Anda di halaman 1dari 4

II.

TINJAUAN PUSTAKA

Gulma merupakan tanaman yang pertumbuhannya tidak diinginkan pada suatu


pertanman. Gulma di suatu tempat mungkin dapat berguna sebagai bahan pangan,
makanan ternak atau sebagai bahan obat-obatan. Dengan demikian, suatu spesies
tumbuhan tidak dapat diklasifikasikan sebagai gulma pada semua kondisi. Namun
demikian, banyak juga tumbuhan diklasifikasikan sebagai gulma, dimanapun gulma itu
berada karena gulma tersebut umum tumbuh secara teratur pada lahan tanaman
budidaya (Sebayang, 2005).

Kehadiran gulma pada suatu pertanaman berkaitan dengan deposit biji gulma di dalam
tanah. Biji gulma dapat tersimpan dan bertahan hidup selama puluhan tahun dalam
kondisi dorman,dan akan berkecambah ketika kondisi lingkungan untuk
perkecambahan dapat terpenuhi. Untuk perkecambahan biji gulma perlu cahaya, air,
susu, oksigen dan kelembaban. Terangkatnya biji gulma ke lapisan atas peemukaan
tanah maka akan mendapatkan cahaya dan oksigen, serta tersedianya kelembaban yang
sesuai untuk perkecambahan mendorong gulma untuk tumbuh dan berkembang (Barus,
2003).

Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan agro. Sistem adalah suatu kesatuan
himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi
sehingga di antaranya terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan
timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah
sistem yang terdiri dari komponen biotic dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama
(aliran energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro = Pertanian dapat berarti sebagai
kegiatan produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek tanaman dan
ternak. Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan untuk kegiatan
budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang sebagai pemanenan
energi matahari secara langsung atau tidak langsung melalui pertumbuhan tanaman dan
ternak (Saragih, 2000).

Pengelolaan agrokosistem lahan kering dipandang sebagai bagian dari pengelolaan


ekosistem sumberdaya alam oleh masyarakat petani yang menempati areal dimana
mereka menetap. Masyarakat petani menanami lahan pertanian dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dapat dikatakan sebagai bagian dari
pengelolaan agroekosistem lahan kering di daerahnya. Menurut Soerianegara (1977)
pengelolaan agroekosistem lahan kering merupakan bagian dari interaksi atau kerja
sama masyarakat dengan agroekosistem sumberdaya alam. Pengelolaan
agroekosistem lahan kering merupakan usaha atau upaya masyarakat pedesaan dalam
mengubah atau memodifikasi ekosistem sumberdaya alam agar bisa diperoleh manfaat
yang maksimal dengan mengusahakan kontinuitas produksinya.

Salah satu kondisi yang berpengaruh pada suatu ekosistem adalah tutupan lahan oleh
vegetasi yang merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan dalam penanganan
pengelolaan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dalam
pengelolaan agroekosistem, data vegetasi meliputi tanaman budidaya maupun tumbuhan
yang tumbuh di ekosistem. Penutupan tersebut dapat dilihat dengan metode perhitungan
menggunakan analisis vegetasi (Tjitrosoedirdjo, 1984).

Konsepsi dan metode analisis vegetasi sesungguhnya sangat bervariasi, tergantung


keadaan vegetasi itu sendiri dan tujuannya. Misalnya apakah ditujukan untuk
mempelajari tingkat suksesi, apakah untuk evaluasi hasil suatu pengendalian gulma.
Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan struktur dan komposisi vegetasi.
Untuk areal yang luas dengan vegetasi semak rendah misalnya, digunakan metode garis
(line intersept), untuk pengamatan sebuah contoh petak dengan vegetai “tumbuh
menjalar” (cpeeping) digunakan metode titik (point intercept) dan untuk suatu survei
daerah yang luas dan tidak tersedia cukup waktu, estimasi visual (visual estimation)
mungkin dapat digunakan oleh peneliti yang sudah berpengalaman. Juga harus
diperhatikan keadaan geologi, tanah, topografi, dan data vegetasi yang mungkin telah
ada sebelumnya, serta fasilitas kerja/keadaan, seperti peta lokasi yang bisa dicapai,
waktu yang tersedia, dan lain sebagainya; semuanya untuk memperoleh efisiensi
(Tjitrosoedirdjo, 1984).

Dalam mengidentifikasi gulma dapat ditempuh satu atau kombinasi dari sebagian atau
seluruh cara-cara ini: 1) Membandingkan gulma tersebut dengan material yang telah
diidentifikasi di herbarium. 2) Konsultasi langsung, dengan para ahli di bidang yang
bersangkutan. 3) Mencari sendiri melalui kunci identifikasi. 4) Membandingkannya
dengan determinasi yang ada. 5) Membandingkannya dengan ilustrasi yang tersedia
(Tjitrosoedirdjo, 1984).

Dalam kurun waktu yang panjang, kerugian akibat gulma dapat lebih besar daripada
kerugian akibat hama atau penyakit. Oleh karena itu, untuk menangani masalah gulma,
maka diperlukan identifikasi gulma yang dimaksudkan untuk membantu para petani
dalam usaha menentukan program pengendalian gulma secara terarah sehingga produksi
dapat ditingkatkan sebagaimana yang diharapkan (Wibowo, 2006).
DAFTAR ISI

Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan: Efektivitas dan Efisiensi Aplikasi


Herbisida. Kanisius, Yogyakarta.

Soerianegara, I. dan Djamhuri, E. 1979. Pemuliaan Pohon Hutan. Departemen


Manajemen Kehutanan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sebayang, H. T., 2005. Gulma dan Pengendaliannya Pada Tanaman Padi. Unit
Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

Saragih, B. 2000. Agribisnis Berbasis Peternakan. Pustaka Wirausaha Muda. Bogor.

Tjitrosoedirdjo, S., H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo., 1984. Pengelolaan Gulma di


Perkebunan. PT Gramedia, Jakarta

Wibowo A. 2006. Gulma di Hutan Tanaman dan Pengendaliannya. Pusat Penelitian


dan Pengembangan Hutan Tanaman. . Bogor.

Anda mungkin juga menyukai