Anda di halaman 1dari 15

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam proses budidaya tanaman, masalah yang sering ditemukan adalah
serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terhadap tanaman budidaya.
Organisme Pengganggu Tanaman terdiri dari hama, penyakit, dan gulma. OPT
pada suatu lahan pertanian sangat mengganggu laju pertumbuhan tanaman yang
dibudidayakan, hal ini dikarenakan antara tanaman yang dibudidayakan dengan
OPT terjadi persaingan untuk mendapatkan makanan, serat, dan tempat
perlindungan. Maka dari itu, untuk mengatasi masalah ini perlu dilakukan upaya
pengendalian yang terpadu demi menjaga kualitas dan kuantitas tanaman
tersebut.
Kegiatan fieldtrip di Desa Sumberbrantas, Cangar, Kec. Bumiaji, Kota Batu
Malang bertujuan untuk mengobservasi lahan pertanian kentang. Dalam suatu
areal lahan yang ditanami, kemunduran produksi merupakan hal yang sering
terjadi. Di lahan tersebut kita menemukan berbagai macam tanaman budidaya dan
tanaman yang terserang penyakit dan hama yang merupakan masalah bagi para
petani. Salah satu faktor yang mempengaruhi kemunduran produksi adalah karena
adanya gangguan hama dan patogen penyebab penyakit.
Kehadiran organisme yang tidak diinginkan seperti gulma ataupun yang
lain yang berperan sebagai Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) pada lahan
pertanian dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan
tanaman pokok (tanaman budidaya) dalam hal penyerapan unsur-unsur hara,
penangkapan cahaya, penyerapan air, menurunkan kualitas produksi pertanian.
Dengan demikian, kita dapat langsung terjun ke lapangan dan wawancara dengan
petani mengenai areal pertanaman kentang.
Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan suatu komoditi hortikultura
yang penting di dunia karena memiliki produksi yang tinggi. Maka hal itu membuat
komoditas kentang memiliki peranan penting. Tanaman ini pertama kali ditanam
di Indonesia pada tahun 1794, khususnya pada daerah-daerah dataran tinggi
seperti Wonosobo, Brastag, Pangalengan, dan Malang. Di Indonesia kentang
dibudidayakan menjadi bahan sayur oleh para petani. Bahkan beberapa tahun
sebelumnya dijadikan sebagai tanaman prioritas utama sebelum penghasil
pangan. Hal ini dimungkinkan karena tanaman kentang memiliki kandungan
karbohidrat dan nilai gizi yang cukup tinggi, sehingga mendapatkan prioritas utama
di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
2

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman (DPT)
yang dilaksanakan di Sumberbrantas, Cangar, Kec. Bumiaji, Kota Batu Malang
yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang komoditas kentang (Solanum
tuberosum L.) secara aspek hama maupun penyakit. Selain itu, untuk
meningkatkan pemahaman materi yang didapatkan dan membandingkan teori
dengan praktik yang terjadi di lapangan.

1.3 Manfaat
Manfaat yang diberikan pada kegiatan fieldtrip ini untuk mengetahui dan
memahami komoditas tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dalam aspek
hama dan penyakit, mahasiswa dapat menambah wawasan mengenai materi
hama dan penyakit sekaligus materi informasi mengenai komoditas kentang itu
sendiri, serta dapat membandingkan dari teori dalam kelas dan praktik langsung
yang terjadi di lapangan.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Literatur Komoditas


Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan sayuran yang termasuk
dalam sayuran iklim dingin karena dalam masa perkembangan memerlukan suhu
di kisaran 10-18 °C (Rubatzky,1998 dalam Utami, 2015). Kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berumur sekitar 90-180 hari per
individunya dan termasuk dalam tipe tanaman semak. Kentang cocok ditanam di
tanah yang diolah dengan baik dan terletak di dataran tinggi atau pegunungan
dengan ketinggian mencapai kisaran lebih dari 700 mdpl (Samadi,2007 dalam
Utami,2015). Kentang termasuk dalam tanaman umbi-umbian dan tergolong
umurnya pendek. Memiliki batang dan daun berwarna hijau kemerahan atau ungu.
Umbinya dapat berawal dari samping yang masuk ke dalam tanah yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan karbohidrat .
Menurut Nurcahyati (2019), Morfologi tanaman kentang dibagi menjadi 4
bagian sebagai berikut :
a) Daun
Bentuk daun pada tanaman kentang sempit dan sedang, sedangkan
susunannya sedang dan terbuka, dimana daun majemuk saling menempel di satu
tangkai biasa disebut rachis, dengan jumlah helai daun umumnya ganjil, saling
berhadapan, memiliki daun sela yang berbentuk sepasang daun kecil diantara
pasang daun. Di pangkal daun terdapat daun kecil di sebut daun penumpu
(stipulae).
b) Batang
Batang pada tanaman kentang berbentuk segi empat atau terkadang segi
lima menyesuaikan varietasnya, memiliki diameter 50-120 cm tubuh menjalar,
sedikit keras saat di pijat, tumbuh menjalar. Batang tanaman memiliki fungsi
sebagai jalan zat-zat hara tanah ke daun dan untuk menyalurkan hasil fotosintesis
dari daun ke bagian tanaman yang lain. Warna batang hijau kemerahan dan hijau
keunguan.
c) Akar
Tunggang dan serabut merupakan sistem perakaran pada tanaman
kentang, dengan akar tunggang menembus tanah sampai kedalaman 45 cm,
sedangkan akar serabutnya menyebar ke kanan dan kiri untuk menembus tanah
dangkal. Akar pada tanaman kentang berwarna keputih-putihan, bertekstur halus
4

dan sangat kecil. Sebagian akar-akarnya akan berubah menjadi bakal umbi
(stolon).
d) Umbi
Bentuk umbi pada tanaman kentang yaitu bulat padat dimana bentuknya
sangat berkaitan dengan umbi. Umbi terbentuk dari cabang samping diantara
akar-akar. Umbi sendiri memiliki fungsi menyimpan karbohidrat,protein, dan
lemak.

2.2 Teknik Budidaya Tanaman


Teknik budidaya tanaman adalah proses menghasilkan bahan pangan
serta produk-produk agroindustri dengan memanfaatkan sumberdaya tumbuhan.
Cakupan obyek budidaya tanaman meliputi tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan. Teknik budidaya tanaman meliputi penanaman, pemupukan dasar,
penyulaman, pengairan, pemasangan ajir, pemupukan susulan, pembubunan,
penyiangan, sanitasi, dan pemangkasan serta pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) (Diwanti, 2018).

2.3 Serangga Hama pada Komoditas yang Diamati


Menurut Hidayat et al. (2018), tanaman kentang biasanya terserang hama
dan penyakit pada saat kisaran umur 20 HST. Hama dan penyakit yang
menyerang tanaman kentang antara lain sebagai berikut :
a) Ulat Jengkal (Crysodeixis arichalcea L.),
Ulat jengkal atau biasa disebut ulat kilan, karena cara ulat berjalan dengan
berjingkat-jingkat,hal itu seperti tangan manusia yang mengukur dengan tangan
yang sejengkal demi sejengkal. Ulat bergerak dengan demikian karna mereka
tidak terdapat kaki sehingga berjalan mengandalkan tubuh bagian bawah mereka.
Klasifikasi ulat jengkal sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Geometridae
Genus : Hyposidra
Spesies : Hyposidra talaca
5

Ulat jengkal memiliki sifat polifag, yang artinya ulat jengkal tidak hanya
menyerang tanaman kentang tapi juga menyerang tanaman pertanian dan
tanaman perkebunan. Ada beberapa tanaman lain juga yang diserang seperti bibit
Kranji, tanaman jarak pagar, tanaman trembesi, tanaman sengon, tanaman adas,
tanaman kakao, tanaman teh, dan tanaman murbai (Hidayah,2017).

b) Ulat Grayak (Spodoptera Litura F.),


Menurut Ummah (2014), Ulat Grayak atau ulat dengan nama ilmiah
spodoptera litura bersifat polifag. Hama ini penting bagi tanaman pertanian dan
perkebunan. Ulat grayak ini juga memakan tanaman seperti kacang-kacangan,
jagung, padi,bawang, slada, sawi, sawi, kapas, tembakau, dan tebu. Berikut
merupakan klasifikasi ulat grayak :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera Litura

c) Ulat Buah (Helicoverpa armigera Hubn.)


Helicoverpa Armigera merupakan ordo lepidoptera yang mempunyai 4
buah sisik. Lepidoptera berkembang secara holometabola, yaitu dalam
perkembangannya larva akan berubah menjadi pupa dan pupa akan berubah
menjadi kupu-kupu, serangga ini mencari makan pada saat malam hari dan
mempunyai bulu yang jarang, sedikit pendek, dan kaku. Berikut merupakan
klasifikasi dari ulat buah :
Kingdom : Amalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctidae
Genus : Helicoverpa
Spesies : Helicoverpa armigera
6

2.4 Penyakit Tanaman pada Komoditas yang Diamati


Hawar daun adalah sebuah penyakit yang terjadi karena adanya bakteri
Exserohilum turcicum syn., Drechslera turtica jain, Helminthosporium turcicum.
Berikut merupakan klasifikasi penyakit hawar daun :
Divisio : Amastigomyceta
Subdivisio : Deuteromyotina
Kelas : Deuteromycetes
Sub kelas : Hypomycetidae
Ordo : Hyphales
Family : Denatiaceae
Genus : Helminthosporium
Spesies : Helminthosporium turcicum (Pass.) Leonard et suggs.
Hawar Daun atau biasa disebut BLB (Bacterial Leaf Blight) adalah salah
satu penyakit tanaman yang paling populer di Indonesia dan populer dengan nama
“kresek” karena hawar daun bersifat sistemik yang memiliki kemampuan
menginfeksi tanaman di berbagai stadium, maka gejala penyakit ini dibedakan
menjadi tiga macam yaitu :
a) Gejala Layu “Kresek”
Gejala ini terjadi biasanya 1-2 minggu setelah tanam dan sering terjadi di
tanaman dewasa yang rentan.
b) Gejala Hawar
Gejala yang membuat tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis
bercak kebasahan, bercak meluas berwarna hijau keabu-abuan.
c) Gejala daun kuning pucat
Gejala ini terjadi di daunya yang berubah warna menjadi kuning pucat
karena sudah terserang bakteri hawar daun.
d) Layu
Gejala layu biasanya diawali dengan mengkeriputnya daun-daun tanaman,
layu disini layu dalam artian seperti layu yang tersiram air panas yang terkulai ke
permukaan dan membusuk jika dibiarkan.
(Masnilah et al., 2013)
7

2.5 Teknik Pengendalian


2.5.1 Serangga Hama
Pengendalian hama yang perlu ditekankan di sini bukan dimusnahkan
akan tetapi menurunkan status hama supaya tidak merugikan tanaman lain.
Adapun langkah-langkah dalam mengendalikan hama di komoditas tanaman
kentang,khususnya hama ulat yaitu pengaturan pola tanam pemanfaatan musuh
alami pengendalian fisik dan mekanik serta penggunaan varietas tahan (Suharti et
al., 2015).

2.5.2 Penyakit Tanaman


Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan memperhatikan
pelaksanaan PHT dilakukan dengan cara pencegahan (preventif) dan pengobatan
(kuratif). Pengendalian dapat dilakukan dari mulai persiapan sebelum tanam
sampai panen karena sejak awal proses tanam maka gangguan penyakit ini akan
muncul sampai tanaman dipanen. Pengendalian penyakit secara terpadu berarti
memadukan beberapa cara pengendalian penyakit yang sesuai dengan
mempertimbangkan segala aspek mulai dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
Dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman
Pasal 20 dituliskan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan system
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) serta di dalam Peraturan Pemerintah No. 6
tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman yang menentapkan bahwa Sistem
Pengendalian Hama Terpadu yang dimaksud adalah upaya mengendalikan
tingkat populasi atau tingkat serangan Organisme Pengganngu Tanaman (OPT)
dengan menggunakan satu atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan
dalam satu kesatuan, untuk mencegah dan mengurangi timbulnya kerugian secara
ekononis dan kerusakan lingkungan hidup.
Dalam peraturan ini, disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan
melalui kegiatan pencegahan, pengendalian, dan eradikasi. Konsep PHT ini
mempunyai asas sebagai berikut:
1) Secara terpadu dengan memperhatikan OPT penting.
2)Tidak bertujuan untuk memberantas tetapi mengendalian supaya
kerusakan yang terjadi berada di bawah ambang ekonomi.
3) Menggabungkan berbagai cara yang kompatibel.
4) Selalu didasari pertimbangan ekologi.Pestisida nabati telah dikenal dan
digunakan untuk mengendalikan OPT sejak zaman dahulu kala. Lebih
8

dari 1500 jenis tumbuhan di dunia berpotensi sebagai pestisida nabati.


Pestisida nabati merupakan bahan yang dipergunakan untuk
mengendalikan OPT yang dibuat dari bagian tumbuhan tertentu yang
mengandung senyawa bioaktif bersifat toksik (Setiawati et al., 2008
dalam Yulia et al., 2018).
9

III. KONDISI UMUM WILAYAH

3.1 Lokasi Fieldtrip


Fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman (DPT) pada komoditas kentang
(Solanum tuberosum L.) dilakukan pada hari Sabtu, 5 November 2022 jam 07.30
WIB hingga selesai. Fieldtrip ini berlokasi di Sumberbrantas, Cangar, Kec. Bumiaji,
Kota Batu Malang, Jawa Timur. Selain itu, lokasi ini berada pada titik koordinat -
7°45'57"S 112°32'16"E.

3.2 Sejarah Lahan


Desa Sumberbrantas adalah desa yang dibentuk tanggal 21 Desember
2005 sebagai hasil dari pemekaran wilayah Desa Tulungrejo dan dulunya adalah
sebuah Dusun yang merupakan bagian dari wilayah Desa Tulungrejo. Terbagi
menjadi tiga dusun, yaitu: Dusun Krajan, Dusun Jurang Kuali, dan Dusun Lemah
Putih. Dusun Sumberbrantas / Jurangkuali terbentuk sejak masa penjajahan
Belanda yang diambil dari kata Pusatnya yakni sumbermata air Kali Brantas yang
dirangkai menjadi Sumber Brantas dan Kata Jurang Kuwali yang konon ceritanya
bermula dari penemuan masyarakat setempat di suatu wilayah tepatnya di Dusun
Jurang Kuwali (Sekarang). Banyak sekali terdapat gerabah yang terbuat dari tanah
liat (seperti /berbentuk Kuwali) karena tempat penemuan tersebut di daerah yang
tropografinya banyak Jurang (Curah/curam) maka penduduk setempat
menamakan tempat tersebut Jurang Kuwali. Desa Sumberbrantas juga memiliki 2
sektor pariwisata di dalamnya yaitu: Arboretum yang merupakan pusat mata air
kali Brantas dan wisata alam pemandian air panas. Kedua tempat tersebut sangat
berpotensi dalam menarik pengunjung atau wisatawan berkunjung ke desa
Sumberbrantas.
3.3 Penggunaan Lahan
3.3.1 Jenis Penggunaan Lahan
Desa Sumberbrantas merupakan salah satu desa yang berada di
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Sumberbrantas adalah Desa yang terletak di
wilayah barat daya lereng Gunung Arjuna dan sebelah timur Gunung Anjasmoro.
Desa ini merupakan daerah pegunungan yang memiliki hamparan lahan pertanian
yang luas dan subur. Mayoritas masyarakat penduduk Desa Sumberbrantas
bekerja sebagai petani dengan mengelola lahan – lahan yang ada di desa
tersebut. Umumnya petani menanam produk pertanian sayur mayur dan
10

hortikultura seperti wortel, kentang, sawi. Lahan kentang yang ditanam para petani
memiliki pola tanam monokultur yaitu menanam tanaman dengan jenis yang sama.

3.3.2 Komoditas
Lahan kentang yang ada di Desa Sumberbrantas menggunakan sistem
rotasi tanaman. Rotasi tanaman merupakan sistem budidaya tanaman yang
memanfaatkan satu lahan untuk ditanami berbagai tanaman secara bergiliran
(Harahap et al., 2022). Pada lahan di Desa Sumberbrantas rotasi tanaman
dilakukan tiga kali dalam setahun, tanaman yang ditanam berganti dari sawi,
kentang, dan wortel. Menggilir atau merotasi tanaman dengan jenis yang tidak
memiliki hama sama, dapat memutus siklus hidup dari hama tersebut karena pada
musim berikutnya hama tidak mendapat makanan dan akan mati kelaparan.

3.3.3 Potensi Pemanfaatan Musuh Alami dalam Mengendalikan OPT


Penggunaan tanaman refugia dan pengaplikasian rizhobakteri merupakan
hal yang tepat dalam pemanfaatan musuh alami dalam mengendalikan
OPT.Penggunaan tanaman refugia tepat dilakukan karena secara umum refugia
merupakan pertanaman beberapa jenis tumbuhan yang dapat menyediakan
tempat perlindungan, sumber pakan atau sumberdaya yang lain bagi musu alami
seperti predator atau parasitoid atau refugia juga dapat disebut sebagai tumbuhan
baik tanaman maupun gulma yang tumbuh di sekitar tanaman yang
dibudidayakan, yang berpotensi sebagai mikrohabitat bagi musuh alami ( baik
predator maupun parasit ) yang tentunya agar perlestarian musuh alam tercipta
dengan baik. (Nurul dan Aktavia,2015)
Pengaplikasian rhizobakteri merupakan langkah yang tepat juga dalam
pemanfaatan musuh alami dalam mengendalikan OPT. Pengaplikasia rhizobakteri
mampu meningkatkan produksi umbi dan rerata jumlah daun tanaman
kentang.Peningkatan tersebut terjadi dikarenakan adanya kolerasi antara jumlah
daun dengan jumlah produksi umbi kentang. Peningkatan indeks luas daun
memungkinkan terjadinya proses fotosintesis yang lebih baik sehingga
menghasilkan asimilat yang lebih tinggi bagi pertumbuhan manusia ( Junda et al .,
2018 ).
11

IV. METODOLOGI PELAKSANAAN

4.1 Waktu dan Tempat Lokasi Fieldtrip


Fieldtrip Dasar Perlindungan Tanaman pada komoditas Kentang (Solanum
tuberosum L.) dilaksanakan pada hari Sabtu, 5 November 2022 pukul 07.30 WIB
hingga selesai. Kegiatan fieldtrip bertempat di Desa Sumberbrantas, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur. Lokasi ini terletak pada titik koordinat 7°45’57”S
112°32’16”E dengan ketinggian 2360 mdpl.

4.2. Alat dan Bahan


Tabel 1. Alat dan Bahan
No Alat Dan Bahan Fungsi

1. Lembar Quisioner Sebagai lembar pengisian hasil wawancara


petani
2. Spidol Permanen Sebagai media untuk menandai kertas label
3. Kapas Secukupnya
4. Alkohol 70%
5. Plastik 1 kilogram Sebagai wadah penyimpanan hama
6. Kertas Label Sebagai media penanda hama

4.3 Metode Pengamatan


4.3.1 Serangga Hama
Metode pada penelitian ini menggunakan metode survei yaitu pengamatan
langsung di lapang yang sudah ditanami kentang. Pengambilan sampel serangga
hama dengan menggunakan jaring ayun, pitfall, yellow trap, serta pengamatan
visual. Pada perkebunan yang sudah ditanami kentang tersebut, petani
memasang tiga jenis perangkap yang terdiri dari tiga buah pittfall untuk
menangkap serangga hama yang aktifnya pada malam hari (nocturnal), jaring
ayun untuk menangkap serangga hama terbang yang aktifnya pada siang hari
(diurnal), dan dua yellow trap (Rosa, H. O., & Marsuni, Y., 2019)

4.3.2 Penyakit Tanaman


Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) umumnya rentan terhadap 300
jenis hama dan penyakit, yang disebabkan oleh virus, bakteri dan cendawan.
Penyakit ini disebarkan melalui benih, tanah, alat-alat lapang dan juga serangga
sebagai vektor. Penyakit hawar daun oleh patogen Phytophthora infestans adalah
penyakit utama pada tanaman kentang dimana bisa menurunkan produksi hingga
12

100%, sehingga dapat mengakibatkan kerugian yang nyata bagi para petani
kentang. (Purwantisari et al., 2016)
Berdasarkan hasil fieldtrip, didapatkan dua penyakit penting pada tanaman
kentang, yaitu hawar daun dan bercak hitam. Penyakit hawar daun ini disebabkan
oleh jamur Phytophthora infestans (Mont.) de Bary. Phytophthora
infestans (Mont.) de Bary merupakan patogen yang tergolong kelas Oomycetes,
ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de
Bary dikenal sebagai patogen yang menyerang tanaman kentang. Penyakit hawar
daun sangat merusakdan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur
patogen yang memiliki tingkat patogenisitas beragam.
Gejala pertama yang terlihat dari penyakit hawar daun di lapang adalah
terdapatnya bercak luka nekrotis pada tepi daun dengan bentuk yang tidak
beraturan yang berwarna gelap/ hitam kecoklatan. Gejala selanjutnya, bercak
nekrotis akan meluas pada seluruh daun, tangkai daun dan seluruh tanaman
apabila keadaan lingkungan (suhu yang rendah dan kelembaban udara yang
tinggi) mendukung perkembangan penyakit hawar daun tersebut. (Purwantisari et
al., 2016)
Penyakit bercak hitam disebabkan oleh jamur Alternaria solani. Altenaria
solani merupakan ordo dari pleosporales, kelas dothideomycetes dan family
pleosporaceae. Salah satu penyakit ini adalah bercak daun. Penyakit ini
sebenarnya belum diketahui pasti besarnya kerugian yang disebabkan, namun,
kehilangan hasil karena serangan penyakit bercak coklat dapat mencapai 5-78%.
Munculnya gejala pada daun tergantung pada kondisi lingkungan, umur daun, dan
kerentanan varietas.

4.2.3 Faktor Edafik


Menurut Mus’af AK (2019), faktor-faktor tanah dalam penelaahan ekologi
disebut juga faktor edafik (edaphic factors). Pembahasan tentang faktor tanah
tidak terbatas hanya berasal dari bahan induk tapi juga mencakup masalah
kandungan yang ada di dalamnya baik fisik maupun biologis. Mawarti (2012),
menyatakan bahwa faktor-faktor edafik adalah faktor-faktor yang bergantung pada
keadaan tanah, kandungan air dan udara di dalamnya. Perbedaan-perbedaan
pada tanah sering menjadi penyebab utama terjadinya perubahan vegetasi dalam
daerah iklim yang sama. Oleh sebab itu, faktor edafik mempunyai arti yang sangat
besar bagi tumbuhan. Faktor edafik atau faktor tanah sangat berpengaruh besar
13

terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini disebabkan kebutuhan utama yang


menjamin kehidupan tumbuhan berasal dari tanah, seperti unsur hara, air, dan
udara. Oleh sebab itu, tingkat kesuburan tanah sangat mempengaruhi
pertumbuhan tumbuhan.
Menurut Mus’af AK (2019), vegetasi berpengaruh terhadap perkembangan
tanah, oleh karena kemampuannya mengubah iklim mikro, kemampuan dari
seresah-seresahnya yang berinteraksi dengan tanah, serta kemampuannya
mentransfer unsur-unsur hara dari horizon bawah ke horizon di atasnya.
Perbedaan jenis vegetasi berpengaruh terhadap perkembangan tanah. Tingkat
kesuburan tanah dipengaruhi oleh beberapa kondisi sifat fisik, kimia dan biologi
tanah, sedangkan sifat kimia tanah juga sukar diperbaiki sehingga perlu
pengelolaan yang baik dan tepat. Metode penelitian ini terdiri atas beberapa
tahap, yaitu survei lapangan untuk menentukan titik pengambilan sampel tanah
pada lokasi yang berbeda ketinggian tempat dari permukaan laut, pengambilan
sampel tanah di masing-masing lokasi dan analisis sampel tanah di laboratorium.
Penetapan titik pengamatan dilakukan secara Purposive Sampling yaitu
pengambilan sampel yang dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan
tertentu yaitu pengambilan sampel tanah berdasarkan perbedaan level ketinggian
tempat dari permukaan laut yang juga ditentukan titik kordinatnya masing-masing.
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara purposive sampling, pengambilan
sampel tanah dilakukan pada tanah dengan kedalaman 0- 30 cm. Pada tiap lokasi
diambil lima sampel tanah, kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel tanah
dilakukan dengan cara membersihkan permukaan tanah di lokasi atau titik
pengambilan sampel tanah dari tanaman dan serasah. Kemudian tanah diambil
menggunakan sekop sampai dengan kedalaman 30 cm. Kemudian tanah
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman dan potongan akar menggunakan parang.
Pada masing-masing lokasi penelitian terdapat lima titik yang dijadikan tempat
pengambilan sampel tanah yang jarak antar titik disesuaikan dengan kondisi di
lapangan, dan sampel tanah pada masing-masing titik dikompositkan menjadi
satu. Berat tanah yang diambil setiap titik adalah sebanyak 1000 gram, maka total
sampel tanah yang diambil untuk tiap lokasi penelitian adalah sebanyak 5000
gram. Sampel tanah dari tiap titik dalam satu lokasi penelitian dikompositkan
dalam satu wadah hingga homogen bertujuan untuk mewakili satu lokasi
penelitian. Setelah pengkompositan dianggap homogen diambil 1000 gr sampel
tanah dari tiap lokasi penelitian. Kemudian sampel tanah tersebut dimasukkan
14

kedalam kantong plastik lalu diberi label. Setelah itu sampel tersebut dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis.

4.1.4 Penggunaan Pestisida


Kentang merupakan komoditas tanaman sayuran yang banyak
dibudidayakan di Indonesia. Salah satu kendala utama yang dihadapi dalam
budidayanya adalah serangan hama trips (Thrips palmi), kutu daun persik (Myzus
persicae), dan ulat penggulung daun (Phtorimaea operculella) yang mampu
menyebabkan kehilangan hasil 25–90%. Usaha tani kentang yang intensif
mendorong peningkatan serangan OPT pada komoditas tersebut. Keadaan ini
memaksa petani untuk meningkatkan penggunaan pestisida untuk
mengendalikannya. Di antara jenis komoditas hortikultura, tanaman kentang
merupakan salah satu pengguna pestisida terbanyak.
Pada volume semprot pestisida harus dicampur dengan bahan pembawa
yang pada umumnya adalah air. Tujuannya adalah agar pestisida yang volumenya
sedikit tersebut dapat tersebar secara merata ke seluruh bidang sasaran.
Banyaknya larutan semprot (air+pestisida) yang digunakan untuk menyemprot
setiap satuan luas lahan disebut volume aplikasi atau volume semprot, yang untuk
tanaman semusim dinyatakan dalam liter per hektar. Selain penggunaan volume
semprot yang tinggi, cara petani mengaplikasikan pestisida, khususnya dalam
praktek mengarahkan nozzle bervariasi.
Hasil pemantauan di lapangan terhadap perilaku aplikasi pestisida oleh
petani kentang di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung menunjukkan bahwa
praktik yang paling banyak dilakukan adalah dengan mengayunkan tongkat nozzle
dari bawah ke atas kemudian membalikkannya ke bawah, hingga larutan pestisida
menetes ke tanah. Cara ini tidak tepat karena volume semprot yang digunakan
sangat tinggi, yang mengakibatkan pemborosan biaya dan pencemaran
lingkungan. Dalam penelitian terdapat dua cara penyemprotan pestisida yaitu
penyemprotan pestisida pada tanaman kentang dengan posisi nozzle di atas tajuk
tanaman dan posisi nozzle di bawah dan diayunkan ke tanaman dengan sudut 45⁰.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dibandingkan dengan
cara penyemprotan dengan nozzle di atas tajuk tanaman dan digerakkan ke depan
secara konstan, cara penyemprotan dengan nozzle yang diayunkan dari bawah ke
arah tanaman dengan sudut 45⁰ lebih efektif karena dapat menyebar ke area
15

tanaman dengan menyeluruh, lebih efektif dalam membunuh hama dan penyakit,
serta bobot kentang lebih sehat. (Prabaningrum, 2017).

4.1.5 Varietas Tahan


Salah satu faktor yang mendasari uji penanaman tanaman kentang di
dataran medium adalah terbatasnya lahan pertanian kentang di dataran tinggi.
Upaya eksplorasi lahan budidaya kentang yang dapat dilaksanakan adalah
mengembangkan varietas tanaman kentang yang adaptif terhadap lingkungan
dataran medium. Sehingga pemilihan varietas kentang yang tepat mampu
beradaptasi pada dataran medium baik secara hasil maupun ketahanan terhadap
penyakit (Hermawan et al., 2013).
Pada lahan yang berlokasi di Sumberbrantas, menunjukkan varietas tahan
terhadap tanaman kentang dimana terdapat penyakit Hawar daun yang
disebabkan oleh jamur Phytophthora Infestons) (Mont..) De Bary adalah penyakit
penting pada tanaman kentang. Akibat serangan pathogen ini dapat menimbulkan
kerugian yang besar, sehingga perlu adanya pengendalian yang efektif, yaitu
mengendalikan penyakit Hawar daun Phytophthotra adalah dengan menggunakan
varietas lahan terhadap Hawar daun Phytopththora. (Susilowati, 2018)

Anda mungkin juga menyukai