Anda di halaman 1dari 12

Tugas

MAKALAH
PENGENDALIAN HAMA PENYAKIT TERPADU
Pada Tanaman Holtokultura Wortel

Oleh :

LA ODE JUNUM HASMAR


D1B1 14 015

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan sayur yang ditanam sepanjang
tahun. Terutama di daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan
lembab, kurang lebih pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut.
Tumbuhan wortel mernbutuhkan sinar matahari dan dapat turnbuh pada semua
musim. Wortel mempunyai batang daun basah yang berupa sekumpulan pelepah
(tangkai daun) yang muncul dari pangkal buah bagian atas (umbi akar), mirip
daun seledri. Wortel menyukai tanah yang gembur dan subur.
Nematoda adalah binatang mungil (mikrofauna) menyerupai cacing atau
belut yang menjadi parasit paling merugikan bagi tanaman wortel. Ada sekitar 90
jenis nematoda yang dapat memarasit wortel, yang paling merusak adalah
nematoda puru akar/NPA (Meloidogyne spp.). Tanaman wortel yang sakit menjadi
kerdil, daunnya kusam dan menguning, mudah layu, serta umbinya bercabang-
cabang, bentuknya berubah dan permukaannya kasar atau berambut sehingga
tidak laku dijual.
Penyakit umbi bercabang mengakibatkan produksi tanaman wortel di
seluruh negara penanam wortel mengalami penurunan. Di Amerika Serikat
kerugian akibat NPA mencapai 50% (Ferris 2008). M. Incognita dilaporkan
menjadi penyebab kehilangan hasil pada tanaman wortel cv Gold pack di Italia,
dan di Brazil M. incognita dan M. javanica menyebabkan kehilangan hasil pada
wortel cv Aline (Luc et al. 2005). Di Indonesia belum ada data kehilangan hasil
akibat prnyakit umbi bercabang. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
produksi wortel di Indonesia selama 2005 2009 mengalami penurunan 19,78%
(dari 440.002 menjadi 352.963 ton/tahun).
Survei yang dilakukan oleh Kurniawan (2010) di wilayah Agropolitan,
Kecamatan Pacet, Cianjur melaporkan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh
penyakit umbi bercabang berkisar 15 95%. Berbagai tipe gejala malformasi umbi
oleh NPA seperti yang telah didiskripsi beberapa peneliti di laur negeri, antara
lain: umbi bercabang/menggarpu (forking), timbul puru akar (galling) (Tanaka et
al. 1997), umbi membulat dengan ukuran lebih pendek, dan membentuk akar
rambut yang cukup banyak (hairy roots) (Vrain & Baker 1980; Vrain 1982), juga
berhasil ditemukan di wilayah pengamatan.

B. Tujuan

Mengetahui hama apa saja yang menyerang tanaman wortel dan juga
mengetahui cara pengendalianya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

a. Taksonomi Tanaman Wortel


Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub-divisi : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledone (biji berkeping dua)
Ordo : Umbelliferales
Famili : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Daucus
Spesies : Daucus corata L.
Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi yang
biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur
serupa kayu seperti pada Gambar 1 (Malasari 2005). Bagian yang dapat dimakan
dari wortel adalah bagian umbi atau akarnya. Cadangan makanan tanaman ini
disimpan di dalam umbi. Kulit umbi wortel tipis dan jika dimakan mentah terasa
renyah dan agak manis (Makmun 2007).
Wortel termasuk sayur-sayuran yang paling luas dikenal manusia. Manusia
mulai mengkonsumsi wortel setelah mengetahui beberapa manfaat kesehatan yang
terkandung di dalamnya (Sunanto, 2002). Wortel merupakan tanaman khas
dataran tinggi dengan ketinggian 1.200- 1.500 m dpl untuk pertumbuhan
terbaiknya. Suhu yang cocok untuk tanaman ini sekitar 22-24C dengan
kelembaban dan sinar matahari yang cukup. Persyaratan tanah yang sesuai untuk
tanaman ini yaitu subur, gembur dan banyak mengandung humus, tata udara dan
tata airnya berjalan baik (tidak menggenang). Wortel dapat tumbuh baik pada pH
antara 5,5-6,5 dan untuk hasil optimal diperlukan pH 6,0-6,8. Keunggulan
tanaman ini adalah tanaman ini dapat ditanam sepanjang tahun,baik pada musim
kemarau maupun musim hujan. Batangnya pendek dan berakar tunggang yang
fungsinya berubah menjadi bulat dan memanjang. Namun, suhu udara tetap perlu
diperhatikan, karena jika suhu udara terlalu tinggi seringkali menyebabkan umbi
kecil-kecil dan berwarna pucat atau kusam, sedangkan jika suhu udara terlalu
rendah maka umbi yang terbentuk adalah panjang kecil (Mulyahati, 2005).
BAB III

