebagai obat batuk,gangguan pernafasan, penyakit
kulit, antipiretik,diuretic, antiinflamasi,antioksidan dan sebagai stimulant.
SedangkanAsplenium bermanfaat sebagai antioksidan (Ondo et al.2013).

Khoiri (2009) menyatakan bahwa metabolit sekunder pada tumbuhan paku adalah alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin dan steroid. Pan et al. (2011) melaporkan bahwa genus Adiantum
memiliki senyawa triterpenoid, flavonoid dan steroid. Tumbuhan paku A. capillus-veneris
memiliki senyawa flavonoid, triterpenoid, steroid dan Shikimic acids (Ibraheim et al. 2011).
Aspleniumsp memiiki senyawa tanin, alkaloid, triterpenoid dan flavonoid (Onde al. 2013)

41
Bakteri Gram negatif bersifat pathogen lebih berbahaya dari bakteri gram positif, karena pada
struktur dinding selnya lebih kompleks dan berlapis tiga,yaitu lapisan luar lipprotein, lapisan
tengah lipopolisakarida dan lapisan dalam peptidologlikan. Lapisan ini melindungi bakteri
dan menghalangi masuknya obat-obatan antibiotic, salah satu contoh bakteri gram negative
yaitu Escherichia coli. Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pencernaan hewan dan
manusia dan menyebabkan penyakit disaluran pencernaan dan saluran kemih. Penyakit yang
disababkan oleh E. coli antara lain diare, sepsis dan meningitis (Brookset al.2005).

Pemanfaatan tumbuhan paku Adiantumcapillus-veneris dan Aspleniumnidus yang tumbuh di


Sulawesi Utara sebagai antibakteri belum dilaporkan. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengujian aktivitas ekstrak Adiantumcapillus-veneris dan Aspleniumnidus terhadap
pertumbuhan bakteri sebagai usaha pengembangan tumbuhan yang berpotensi sebagai obat
serta menemukan sumber antibakteri baru yang berasal dari tumbuhan paku-pakuan.

Tujuan penelitian menguji aktivitas antibakteri extrak methanol Adiantumcapillus-veneris dan


Aspleniumnidus terhadap tumbuhan pertumbuhan bakteri gram negative Escherichia coli.
Kecil dan hilauskan. Sempel tumbuhan paku yang telah halus direndam dengan methanol
selama 3x24 jam, setelah itu ekstrak disaring sehingga diperoleh ekstrak pekat. Extrak pekat
diuapkan kembali dengan meletakkannya di wadah terbuka sehingga diperoleh ekstrak kering.
Ekstrak kering yang diperoleh dilarutkan dengan akuades samapi konsentrasinya menjadi 30%,
60% dan 90%. Larutan antibiotic yaitu Ampicillin dibuat dengan cara 10 mg Ampicliin
dilarutkan dalam 10 ml akuades (Oroh, et al. 2015).

Rata-rata diameter zona hambat ekstrak Adiantumcapillus-veneris dan Aspleniumnidus


terhadap bakteri Gram negatif Escherichia colidapat dilihat pada Tabel 1 Hasil pengujian
aktivitas ekstrak metanol daun Adiantumcapillus-veneris (Tabel 1) pada konsentrasi 30% dan
60% tidak terbentuk zona bening di sekitar cakram kertas, pada kedua konsentrasi ini belum
mampu mengganggu metabolisme bakteri uji. Pada konsentrasi 90% ekstrak metanol
A.capillus-veneris menunjukkan daya hambatnya dengan kategori sedang (6,80 mm).
Adiantum mengandung flavonoid, triterpenoid, steroid (Pan, et al. 2011), Shikimic acids
(Ibraheim et al., 2011) dan alkaloid (Djoronga, et al. 2014) merupakan metabolit sekunder yang
berpotensi sebagai antibakteri.

Tabel 1. Diameter rata-rata zona hambat ekstrak Adiantum capillus-veneris dan Asplenium
nidus terhadap bakteri Escherichia coli.

42
Pengujian aktivitas ekstrak Aspleniumniduspada konsentrasi 30% memiliki kekuatan
antibakteri kategori lemah (3,60 mm), konsentrasi 60% termasuk kategori sedang (7,20 mm)
dan konsentrasi 90% termasuk kategori kuat (12,50 mm)dapat dilihat pada Tabel 1, hal ini
menandakan bahwa ekstrak memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Menurut Rachmaniar
(1997), faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat adalah aktivitas zat
antimikroba gugus fungsi dari substansi sendiri, resistensi dari bakteri terhadap sustansi zat
antimikroba, kadar substansi aktif serta jumlah inokulum bakteri atau kepadatan bakteri uji.
Asplenium mengandungsenyawa metabolit flavonoid, alkaloid, triterpenoid (Ondoet al., 2013;
Djoronga, et al., 2014) yang berpotensi sebagai antibakteri. Menurut Sawitti et al. 2013, besar
kecilnya zona hambat yang terbentuk dapat pula dipengaruhi oleh mutu ekstrak daun. Mutu
ekstrakdipengaruhi oleh faktor biologi dan faktor kimia. Faktor biologi meliputi spesies
tanaman, lokasi tanaman asal, waktu pemanenan, penyimpanan bahan baku, umur serta bagian
tanaman yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak Asplenium nidus memiliki
potensi untuk dikembangkan sebagai antibakteri Gram negatif dengan melihat aktivitas
penghambatannya pada beberapa konsentrasi yang berbeda.Diduga bahwa aktivitas dari
ekstrak Asplenium nidusinisudah dapat merusak struktur dinding sel dari bakteri Gram negatif
yang terdiri dari tiga lapisan yaitu lipoprotein, lipopolisakarida, dan peptidoglikan. Lapisan
dinding sel iniberfungsi untuk melindungi bakteri dan menghalangi masuknya obat-obatan
antibiotik.

43
 Keanekaragaman Paku Terestrial di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) Kaliurang Yogyakarta

Beberapa penelitian mengenai invenstarisai jenis, komposisi dan keanekaragaman


tumbuhan paku terestrial di hutan kota DKI Jakarta (Andayaningsih et al., 2013), hutan
dusun Tauk Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak (Betty et al., 2015), kawasan hutan
wisata air terjun Jumog, Karanganyar, (Fitrianti, 2015), dan kawasan hutan Giribangun,
Matesih Karanganyar, Jawa Tengah (Magdalena, 2018) telah dilakukan. Berbagai penelitian
ini berperan penting dalam memberikan informasi dasar jenis-jenis paku yang terdapat pada
suatu kawasan. Walaupun demikian, Efendi et al., (2013) menyatakan bahwa terbatasnya
data tentang penyebaran, potensi dan manfaat tumbuhan paku berarti inventarisasi
tumbuhan paku belum selesai dilaksanakan bahkan masih banyak yang belum terungkap.
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Kaliurang yang berada di kawasan
Gunung Merapi Yogyakarta merupakan kawasan hutan penelitian milik Balai Besar Litbang
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH) seluas ± 10 hektar
(BBPPBPTH, 2004). Wilayah gunung merapi telah menjadi objek penelitian banyak pihak
karena gunung merapi merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia.
Keanekaragaman jenis-jenis tumbuhan khususnya pasca letusan merapi 2010 untuk analisis
vegetasi strata semak di Plawangan Taman Nasional Gunung Merapi (Natalia & Handayani,
2013), dan keanekaragaman tumbuhan di sekitar jalur selatan pendakian Gunung Merapi
dengan ketinggian 1.100- 1.500 mdpl (Wijayanti, 2011) juga telah dilakukan, tetapi
penelitian mengenai keanekaragaman jenis paku khususnya paku terestrial di KHDTK
Kaliurang belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keanekaragaman jenis paku terestrial di kawasan KHDTK Kaliurang. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai jenisjenis paku, dominansi dan
keanekaragaman paku di kawasan KHDTK Kaliurang.

Penelitian ini menggunakan metode point intercept menggunakan alat point frequency
frame. Berdasarkan observasi pendahuluan, diketahui luas keseluruhan kawasan KHDTK
Kaliurang Sleman Yogyakarta yaitu 10 ha. Sebanyak 9 % dari luas hutan penelitian dengan
area kajian seluas 0,9 ha = 9000 m² digunakan sebagai area kajian penelitian. Lokasi
penelitian diwakili oleh tiga area kajian yaitu A dengan ketinggian (876 mdpl), kajian B
(899 mdpl) dan kajian C (925 mdpl) dengan luas masing-masing kajian seluas 3000 m²
(Gambar 2). Data ketinggian diambil menggunakan alat Global Positioning Position (GPS).

44
Gambar 2. Area kajian penelitian

Analisis Data

Analisis data frekuensi, dominansi, indeks nilai penting (INP) Mueller Domboins dan
Ellemberg (Handayani, 2012) dilakukan menggunakan rumus berikut ini:

INP (Indeks Nilai Penting) = Frekuensi relatif + Dominansi relatif ID (Indeks Diversitas) =
dihitung menggunakan Indeks Shannon Wienner.

𝐻´ = −∑𝑝𝑖 log 𝑝𝑖

Keterangan: Pi = 𝑛 𝑁 H´ = indeks keanekaragaman n = nilai penting spesies ke-i N = jumlah


nilai penting seluruh spesies

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 15 jenis tumbuhan paku terestrial yang
termasuk dalam 7 famili yaitu Thelypteridacea, Sellaginellaceae, Polypodiaceae,
Pteridaceae, Dryopteridacea, Marcileaceae dan Athyriaceae di ketiga area kajian (A, B, dan
C). Tumbuhan paku dari famili Polypodiaceae paling banyak ditemukan di kawasan
KHDTK Kaliurang (4 spesies), sementara terendah pada famili Marcileaceae dan
Athyriaceae hanya satu spesies untuk setiap famili (Tabel 1). Dari ketiga area kajian
diketahui bahwa empat jenis tumbuhan paku yaitu Adiantum hispidulum Swartz,

45
Selaginella omata (Hook. & Grev.). Parathelypteris japonica (Back.) Ching, dan Thelypteris
simulate (Dav.) Nieuw ditemukan pada ketiga area kajian (Tabel 1). Hal ini menunjukkan
bahwa jenis-jenis tersebut merupakan tanaman yang cosmopolitan atau mudah hidup
dimana saja, cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan unsur hara yang terlalu
tinggi.

Ketinggian tempat tampaknya berpengaruh terhadap jumlah tumbuhan paku yang


ditemukan. Hal ini tampak pada area kajian C dengan ketinggian 925 m dpl mempunyai
jumlah tumbuhan paku yang lebih sedikit (6 jenis dari 5 famili) dibandingkan area kajian A
(876 mdpl) dengan 10 jenis dari 7 famili dan B (899 mdpl) dengan 9 jenis dari 6 famili
(Tabel 1). Hal senada juga ditemukan di penelitian Rudyarti (2012) yang menunjukkan
bahwa ketinggian 1180-1280 mdpl memiliki tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan paku
lebih banyak dbandingkan ketinggian 1280-1400 mdpl. Semakin tinggi suatu tempat
biasanya berasosiasi dengan peningkatan keterbukaan sehingga mengakibatkan suatu
komunitas yang tumbuh semakin homogen dan lebih sedikit dibandingkan dengan daerah
ternaungi (Maisyaroh, 2010). Kondisi-kondisi lingkungan abiotik yang berbeda
memberikan pengaruh secara signifikan terhadap komposisi dan kondisi masing-masing
spesies yang ada dimana area dengan tutupan dan faktor ketinggian/elevasi memberikan
pengaruh tertinggi terhadap kondisi vegetasi (Afrianto et al., 2016). Perbedaan ketinggian
tempat dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi tidak hanya jenis paku tetapi juga
keragaman famili yang ditemukan. Semakin tinggi lokasi maka jumlah famili paku yang
ditemukan tampaknya juga akan semakin rendah Lima belas tumbuhan paku dari 7 famili
yang ditemukan di KHDTK Kaliurang mempunyai lebih banyak famili dibandingkan

46
dengan yang ditemukan di kawasan hutan bagian timur lereng Gunung Merapi Jawa Tengah
via Selo Boyolali. Penelitian Nastiti (2018) menunjukkan bahwa pada jalur pendakian di
ketinggian 1800-2020 mdpl terdapat 13 jenis paku yang tergolong dalam hanya satu famili
yaitu Polypodiaceae. Spesies paku dari famili ini di jalur pendakian Selo Boyolali lebih
banyak (13 spesies yaitu Atyrium macrocarpum, Adiantum capillusveneris, Adiantum
hispidulum, Pityrogramma austroamericana, Pityrogramma sp., Lidsaeae lucida, Davalia
trichomanoides, Nephrolepis sp., Pteridium aquilinum, Athyrium filix-femina, Adiantum
ternerum, Lindsaea microphyla, dan Belvisia sp) (Nastiti, 2018) dibandingkan dengan yang
ditemukan di KHDTK Kaliurang (3 spesies yaitu Nephrolepis exaltata, Adiantum
hispidulum, dan Nephrolepis bisserata)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tumbuhan paku merupakan tumbuhan perintis setelah terjadi kebakaran hutan ataupun di hutan
yang tertutup tajuk pohon dengan intensitas cahaya matahari yang cukup dan derajat keasaman
( pH ) berkisar antara 3,5 – 6,5 serta intensitas suhu yang berkisar antara 21-27℃ untuk
mendukung pertumbuhannya ( Khamalia et al., 2018 ). Tumbuhan paku dapat hidup di tempat
yang lembab, pada umumnya jumlah jenis tumbuhan paku di daerah pegunungan lebih banyak
daripada di dataran rendah, hal ini disebabkan karena adanya kelembapan yang tinggi,
banyaknya aliran air, adanya kabut, bahkan banyaknya curah hujan pun mempengaruhi
jenisnya. Penampilan luar paku ada yang berupa pohon (paku pohon, biasanya tidak
bercabang), semak epifit, tumbuhan merambat, mengapung diair, hidrofit, tetap biasanya
berupa terna dengan rimpang yang menjalar di tanah atau humus. Organ fotosintetik dan
reproduksi paku disebut ental dengan ukuran yang bervariasi, dari beberapa mili meter sampai
6m. Ental paku sejati yang masih muda selalu mengurung seperti gagang biola dan mejadi ciri
khas.

Siklus hidup tumbuhan paku meliputi dua fase yaitu fase gemetofit dan fase sporotif.
Tumbuhan paku mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) antara dua generasi tersebut.
Berdsarkan jenis sporanya, tumbuhan paku dibedakan menjadi tumbuhan paku homospora,
heterospora dan peralihan antara homospora heterospora. Tipe spora pada tumbhan paku secara

47
umum dibedakan mnjadi dua tipe yaitu monolote (membulat seperti kacang) dan trilete.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak Asplenium nidus memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai antibakteri Gram negatif dengan melihat aktivitas penghambatannya pada beberapa
konsentrasi yang berbeda.Diduga bahwa aktivitas dari ekstrak Asplenium nidusinisudah dapat
merusak struktur dinding sel dari bakteri Gram negatif yang terdiri dari tiga lapisan yaitu
lipoprotein, lipopolisakarida, dan peptidoglikan. Lapisan dinding sel iniberfungsi untuk
melindungi bakteri dan menghalangi masuknya obat-obatan antibiotik. Perbedaan ketinggian
tempat dan kondisi lingkungan juga mempengaruhi tidak hanya jenis paku tetapi juga
keragaman famili yang ditemukan. Semakin tinggi lokasi maka jumlah famili paku yang
ditemukan tampaknya juga akan semakin rendah Lima belas tumbuhan paku dari 7 famili yang
ditemukan di KHDTK Kaliurang mempunyai lebih banyak famili dibandingkan dengan yang
ditemukan di kawasan hutan bagian timur lereng Gunung Merapi Jawa Tengah via Selo
Boyolali. Penelitian Nastiti (2018) menunjukkan bahwa pada jalur pendakian di ketinggian
1800-2020 mdpl terdapat 13 jenis paku yang tergolong dalam hanya satu famili yaitu
Polypodiaceae

48
Glosarium

higrofit yaitu dari daerah pantai sampai ke daerah kawah.

Teresterial yaitu Terkait dengan tanah atau permukaan tanah.

Epifit yaitu Tumbuhan yang tumbuh dengan cara menumpang pada tumbuhan lain sebagai
tempat hidupnya.

Hidrofit yaitu Jenis tumbuhan yang menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan agar dapat
bertahan hidup.

Morfologi yaitu Cabang biologi yang mempelajari bentuk dan struktur organisme dan struktur
tubuh organisme tersebut.

Evolusi yaitu Proses perubahan berangsur-angsur dimana sesuatu berubah menjadi bentuk lain
yang biasanya menjadi lebih rendah kompleks/rumit ataupun berubah menjadi bentuk yang
lebih baik.

Perkembangbiakan vegetatif yaitu Perkembangbiakan yang tidak membutuhkan adanya proses


perkawinan/penyerbukan dan pembuahan yang memerlukan pertemuan antara sel kelamin
jantan dan sel kelamin betina untuk menciptakan individu baru.

Perkembangbiakan generatif yaitu Perkembangbiakan secara kawin atau pembuahan untuk


menciptakan individu baru.

Spora yaitu satu atau beberapa sel ( haploid atau diploid ) yang terbungkus oleh lapisan
pelindung.

Pembelahan meiosis yaitu suatu proses terjadinya pembelahan sel pada sel-sel kelamin dari
organisme-organisme yang melakukan proses reproduksi dengan cara generatif ataupun
seksual.

Spermatozoid yaitu Sebuah sel sperma yang sedang melakukan penetrasi terhadap sebuah sel
ovum untuk melakukan pembuahan.

Sporofit yaitu Suatu fase pada makhluk hidup ( tumbuhan paku ) di mana pada fase ini terjadi
pembentukan spora.

Metagenesis yaitu Pergantian keturunan yang biasanya terjadi pada tumbuhan yang berspora,
dimana generasi yang bereproduksi secara seksual diganti dengan secara aseksual.

49
Sporofil yaitu Daun yang berfungsi menghasilkan spora dan membantu proses fotosintesis.

Fase gametofit yaitu Fase tumbuhan menghasilkan gamet.

Fase sporotif yaitu Fase pada makhluk hidup ( tumbuhan paku ) dimana pada fase ini terjadi
pembentukan spora.

Kosmopolit yaitu Tumbuhan yang area penyebarannya luas.

Lipoprotein yaituStruktur biokimia yang berisi protein dan lemak yang terikat pada protein
yang memungkinkan lemak untuk bergerak melalui air pada bagian dalam dan di luar sel.

Lipopolisakarida yaitu Sebuah molekul besar berupa kompleks antara senyawa lipid dan
polisakarida dengan ikatan kovalen.

Indeks

A. Tumbuhan paku 1;3


B. Higrofit 1
C. Kosmopolit 3
D. Morfologi dan Metagenesis 3;4
E. Teristerial dan epifit 3
F. Klasifikasi Tumbuhan Paku 6;7
G. Siklus Hidup 27;28;29
H. Manfaat 30;31
I. Penelitian 31;47
J. Spora 3;4
K. Paku sebagai tanaman hias 5;6;13;14;19;20
L. Akar serabut menjalar 4;6;7;14;15;18
M. Akar rimpang 6;8;9;12;16;19
N. Reproduksi tumbuhan paku 3;4
O. Tipe spora pada tumbuhan paku 48

50
DAFTAR PUSTAKA

Purnawati utin. 2014. Eksplorasi Paku-pakuan ( Pteridophyta ) Di Kawasan Cagar Alam


Mandor Kabupaten Landak. Jurnal Protobiont. Vol 3 ( 2 ) : 155-165.

Kirno Furwoko, Astiani Dwi, Ekamawanti Artuti Hanna. 2018. Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan Paku-Pakuan ( Pteridophyta ) Dan Kondisi Tempat Tumbuhnya Pada Hutan Rawa
Gambut Sekunder Dan Lahan Gambut Terbuka. Jurnal Hutan Lestari. Vol 7 ( 1 ): 11-20.

Ceri Bunia,Lovadi Irwan,Linda Riza. 2014. Keanekaragaman Jenis Paku-Pakuan (


Pteridhopyta ) Di Mangrove Muara Sungai Peniti Kecamatan Segedong Kabupaten
Pontianak.Jurnal Protobiont. Vol 3 ( 2 ): 240-246.

Astuti Kusuma Fitri,Murningsih dan Jumari. Juni 2018. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Paku ( Pteridophyta ) Di Jalur Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu,
Jawa Tengah. Jurnal Bioma. Vol 20, No 1, Hal 25-30.

51

Anda mungkin juga menyukai