Oleh : Kelompok 4
1. Listiawati (G111 14 332)
2. Nur Septyarini Justa (G111 14 329)
3. Surya (G111 14 512)
4. Andika Mandala Putra (G111 14 5
5. Muharsam Syarif (G111 14
1.2.2 Bagaimana cara pengendalian hama pada tanaman kapas (Gossypium sp.)?
1.2.3 Bagaimana cara hidup dan faktor lingkungan yang mempengaruhi hama tanaman kapas
(Helicoverpa armigera)?
BAB II
ISI
Toleran adalah kemampuan tanaman untuk tetap hidup dan bertahan pada tingkat
serangan serangga hama tertentu dimana pada tanaman peka biasanya telah mati. Toleransi
lebih diperankan oleh tanaman itu sendiri. Kemampuan suatu varietas untuk tumbuh kembali
mengganti bagian-bagiannya yang telah dimakan atau dirusak, atau memperbaikinya
meskipun diinvestasi oleh sejumlah spesies hama, adalah sifat-sifat toleransi. Sebaliknya,
tanaman yang rentan apabila diinvestasi oleh sejumlah spesies hama yang sama jumlahnya
tidak memiliki kemampuan demikian dan sudah lama mati.
3) Pengendalian secara mekanik
Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan alat, tangan manusia atau bahan lainnya
dengan tujuan mematikan, menghalangi, memindahkan atau menghalau serangga hama. Cara
ini cukup sederhana namun harus dilakukan secara terus menerus. Beberapa teknik
pengendalian secara mekanik yang sering dilakukan dalam pengendalian serangga hama
antara lain:
Pengambilan telur, larva, nimfa, pupa atau imago serangga hama dengan tangan,
kemudian membunuhnya. Cara ini hanya dilakukan pada areal yang terbatas dan bila
tersedia cukup tenaga.
Penggunaan perangkap. Serangga hama diperangkap dengan berbagai jenis perangkap
yang dibuat sesuai dengan jenis serangga hama dan fase hama yang akan ditangkap.
Ada juga perangkap yang menggunakan zat kimia sebagai penarik (atraktan) atau
sebagai cairan pembunuh serangga. Misalnya, perangkap lalat buah, Bactrocera spp.
(Diptera: Tephritidae) diberi zat penarik yang berupa feromon atraktan
“metileugenol”. Senyawa ini memiliki aroma khas yang bersifat sebagai pemikat yang
sangat kuat terhadap lalat buah jantan. Setelah lalat buah jantan terkumpul, kemudian
dibinasakan atau metileugenol tersebut dicampur dengan insektisida kontak sehingga
dapat langsung membunuh lalat jantan yang menyentuhnya.
Memotong atau menghilangkan bagian tanaman yang terserang serangga hama untuk
menghilangkan sumber infeksi.
4) Pengendalian secara kimiawi
Teknologi yang sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama adalah
pemakaian insektisida. Teknologi ini merupakan teknologi yang populer karena efeknya
dapat dilihat dalam waktu tidak lama setelah aplikasi dan mudah diperoleh bila diperlukan.
Namun teknologi ini relatif mahal terutama bagi petani di negara yang sedang berkembang.
Di samping itu, teknologi insektisida berbahaya bagi manusia, hewan, dan spesies bukan
sasaran serta lingkungan jika dilakukan tidak sesuai dengan prosedur. Penggunaan pestisida
secara tidak bijaksana dapat menimbulkan persoalan (1) hama resisten, (2) petani keracunan
pestisida, (3) residu pestisida pada hasil pertanian, (4) pengrusakan pada agen pengendali
hayati dan serangga polinator, (5) polusi pada air tanah, dan (6) menurunkan biodiversitas
serta mempunyai pengaruh negatif pada hewan bukan target termasuk mamalia, burung, dan
ikan.
Selain itu pula, Pemerintah menganjurkan pengendalikan dilakukan dengan pendekatan
pengendalian hama terpadu. Yaitu menekankan pada penggunaan bahan non kimiawi,
melalui pemanfaatan agensia hayati. Memang, cara ini tidak secepat dan setuntas bila
dibandingkan denga racun pestisida. Hanya saja harga pestisida jauh lebih mahal ketimbang
menggunakan musuh alami dari hama maupun penyakit yang menyerang kapas. Jadi, kalau
masih menguntungkan, penggunaan pestisida bisa dilakukan. Pengendalian dengan pestisida
maupun varietas tahan (tradisional maupun transgenik) mengalami permasalahan, yaitu
resistensi serangga hama terhadap bahan aktif baik di pestisida maupun dalam tanaman.
Resistensi adalah suatu proses di rnana populasi hama terseleksi dan setelah beradaptasi,
dapat hidup dan berkembang biak jika dihadapkan pada suatu jenis pestisida atau tanaman
tahan di mana terjadinya proses seleksi dan adaptasi tersebut. Untuk mengendalikan populasi
hama tanaman yang telah resisten terhadap pestisida maupun varietas tahan, selain sulit, juga
memerlukan biaya yang besar. Resistensi hama mempunyai basis genetik, lingkungan, dan
faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangan resistensi tersebut. Resistensi ini
seyogyanya dapat dikendalikan dengan manajemen resistensi yang sesuai.
Pada saat ini, lebih dari 40 tanaman transgenik telah dilepas secara komersial di
dunia. Jumlah ini akan terus meningkat pada tahun-tahun rnendatang. Pengalaman
membuktikan bahwa hama serangga dapat beradaptasi dengan faktor resisten, sehingga
perhatian akan perkembangan serangga menjadi resisten dan cara untuk mengontrol resistensi
tersebut harus diperhatikan secara serius. Masalah yang disebabkan oleh daya adaptasi
serangga terhadap pestisida dan varietas tahan, baik yang dibuat secara konvensional maupun
dengan rekayasa genetika dapat menyebabkan biaya yang tinggi. Biaya ini dapat berupa
hilangnya kepercayaan masyarakat petani pada pemerintah/perusahaan penghasil benih dan
lembaga terkait lainnya dan dapat menyebabkan masa pakai/jual yang pendek terhadap
produk yang dihasilkan.
2.3 Cara Hidup dan Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Hama Tanaman Kapas
(Helicoverpa armigera)
Helicoverpa armigera merupakan family Noctuide. Telur berwarna putih kemudian
berubah menjadi coklat. Larva terdari dari enam instar. Instar pertama berukuran 1-3 mm
dengan warna kepala coklat kehitaman atau kuning keputihan. Tubuh berwana gelap. Instar
kedua memilki panjang 4-7 mm, instar tiga 8-13 mm, instar empat 14-23 mm, instar lima 24-
28 mm, dan instar enam 29-30+ mm. Pupa berwarna coklat dan berbentuk oval . Imago
memilki rentang sayap 30-45 mm,sayap depan berwarna coklat atau coklat kemerahan. Sayap
belakang berwarna pucat dengan margin terluar gelap.
Ngengat betina muncul sehari lebih dahulu dari pada ngengat jantan. Ngengat jantan
mudah dibedakan dari ngengat betina karena ngengat betina mempunyai pola bercak-bercak
berwarna pirang tua, sedang ngengat jantan tidak mempunyai pola seperti itu. Nisbah kelamin
jantan dan betina 1 : 1. Daur hidup H. armigera dari telur hingga ngengat mati berkisar antara
52 - 58 hari.
Ngengat betina meletakkan telur satu persatu pada pucuk daun, sekitar bunga dan
cabang. Telur berbentuk bulat dan berwarna putih agak kekuning-kuningan, kemudian
berubah menjadi kuning tua dan ketika akan menetas terlihat adanya bintik hitam. Stadium
telur berkisar antara 10 - 18 hari dan persentase penetasan telur berkisar 63 - 82 persen.
Stadium larva berkisar antara 12 - 23 hari. Ketika baru keluar dari telur, larva berwarna
kuning muda dan tubuhnya berbentuk silinder. Larva muda kemudian berubah warna dan
terdapat variasi warna dan pola antar sesama larva. Larva H. armigera terdiri dari lima
instar, instar pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima, masing-masing berumur 2 - 3
hari, 2 - 4 hari 2 - 5 hari, 2 - 6 hari dan 4 - 7 hari.
Pupa dibentuk di dalam tanah. Pupa yang baru terbentuk berwarna kuning, kemudian
berubah kehijauan dan akhirnya berwarna kuning kecoklatan. Lama stadium pupa 15 - 21
hari. Hama ulat buah tersebut menyebar di daerah sentra produksi tomat di Sumatera, Jawa
dan Sulawesi.
Suhu optimum H.armigera adalaah 25ºC. H.armigera meletakan telur pada daun dan
bunga secara sendiri-sendiri atau berkelompok. Setelah 4-6 hari telur menetas. Larva
memakan daun, dan buah. Stadia larva berlangsung selama 14 hari yang terdiri dari enam
larva. Larva yang menyerang buah cabai menggorok ke dalam buah. Setelah itu larva menuju
tanah den masuk ke dalam tanah sedalam 10 cm. Stadia pupa berlangsung selama 10-12 hari.
Imago mampu hidup selama 10 hari. H.armigera dapat meletakan 1000 telur selama
hidupnya. Imago mengkonsumsi nektar untuk kebutuhan pakannya.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
H. Simanjuntak, BSc, SH, Msi., 2000, Musuh alami dan hama pada kapas, Proyek
Pengendalian Hama Terpadu Perkebunan Rakyat, Direktorat Proteksi Tanaman
Perkebunan, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Kalshoven. L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. PT. Ichtiar Baru Van Hoeve. Jakarta.