Anda di halaman 1dari 7

Predator pada Tanaman Tomat

Tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) merupakan salah satu jenis tanaman
hortikultura utama yang berasal dari Amerika Latin seperti Peru, Ekuador dan Meksiko dan
kemudian menyebar keseluruh dunia (Ashari 1995). Lycopersicon esculentum pertama kali
didomestikasi oleh bangsa asli Amerika Selatan. Tomat hasil kultivasi domestik memiliki bentuk
dan ukuran buah yang bervariasi, sedangkan tomat tipe liar hanya memiliki sedikit variasi bentuk
dan ukuran buah (Budiman 2008).

Tanaman tomat di Indonesia dapat dibudidayakan secara meluas mulai dari dataran
rendah (≤ 199 m dpl), dataran medium rendah (200- 449 m dpl), dataran medium tinggi (450
-699 m dpl) sampai dataran tinggi (≥ 700 m dpl) (Cahyono, 1989, 2003). Rukmana (1995)
menyatakan bahwa pengembangan budidaya tanaman tomat di Indonesia telah meluas dan sentra
produksi terdapat di Jawa Barat (10,127 ha), Bengkulu (4,602 ha), Sulawesi Selatan (4,176 ha),
Sulawesi Utara (3,041 ha), Sumatera Utara (3,080 ha) dan Jawa Timur (2,608 ha).

Buah tomat mempunyai peranan penting dalam pemenuhan gizi masyarakat. Komposisi
zat gizi yang terkandung di dalam buah tomat antara lain Vitamin A dan C merupakan zat gizi
yang jumlahnya cukup menonjol dalam buah tomat. Vitamin A yang terdapat dalam buah tomat
adalah likopen yang ditemukan dalam jumlah paling banyak, vitamin C dapat berbentuk sebagai
asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat (Anonim 2011). Menurut Tugiyono (2005), dalam
buah tomat 3 terdapat 30 kalori, vitamin C 40 mg, vitamin A 1.500 S.I, zat besi, dan kalium.

Tomat menempati urutan pertama dalam skala prioritas penelitian pengembangan


hortikultura di Indonesia (Cahyono 2003). Salah satu kendala utama dalam pengembangan dan
produksi tanaman tomat adalah adanya organisme pengganggu tanaman (OPT) tomat, antara
lain:

1. Kutu kebul (Bemisia tabaci)


Kutu ini memiliki ukuran yang kecil, tubuhnya berwarna kuning dengan sayap
putih ditutupi lapisan lilin yang bertepung. Telur berwarna kuning terang, diletakkan
pada permukaan bawah daun. Telur dan imago berada pada daun pucuk, nimfa
umumnya berada pada daun bagian tengah, dan pupa berada pada permukaan bawah
daun. Kutu kebul menghasilkan sekresi embun madu sebagai media pertumbuhan
jamur embun jelaga. Kutu kebul dapat hidup pada tanaman inang famili
leguminoceae, compositae, cucurbitaceae, crusiferae, dan solanaceae, serta berperan
sebagai vektor penyakit tomato yellow leaf virus ((TYLV) dan tomato leaf cuurel
virus (TLCV). Kedua macam virus tersebut bersifat persisten (Pitojo, 2005).
Serangan kutu kebul menyebabkan gejala bercak nekrosis pada permukaan daun
sebagai akibat dari pengisapan cairan tanaman oleh nimfa. Kerusakan tersebut relatif
tidak berarti, namun semakin muda tanaman yang terserang kutu kebul, semakin
berpeluang terserang virus. Gejala lain terkadang tampak adanya embun jelaga di
balik daun tomat. Tanaman yang terinfeksi virus TYLV atau TLCV akan
menampakkan gejala yang ditimbulkan oleh virus tersebut (Pitojo, 2005).
2. Thrips sp.
Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat
kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, bebercakbercak
merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai dua pasang sayap yang halus dan
enam rumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim kemarau populasi lebih
tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa
dapat mencapai 20 hari (Mustikawati, 2012).
Telur berbentuk oval/seperti ginjal rata-rata 80 butir per induk, diletakkan di
permukaan bawah daun dalam jaringan epidhermal tanaman secara tunggal atau
berkelompok, akan menetas setelah tiga sampai delapan hari. Nimfa berwarna pucat,
keputihan/kekuningan, instar satu dan dua aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak
aktif (pupa) terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan
tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi Thrips sp. muda meningkat pada
kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup mulai telur hingga
dewasa sekitar 20 hari. Siklus hidup sekitar 35-40 hari (Mustikawati, 2012).
Cara makan Thrips sp. yaitu menusuk dan menghisap cairan tanaman. Pada
tanaman gejala Thrips sp. yaitu berwarna keperakan mengkilat, kemudian pada
serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan
terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting atau keriput. Daun-daun
mengeriting ke atas jika terjadi komplikasi dengan virus. Thrips sp. merupakan vektor
penyakit virus mosaik dan virus keriting (Mustikawati, 2012).
3. Kutu daun (Aphis gossypii)
Kutu daun berukuran 0,8 mm. Distribusinya berupa kosmopolit. Berkembang
secara parthenogenesis (tanpa kawin dulu). Hama ini berbentuk seperti pear,
warnanya bervariasi dari hijau muda sampai hitam dan kuning. Mempunyai kornikel
pada bagian ujung abdomen. Imago dapat hidup selama 28 hari. Satu ekor imago
betina dapat menghasilkan 2-35 nimfa/hari. Siklus hidup dari nimfa sampai imago
lima sampai tujuh hari. Selama satu tahun dapat menghasilkan 16-47 generasi
(Mustikawati, 2012).
Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau. Bagian tanaman yang
diserang oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan daun muda. Daun yang
diserang akan mengerut, pucuk mengeriting dan melingkar sehingga pertumbuhan
tanaman terhambat atau tanaman kerdil. Hama ini juga mengeluarkan cairan manis
seperti madu sehingga menarik datangnya semut yang menyebabkan adanya
cendawan jelaga berwarna hitam. Adanya cendawan pada buah dapat menurunkan
kualitas buah. Kutu daun juga dapat berperan sebagai vektor virus penyakit tanaman
seperti Papaya Ringspot Virus, Watermelon Mosaic Virus, dan Cucumber Mosaic
Virus (CMV) (Mustikawati, 2012).
4. Ulat buah tomat (Helicoverpa armigera)
Ngengat berwarna coklat kekuning-kuningan dengan bintik-bintik dan garis yang
berwarna hitam. Ngengat jantan mudah dibedakan dari ngengat betina karena ngengat
betina mempunyai bercak-bercak berwarna pirang muda (Setiawati et al., 2001).
Larva muda berwarna kuning muda, kemudian berubah warna dan terdapat variasi
warna dan pola corak antara sesama larva. Fase larva sekitar 12-25 hari. Gejala
serangannya berupa buah-buah tomat yang berlubang-lubang. Buah tomat yang
terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah. Kadang-kadang larva juga menyerang
pucuk tanaman dan melubangi cabang-cabang tanaman (Setiawati et al., 2001).
5. Ulat grayak (Spodoptera litura)
Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada sayap depannya. Telurnya
berwarna putih dan diletakkan secara berkelompok berbulu halus seperti diselimuti
kain laken. Dalam satu kelompok telur terdapat sekitar 350 butir. Larva mempunyai
warna yang bervariasi, tetapi selalu mempunyai kalung hitam pada segmen abdomen
yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Pupa
berwarna coklat gelap dan terbentuk di permukaan tanah (Setiawati et al., 2001).
Pada daun yang terserang oleh larva yang masih kecil terdapat sisa-sisa epidermis
bagian atas dan tulang-tulang daun saja. Larva yang sudah besar merusak tulang
daun. Gejala serangan pada buah ditandai dengan timbulnya lubang tidak beraturan
pada buah tomat (Setiawati et al., 2001).

Untuk mengatasi masalah tersebut, pengendalian hama menggunakan musuh alami


(pemanfaatan predator, parasitoid, dan patogen), merupakan suatu alternatif yang dinilai lebih
sesuai dan sangat perlu untuk dikembangkan untuk mengatasi permasalahan yang disebabkan
oleh hama maupun efek negatif dari penggunaan insektisida. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Danti (2018), terdapat beberapa serangga yang berperan sebagai predator/musuh
alami hama, yakni sebagai berikut:

1. Eriborus argenteophilosus
Parasitoid ini merupakan salah satu kelompok musuh alami serangga hama yang
paling banyak diintroduksikan untuk pengendalian serangga hama. Salah satu
inangnya yang menjadi hama penting pada tanaman kubis-kubisan adalah
Crocidolomia pavonana (Zell.) (Lepidoptera: Pyralidae). E. argenteopilosus bersifat
soliter dan dilaporkan dapat hidup di dalam inang C. pavonana, Spodoptera litura
(Lepidoptera: Noctuidae), S. exigua (Lepidoptera: Noctuidae) dan Helicoverpa
armigera (Hubner) (Lepidoptera: Noctuidae) (Kalshoven, 1981).
E. argenteophilosus termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera Famili
Ichneumonidae. Serangga dewasa berukuran 11-13 mm. Serangga betina lebih besar
dibandingkan dengan serangga jantan. Seekor betina mampu meletakkan telur
sebanyak 160 butir. Tingkat parasitoid tertinggi pada larva H. armigera yang berumur
dua hari (instar ke satu). Lamanya daur hidup sekitar 17-18 hari (Setiawati et al.,
2001).
2. Telenomus spp.
Telenomus spp. merupakan parasitoid telur dari berbagai ordo serangga.
Telenomus spp. merupakan tabuhan yang terdistribusi luas meliputi Indonesia (Jawa,
Bangka) dan Jepang. Lama perkembangan Telenomus spp. pada telur Chilo sp.
berkisar 8-14 hari dan pada sebagian besar spesies Telenomus, hanya satu imago
yang berkembang atau muncul dari setiap telur inang (Kalshoven, 1981).
Telenomus remus memiliki pemencaran yang sama pada agroekosistem sederhana
(monokultur) dan pada agroekosistem kompleks (polikultur). T. remus memiliki
kemampuan pemencaran dan pencarian inang yang tinggi di lapangan. Tingkat
parasitisasi tipe agroekosistem kompleks (71,6%) lebih tinggi daripada sederhana
(67,7%). Hal tersebut mengindikasi bahwa manipulasi habitat pada agroekosistem
kompleks lebih sesuai bagi keefektifan kerja parasitoid (Anggara, 2005).
3. Trichogrammatidae
Trichogrammatidae berasal dari bahasa Yunani kuno thriks atau trihos yang
artinya rambut, dan grammata yang artinya gambar atau huruf. Disebut demikian
karena adanya keteraturan (susunan) rambut pada sayap. Disebut juga parasitoid telur
Trichogrammatid. Parasit berukuran kecil, panjangnya sekitar 0,3-1,0 mm; berwarna
hitam, hitam remang-remang cokelat pucat atau kuning. Antenanya terdiri dari tiga
sampai delapan ruas termasuk satu ruas cincin. Sayapnya berumbai-rumbai, rambut
(bulu-bulu) pada sayapnya teratur dalam garis-garis atau pita-pita rambut, bagian
yang terpanjang terdapat pada tepi sayap. Ovipositornya pendek dan terkadang
matanya berwarna merah. Keluarga Trichogrammatidae terdapat sekitar 200 jenis dan
merupakan parasit telur dari serangga-serangga lainnya (Pracaya, 1999).
4. Kumbang tomcat (Paederus littoralis)
Kumbang tomcat termasuk dalam Ordo Coleoptera dan Famili Staphylinidae.
Memiliki bentuk tubuh ramping dan memanjang. Elytra pendek, tidak menutup
seluruh abdomen, hanya ruas satu sampai tiga yang tertutup. Mandibula panjang,
ramping, tajam, keduanya sering menyilang di depan kepala. Biasanya berwarna
oranye, cokelat, dan hitam. Kumbang tomcat dapat ditemukan di berbagai habitat, di
bawah batu, benda-benda lain di tanah atau pertanaman. Merupakan serangga yang
aktif dan lari/terbang cepat. Sering ditemukan di tempat tersembunyi seperti dakam
gulungan daun. Saat lari sering menaikkan ujung abdomen seperti kalajengking.
Hampir semuanya bersifat predator, memakan serangga kecil, dan ada yang memakan
jamur tetapi kurang begitu berperan sebagai predator (Lilies, 1991).
5. Laba-laba serigala ( Famili Lycosidae)
Laba-laba ini memiliki abdomen oval dan biasanya tidak jauh lebih besar dari
cephalothorax. Kaki panjang dan runcing. Warna tubuh biasanya abu-abu, coklat atau
hitam pudar. Punggung coklat dengan rambut-rambut berwarna abu-abu, terdapat
gamparan seperti garpu mulai dari daerah mata ke belakang. Pada abdomen terdapat
gambaran berwarna putih. Jenis jantan mempunyai palpus yang membesar. Laba-laba
ini tidak membuat sarang/jaring tetapi menyerang mangsanya secara langsung. Betina
bertelur dalam kepompong yang dibuat dari benang halus dan dibawa ke mana-mana
oleh induknya. Setelah telur menetas, anaknya langsung naik ke punggung induknya.
Setelah enam bulan mereka turun dan membuat benang-benang halus untuk
membantu penyebaran mereka di tempat yang baru. Merupakan laba-laba yang
tinggal di tanah dan dapat berlari dengan cepat (Lilies, 1991).

Dengan ditemukannya musuh alami dari hama pemakan tanaman kubis, maka diharapkan
pemakaian insektisida dalam membasmi hama tanaman dapat dikurangi atau diminimalisir oleh
pemanfaatan musuh alami (predator).

Daftar Pustaka

Anggara, A.W. 2005. Pemencaran dan Kemampuan Parasitoid Telenomus remus (Nixon)
(Hymenoptera: Scelionidae) pada Dua Tipe Agroekosistem. [Tesis]. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Ashari S (1995) Hortikutura aspek budidaya. Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). Jakarta
Budiman A (2008) Biologi dan ekologi Cyrtopeltis tenuis IHemiptera:Miridae) pada tanaman
tomat. Tesis. Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado.
Cahyono B (1989) Tomat. Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Kanisius Yogyakarta.
Danti, Herlinda Rama. 2018. KEANEKARAGAMAN ARTHROPODA PADA
PERTANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L.) DENGAN SISTEM
PERTANAMAN BERBEDA DI KABUPATEN TANGGAMUS, LAMPUNG. Skripsi.
Universitas Lampung: Bandar Lampung.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Revised and Transleted by. P.A Van
der laan. PT. Ichtiar Baru. Jakarta.
Lilies, C. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius. Yogyakarta.
Mustikawati, D.R. 2012. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Sayuran. BPTP. Lampung.
Pitojo, S. 2005. Benih Tomat. Kanisius. Yogyakarta.
Pracaya. 1999. Hama Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Bogor.
Rukmana R (1995) Tomat dan cherry. Penerbit Kanisius. Jakarta.
Setiawati, W., Ashandi, A.A., Uhan, T.S., Warwoto, B., Somantri, A. & Hermawan. 2005.
Pengendalian kutu kebul dan nematoda parasitik secara kultur teknik pada tanaman
kentang. Jurnal Hortikultura 15 (4): 288-296.
Setiawati, W., Ineu, S. & Neni, G. 2001. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Tomat. Balai
Penelitian Tanaman Sayuran. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai