Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang
mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat. Cabai merupakan salah satu jenis sayuran buah
yang dapat digunakan sebagai bumbu masak. Selain dikonsumsi sebagai bumbu
masak, cabai digunakan sebagai bahan ramuan obat tradisional, bahan campuran
pada industri makanan dan minuman. Oleh karena itu cabai memiliki potensi
penting untuk dikembangkan.(Glavendekic et al, 2005)
Tanaman cabai dapat hidup di daerah dataran rendah hingga dataran tinggi,
membutuhkan tanah yang banyak mengandung bahan organik dan unsur hara.
Selain itu tanah tidak tergenang air karena dapat menyebabkan tanaman mudah
terserang penyakit layu dan gugur daun. Kebutuhan cabai merah dari tahun ke tahun
meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, namun produksi cabai
masih belum mencukupi. Hal ini disebabkan karena adanya penurunan produksi
cabai.pemeliharaannya.(Can et al, 2010)
Organisme pengganggu tanaman yang biasa disebut dengan OPT, sering
kali meresahkan petani, karena memang sifatnya yang merusak dan apabila
jumlahnya sangat banyak atau melebihi ambang batas ekonomi akan menurunkan
produktivitas. Terdapat beberapa macam OPT, antara lain Nematoda, Serangga dan
Tungau. Jika dilihat dari sudut pandang ekologi, OPT ini memiliki peran sebagai
konsumen pertama pada suatu ekosistem karena sebagai konsumen produsen atau
bisa disebut herbivora. Jumlah yang banyak menyebabkan organisme ini menjadi
hama pada tanaman budidaya, oleh karena itu petani harus tau karakteristik OPT
yang menyerang.(Rao et al, 2001)
Gejala seranga OPT yang terjadi berbeda-beda, semua itu tergantung pada
jenis OPT yang menyerang. Jika ada luka robekan pada tanaman umumnya OPT
yang menyerang adalah seranggaa yang memiliki jenis mulut mandibulata atau
penggigit, pengunyah. Ukuran oraganisme juga menjadi permasalahan, pasalnya
petani tidak mengetahui dimana titik serangannya dan kapan waktu menyerangnya.
Organisme Pengganggu Tanaman yang berukuran kecil antara lain Nematoda dan
Tungau. Nematoda memiliki sifat yang parasit, berbentuk seperti cacing namun

1
ukurannya mikroskopis, sehingga tidak dapat dilihat dengan kasat mata dan petani
hanya mengetahui gejalanya saja. Begitu juga dengan tungau yang memiliki ukuran
yang sangat kecil, akan tetapi masih lebih besar dai pada nematoda.
(Bernal et al, 2012)
Tungau merupakan salah satu organisme pengganngu tanman. Bentuknya
bulat, oval, pipih dorso ventral. Ukurannya sangat kecil shingga harus
menggunakan mikroskop untuk mengamati dengan jelas. Tubuh tungau seperti
laba-laba (Arachnida). Tungkainya berjumlah empat pasang atau total tungkainya
ada delapan tungkai. Tubuhnya yang kecil dan ringan sangat memungkinkan uttuk
terbawa angin dan menyebarkan benih virus pada tanaman. Bagian tubuh dari
tungau itu sendiri berbda dengan serangga atau laba-laba. Tungau memiliki bagian
mulut menyatu dengan badan. Tubuhnya tidak bersegmen, bernafas dengan trakea
namun terkadang menggunakan kulitnya.(Wang et al, 2009)

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui siklus
hidup, gejala serangan hama Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus) dan
teknik pengendaliannya secara fisik, mekanik, kimia maupun secara hayati.

Kegunaan penulisan
Adapun kegunaan dari paper adalah merupakan salah satu syarat untuk
dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub-Hama Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanain Universitas
Sumatera Utara, Medan. Dan sebagai bahan bacaan maupun referensi bagi yang
membutuhkan.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Hama Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus)

Memiliki klasifikasi sebagai berikut Kingdom : Animalia; Phylum :


Arthropoda; Class : Arachnida; Order: Trombidiformes; Family :Tarsonemidae;
Genus :Polyphagotarsonemus; Species : Polyphagotarsonemus latus.
(Aguilar et al, 2012)
Betina dewasa P. latus berukuran kecil (sekitar 200 μm) dan memiliki
perisai dorsal yang tidak disortir. Perisai prodorsal tidak diperbesar untuk menutupi
stigmata. Trichobothria pada prodorsum adalah capitate. Dorsal idiosomal setae
pendek. Ada empat pasang setae pada dorsum propodosoma pada pria. Tibia dan
tarsus IV jantan menyatu dan menanggung cakar seperti kancing.
(Ahuja et al, 2000)

Siklus Hidup Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus)

Tungau kuning melewati 3 stadia dalam siklus hidupnya yaitu telur, larva
dan imago. Siklus hidup P.latus sangat singkat rata-rata lama hidup imago betina
dan jantan berturut-turut rata-rata 11,4 hari dan 15, 3 hari. Imago betina
meletakkan telur antara 30 sampai 76 butir pada permukaan daun selama 8 sampai
13 hari. Betina yang tidak kawin akan meletakkan telur jantan semua. Sedangkan
betina yang kawin akan meletakan masing-masing 4 telur betina dan 1 telur jantan.
Seks rasio antara jantan dan betina di laboratorium rata-rata 2:8 dan 2: 3 pada
persemaian di rumah kaca.Telur P. latus tidak berwarna, bening dan berbentuk elips
agak tipis. Panjang telur sekitar 0,08 mm dan ditutupi oleh 29 sampai 37 benjolan
putih pada permukaannya yang disebut dengan tubercles. Telur biasanya diletakkan
satu-satu pada bagian sisi dalam daun yang baru tumbuh, sedangkan pada buah,
telur akan diletakkan pada permukaan yang terlindungi.(Bulut et al, 2000)
Waktu generasi P. latus pendek. Pada cabe rawit (Capsicum sp.) Periode
perkembangan dari telur ke orang dewasa pada suhu 25 ° C 4,1 hari untuk pria dan
wanita. Panjang umur wanita dan pria dewasa adalah 11,4 dan 15,3 hari. Masing-
masing betina mengandung 25 butir telur. Rasio jenis kelamin perempuan / laki-
laki adalah 2,8 di laboratorium, dan 2,3 pada bibit di rumah kaca (Can et al, 2010)
Larva akan menetas pada 2 atau 3 hari dan langsung mencari makanan.
Larva yang baru menetas pergerakannya sangat lambat dan berpencar tidak jauh
dari tempat menetasnya. Sesaat seteah menetas awalnya larva tidak berwarna
(bening) tetapi kemudian betinanya menjadi hijau kekuningan atau hijau gelap,
sedangkan jantannya berwarna cokelat kekuningan. Larva akan makan selama 1
sampai 3 hari sebelum memasuki stadia pupa. Dalam waktu 2 atau 3 hari larva
berkembang menjadi stadia larva tidak bergerak atau quiescent larval stage. Larva
betina pada stadia ini akan dipindahkan oleh jantan ke daun yang baru. Larva
3
berukuran sangat kecil antara 0,1 sampai 0,2 mm, berbentuk seperti buah pear dan
hanya memiliki 3 pasang tungkai. (Tonet et al, 2000)
Telur P. latus diletakkan di bagian bawah daun, batang lunak, buah-
buahan, tangkai bunga dan bunga. Serangan terjadi dalam waktu singkat. Perubahan
warna pada jaringan diproduksi dengan pemberian makan tungau; buah menjadi
cacat atau gagal berkembang. Buah yang sangat terinfeksi jatuh. Daun tanaman
yang diserang terhambat dan hasilnya berkurang secara signifikan. Gejala tetap
untuk jangka waktu yang lama setelah kontrol.(Rao et al, 2001)
Stadia pupa dari tungau adalah periode istirahat dimana tungau bentuk
pupa sama dengan larvanya kecuali jumlah tungkainya bertambah menjadi 4
pasang. Pada jantan 4 pasang tungkainya membesar, sedangkan pada betina 4
pasang tungkainya menyusut membentuk seperti cemeti. Stadia pupa ini
berlangsung selama 2 sampai 3 hari. (Palaniswamy et al, 2000))
Imago betina P.latus berukuran kecil sekitar 0,2 mm dan bagian dorsalnya tidak
berornamen. Bagian pelindung prodorsal tidak membesar untuk menutupi bagian
stigmata. Trichobothria pada bagian prodorsum berbentuk capitates, serta bagian
dorsal idiosomal berukuran pendek. Pada imago jantan terdapat 4 pasang serta pada
bagian dorsum dari pro-podosoma. Tibia dan tarsus IV dari imago jantan menyatu
dan berbentuk seperti kuku (Wang et al, 2000).

Gejala Serangan Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus)

Gejala P. latus bervariasi pada tanaman yang berbeda. Tepi daun muda
yang rusak biasanya melengkung. Dedaunan sering menjadi kaku dan tampak
seperti perunggu atau hangus. Pemberian kutu pada permukaan daun muda
menyebabkannya menjadi kaku dan berguling di ujungnya. Seiring bertambahnya
usia, mereka bisa berpisah, menghasilkan penampilan compang-camping dengan
bentuk yang berbeda. Daun muda awalnya memiliki bintik-bintik hitam berminyak
di permukaan bawah, yang kemudian berubah menjadi kemerahan. Gejala cabai
cabe merah (Capsicumsp.) menghasilkan banyak tunas perubahan warna pada kulit
buah. Kerusakan Solanum laciniatum meliputi kerutan, retak, perubahan warna dan
malformasi serupa dengan yang disebabkan oleh gulma hormonal. Saat grapevine
diserang, tepi daun muda turun ke bawah, diikuti oleh browning dan necrosis.
(Bernal et al, 2012)
Tungau menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan
tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi
abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah warna menjadi
tembaga atau kecokelatan. Daun menjadi kaku dan melengkung ke bawah,
menyusut dan keriting. Tunas dan bunga gugur. Serangan berat terjadi pada musim
kemarau, biasanya serangan bersamaan dengan serangan Thrips dan kutu daun.
(Lawrence et al, 2000)
Ketika daun cabai diserang, jaringan daun hancur dan lapisan epidermis
daun yang terinfestasi mengental, dengan kedua lapisan pallisade dan jaringan

4
parenkim spongy menjadi tidak beraturan dan inti sel membesar pada daun yang
sangat penuh (Ahuja, 2000)
Gejala serangan P.latus bervariasi bergantung tanaman inangnya.
Tungau P.latus menghisap cairan jaringan tanaman yang menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk menjadi abnormal seperti daun menebal, terpuntir, menyusut
serta keriting, tunas dan bunga gugur atau terjadi perubahan warna menjadi warna
tembaga/kecoklatan. Pada awal musim kemarau biasanya serangan bersamaan
dengan serangan Trips dan kutu daun.(Can et al, 2010)

Penyebaran Hama Tungau Kuning (Polyphagotarsonemus latus)

P. latus menyebar dengan berbagai cara. Pergerakan jarak pendek bisa


dilakukan dengan berjalan kaki. Tungau bisa mencapai tanaman yang tidak
terinfeksi dengan angin. Transportasi manusia dari tanaman yang terinfeksi adalah
cara lain untuk menyebarkan tungau ini.(Aguilar et al2012)
Ada juga bukti bahwa P. latus menyebar melalui serangga yang hidup di
tumbuhan. Betina P. latus diamati memiliki hubungan phoretis dengan Bemisia
tabaci pada Phaseolus vulgaris di Kolombia dan pada semangka di Venezuela.
Betina P. latus ditemukan menempel pada tarsi dan tibiae B. tabaci dan B.
argentifolii (Fan and Petitt, 1998). Asosiasi phoretik antara P. latus dan serangga
cukup spesifik; Lalat putih paling menarik bagi P. latus tapi serangga lain seperti
thrips dan kutu daun jarang digunakan (Palevsky et al., 2001).
Tungau ini bersifat polifagus dengan kisaran inang yang sangat luas.
Inang utamanya adalah mentimun, labu, terung, kacang hijau, jambu biji,
macadamia, mangga, papaya, markisa, tomat, selada air, kecipir. Di Indonesia
P.latus ditemukan pada 57 jenis tanaman inang antara lain tomat, karet, , kacang
panjang, tembaku, jeruk dan tanaman hias. Pada tanaman tungau P.latus
menyerang daun muda yang merupakan bagian tanaman yang akan dipanen.
(Vincent et al, 2010)
Penyebaran P.latus terjadi melalui beberapa cara. Untuk pergerakan jarak
dekat biasanya dengan berjalan, tetapi untuk jarak jauh mungkin melalui hembusan
angin. Cara lain penyebarannya adalah melalui berbagai aktivitas manusia. Tungau
ini memiliki distribusi di seluruh dunia, hal ini diketahui terjadi di Australia, Asia,
Afrika, Amerika utara, Amerika selatan dan Pasifik.(Radonjic et al, 2011)

Faktor Yang Mempengaruhi Serangan Hama Tungau Kuning


(Polyphagotarsonemus latus)

Terjadinya Anomali Musim, Yang dimaksud dengan terjadinya anomali


musim adalah ketika musim kemarau yang sedang panjang mendadak selama dua
hingga tiga hari terjadi hujan. Tentu ini akan menjadi anomali apabila melihat
musim kemarau yang seharusnya tidak terjadi hujan Turunnya hujan pada saat

5
kondisi sedang kering dan panas tentunya membuat udara menjadi lembab. Dan
ternyata kondisi yang lembab secara mendadak inilah yang disukai oleh para hama.
Sehingga perkembangannya menjadi semakin banyak dan mudah dalam menyerang
tanaman yang sedang ditanam.(Wang et al, 2009)
Penggunaan Pestisida yang Salah, Para petani tentunya berpikir bahwa
salah satu cara untuk mengatasi hama yang menyerang tanaman adalah penggunaan
pestisida. Namun ternyata penggunaan pesitisda malah bisa mengundang hama
untuk menyerang tanaman. Hal tersbeut tidak lepas karena penggunaan pestisida
yang salah. Dimana beberapa jenis hama ternyata hanya mempan dibasmi dengan
insektisida. Namun penggunaan pestisida malah biasanya tidak membunuh hama
tersebut bahkan membuatnya menjadi semakin banyak. Tentu hal ini membuat para
petani untuk lebih teliti lagi dalam penggunaan pestisida. (Masoud et al, 2001)
Media Tanam Yang Kurang Tepat, Setiap Tanaman tentunya memiliki
karakterisitik dan juga ciricirinya sendiri. Sesuatu yang membuat para petani harus
mencari media tanam yang tepat untuk tanaman tersebut. Karena media tanam
nyatanya sangat berpengaruh besar terhadap tanam kedepannya. Sehingga tentunya
tidak bisa sembarangan begitu saja dalam memilih media tanam. Karena media
tanam yang salah pilih atau kurang tepat nyatanya bisa berakibat fatal. Salah satu
akibatnya adalah munculnya hama yang tidak diundang.(Radonjic et al, 2010)
Hama yang muncul ini disebabkan karena tanaman yang tumbuh tidak
pada tempat yang seharusnya. Sehingga membuat hama mudah untuk datang dan
menyerang tanaman tersebut. Berkurangnya Pengamatan dan Penyuluhan bagi
Petani Daya tahu dari petani dalam menghadapi maupun mengetahui tentang hama
tentu menjadi factor penting yang tidak bisa dipandang sebelah mata begitu saja.
Hal tersebut tidak lepas karena petani yang lebih tahu tentang seluk beluk dari
tanaman yang ia tanam tentunya juga mengetahui jenis hama apa saja yang bisa
menyerang tanaman tersebut. sehingga petani tersebut lebih siap untuk
menghadapinya dan tahu tips mencegah hama tersebut agar tidak menyerang.
Tentunya hal ini bisa dilakukan dengan penyuluhan dari berbagai pihak yang
berkompeten dan juga memiliki peranan di dalamnya. Sehingga mempersipakan
para petani untuk lebih paham dan siap.(Tonet et al, 2000)

6
HAMA TUNGAU KUNING (Polyphagotarsonemus latus) PADA
TANAMAN CABAI (Capsicum annum L) DAN TEKNIK
PENGENDALIANNYA

Jenis – Jenis Pengendalian Hama

Mekanik
Sanitasi dengan mengeradikasi bagian tanaman yang terserang kemudian
dimusnahkan. Pembersihan sisa pertanaman pada musim yang lalu juga dapat
mengurangi kemungkinan terserangnya tanaman cabai oleh hama tungau yang
sama, sehingga dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi,
(Chiaradia et al, 2006)
Kimia
P. latus mungkin sulit dikendalikan pada tanaman tertentu. Pada daun
keriting Psophocarpus tetragonolobus, dicofol, bromopropilasi, azoksitotin dan
abamektin tidak efektif, hal ini dimungkinkan karena tungau terlindungi dari daun
keriting; chinomethionat lebih efektif. Pada daun kastor yang lebih mudah dirawat,
kelima pestisida yang diuji hampir menghilangkan populasi tungau dalam 2
minggu, dan abamektin tetap efektif hingga 3 minggu. (Heungen dan Degheele,
1986). Dicofol dan belerang yang dapat digunakan secara efektif terhadap semua
tahap kehidupan P. latus pada cabai (Rabindra et al, 2006)
Di Sao Paulo, Brasil, abamectin adalah acaricide paling efisien melawan
P. latus dalam 12 aplikasi pada kisaran tarif dan satu aplikasi pada tingkat yang
lebih tinggi; Aplikasi tingkat yang lebih tinggi memaksimalkan produksi kacang.
Chlorfenapyr direkomendasikan untuk pengendalian P. latus pada kapas di Sao
Paulo (Rao et al, 2001)
Uji coba rumah kaca di China menunjukkan bahwa liuyangmycin
(persiapan antibiotik dari Streptomyces griseolus) memberikan kontrol paling
efektif dan ekonomis terhadap P. latus pada cabai hijau (Capsicum). Pengenalan
wanita dewasa atau nimfa ke tanaman 5 hari setelah pengobatan dengan
liuyangmycin menghasilkan 71,1 dan 83% mortalitas. Efeknya menurun setelah 7
hari, namun kontrol tungau selama 3 minggu setelah perawatan tetap> 98%, yang
setara dengan kontrol oleh dicofol. Tiga aplikasi liuyangmycin ke Capsicum di
rumah kaca pada bulan September-April memberikan pengendalian hama yang
memuaskan, tanpa efek samping. (Navasero et al, 2014)
Di India, ekstrak daun Lippia nodiflora dan Aloe sp. ditunjukkan secara
signifikan untuk mengurangi kepadatan populasi P. latus pada cabai saat
disemprotkan sebagai 5% ekstrak berair. Di Brasil, Manipueira, ekstrak cair dari
akar singkong, memberikan kontrol 100% P. latus pada tanaman pepaya saat
diencerkan dengan air (1: 3) dan disemprot tiga kali pada interval mingguan
(Glavendekic et al, 2005)

7
Hayati
Di laboratorium tes dengan daun cabai (Capsicum annuum), Amblyseius
ovalis [Euseius ovalis] pada rasio pemangsa predator 1:25, 1:50 dan 1: 100
menyingkirkan P. latus setelah 9, 12 dan 17 hari berturut-turut. Moutia (1958)
melaporkan hasil serupa dari Mauritius. Di rumah kaca di bagian 'Tanah' di Pusat
EPCOT, Walt Disney World Vacation Resort, Florida, P. latus dikendalikan dengan
melepaskan Neoseiulus barkeri. Fan dan Petitt (1994) menunjukkan bahwa
melepaskan 10 atau lebih tungau predator per tanaman Capsicum cv. Wax Hungaria
secara efektif mengurangi populasi P. latus dari lebih dari 100 tungau per daun
menjadi nol dalam seminggu. Percobaan yang terus berlanjut, di mana ada imigrasi
terus menerus dari P. latus, menunjukkan bahwa pelepasan tunggal dari lima orang
kulit hitam N. barkeri per tanaman secara signifikan mengurangi populasi P. latus,
namun gagal mencegah semua tanaman dari luka kutu, dan bahwa tiga pelepasan
lima tungau predator per batang induk setiap 7 hari memberikan perlindungan yang
memadai dari luka kutu selama lebih dari 7 minggu. Pada kacang (Phaseolus
vulgaris) dan limau di rumah kaca di Florida, AS, Neoseiulus californicus lebih
efektif daripada N. barkeri. Di lapangan, N. californicus, bersama dengan kompleks
tungau asli predator, mempertahankan kepadatan P. latus di bawah tingkat
kerusakan ekonomi pada buah kapur (Pena dan Osborne, 1996). Di rumah kaca di
China, pelepasan tungau pemangsa Neoseiulus cucumeris berhasil mengendalikan
P. latus pada lada manis (Wang et al., 2000).
Beberapa spesies jamur diuji sebanyak mungkin agen biokontrol
terhadap P. latus. Mortalitas P. latus yang disebabkan oleh Beauveria bassiana
terjadi paling cepat pada kepadatan yang berfluktuasi antara 65 dan 125 tungau per
daun.(Bulut et al, 2000)
Pengendalian hama tungau menggunakan agens hayatai B. bassiana
mempunyai prospek cukup baik karena selain kisaran inangnya luas, juga
patogenisitasnya terhadap inang tinggi. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
aplikasi B. bassiana efektif menurunkan populasi berbagai spesies tungau dan
menekan kerusakan tanaman. Konidia B. bassiana mampu menyebabkan mortalitas
tungau hingga mencapai 80-100%(Adango et al, 2006)

8
KESIMPULAN

1. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang
mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. Tungau merupakan salah satu organisme pengganngu tanman. Bentuknya
bulat, oval, pipih dorso ventral
3. Klasifikasinya adalah sebagai berikut Kingdom : Animalia; Phylum :
Arthropoda; Class : Arachnida; Order: Trombidiformes; Family
:Tarsonemidae; Genus :Polyphagotarsonemus; Species :
Polyphagotarsonemus latus.
4. Tungau menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan
tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk
menjadi abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah
warna menjadi tembaga atau kecokelatan.
5. Tungau kuning melewati 3 stadia dalam siklus hidupnya yaitu telur, larva
dan imago.
6. Tungau kuning dapat di kendalikan dengan beberapa teknik secara kimia,
mekanik dan hayati.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adango E; Onzo A; Hanna R; Atachi P; James B, 2006. Inventory of the mite fauna
on Amaranthus cruentus (Amaranthaceae), Solanum macrocarpon and
Solanum aethiopicum (Solanaceae) in southern Benin. (Inventaire de la
faune des acariens sur Amaranthus cruentus (Amaranthaceae), Solanum
macrocarpon et Solanum aethiopicum (Solanaceae) dans le Sud Bénin.)
International Journal of Tropical Insect Science
Aguilar H; Murillo P, 2012. New hosts and records of plant feeding mites for Costa
Rica: interval 2008-2012. (Nuevos hospederos y registros de ácaros
fitófagos para Costa Rica: período 2008-2012.) Agronomía
Costarricense
Ahuja DB, 2000. Influence of abiotic factors on the population of mite,
Polyphagotarsonemus latus (Banks) infesting sesame (Sesamum
indicum L.) in the arid region of Rajasthan (India). Journal of
Entomological Research
Bernal Areces B; DeronceléCaigñet R; Díaz Pérez T, 2012. Pests and diseases that
affect white basil (Ocimum basilicum) growing under protected
conditions. (Registro de plagas de albahaca blanca (Ocimum basilicum)
bajo condiciones de cultivo protegido.) Fitosanidad, 16(2):87-89
Bulut E; Gocmen H; Albajes R; Sekeroglu E, 2000. Pests and their natural enemies
on greenhouse vegetables in Antalya. Bulletin OILB SROP, 23:33-37.
Can M; Çobanoglu S, 2010. Studies on the determination of mite (Acari) species
and their hosts of greenhouse vegetables in Kumluca, Antalya. (Kumluca
(Antalya) ilçesinde sebze üretimi yapilan seralarda bulunan akar (Acari)
türlerinin tanimi ve konukçulari üzerinde çalismalar.) Ziraat Fakültesi
Dergisi, Akdeniz Üniversitesi, 23(2):87-92.
Chiaradia LA; Milanez JM; Vieira Neto J; Meneguzzi Z, 2006. Characterization,
damage and management of mites on mate. (Caracterização, danos e
manejo de ácaros em erva-mate.) Agropecuária Catarinense, 19(2):50-
52.
Glavendekic M; Mihajlovic L; Petanovic R, 2005. Introduction and spread of
invasive mites and insects in Serbia and Montenegro. In: Plant
protection and plant health in Europe: introduction and spread of
invasive species, held at Humboldt University, Berlin, Germany, 9-11
June 2005 [ed. by Alford, D. V.\Backhaus, G. F.]. Alton, UK: British
Crop Protection Council, 229-230. [Symposium Proceedings No.81.]
Lawrence JL; Edwards CA; Schroeder M; Martin RD; McDonald FD; Gold-Smith
J, 2000. An integrated approach for managing hot pepper pests in the
Caribbean. The BCPC Conference: Pests and diseases, Volume 1.
Proceedings of an international conference held at the Brighton Hilton
Metropole Hotel, Brighton, UK

10
Masoud Arbabi; Payman Namvar; Samed Karmi; Majied Farokhi, 2001. First
damage record of Polyphagotarsonemus latus (Banks., 1904) (Acarina:
Tarsonemidae) on potato cultivated in Jhiroft of Iran. Applied
Entomology and Phytopathology, 69(1):41-42, Pe183-Pe184
Navasero MM; Corpuz-Raros LA, 2014. Survey of host plants and predatory mites
associated with the broad mite, Polyphagotarsonemus lotus (Banks)
(Acari: Tarsonemidae), and other acari in selected provinces in Luzon and
Palawan Islands, Philippines. Philippine Entomologist, 28(1):1-31.
Palaniswamy S; Ragini JC, 2000. Influence of certain plant extracts on yellow mite
Polyphagotarsonemus latus (Banks) on chillies. Insect Environment,
6(1):25-26.
Palevsky E; Soroker V; Weintraub P; Mansour F; Abo-Moch F; Gerson U, 2001.
How species-specific is the phoretic relationship between the broad
mite, Polyphagotarsonemus latus (Acari: Tarsonemidae), and its insect
hosts Experimental & Applied Acarology, 25(3):217-224; 13 ref.
Rabindra Prasad; Sanjay Kumar; Devendra Prasad, 2006. An account of mite pest
fauna associated with common vegetables grown in Ranchi. Journal of
Plant Protection and Environment, 3(1):149-151.
Radonjic S; Hrncic S, 2010. The broad mite Polyphagotarsonemus latus Banks
(Acari, Tarsonemidae) on citrus nursery trees and potential threat for
ornamental plants in greenhouses in Montenegro. (Siroka grinja
Polyphagotarsonemus latus Banks (Acari, Tarsonemidae) na sadnicama
citrusa i potency alna opasnost za ukrasne biljke u zasticenom prostoru u
Crnoj Gori.) Agroznanje - Agro-knowledge Journal, 11(4):5-11.
Radonjic S; Hrncic S, 2011. An overview of invasive species on vegetables in
greenhouses in southern part of Montenegro. IOBC/WPRS Bulletin
[Proceedings of the IOBC/WPRS Working Group "Integrated Control in
Protected crops, Temperate Climate", Sutton Scotney, UK.
Rao PP; Ahmed K, 2001. Resistance in chilli cultivars to yellow mite,
Polyphagotarsonemus latus banks. Indian Journal of Agricultural
Research, 35:95-99
Tonet RM; Leonel S; Negri JDde, 2000. Populational fluctuation of broad mite on
sicilian lemon crop. Laranja, 21(1):39-48; 13 ref.
Vincent CI; García ME; Johnson DT; Rom CR, 2010. Broad mite on primocane-
fruiting blackberry in organic production in Arkansas. HortTechnology
[Proceedings of the Workshop: Assessing the Effectiveness of
Horticulture Courses and Curricula at the ASHS Annual Conference, St.
Louis, Missouri, USA, 27 July 2009.], 20(4):718-723.
Wang DS; Kuang KY; Wu SC; Zhu ZY; Yuan YD; Chen YL; Yang XQ, 2000. The
occurrence and control of dominant insect pests and diseases on sweet
pepper in advanced greenhouses. Acta Agriculturae Shanghai,
16(Supplement):10-16.

11
Wang YeJun; Zhang XueJun; Wang DengMing, 2009. Report of a new watermelon
disease. China Cucurbits and Vegetables, 22(3):24-25.

12

Anda mungkin juga menyukai