Anda di halaman 1dari 5

AGROEKOSISTEM DAN ANALISIS AGROEKOSISTEM

Oleh:
Hannan Rizqi Zain 20200210171
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agroekosistem adalah ekosistem yang dibentuk manusia dalam rangka
meningkatkan produktivitas pertanian untuk memenuhi kebutuhannya. Agroekosistem
dapat diartikan sebagai sistem ekologi pada lingkungan pertanian. Sistem adalah suatu
kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi
satu sama lain sehingga terjadi proses yang serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan
timbal balik antara organisme dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem
yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran
energi dan siklus nutrisi). Pengertian Agro adalah pertanian, yang dapat berarti sebagai
kegiatan produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan objek tanaman dan
ternak.
Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan akibat
penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah pertanian spesifik
akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto, 2002). Masalah lingkungan serius di
pedesaan dan pertanian antara lain kerusakan hutan, meluasnya padang alang-alang,
degradasi lahan, menurunnya lahan kritis, desertifikasi dan menurunnya keanekaragaman.
Masalah lingkungan tersebut sebagai dampak kekurangan lahan seiring meningkatnya
populasi penduduk, komersialisasi pertanian, masukan teknologi pertanian dan permintaan
konsumsi masyarakat.

II. TINJAUAN PUSTAKA


1. Agroekosistem
Agroekosistem atau ekosistem pertanian merupakan suatu kesatuan lingkungan
pertanian yang tersusun dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi
serta manusia dengan sistem sosialnya yang tidak dapat dipisahkan dengan
komponen-komponen tersebut.
2. Ekosistem
Pengertian ekosistem pertanian yang paling sederhana dan mudah dimengerti oleh
petani adalah hubungan timbal balik antara komponen biotik, abiotik dan manusia
pada suatu lingkungan pertanian (Luckman, 1982).
3. Analisis agroekosistem
Analisis agroekosistem merupakan kegiatan terpenting dalam pengelolaan hama dan
penyakit terpadu, kegiatan ini dapat dianggap sebagai teknik pengamatan terhadap
hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan- keputusan pengelolaan lahan
pertaniannya (Mangan, 2002). Analisis agroekosistem merupakan salah satu
kegiatan terpenting dalam pengelolaan hama terpadu. Kegiatan AES dapat dianggap
sebagai teknik pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat
keputusan tentang pengelolaan lahan / kebunnya. Keputusan pengelolaan tersebut
misalnya kegiatan sanitasi, pemangkasan , pemupukan, teknik pengendalian.
Kegiatan AAES mengharuskan melakukan sejumlah pengamatan sejumlah faktor
sebelum membuat keputusan perlindungan tanaman. Faktor tersebut antara lain
hama, cuaca, penyakit, air, musuh alami, kondisi kebun, serangga netral dan gulma
(Sarwono, 2005).
4. Komponen Agroekosistem adalah: Petani, Lahan pertanaman, Ternak dan
Manajemen/teknologi. Pendekatan agroekosistem dalam peternakan adalah
pengembangan peternakan dalam keterpaduan wilayah pertanian spesifik. Dengan
demikian pendekatan agroekosistem dalam pengelolaan sumberdaya pakan adalah
pengelolaan potensi dan pemanfaatannya dalam keterpaduan wilayah pertanian dan
pengembangan peternakan. Kepentingan pendekatan agroekosistem adalah : 1)
Keterpaduan komponen Agroekosistem semusim untuk kepentingan ekonomis, 2)
Keterpaduan wilayah untuk kelestarian lingkungan hidup / sumberdaya alam.
5. Sistematika tanaman jagung diklasifikasikan ke dalam golongan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotiledonae
Ordo : Poaeles
Famili : Poaceae
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
6. Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Jagung banyak digunakan sebagai bahan
baku industri pangan dan pakan ternak. Tanaman jagung mempunyai batang yang
tidak bercabang, berbentuk silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas.
Pada buku ruas terdapat tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas
berkembang menjadi tongkol yang produktif atang memiliki tiga komponen
jaringan utama, yaitu kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan
pusat batang (pith). Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan
kepadatan bundles yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat
epidermis. Kepadatan bundles berkurang begitu mendekati pusat batang.
Konsentrasi bundles vaskuler yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang
tahan rebah. Genotipe jagung yang mempunyai batang kuat memiliki lebih banyak
lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan
sekeliling bundles vaskuler (Paliwal 2000). Terdapat variasi ketebalan kulit
antargenotipe yang dapat digunakan untuk seleksi toleransi tanaman terhadap rebah
batang. Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai
terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat
melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun
umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka
sempurna adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai
jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate)
(Paliwal 2000). Genotipe jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar,
tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun. Lebar helai daun dikategorikan mulai dari
sangat sempit (< 5 cm), sempit (5,1-7 cm), sedang (7,1-9 cm), lebar (9,1-11 cm),
hingga sangat lebar (>11 cm).

III. PEMBAHASAN
Pembahasan yang kami lakukan ialah pengamatan di suatu lahan di daerah Trucuk,
Klaten yaitu tanaman jagung sebagai tanaman pokok untuk diamati keadaan agroekosistem
dan melakukan analisis agroekosistemnya. Agroekosistem yang diamati seluas ± 150 m2
dengan. Waktu pengamatan yang dilakukan pukul 16.00 WIB. Faktor yang mempengaruhi
produksi tanaman jagung dapat dilihat dari berbagai hal, salah satu contoh adalah faktor
iklim. Faktor iklim sangat mempengaruhi karena di Indonesia merupakan negara tropis
yang memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Kartasapoetra, 1990).
Komponen biotik yang kami amati antara lain biotik flora dan fauna. Biotik flora Tanaman
jagung (Zea mays L.) yaitu sebagai tanaman pokoknya, tanaman lain di sekitarnya yaitu
tanaman tumapng sari Singkong (Manihot utilissima) dengan Jagung (Zea mays) dan Padi
(Oryza sativa). Sedangkan biotik faunanya ialah hama Belalang (Valanga nigricornis), Ulat
daun (Prodenia litura), Ulat Grayak (Spodoptera),Kutu daun (Aphid sp), dan dengan
musuh alami yang ditemukan yaitu Laba-laba (Araneus diadematus)
Adapun hama yang kami temukan yaitu Ulat grayak (Spodoptera). Ulat Grayak
merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman jagung. Ulat ini tidak berbulu dan
biasa disebut oleh petani sebagai ulat tentara karena menyerang dengan populasi tinggi.
Siklus hidup ulat grayak dapat berlangsung dari 32 – 46 hari. Fase Telur selama 2-3 hari
dengan jumlah telur dapat mencapai 1.046 telur. Fase larva selama 14-19 hari. Fase pupa
selama 9-12 hari dan Fase Imago selama 7-12 hari. Ulat ini memiliki daya migrasi tinggi di
mana imago mampu terbang 100 km/malam dan 500 km sebelum meletakkan telurnya.
Dengan bantuan angin, larva mampu menginvasi tanaman budidaya di sebelahnya. Ulat
grayak umumnya menyerang pada malam hari, sedangkan pada siang hari ulat ini
bersembunyi di bawah tanaman, mulsa atau dalam tanah. Gejala tanaman terserang ulat
grayak adalah daun rusak terkoyak, berlubang tidak beraturan, terdapat kotoran seperti
serbuk gergaji dan pada serangan berat daun menjadi gundul.
Selain terdapat gejala serangan dari hama, ada gejala lain yang kami kategorikan
sebagai penyakit tanaman jagung yaitu Bulai. Gejala tersebut terjadi pada permukaan daun
jagung berwarna putih sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik. Penyakit
bulai pada tanaman jagung biasanya menyebabkan gejala sistemik yang meluas keseluruh
bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai
pada umur masih muda biasanya tidak membentuk buah, tetapi bila infeksinya pada
tanaman yang lebih tua masih terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil.
Pengendalian penyakit ini bisa dengan menggunakan varietas tahan, seperti Srikandi,
Lamuru, dan Gumarang. Selain itu, bisa dilakukan penanaman serempak dan melakukan
periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu sampai satu bulan di setiap
tahunnya. Jika sudah ada yang terinfeksi bisa dilakukan eradikasi atau pemusnahan total.
Untuk pencegahan juga bisa digunakan fungisida metalaksil pada benih tanaman dengan
dosis 0,7 gram bahan aktif pada tiap kg benih.

Gulma yang terdapat pada pertanaman jagung berupa rerumputan liar di sela-sela
jarak antar tanaman jagung. Diantaranya yaitu gulma golongan teki ( Cyperaceae). Gulma
golongan teki termasuk dalam familia Cyperaceae. Batang umumnya berbentuk segitiga,
kadang-kadang juga bulat dan biasanya tidak berongga. Daun tersusun dalam tiga deretan,
tidak memiliki lidah-lidah daun (ligula). Ibu tangkai karangan bunga tidak berbuku-buku.
Bunga sering dalam bulir (spica) atau anak bulir, biasanya dilindungi oleh suatu daun
pelindung. Buahnya tidak membuka. Gulma golongan ini yang terdapat pada tanaman
jagung yang dibudidayakan yaitu Cyperus rotundus (teki).
Iklim Suhu dan kelembaban yang kami amati dengan sebuah aplikasi Android
menunjukkan angka 32°C dengan kelembaban 81%. Cuaca pada saat pengamatan awalnya
cerah dengan suhu 27oC lalu berubah menjadi mendung dan hujan. Senada dengan cuaca
harian di daerah Klaten sedang mengalami musim penghujan. Syarat tumbuh optimal
tanaman jagung adalah berada pada ketinggian 600 mdpl. Kemudian suhu optimalnya antara 21
sampai 30 derajat celcius. Untuk daerah Indonesia sendiri, suhunya sudah sesuai karena iklim
tropis memang sangat cocok untuk membudidayakan jagung berkisar 85-200mm per bulan.
Sistem pertanaman yang digunakan yaitu monokultur. Tanaman lain yang terdapat
pada lahan tersebut hanya sebagai tanaman pembatas dipinggir-pinggir pertanaman.
Hubungan tanaman lain dengan pertanaman jagung ini selain sebagai pembatas ialah
sebagai keanekaragaman dan menjaga keseimbangan ekosistem. Sedangkan tumbuhan
yang berupa gulma memang cukup berbahaya karena gulma ini dapat sebagai inang dari
hama maupun patogen. Oleh karena itu dari petaninya sendiri pun sering melakukan
sanitasi terhadap lahan pertanamannya. Hubungan komponen abiotik terhadap biotiknya
khususnya tanaman jagung sebagai tanaman pokok saling berkaitan.

IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Agroekosistem banyak macamnya, salah satunya ialah agroekosiste pertanaman
cabai. Analisis agroekositem ini berfungsi sebagai pengetahuan keadaan
ekosistem dan sebagai landasan keputusan tindakan yang akan diambil.
2. Agroekosistem terdiri dari komponen biotik, abiotik, dan campur tangan
manusia sebagai manipulator.
3. Lahan yang kami survei dapat dikatakan agroekosistem karena terdapat
hubungan komponen biotik dan abiotiknya.
B. Saran Pada saat praktikum analisis agroekosistem, praktikan harus mengamati
komponen – komponen agroekosistem yang ada di lapangan secara teliti, agar hasil
yang didapat sesuai dengan yang ada dilapangan dan bisa dibandingkan dengan
referensi. Serta perlu adanya pendampingan asisten sebagai pemandu agar analisis
yang dilakukan lebih jelas.

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai