Anda di halaman 1dari 10

PENGELOLAAN DAN INVENTARISASI HAMA DAN

PENYAKIT PADA TANAMAN JAGUNG BABY (Zea mays L)


SECARA ORGANIS DI YAYASAN BINA SARANA BAKTI
CISARUA, BOGOR
ROHMATIN MAULA (135040201111137)
JURUSAN HAMA PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Pengelolaan Hama dan Penyakit pada Tanaman


Jagung Baby
Organisme
Pengganggu
Tanaman
merupakan makhluk hidup yang keberadaanya pada
populasi tertentu dapat menyebabkan kerusakan
tanaman sehingga merugikan secara ekonomis.
Sistem pengelolaan organisme pengganggu tanaman
di Yayasan Bina Sarana Bakti bukan dipandang
sebagai musuh namun merupakan bagian dari
keseimbangan ekosistem. Beberapa konsep yang
dilakukan oleh Yayasan Bina Sarana Bakti dalam
pengelolaan OPT yang merupakan bagian dari proses
kelestarian dan keseimbangan alam adalah :
1. Pengelolaan OPT secara holistik
Pendekatan OPT secara holistik merupakan
suatu pengelolaan yang melihat dari semua aspek
secara keseluruhan. Tujuan utama dari
pengelolaan OPT secara holistik adalah untuk
menciptakan agroekosistem yang sehat sehingga
keanekaragaman
hayati
lebih
menonjol.
Pendekatan secara holistik merupakan tindakan
yang dilakukan sejak perencanaan kebun,
persiapan lahan dan rancangan tanam.
Perencanaan kebun yang dilakukan dalam
pengelolaan OPT secara holistik meliputi tata
guna lahan antara lain pembentukan bedengan,
penentuan
jalan,
tempat
pembibitan,
pengomposan, saung, dan gudang. Tata guna
lahan penting dilakukan untuk mempermudah
akses dan pemeliharaan tanaman. Salah satu
perencanaan kebun yang dilakukan adalah
penataan bedengan. Luas bedengan yang ada di
YBSB yaitu 1x10 m2, hal ini bertujuan untuk
mempermudah
konversi
produksi
dan
mempermudah pemeliharaan tanaman. Jarak antar
bedengan 50 cm yang bertujuan untuk
mempermudah akses pemeliharaan tanaman. Hal
yang perlu diperhatikan tinggi bedengan 30 cm,
arah bedengan sebaiknya mengarah ke timur dan
barat agar tanaman mendapat cahaya matahari
secara optimal, pencahayaan yang cukup dapat

menyebabkan tanaman tumbuh optimal karena


proses fotosistesis dapat berjalan optimal saat
tanaman mendapat cahaya yang cukup. Pada
sekeliling lahan yang diberi tanaman pagar.
Tanaman pagar berfungsi sebagai barier, pemecah
angin dan juga pengalihan OPT khususnya untuk
tanaman pagar yang memiliki warna bunga
mencolok seperti kenikir. Beberapa tanaman yang
dapat digunakan sebagai tanaman pagar antara
lain bunga sepatu, pahitan, kaliandra, singkong
dan kenikir. Di sekeliling bedengan ditanami
rumput madu tujuannya untuk mencegah erosi dan
sebagai habitat dari musuh alami.
Pengelolaan OPT secara holistik kedua yang
dilakukan yaitu perencanaan budidaya. Pada
tanaman jagung baby dapat dilakukan sistem
tanam tumpang sari. Di YBSB terdapat aturan
khusus dalam tumpangsari selain berbeda famili,
pertimbangan lain yang diperhatikan dalam
tumpangsari adalah kebutuhan unsur hara, habitat
dan cahaya matahari bagi tanaman. Beberapa
tanaman yang dapat ditumpangsari dengan
tanaman jagung baby antara lain bayam, lobak,
piterseli, selada dan tanaman brasiccae berumur
pendek serta tanaman repellent. Tanaman
repellent yang digunakan diantaranya Tagetes sp,
adas, basil, kemangi, rosmery dan lavender.
Menurut Vasudevan et al. (1997) mahkota dari
Tagetes sp mengandung a-terthienyl, yang dapat
menghambat bakteri gram positif dan jamur
(aktivitas bakterisida dan fungisida).
Hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya
tanaman adalah pemilihan lahan. Mengetahui
sejarah lahan sangat penting untuk dilakukan
karena berpengaruh terhadap keberadaan
organisme pengganggu tanaman dan kandungan
unsur hara dalam tanah. Di Yayasan Bina Sarana
Bakti terdapat 3 sistem rotasi tanam yaitu rotasi
pendek, rotasi sedang dan rotasi panjang.

Rotasi Pendek

antaranya adalah suhu, kelembapan relatif, curah


hujan dan angin.

Non
legume

legume

b) Ketersediaan Makanan

Gambar 8 .Rotasi pendek


Rotasi Sedang
Heavy
feeder

legume

Light
feeder

Gambar 9. Rotasi sedang


Rotasi Panjang
Legume

Leaf

Fruit

Root

Gambar 10. Rotasi Panjang


Penentuan target produksi ditentukan oleh
permintaan pasar, jumlah tanaman yang akan
ditanam, jumlah bedengan yang ditanamani
tanaman jagung baby ditentukan oleh jumlah
permintaan pasar. Pemenuhan target pasar dapat
dilakukan dengan sistem tanam tumpangsari.
Sistem tanam tumpangsari dapat menghasilkan
lebih sari satu tanaman sehingga lebih banyak
jenis tanaman yang dapat memenuhi target pasar.
2. Pengelolaan OPT secara Preventif
Pengelolaan
OPT
secara
preventif
merupakan tindakan pencegahan agar kehadiran
OPT tidak merugikan secara ekonomi dengan
mengenali tanda-tanda dan siklus tahunan OPT
berdasarkan cuaca atau iklim, ketersediaan
makanan dan lingkungan tempat tinggal/habitat.
a) Cuaca / Iklim setempat
Mengetahui iklim atau cuaca setempat penting
dalam sistem budidaya tanaman jagung baby.
Kondisi cuaca sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan budidaya tanaman jagung baby.
Informasi tentang iklim dan cuaca setempat
mempengaruhi keberadaan OPT di lahan. Pada
musim kemarau populasi hama meningkat
dibandingkan saat musim hujan, sebaliknya pada
musim hujan populasi patogen penyebab penyakit
maningkat. Faktor iklim merupakan parameter
dan variabel penting dalam peramalan serangan
hama dan penyakit tanaman. Hama seperti mahluk
hidup lainnya perkembangannya dipengaruhi oleh
faktor - faktor iklim baik langsung maupun tidak
langsung. Temperatur, kelembaban udara relatif
dan foroperiodisitas berpengaruh langsung
terhadap siklus hidup, keperidian, lama hidup,
serta kemampuan diapause serangga. Faktorfaktor iklim yang diduga berpengaruh terhadap
hama menurut Kisimoto dan Dyck (1976) di

Jumlah makanan sangat mempengaruhi populasi


OPT pada tanaman. Jumlah makanan yang
berlimpah akan menyebabkan populasi OPT pada
tanaman meningkat. OPT memiliki insting yang
kuat
dalam
mencari
makanan
dengan
menggunakan
indera
pengelihatan
dan
penciuman. Dengan sistem penanaman polikultur
menggunakan tanaman berbeda famili dapat
mengganggu pengelihatan dan penciuman dari
hama. Selain itu tumpangsari dengan tanaman
repellent yang memiliki bau menyengat dapat
mengganggu sistem penciuman hama.
c) Lingkungan tempat tinggal/ habitat
Pada dasarnya penyakit hanya dapat terjadi
jika ketiga faktor yaitu patogen, inang dan
lingkungan mendukung. Inang dalam keadaan
rentan, patogen bersifat virulen (daya infeksi
tinggi) dan jumlah yang cukup, serta lingkungan
yang mendukung. Lingkungan berupa komponen
lingkungan
fisik (suhu,kelembaban,cahaya)
maupun biotik (musuh alami, organisme
kompetitor). Dari konsep tersebut jelas bahwa
perubahan salah satu komponen akan berpengaruh
terhadap intensitas penyakit yang muncul. Pada
saat kondisi lingkungan yang sesuai maka hama
dapat berkembang biak dengan optimal.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
kultur teknis tanaman jagung baby secara
preventif antara lain :
a. Pembenihan
Benih tanaman jagung untuk jagung baby
yang digunakan merupakan benih jagung lokal
adaptasi BSB. Benih diambil dari tanaman jagung
yang berumur 4 bulan. Ciri-ciri jagung yang akan
digunakan untuk benih yaitu bijinya utuh, sudah
tua berukuran besar dengan panjang tongkol 20
cm, kulit tongkol jagung sudah berwarna coklat
dan masih tertutup. Satu tongkol jagung lokal
menghasilkan 75 gram biji jagung. Cara
penanaman jagung yang akan digunakan untuk
benih dalam satu bedeng dibuat lubang tanam
dengan jarak tanam 40x60 cm kemudian
ditambahkan 1kg kompos. Dalam satu lubang
tanam diisi 2 biji jagung, setelah mengalami masa
pertumbuhan hanya akan dipilih satu tanaman
terbaik yang digunakan untuk benih. Untuk
produksi benih 1 bedeng dibutuhkan 75 gram
benih tanaman jagung dan akan menghasilkan
3,25 kg benih jagung dalam 1 bedengnya.

Perawatan yang dilakukan pada tanaman untuk


produksi benih sama seperti perawatan tanaman
jagung biasa. Penyiraman dilakukan 1-2 hari
sekali sedangkan penyiangan gulma dilakukan
apabila populasi gulma mengganggu pertumbuhan
tanaman jagung dirasa cukup merugikan. Pada
saat tanaman berusia 3 minggu,dilakukan aplokasi
POC (Pupuk Organik Cair) yang diencerkan
dalam air dengan perbandingan 1:10.
Pemanenan dilakukan dengan memilih tongkol
jagung yang terbaik. Cara pemanenan sama
seperti panen jagung biasanya, hanya saja untuk
penjemuran jagung tidak dikupas habis kulitnya
ditinggalkan 1 lapisan pada tongkol jagung.
Penjemuran tongkol jagung dilakukan 2 kali yaitu
ketika jagung masih menempel pada tongkol dan
ketika jagung sudah dipipil. Biji yang digunakan
sebagai benih merupakan biji yang berada pada
bagian tengah tongkol. Penjemuran masingmasing dilakukan selama 3 hari pada pukul 8-11
pagi. Benih jagung disimpan dalam botol kaca
yang tertutup rapat. Penggunaan botol kaca
bertujuan agar benih tetap terjaga kualitasnya
sampai saat ditanam.
b. Rotasi Tanaman
Jagung baby merupakan tanaman buah yang
ditanam setelah tanaman daun-daunan. Sehingga
saat akan melakukan budidaya tanaman jagung
baby dipilih bedengan yang sebelumnya
digunakan untuk budidaya tanaman daun-daunan.
Rotasi tanaman dengan tanaman yang berbeda
famili dapat memutus siklus hama dan penyakit.
Selain itu jenis tanaman disekitar bedengan
tanaman jagung juga harus diperhatikan. Tanaman
sejenis tidak dianjurkan untuk ditanam berdekatan
atau berdampingan. Minimal harus berjarak 1
bedeng untuk menanam dengan jenis tanaman
yang sama. Pada tanaman jagung tumpangsari
dengan Tagetes sp merupakan bedengan yang
sebelumnya ditanami tanaman kangkung darat
sedangkan pada tanaman jagung yang ditanam
secara monokultur merupakan bedengan yang
sebelumnya ditanami tanaman brokoli. Pada
tanaman jagung baby monokultur samping kanan
dan kiri bedengan yaitu tanaman kacang merah
dan tanaman kubis bunga, pada tanaman
tupangsari samping kanan dan kiri bedengan yaitu
tanaman okra dan tanaman selada keriting.
d. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah merupakan kegiatan
menciptakan kondisi tanah yang gembur pada
kedalaman yang cukup, aerasi dan drainasi tanah
menjadi lebih baik daya jelajah akar tidak
terganggu sehingga tanaman jagung tumbuh
dengan baik. Pengolahan lahan yang digunakan
untuk budidaya tanaman jagung baby yaitu

minimum tillage dengan menggunakan garpu.


Pengolahan lahan dengan garpu bertujuan untuk
menggemburkan
tanah,
mempermudah
pencabutan gulma.
Berdasarkan sistem rotasi panjang, tanaman
buah ditanam setelah tanaman daun. Lahan yang
digunakan tanaman jagung baby merupakan lahan
bekas bedengan tanaman kangkung dan brokoli.
Pada tanaman jagung baby monokultur samping
kanan dan kiri bedengan yaitu tanaman kacang
merah dan tanaman kubis bunga, sedangkan pada
tanaman tupangsari samping kanan dan kiri
bedengan yaitu tanaman okra dan tanaman selada
keriting
e. Penanaman
Penanaman merupakan proses pemindahan
benih kedalam tanah dengan tujuan agar tanaman
tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk
memperoleh pertanaman yang baik sebelumnya
harus dilakukan pengolahan tanah yang sempurna,
penentuan jarak tanam yang tepat, penentuan
jumlah benih perlobang tanam dan benih yang
akan di tanam adalah benih yang kualitas baik.
Benih jagung ditanam dalam lubang tanam.
Lubang tanam dibuat menggunakan tugal dengan
jarak tanam 30 cm x 30 cm. Dalam satu lubang
tanam diisi 1-2 biji jagung. Selanjutnya lubang
ditutup dengan menggunakan kompos satu sampai
2 genggam tiap lubang atau sekitar 0,5 kg.
d. Pemeliharan Tanaman
a) Pemupukan
Pemupukan dilakukan pada awal tanam dan
setelah tanam. Pupuk yang digunakan pada saat
awal tanam disebut pupuk dasar yang berasal dari
pupuk kompos. Pupuk yang ditambahkan setelah
1 bulan setelah tanam biasa disebut pupuk susul.
Pupuk susul bisa berasal dari pupuk kompos
ataupun POC (Pupuk Organik Cair). POC di
YBSB terdapat 2 macam yaitu berasal dari air
siraman kompos dan urin kelinci yang sudah
difermentasi selama 2 minggu.
Komposisi pupuk kompos di YBSB berasal
dari kotoran ayam, kotoran kambing dan rumput
kemudian ditambahkan dolomit. Jumlah bahan
yang digunakan dalam satu lapis kompos terdiri
dari 60 kg kotoran kambing, 250 kg kotoran ayam
bercampur sekam, rumput dan dolomit
secukupnya. Dalam satu kali pengomposan terdiri
dari 5-6 lapisan. Masa pengomposan selama 3
bulan. Sehingga pupuk sudah matang ketika
diaplikasikan di lahan. Pupuk kandang ayam
broiler mempunyai kadar hara P yang relatif lebih
tinggi dari pukan lainnya. Kadar hara ini sangat
dipengaruhi oleh jenis konsentrat yang diberikan.

Ditambahkan pula oleh Pangaribuan (2010)


bahwa laju dekomposisi pupuk kandang ayam
lebih cepat bila dibandingkan dengan pupuk
kotoran sapi dan kambing sehingga unsur hara
dapat cepat tersedia bagi tanaman. Laju
dekomposisi yang baik akan dapat menyediakan
unsur hara di dalam tanah, terutama N, P K dan
unsur hara lainnya, dan perbaikan struktur tanah
yang lebih baik. Dengan demikian perakaran
tanaman akan berkembang dengan baik dan akar
dapat menyerap unsur hara yang lebih banyak,
terutama unsur hara N yang akan meningkatkan
pembentukan
klorofil
sehingga
aktifitas
fotosintesis dapat meningkat dan dapat
meningkatkan tinggi tanaman. Pada awal aplikasi
POC untuk tanaman digunakan perbandingan
POC dan air (1:9), (2:8), (3:7), (4:6) dan (5:5)
dosis ini dapat dinaikan seiring dengan
bertambahnya umur tanaman.
b) Pemulsaan
Pemulsaaan merupakan salah satu bagian dari
perawatan dan pemeliharaan dalam budidaya
jagung manis secara organis. Mulsa yang
digunakan berasal dari bahan-bahan organik yang
baik bagi tanah seperti sisa-sisa tanaman yang
mati,
rumput-rumputan,
seresah,
batang
(kedebong) pisang yang dicacah dan lain-lain.
Selain penyedia bahan organik tanah, mulsa
organik ini juga berfungsi dalam menjaga suhu
dan kelembaban tanah, mengurangi evaporasi dan
intersepsi air hujan. Umumnya di BSB melakukan
pemulsaan pada saat bibit baru dipindahkan ke
lahan, namun pemulsaan juga dapat dilakukan
pada setiap fase tumbuh jagung. Menurut
Dwiyanti (2005) tujuan pemulsaan antara lain
menjaga kelembapan tanah dan suhu tanah yang
relatif lebih merata, mencegah timbulnya rumput
dan mencegah percikan air dari tanah.
c). Penyiraman
Air merupakan komponen penting bagi
berlangsungnya berbagai proses fisiologi seperti
serapan hara, fotosintesis dan reaksi biokimia
sehingga penurunan absorbsi air mengakibatkan
hambatan pertumbuhan dan penurunan hasil.
Penyiraman dilakukan pada saat musim kemarau
atau pada saat tidak ada curah hujan. Penyiraman

dilakukan 2 hari sekali dengan jumlah air 50-100


liter tiap bedengan. Air yang cukup sangat
diperlukan oleh tanaman pada saat awal masa
pertumbuhannya. Sehingga pada awal setelah
tanam jumlah air yang dibutuhkan lebih banyak.
Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman
Pangan (2015) menunjukkan bahwa tanaman
jagung yang kekurangan air dan mengalami
kelayuan selama 1-2 hari pada periode
pembumbunan, dapat menurunkan hasil sampai
22%. Bila kelayuan tanaman terjadi hingga 5-8
hari, penurunan hasil jagung dapat mencapai 50%.
Biasanya setelah benih ditanam, dilakukan
penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah
lembab. Pengairan berikutnya diberikan dengan
tujuan untuk menjaga agar tanaman tidak layu dan
ini pun tidak perlu banyak air.
d). Penyiangan dan Pembubunan
Penyiangan dilakukan pada saat kondisi gulma
mulai mengganggu pertumbuhan tanaman.
Tingkat persaingan antara tanaman dan gulma
bergantung pada empat faktor, yaitu stadia
pertumbuhan tanaman, kepadatan gulma, tingkat
cekaman air dan hara, serta spesies gulma. Jika
dibiarkan, gulma berdaun lebar dan rumputan
dapat secara nyata menekan pertumbuhan
danperkembangan jagung. Penyiangan dapat
dilakukan dengan mencabut gulma yang berada di
dalam bedengan. Sedangkan gulma di sekitar
bedengan dapat dengan menggunakan tebasan.
Kegiatan penyiangan dilakukan bersamaan
dengan kegiatan pembubunan.
Membumbun
adalah
kegiatan
untuk
memperkuat berdirinya batang dan perakaran
tanaman. Pembumbunan dilakukan bersamaan
dengan penyiangan pertama sekitar 15 hst atau
penyiangan kedua. Disamping itu pembumbunan
juga
dapat
memperbaiki
aerasi
tanah
memperlancar drainase karena ketinggian tanah
berbeda sehingga tidak ada genangan air yang
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman jagung.
e). Pembuangan Bunga Jantan
Pembuangan bunga jantan dilakukan saat
tanaman jagung mulai muncul bunga atau pada
saat tanaman jagung berumur 40 hari. Tujuan
pembuangan bunga jantan ini adalah agar tidak
terjadi proses pembentukan biji. Selain itu
menurut Wardjito (1996) pembuangan bunga
jantan juga bertujuan untuk merangsang
munculnya tongkol-tongkol selain tongkol utama.
f). Panen dan Pasca Panen
Panen jagung baby dilakukan pada saat
tanaman jagung berumur 60 hari. Panen jagung
baby dilakukan dengan panen cicil sehingga
dalam 1 bedengan dapat dilakukan proses
pemanenan 3-4 kali. Cara panen jagung yang

matang fisiologis adalah dengan cara memutar


tongkol berikut kelobotnya, atau dapat dilakukan
dengan mematahkan tangkai buah jagung.
Dalam satu kali panen 1 bedengan dengan
jumlah 180 tanaman dapat menghasilkan 3 kg
jagung baby. Ciri jagung baby yang siap panen
adalah apabila ukuran panjang jagung sudah
mencapai 10-12 cm. Bentuknya utuh, tidak tua
dan berwarna kuning cerah. Perlakuan pasca
panen yang dilakukan pada tanaman jagung baby
yaitu dengan memotong kulit jagung dan hanya
menyiskan kulit bagian pangkal tongkol 1 cm.
Jagung baby dijual dalam bentuk packing dengan
berat masing-masing packing yaitu 150 gram.
3. Pengelolaan OPT secara Kuratif
Pengelolaan OPT secara kuratif dilakukan
apabila pengelolaan secara holistik dan preventif
tidak dapat menekan hama dibawah ambang
ekonomi. Pendekatan ini dilakukan dengan jalan
pencegahan atau pengobatan. Cara yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Penggunaaan Pengendali Nabati
Pengendali
nabati
merupakan
ramuan alami pembasmi hama yang bahanbahan aktifnya berasal dari alam seperti
ekstrak tanaman tertentu yang sudah
diketahui efek positifnya dalam membasmi
hama tertentu. Pestisida nabati tidak
mengandung bahan kimia sintetik, meskipun
demikian penggunaan pestisida nabati tetap
harus bijaksana karena bagaimanapun juga
apabila disemprotkan secara terus-menerus
pada OPT dapat menimbulkan OPT menjadi
resisten. Mekanisme kerja dari pestisida
nabati ini bukan untuki membunuh hama
tetapi memberi efek pada telur, penurunan
nafsu makan dan perkembangbiakan.
b) Mempersempit ruang gerak OPT
Langkah mempersempir ruang gerak
OPT diperuntukan untuk tanah yang sudah
terinfeksi pathogen seperti Plasmodiopora
brassicae, melodogyne sp. Tanaman
Sesbania sesban dapat menekan pathogen
Plasmodiophora brassicae dan tanaman
Tagetes dapat menekan Melodogyne sp.
Sedangkan untuk mengatasi kumbang daun
(Philotreta sp) hal yang dapat dilakukan
untuk mempersempit ruang geraknya yaitu
memindahkan bibit tanaman brassicae pada
tempat yang tingginya minimal 1 m diatas
permukaan tanah
c) Bero yang diperbaiki
Pemberoan dilakukan dengan penanaman
tanaman
legume
mempuyai
banyak
keuntungan
antara
lain
tanaman
leguminosmempunyai kemampuan mengikat
nitrogen dari udara dan menyumbangkannya

pada tanah. Menurut Agus dan Ruijte (2004)


nitrogen ini akan tersedia bagi tanaman jika
seresah atau tanaman legume sudah
membusuk dan terurai menjadi ion didalam
tanah. Pemberoan dengan penanaman
tanaman legume mempunyai dua keuntungan
yaitu menjaga kesehatan tanah dan
memperbaiki hara tanah.
d) Sanitasi Tanaman
Sanitasi dilakukan pada tanaman yang
terinfeksi
penyakit
dengan
cara
menghilangkan sumber inokulum dari
penyakit tersebut pada tanaman. Pada bagian
tanaman yang terinfeksi penyakit dapat
dipotong, dikumpulkan atau dibakar. Pada
tanaman yang kerdil dapat diaplikasikan
pupuk cair yang memiliki 3 fungsi sekaligus
yaitu menyiram, memupuk dan mengobati.
e) Cabut tanaman yang terinfeksi pathogen
Tanaman yang telah terinfeksi penyakit harus
segera dicabut, dikumpulkan kemudian
dibakar pada tempat khusus. Pembakaran
tanaman yang terinfeksi penyakit ini lebih
dikhususkan untuk penyakit yang disebabkan
oleh soil born pathogen.
Inventarisasi Hama dan Penyakit pada Tanaman
Jagung Baby
1. Hama
Jenis Tanaman

Hama yang
Tingkat
Ditemukan
Kerusakan
Valanga
3,833%
nigricornis
Spodoptera
Jagung
4,417%
litura
Monokultur (2
tanaman/lubang) Cnaphalocrosis
2,417%
medinalis
Melanitis leda
0,083%
Valanga
3,33%
nigricornis
Spodoptera
Jagung
4,17%
litura
Monokultur
(1
Peregrinus
1,33 %
tanaman/lubang)
maidis
Cnaphalocrosis
1,83%
medinalis
Spodoptera
1,25%
litura
Jagung +
Valanga
2,50%
Tagetes
nigricornis
Cnaphalocrosis
0,50%
medinalis
Spodoptera
0,286%
litura
Jagung + bayam
Agrotis ipsilon
2,857%

Jagung +
Kacang Tanah

Jagung + Ubi
Jalar

Jagung + Wortel
Jagung + selada
sioma

Jagung + bit +
ubi jalar

Spodoptera
litura
Valanga
nigricornis
Valanga
nigricornis
Cnaphalocrosis
medinalis
Spodoptera
litura
Spodoptera
litura
Peregrinus
maidis
Spodoptera
litura
Cnaphalocrosis
medinalis
Valanga
nigricornis
Spodoptera
litura

2,5%
1,5 %
4,20 %
3,20%
9,10%
5,33 %
1,5 %
1,25 %
4,50%
0,50%
1,75%

Tingkat Kerusakan akibat Hama


No Jenis Hama
Tingkat Kerusakan
1

Valanga nigricornis

1,763%

Spodoptera litura

3,34 %

Cnaphalocrosis
medinalis

1,383 %

Peregrinus maidis

0,471 %

Agrotis ipsilon

0,317 %

Melanitis leda

0,0092 %

a. Belalang Hijau (Valanga


(Orthoptera : Acrididae)

Gambar 18. Valanga nigricornis (a); gejala


serangan V.nigricornis (b)
Berdasarkan hasil pengamatan hampir pada
semua tanaman jagung baby baik yang ditanam
secara monokultur maupun tumpang sari ditemukan
hama belalang hijau (Valanga nigricornis). Tingkat
kerusakan yang disebabkan oleh Valanga nigricornis
sebesar 1,763%. Kerusakan yang ditimbulkan akibat
serangan belalang hijau lubang pada daun bagian tepi.
Gejala yang disebabkan dari serangan hama belalang
hijau pada tanaman jagung yaitu daun jagung tidak
utuh dan dibagian tepinya tampak bekas gigitan
terutama pada daun yang masih muda. Valanga
nigricornis menyerang pada semua fase tanaman
jagung, baik pada fese vegetatif maupun fase
generatif.
Belalang yang masih muda (nimfa) maupun
yang sudah dewasa memakan daun-daun tanaman
jagung sehingga mengurangi luas permukaan daun.
Belalang dewasa biasanya memakan bagian tepi daun
(margi folii) sementara nimfanya memakan di antara
tulang-tulang daun sehingga menimbulkan lubanglubang pada daun. Kerusakan tanaman biasanya ini
tidak serius, tetapi kerusakan daun ini pasti
berpengaruh terhadap produktifitas tanaman yang
diserang. Jika serangan tanaman ini serius, daun
tanaman jagung yang diserang akan rusak bahkan
habis dimakan (Surachman dan Agus, 1998).
b. Ulat Pemotong (Agrotis ipsilon) (Lepidoptera:
Noctuidae)

nigricornis)
a

b
Gambar 18. Larva A.ipsilon (a); Gejala serangan
A.ipsilon (b)
Berdasarkan hasil pengamatan dilahan, pada
tanaman tumpangsari jagung dan bayam ditemukan
hama ulat pemotong (Agrotis ipsilon). Ulat ini
menyerang pada tanaman muda yang berumur 1-2
minggu setelah tanam. Ciri morfologi dari Agrotis

ipsilon adalah berwarna coklat kehitaman dengan


panjang sekitar 30mm. Tingkat kerusakan akibat
serangan Agrotis ipsilon adalah sebesar 0,317%.
Larva pada siang hari berada didalam tanah,
sedangkan pada malam hari menyerang tanaman.
Larva berwarna hitam, kelabu suram, atau
coklat. Panjang larva 30-35 mm. Mengalami 4-5 kali
instar. Lama stadium larva sekitar 18 hari. Pupa
berada beberapa inci dibawah tanah dan stadium pupa
lamanya 5-6 hari. Ngengat mempunyai sayap depan
berwarna coklat dengan garis- garis berombak,
rentangan sayap 40-59 mm. Ngengat betina dapat
bertelur 500-2000 butir. Bentuk telur oval, warna
putih, diletakkan pada rumput atau gulma dibagian
pangkal batang atau daun. Telur menetas sekitar 6
hari (Kalshoven, 1981).
Kerusakan yang ditimbulkan akibat serangan
Agrotis ipsilon berupa terpotongnya batang tanaman
sehingga menyebabkan tanaman rebah kemudian
mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Sasmito (2010)
bahwa gejala juga terlihat pada pangkal batang yang
menunjukkan bekas gigitan ulat, pangkal batang
terpotong- potong, batang rebah, batang rusak dan
bercereran.

Preferensi habitat serangga ini terjadi pada


lingkungan padi tetapi yang paling umum di padi
dataran rendah tadah hujan di Asia (Reissig et al
1986) dan padi sawah di Bangladesh (Alam
1974).Kerusakan tanaman dan ekologi. tanaman
inang selain beras di Afrika Barat tidak diketahui,
tetapi di Asia, serangga ini juga mnyerang alangalang Cylindrica, Panicum maximum Jacq,
Saccharum
officinarum
L,
dan
Sorgum
verticilliflorum (Dale 1994).
Larva Melanitis leda
memakan di
pinggiran dan ujung daun dan hanya meninggalkan
jaringan daun dan urat daun. Kerusakan ini mirip
dengan yang disebabkan oleh belalang dan ulat
grayak. Larva menyebabkan tingkat kerusakan
sebesar 0,083 %.
d. Ulat Grayak (Spodoptera litura)

c. Ulat Tanduk Hijau (Melanitis leda)


a

Gambar 19. Larva Melanitis leda


Larva memiliki 2 pasang tanduk, satu
pasang ada di bagian ujung kepala, dan satu pasang
lainnya ada di bagian ujung abdomen. Larva
penyebab kerusakan pada tanaman, makan daun Fase
pertumbuhan tanaman yang diserang adalah dari fase
anakan sampai pembentukan tongkol jagung.
Menurut Dale dkk (1994) biologi dari Melanitis leda
imago berupa kupu-kupu berwarna coklat berukuran
7,5 cm. Sayap terlipat di atas tubuh ketika serangga
sedang beristirahat. Kupu-kupu terbang pada sore
hari. Siklus hidup dari telur sampai imago
berlangsung selama 30 hari. Imago betina bertelur
seperti mutiara dan diletakkan secara tunggal atau
berkelompok pada barisan tanaman.
Imago betina meletakkan 50-100 telur
dalam waktu sekitar 2 minggu, telur akan menetas
setelah 4 hari. Setelah menetas , larva mulai makan
pada daun-daun. Larva berwarna kuning - hijau dan
menyatu dengan dedaunan tanaman. Tubuh ditutupi
dengan rambut kuning . Kepala datar dan berbentuk
segi empat dengan 2 pasang tanduk dikepala.

b
Gambar 20. Larva Spodoptera litura (a); Gejala
serangan S.litura (b)
Larva merusak daun serta menyerang secara
serentak bergerombol dengan meninggalkan sisa-sisa
epidermis bagian atas, transparan bahkan tinggal
tulang daunnya saja. Ulat grayak menyerang daun
sehingga bagian daun yang tertinggal hanya
epidermis atas dan tulang-tulangnya saja. Ulat juga
merusak tulang-tulang daun sehingga tampak lubanglubang bekas gigitan pada daun. Tingkat kerusakan
akibar serangan larva Spodoptera litura adalah
sebesar 3,34%.
Larva menyerang pada fase vegetatif saat
tanaman jagung berumur 10-30 hari setelah tanam.
Larva mempunyai warna bervariasi, ulat yang baru
menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua
atau hitam kecoklatan serta hidup secara
bergerombol. Ulat menyerang tanaman jagung di
malam hari, saat siang hari bersembunyi ditempat

lembab. Ngengat betina meletakkan kelompokkelompok telur yang 22 22 ditutupi bulu-bulu halus
berwarna merah sawo pada permukaan bawah daun.
Setiap kelompok telur terdiri dari 100-300 butir.
Seekor ngengat betina mampu bertelur 1000-2000
butir. Masa telur 3-4 hari, ulat 17-20 hari, kepompong
10- 14 hari. Siklus hidupnya 36-45 hari (Kalshoven,
1981).

f. Wereng Jagung (Peregrinus


maidis)

e. Penggerek Putih Palsu (Cnaphalocrosis


medinalis)

b
Gambar 21. Larva C. medinalis (a); Gejala
serangan C.medinalis (b)
Hama putih palsu merupakan hama padi.
Kerusakan akibat serangan larva hama putih palsu
terlihat dengan adanya warna putih pada daun di
pertanaman
Larva makan jaringan hijau daun dari dalam lipatan
daun meninggalkan permukaan bawah daun yang
berwarna putih. Tingkat kerusakan akibat serangan
Cnaphalocrosis medinalis adalah sebesar 1,383 % %.
Menurut Umboh (2013) Siklus hidup hama ini 30- 60
hari. Tanda pertama adanya infestasi hama putih
palsu adalah kehadiran ngengat berwarna kuning
coklat yang memiliki 3 buah pita hitam dengan garis
lengkap atau terputus pada bagian sayap depan.
Panjang tubuh 10-12 mm sedangkan lebar dengan
rentangan sayap 17-19 mm. Pada saat beristirahat,
ngengat berbentuk segitiga. Imago/ngengat berwarna
coklat muda dan ujung sayap berwarna gelap.
Abdomennya berbentuk memanjang dan ramping.

Gambar 22. Peregrinus maidis


Tubuh wereng dewasa berwarna kuning
kecoklatan, dan sayap berwarna bening. Gejala
serangan pada daun tampak bercak garis-garis kuning
pendek terputus-putus sampai bersambung terutama
pada tulang daun dan pada daun tampak bergaris
kuning panjang. Pertumbuhan tanaman akan
terhambat dan menjadi kerdil. Tingkat kerusakan
akibat serangan Peregrinus maidis adalah sebesar
0,471%. Menurut Lilies (1991) siklus hidup wereng
jagung 25 hari, masa telur 8 hari, telurnya berbentuk
bulat panjang agak bengkok, berwarna putih bening
yang diletakkan pada pelepah daun secara terpisah
atau berkelompok. Nimfa mengalami 5 instar, instar
pertama berwarna kemerah-merahan kemudian
berangsur-angsur menjadi putih kekuning-kuningan.
Instar pertama menyukai daun-daun yang baru
terbuka, pelepah daun, kelopak daun dan bunga
jantan yang masih muda dan lunak (Saranga,1980).
2. Penyakit Tanaman Jagung Baby
Jenis Tanaman
Jagung
Monokultur (2
tanaman/
lubang)
Jagung
Monokultur (1
tanaman/
lubang)
Jagung +
Tagetes
Jagung +
Kacang Tanah
Jagung +
bayam
Jagung + Ubi
Jalar
Jagung +
wortel

Penyakit yang
Ditemukan
Helintosporium
turcicum

Presentase
Kerusakan
0,00417%

Perenosclerospora
maydis

0,053%

Perenosclerospora
maydis
Helmintosporium
maydis
Helmintosporium
maydis
-

0,293%

Helmintosporium
maydis
Perenosclerospora
maydis

0,0083%
0,00033%
-

0,0033%
0,0233%

Jagung+ bit +
ubi jalar
Jagung +
selada sioma

Perenosclerospora
maydis

0,05%

Tingkat Kerusakan akibat Infeksi Pathogen


No Nama Pathogen
Tingkat
kerusakan
1

Helmintosporium maydis

0,0018 %

Perenosclerospora maydis

0,104825 %

a. Bulai (Peronosclerospora maydis)

Gambar 23. Tanaman yang terinfeksi


Peronosclerospora maydis
Gejala penyakit bulai adalah adanya warna
khlorotik memanjang sejajar tulang daun, dengan
batas yang jelas dari daun yang masih sehat berwarna
hijau normal. Daun permukaan bawah dan atas
terdapat warna putih seperti tepung, hal ini sangat
tampak dipagi hari. Tanaman jagung yang terserang
penyakit bulai sejak umur muda maka akan terjadi
infeksi yang sistemik dan intensitas serangan berat,
sehingga dapat menyebabkan kegagalan panen.
Umumnya jamur ini menyerang pada fase vegetatif
tanaman. Gejala lainnya adalah tanaman akan
terhambat pertumbuhannya. Tingkat kerusakan yang
disebabkan infeksi jamur Peronosclerospora maydis
adalah sebesar 0,104825%.
Menurut Abadi (2003) Gejala penyakit bulai
pada tanaman jagung yang terinfeksi di lapangan
mulai nampak rata-rata pada umur 10-15 hst. dan
selanjutnya intensitas serangannya meningkat seiring
dengan bertambahnya umur tanaman. Hal tersebut
ditandai dengan adanya individu dalam populasi
tanaman yang kerdil dan tidak tumbuh normal. Ini
akibat dari patogen bulai yang masuk ke dalam
jaringan tanaman dan mengeluarkan fytotoxin,
selanjutnya berkembang dan merusak sel tumbuh
tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman
kerdil. Berbeda halnya pada tanaman yang tahan,
mengeluarkan fytoalexin yang mampu membatasi

laju infeksi sehingga tanaman tetap tumbuh normal.


Kehilangan hasil akibat penyakit bulai mencapai 90%
(Surtleff 1980), bahkan dapat menyebabkan gagal
panen (puso) terutama pada varietas jagung yang
peka (Sudjadi 1979).
Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat
di dataran rendah. Konidium yang paling baik
berkecambah pada suhu 30 C. Infeksi hanya terjadi
kalau ada air, baik ini air embun, air hujan. Infeksi
sangat ditentukan oleh umur tanaman dan umur daun
yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3
minggu cukup tahan terhadap infeksi, dan makin
muda tanaman, makin rentan pula (Semangun, 1993).
b. Helmintosporium maydis

Gambar 24. Daun yang terinfeksi H. maydis


Awal
terinfeksinya
hawar
daun,
menunjukkan gejala berupa bercak kecil,
berbentuk oval kemudian bercak semakin
memanjang berbentuk oval dan berkembang
menjadi nekrotik (disebut hawar), warnanya
hijau keabu-abuan atau coklat. Bercak muncul di
mulai dari daun terbawah kemudian berkembang
menuju daun atas. Infeksi berat akibat serangan
penyakit hawar daun dapat mengakibatkan
tanaman jagung cepat mati atau mengering.
Tingkat kerusakan akibat infeksi jamur
H.maydis adalah sebesar 0,0018 %.
Cendawan ini tidak menginfeksi tongkol atau
klobot jagung, cendawan dapat bertahan hidup
dalam bentuk miselium dorman pada daun atau
sisa-sisa tanaman di lahan. Kehilangan hasil
akibat bercak daun mencapai 59%, terutama bila
penyakit menginfeksi tanaman sebelum bunga
betina keluar (Poy 1970). Sudjono (1990)
mengemukakan bahwa dengan curah hujan yang
rendah(6-16,50 mm/bulan) pada musim
kemarau,intensitas penyakit hawar daun sangat
rendah dibanding pada musim hujan dengan
curah hujan 210-480 mm/bulan. Perkembangan
penyakit tersebut berkaitan dengan suhu dan
kelembapan. Pada musim kemarau, suhu udara
meningkat dan kelembapan pada siang hari
menurun. Sebaliknya pada musim hujan suhu
siang hari lebih rendah dan stabil serta

kelembapan cenderung lebih tinggi dengan


variasi tidak ekstrim. Kondisi tersebut
mengakibatkan sporulasi H. maydis meningkat
atau spora di udara cukup tersedia sehingga
peluang terjadinya infeksi cukup besar.
Akibatnya intensitas serangan selalu lebih tinggi
pada musim hujan dibandingkan musim
kemarau.
Pengendalian H. maydis pada daerah
endemis dapat dilakukan dengan pembenaman
sisa-sisa panen untuk mengurangi sumber
inokulum awal. Cara ini efektif menekan
intensitas serangan pada daerah endemis H.
maydis (Summer dan Litteral 1974).
Pengendalian
secara
biologis
dengan
menggunakan mikroorganisme antagonis belum
banyak dilaporkan. Cendawan antagonis
Trichosporom sp. (Wang dan Wu 1987) dan
bakteri Pseudomonas cepacia (Upadhyal dan
Jasaswal 1992) berpotensi dikembangkan di
areal pertanaman jagung.
V. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil magang kerja yang telah
dilakukan di Yayasan Bina Sarana Bakti Cisarua
Bogor, sistem pengelolaan hama dan penyakit pada
tanaman jagung baby yang dilakukan dengan 3
pendekatan yaitu holistik, preventif dan kuratif baik.
Pendekatan secara holistik meliputi aspek
perencanaan kebun, pendekatan secara preventif
meliputi aspek kultur teknis dan pendekatan secara
holistik meliputi aspek penyembuhan tanaman yang
terinfeksi penyakit. Pada budidaya tanaman jagung
baby yang dilakukan di YBSB pendekatan secara
kuratif tidak dilakukan karena tingkat kerusakan
akibat hama dan penyakit < 20%.
Hama yang ditemukan pada tanaman jagung
baby antara lain Valanga nigricornis, Spodoptera
litura, Cnaphalocrosis medinalis, Peregrinus maidis,
Agrotis ipsilon dan Melanitis leda. Tingkat kerusakan
tertinggi disebabkan oleh Spodoptera litura dengan
tingkat kerusakan mencapai 3,34 %. Penyakit yang
ditemukan pada tanaman jagung baby antara lain
Helmintosporium maydis dan Perenosclerospora
maydis.
Saran
Dalam
budidaya
tanaman,
perlu
memperhatikan beberapa aspek antara lain iklim dan
cuaca, kultur teknis, perencanaan kebun dan
kesehatan tanah. Kondisi lahan yang memiliki
biodiversitas tinggi menyebabkan piramida makanan
semakin kompleks sehingga tidak ada individu yang
mendominasi suatu populasi. Penggunaan tanaman

repellent dan antraktan perlu ditingkatkan untuk


menekan populasi OPT. Penggunaan agen antagonis
seperti Trichoderma sp, Metarhizium anisopliae,
Beauveria bassiana dan Verticilium lecanii perlu
dikembangkan untuk menekan populasi organisme
pengganggu tanaman.

Anda mungkin juga menyukai