PEMBAHASAN

a. Hama Utama Tanaman Wortel

Hyposidra. Serangga ini bertubuh kecil, berukuran panjang 40 mm, dan


memiliki pelindung kulit berwarna abu-abu terang, seperti kulit kayu. Di bagian
punggung terdapat bintik-bintik kecil, dan memiliki dua pasang kaki belakang dan
tiga pasang kaki depan. Larva Hyposidra bersifat polifag, memakan daun muda
dan bunga tanaman. Tanaman inangnya antara lain tanaman sayuran, termasuk
tanaman wortel. Pupa (kepompong) berada di dekat permukaan tanah dan setelah
beberapa hari berubah menjadi ngengat. Ngengat berukuran kecil, lembut,
bertubuh ramping, bersayap agak lebar, dan ditandai dengan adanya garis
bergelombang. Ujung antena tidak menggelembung, ngengat Hyposidra tertarik
pada cahaya, terbang lemah, dan aktif pada malam hari. Gejala serangan yang
ditimbulkan oleh hama ini adalah terdapat luka gigitan serangga pada daun muda
(Pitojo 2006).
Heliothis assulta Gn.
Spesies Heliothis assulta termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae,
dan genus Heliothis. Hama ini dikenal sebagai ulat pupus. Telur ulat diletakkan
secara tunggal di atas permukaan daun, sehingga pada satu tanaman biasanya
hanya terdapat satu ulat. Warna larva beragam, tetapi kebanyakan hijau dengan
strip membujur. Larva muda agak berambut. Ulat bersifat kanibal dan fitofag.
Stadium larva berlangsung antara 2-3 minggu, sementara daur hidup berlangsung
selama 4 minggu. Ngengat berupa kupu kecil, suka menghisap madu bunga, dan
mampu memproduksi telur sebanyak 500-2000 butir. Tanaman inang Heliothis
assulta relatif terbatas dibandingkan dengan Heliothis armigera. Beberapa
tanaman inang hama ini yaitu tembakau, ceplukan, jagung, sorgum, kapas,
kentang, jarak, dan kedelai. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh hama ini
adalah terdapat kerusakan pucuk tanaman karena ulat memakan pucuk daun yang
mengakibatkan pertumbuhan daun salah bentuk. Daun-daun muda berlubang
(Pitojo 2006).

Agrotis sp.
Ulat tanah termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae, dan genus Agrotis.
Hama ini dikenal dengan nama cut worm. Ulat tanah berukuran panjang sekitar 4-5
cm dan berwarna kelabu, cokelat, atau hitam. Pada siang hari larva bersembunyi di
sekitar batang tanaman. Larva bersifat folifag. Stadium larva berlangsung selama 18
hari, stadium pupa 6-7 hari, dan stadium telur hingga imago sekitar 45 hari. Tanaman
inang hama ini antara lain jagung, kacang-kacangan, dan tanaman sayuran. Hama ini
menyerang bagian pucuk tanaman muda hingga putus sehingga tanaman layu dan
terkulai (Pitojo 2006).
Nezara viridula.
Hama ini termasuk ordo Hemiptera, famili Pentatomidae, genus Nezara,
dan spesies Nezara viridula. Kepik berwarna hijau polos, bagian kepala dan
pronotum berwarna jingga atau kuning keemasan. Induk mampu menghasilkan
telur sekitar 250 butir. Telur berwarna putih, diletakkan secara berkelompok 10-50
butir. Telur yang akan menetas berwarna merah bata. Nimfa mengalami
pergantian kulit sebanyak 5 kali. Nimfa instar 1 dan 2 berwarna hitam dan
berbintik-bintik putih. Instar 3, 4, dan 5 masing-masing berwarna hijau, berbintik-
bintik hitam dan putih, serta berukuran semakin besar. Stadium imago maksimal
berlangsung selama 47 hari, stadium telur 6 hari, dan stadium nimfa 23 hari.
Gejala serangan hama ini berupa bintik coklat pada kulit batang muda dan daun
(Pitojo 2006).
Coccinella spp.
Kumbang Coccinella bertubuh besar dan berbentuk oval mendekati bulat.
Kepala tersembunyi di bawah pronotum dan memiliki antena pendek. Serangga
dewasa berwarna cerah, yaitu kuning, orange, atau merah dengan noda-noda
hitam, kuning, atau merah. Serangga dewasa bertelur setelah kawin. Telur
berwarna kuning, diletakkan pada permukaan daun dengan posisi berdiri. Larva
berwarna gelap dan ada yang bebercak kuning. Coccinella memakan mesofil
daun, meninggalkan daun berlubang seperti jendela kecil. Selain menyerang daun,
serangga ini juga memakan tangkai daun (Pitojo 2006).
Chrysodeixis chalcites.
Serangga hama ini dikenal dengan ulat jengkal atau green semilooper,
termasuk ordo Lepidoptera, famili Noctuidae dan mempunyai daerah penyebaran
di Indonesia. Telur C. chalcites diletakkan pada daun, berwarna keputihan.
Stadium telur 3-4 hari. Larvanya berwarna hijau dengan stadium larva 14-19 hari.
Pupanya di daun dengan stadium 6-11 hari. Ngengat berwarna coklat tua. Daun
yang terserang C. chalcites akan tampak tinggal epidermis dan tulang daunnya
(Harnoto 1981) .
b. Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan konsep sekaligus strategi


penanggulangan hama dengan pendekatan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang
terlanjutkan. Ini berarti bahwa pengendalian hama harus terkait dengan
pengelolaan ekosistem secara keseluruhan. Pengelolaan ekosistem dimaksudkan
agar tanaman dapat tumbuh sehat sehingga memiliki ketahanan ekologis yang
tinggi terhadap hama. Untuk itu, petani harus melakukan pemantauan lapang
secara rutin. Dengan demikian, perkembangan populasi dan faktor-faktor
penghambat lainnya dapat diatasi/diantisipasi dan faktor-faktor pendukung dapat
dikembangkan. Apabila dengan pengelolaan ekosistem tersebut masih terjadi
peningkatan populasi dan serangan hama, langkah selanjutnya adalah tindakan
pengendalian.
Smith (1983) mendefinisikan Pengendalian Hama Terpadu sebagai
pengendalian hama yang menggunakan semua teknik dan metode yang sesuai
dalam cara-cara yang seharmonis-harmonisnya dan mempertahankan populasi
hama di bawah tingkat yang menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam keadaan
lingkungan dan dinamika populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian
Hama Terpadu bertujuan untuk membatasi penggunaan pestisida sesedikit
mungkin tetapi sasaran kualitas dan kuantitas produksi pertanian masih dapat
dicapai. Oleh karena itu PHT tersebut secara global telah memperoleh penerimaan
dan tanggapan yang positif dari para pengambil keputusan, para petani, dan
tentunya para konsumen produk pertanian di seluruh dunia yang merindukan
bahan makanan yang bebas residu (Untung 1993). Penggunaan pestisida masih
diperbolehkan dalam PHT, tetapi aplikasinya menjadi alternatif terakhir apabila
cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi peledakan hama atau
penyakit. Pestisida yang dipilih pun harus yang efektif dan diizinkan (Sabirin &
Elfahmi 2010).
Penggunaan pestisida masih diperbolehkan dalam PHT, tetapi aplikasinya menjadi
alternatif terakhir apabila cara-cara pengendalian lainnya tidak mampu mengatasi
peledakan hama atau penyakit. Pestisida yang dipilih pun harus yang efektif dan
diizinkan (Sabirin & Elfahmi 2010). Penggunaan pestisida dilakukan apabila
populasi hama meningkat dan berada di atas suatu aras populasi hama yang
dinamakan sebagai Ambang Ekonomi (AE).
Sasaran PHT adalah: 1) Produktivitas pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan
kesejahteraan petani meningkat, 3) Populasi hama dan kerusakan tanaman karena
serangannya tetap berada pada tingkatan yang secara ekonomis tidak merugikan,
dan 4) Pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida.
Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua taktik atau metode
pengendalian hama. Taktik PHT, terutama adalah: 1) Pemanfaatan proses
pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan
atau mematikan perkembangan musuh alami, 2) Pengelolaan ekosisem melalui
usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman
menjadi kurang sesuai bagi perikehidupan hama serta mendorong berfungsinya
agensia pengendali hayati, 3) Pengendalian fisik dan mekanis yang bertujuan
untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis hama yang
normal, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan
dan perkembangan hama, dan 4) Penggunaan pestisida secara selektif untuk
mengembalikan populasi hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas
pestisida didasarkan atas sifat fisiologis, ekologis, dan cara aplikasi. Penggunaan
pestisida diputuskan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil
pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Pestisida yang dipilih harus yang
efektif dan direkomendasikan. Ada empat prinsip yang harus dilaksanakan dalam
penerapan PHT, yaitu pembudidayaan tanaman sehat, pelestarian musuh alami,
pemantauan secara rutin, dan pengambilan keputusan pengendalian oleh petani
(Arifin 1999).
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan konsep sekaligus strategi


penanggulangan hama dengan pendekatan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang
terlanjutkan. Ini berarti bahwa pengendalian hama harus terkait dengan
pengelolaan ekosistem secara keseluruhan. Pengelolaan ekosistem dimaksudkan
agar tanaman dapat tumbuh sehat sehingga memiliki ketahanan ekologis yang
tinggi terhadap hama maupun penyakit.

B. Saran

Saran saya dalam pembutan makalah ini adalah dalam pengendalian hama
ataupun penyakit kurangi penggunaan pestisida karena dapat berpengaruh pada
lingkungan. Seperti apa yang diungkapkan oleh Smith (1983) mendefinisikan
Pengendalian Hama Terpadu sebagai pengendalian hama yang menggunakan
semua teknik dan metode yang sesuai dalam cara-cara yang seharmonis-
harmonisnya dan mempertahankan populasi hama di bawah tingkat yang
menyebabkan kerusakan ekonomi di dalam keadaan lingkungan dan dinamika
populasi spesies hama yang bersangkutan. Pengendalian Hama Terpadu bertujuan
untuk membatasi penggunaan pestisida sesedikit mungkin tetapi sasaran kualitas
dan kuantitas produksi pertanian masih dapat dicapai.
TINJAUAN PUSTAKA

Luc M, Sikora RA, Bridge J. 2005. Plant Parasitic Nematodes in Subtropical and
Tropical Agricultural. Ed ke-2. USA: CABI Publishing.

Barker KR, Campbell CL. Sampling nematode population. Di dalam: Zuckerman


BM and Rohde RA, editor. Plant Parasitic Nematodes. Vol. III. New
York: Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai