Anda di halaman 1dari 19

HAMA PADA TANAMAN BELIMBING (Averrhoa carambola) DAN

PENGENDALIANNYA

PAPER

OLEH

NUR AZIZAH
180301130
HPT-2018

HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN HORTIKULTURA


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu negara agraris yang sebagian besar
perekonomiannya didukung oleh pertanian. Indonesia merupakan negara beriklim
tropis dan memiliki curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, kondisi iklim ini
menjadikan Indonesia berpeluang besar dalam pengembangan budidaya belimbing
manis (Averrhoa carambola L.). Belimbing manis (Averrhoa carambola L.)
merupakan tumbuhan tropis famili Oxalidaceae yang berasal dari Asia Tenggara
dan mampu menghasilkan buah hampir sepanjang. Tanaman belimbing merupakan
salah satu komoditas tanaman hortikultura dari jenis buah-buahan yang cocok
dikembangkan di daerah tropis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Philipina
(Cahyono, 2010).
Buah belimbing memiliki potensi ekonomi cukup tinggi dalam perdagangan
buah dunia. Daerah yang merupakan sentra tanaman belimbing di Indonesia adalah
Jawa Timur (Blitar), Jawa Tengah (Demak), Jawa Barat (Depok), DKI Jakarta
(Jakarta Selatan) dan Sumatera Utara (Deli Serdang) (Distan, 2007). Salah satu
faktor yang memengaruhi budidaya dan produksi buah belimbing adalah faktor
organisme pengganggu tanaman (OPT) khususnya hama. Pengamatan hama
penting dilakukan pada komoditas buah karena belum banyak laporan mengenai
jenis hama, daerah sebar, dan status hama secara tepat di lapangan. DKP (2012)
melaporkan hama yang menyerang tanaman belimbing manis di daerah Jakarta,
diantaranya adalah lalat buah Bactrocera spp. (Diptera: Tephritidae),
trips Thrips sp. (Thysanoptera: Thripidae), penggerek buah Crytophlebia sp.
(Lepidoptera: Tortricidae), penggerek bunga Diacrotricha sp. (Lepidoptera:
Pterophoridae) dan ulat kantung Pteroma sp. (Lepidoptera: Psychidae). Hama-
hama ini merusak langsung buah belimbing dan bagian tanaman lain yang
memengaruhi produksi buah belimbing.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, didapatkan beberapa rumusan masalah
sebagai berikut.
- Apa saja hama yang menyerang tanaman belimbing manis?
- Bagaimana bioekologi masing-masing hama tersebut?
- Bagaimana teknik pengendalian masing-masing hama tersebut?
1.3 Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan dari penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk dapat memenuhi komponen penilaian dalam Mata Kuliah Hama dan Penyakit
Tanaman Hortikultura Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai sumber informasi bagi pihak yang
membutuhkan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Hama Pada Tanaman Belimbing
2.1.1 Lalat Buah Bactrocera spp. (Diptera : Tephritidae)
Larva bertipe vermiform dengan warna putih kekuningan. Ketika merasa
terancam, larva akan melentingkan badannya dari gangguan musuh. Pupa bertipe
koarktata berbentuk silinder dengan warna merah-kecoklatan. Sedangkan imago
berwarna hitam pada bagian thorax dengan beberapa corak berwarna kuning dan
memiliki band pada sayap yang bervariasi pada tiap spesies

Gambar 1. Morfologi pradewasa lalat buah : a) larva, b) pupa


Imago B. carambolae memiliki spot berwarna hitam pada bagian femur
depan, pada abdomen terdapat pola T dengan medial longitudinal dark band
melebar dan sudut anterolateral pada terga ke IV berbentuk persegi. Imago B.
dorsalis memiliki ciri-ciri abdomen terdapat pola T dengan medial longitudinal
dark band yang tereduksi. Sedangkan pada imago B. umbrosa memiliki ciri 3 band
sayap yang melintang ke arah bawah.

Gambar 2. Imago lalat buah : a) B. dorsalis, b) B. carambolae, c) B.umbrosa


Lalat buah Bactrocera spp. merupakan salah satu hama utama pada
pertanaman belimbing di TBM, dikarenakan Bactrocera spp. menyebabkan buah
terdapat bintik hitam akibat aktivitas oviposisi pada buah. Tahap perkembangan
yang paling merugikan adalah pada saat fase larva. Larva memakan daging buah
sehingga daging buah menjadi hancur. Buah yang terserang lalat buah akan tampak
semburat warna yang berbeda dengan sekelilingnya, ketika buah dibelah akan
terlihat adanya belatung (maggot) yang merupakan larva dari lalat buah sehingga
menyebabkan tekstur buah yang terserang menjadi lunak akibat kerusakan jaringan.
Pada umumnya, buah yang telah terinfestasi larva lalat buah Bactrocera spp.
cenderung mudah rontok dari tangkai buahnya.

Gambar 3. Buah yang terserang lalat buah Bactrocera spp., (a) bintik hitam pada
buah akibat oviposisi; (b) daging buah hancur akibat aktifitas makan larva

2.1.2 Kepik Penghisap Buah Helopeltis bradyi (Hemiptera : Miridae)


Nimfa berwarna merah kecoklatan dan terdapat embelan menyerupai jarum
pada bagian skutelum pada instar akhir dan imago. Imago betina berwarna oranye
pada bagian thorax sedangkan jantan cenderung berwarna hitam dan berukuran
lebih kecil dibandingkan betina dengan bentuk embelan menyerupai jarum yang
tegak lurus.

Gambar 4. Helopeltis bradyi dan gejala serangan, (a) nimfa; (b) imago ♀; (c)
imago ♂; (d) bercak nekrotik.
H. bradyi menyerang dengan cara menusukkan stiletnya ke buah dan
menghisap cairan pada buah, dari aktivitas makan tersebut terbentuk bercak
nekrotik berwarna coklat sampai hitam pada permukaan buah. Serangan pada buah
muda mengakibatkan buah kering dan rontok, sedangkan serangan pada buah yang
tua mengakibatkan buah cacat fisik sehingga tidak dapat dilakukan pembungkusan
buah dan dapat menurunkan kualitas buah. Selain menyerang buah belimbing, H.
bradyi juga ditemukan menyerang pertanaman lain di TBM seperti kakao (famili
Malvaceae) dan nangka (famili Moraceae).
2.1.3 Penggerek Buah Thaumatotibia leucotreta (Lepidoptera : Tortricidae)
Larva bertipe eruciform. Larva instar awal berwarna kuning pucat dan
menjadi merah seiring dengan bertambahnya instar. Larva T. leucotreta menyerang
buah belimbing dengan gejala kerusakan yang khas yaitu terdapat frass yang
merupakan serpihan sisa gerekan hasil aktifitas makan di sekitar lubang gerekan.
Jika buah dibelah tampak jalur gerekan dari larva T. leucotreta, jalur gerekan dapat
mencapai ke bagian tengah buah, dan terkadang sebagian biji juga dimakan oleh
larva.

Gambar 5. Thaumatotibia leucotreta dan gejala serangan, (a) larva; (b) pupa; (c)
frass pada bagian luar lubang gerekan; (d) jalur gerekan pada daging buah.
Pupa bertipe obtekta. Buah yang telah digerek dapat mengundang hama
sekunder untuk menyerang buah. Selain di buah belimbing, T. leucotreta juga
ditemukan menyerang tanaman lain di TBM seperti lengkeng (famili Sapindaceae),
jambu air (famili Myrtaceae), dan jeruk (famili Rutaceae).
2.1.4 Penggerek Bunga Diacrotricha fasciola (Lepidoptera : Pterophoridae)
Larva bertipe eruciform. Larva memiliki duri-duri halus pendek. Larva
instar awal D. fasciola berwarna merah dan pada instar akhir berwarna kehijauan.
Larva instar awal menggerek bunga yang masih kuncup, sehingga mengakibatkan
bunga menjadi kering dan rontok. Terkadang larva ini juga memakan bagian
mahkota bunga sehingga mahkota bunga menjadi berlubang. Sedangkan pada larva
instar akhir dapat menyerang daun dan buah. Menjelang masa pra-pupa, tubuh larva
berwarna hijau kekuningan. Fase pupa berwarna hijau kecoklatan sampai coklat
gelap. Pupa bertipe obtekta. Larva mengeluarkan sutra dan dengan sutra tersebut
bagian ujung abdomen ditempelkan pada bagian bawah daun belimbing tua.
Imago D. fasciola biasa beristirahat pada bagian tanaman yang ternaungi
seperti di balik daun, bunga atau buah yang terlindungi dari sinar matahari
langsung. Imago berwarna putih kecoklatan dengan posisi sayap melintang pada
waktu istirahat. Imago lebih banyak hinggap pada bagian bawah daun dan saat
istirahat dengan tungkai bagian belakang terangkat ke atas.

Gambar 6. Fase perkembangan dan gejala serangan Diacrotricha fasciola, (a)


Larva menyerang bunga; (b) larva sedang melubangi buah; (c) pupa; (d) imago;
(e) mahkota bunga berlubang; (f) bunga yang kering dan rontok
2.1.5 Kutu Daun Hitam Toxoptera aurantii (Hemiptera : Aphididae)
Kutu daun yang ditemukan terdapat 2 bentuk, yaitu kutu daun bersayap dan
tidak bersayap. Serangga pradewasa berwarna kecoklatan. Kutu daun bersayap
memiliki abdomen berwarna coklat gelap hampir hitam. Pada tanaman belimbing
kutudaun ini hidup pada bagian bunga.
Serangan T. aurantii menyebabkan bunga menjadi kering dan rontok akibat
cairan pada bagian bunga dihisap, selain itu honeydew yang dihasilkan oleh T.
aurantii menyebabkan munculnya embun jelaga pada bunga, sehingga dapat
meningkatkan kerusakan pada bunga.

Gambar 7. Kutu daun Toxoptera aurantii dan gejala serangan, (a) koloni T.
aurantii; (b) bunga rontok dan terserang cendawan.

2.1.6 Kutu Putih Maconellicoccus hirsutus (Hemiptera : Pseudococcidae)


Tubuh berwarna merah muda dengan diselimuti oleh lapisan senyawa lilin.
Kutu putih menyerang pada bagian tangkai buah maupun pangkal buah. Kutu putih
berasosiasi dengan berbagai jenis semut seperti semut rangrang (Oecophylla
smaragdina) maupun semut hitam (Dolichoderus sp.).

Gambar 8. Maconellicoccus hirsutus menyerang bagian pangkal buah dan tangkai


buah belimbing.
Kutu putih M. hirsutus menyerang tanaman belimbing dengan cara
menusukkan stiletnya ke bagian tanaman dan menghisap cairan tanaman. Aktivitas
makan dari M. hirsutus mampu menyebabkan kerusakan pada jaringan sehingga
buah mudah lepas dari tangkai buah apabila M. hirsutus menyerang pada bagian
pangkal buah dan tangkai buah.
Selain tanaman belimbing, M. hirsutus juga ditemukan menyerang tanaman
lain di TBM seperti srikaya (famili Annonaceae), sirsak (famili Annonaceae), jeruk
(famili Rutaceae), jambu biji (famili Myrtaceae), dan kakao (famili Malvaceae).
2.1.7 Ulat Bulu Euproctis flexuosa (Lepidoptera : Lymantriidae)
Telur diletakkan secara berkelompok pada daun atau buah dan diselimuti
oleh material khusus berwarna kekuningan untuk melindungi telur dari serangan
musuh alami. Larva bertipe eruciform. Neonates berwarna kuning kecoklatan
dengan bagian kepala berwarna hitam dan terdapat duri-duri yang masih halus.
Larva instar lanjut memiliki warna merah muda pada bagian kepala, tungkai dan
bagian sisi ventral. Rambut atau duri berwarna putih keabu-abuan yang tersebar
pada bagian dorsal tubuh. Pada bagian dorsal terdapat 2 garis kuning dan diantara
garis tersebut terdapat garis berwarna merah muda. Pada ruas ke IV dan V terdapat
bagian yang membesar dan menonjol.

Gambar 9. Tahap perkembangan Euproctis flexuosa, (a) telur, (b) larva yang baru
menetas, (c) larva instar lanjut.

Instar awal ulat bulu belum menyebar ke seluruh bagian tanaman atau masih
bersifat gregarious. Posisi kepala cenderung tertutup bagian dorsal tubuh dan
memiliki ciri khas pada ruas ke IV dan V sedikit terangkat.
Ulat menyerang bagian daun dan buah belimbing. Ulat bulu E. flexuosa
lebih sering ditemukan menyerang bagian buah, baik buah belimbing yang berumur
beberapa minggu maupun buah belimbing yang hampir matang. Serangan pada
buah belimbing mengakibatkan buah menjadi berlubang atau terkikis pada bagian
pinggir dari juring buah, sedangkan serangan pada daun menyebabkan daun
menjadi rusak. Selain menyerang tanaman belimbing, E. flexuosa juga ditemukan
menyerang tanaman lain di TBM seperti mangga (famili Anacardiaceae), jambu air
(famili Myrtaceae) dan Nangka (famili Moraceae).
2.1.8 Kumbang Carpophilus dimidistus (Coleoptera : Nitidulidae)
Kumbang C. dimidiatus lebih dikenal sebagai hama pascapanen atau hama
penyimpanan. Ciri khas dari kumbang ini yaitu elytra yang tidak menutup beberapa
ruas abdomen. Pada pertanaman belimbing di lapangan, C. dimidiatus merupakan
hama sekunder. C. dimidiatus cenderung menyerang buah yang rusak atau sudah
terlebih dahulu terserang oleh hama lain, khususnya pada hama yang membuat
lubang gerekan pada buah seperti T. leucotreta.

Gambar 10. Imago Carpophilus dimidiatus pada permukaan buah belimbing.

Selain menyerang buah belimbing, C. dimidiatus juga ditemukan


menyerang tanaman lain seperti sirsak (famili Annonaceae), jeruk (famili
Rutaceae), jambu air (famili Myrtaceae), Salak (famili Arecaceae), sawo duren
(famili Sapotaceae), dan jambu biji (famili Myrtaceae).
2.1.9 Rayap Coptotermes curvignathus (Isoptera : Rhinotermitidae)
Rayap hidup secara berkoloni. Rayap lebih sering ditemukan pada
pertanaman belimbing yang kurang terawat, dimana tajuk pertanaman yang rapat
antartanaman sehingga kurangnya cahaya matahari yang mengenai permukaan
tanah. C. curvignathus membentuk sarang dan jalur kembara berbentuk terowongan
di dalam tanah maupun di batang, jalur-jalur tersebut terbentuk dari tanah liat. Di
dalam jalur kembara maupun sarang mudah ditemukan rayap kasta prajurit dan
pekerja. Rayap kasta prajurit akan mengeluarkan cairan berwarna putih melalui
mulutnya ketika diganggu dan cairan tersebut akan berangsur-angur mengental.

Gambar 11. Rayap dan gejala kerusakan, (a) rayap kasta pekerja; (b) jalur lalu
lintas rayap di dalam batang; (c) kerusakan pada batang.

Tanaman yang terserang C. curvignathus akan mengalami kerusakan pada


bagian batang, dan bila kerusakannya sudah tinggi mampu mematikan percabangan
maupun tanaman belimbing karena bagian dalam batang habis dimakan oleh rayap.
2.1.10 Ulat Kantung Clania lewinii (Lepidoptera : Psychidae)
Larva C. lewinii bertipe eruciform dan menghabiskan hidupnya di dalam
kantung yang terbuat dari sutra, kantung sutra tersebut dibungkus dengan ranting-
ranting belimbing untuk membungkus kantung sutranya tersebut. Kantung sutra
tersebut akan semakin besar seiring bertambahnya instar.

Gambar 12. Kantung sutra Clania lewinii pada percabangan belimbing


Larva C. lewinii terdapat pada cabang, daun dan batang tanaman belimbing.
Ulat bergerak dan makan dengan mengeluarkan bagian kepalanya ke luar kantung.
Ulat memakan bagian epidermis bawah daun, sehingga menyebabkan terbentuknya
window panning pada daun, kemudian bagian epidermis atas yang tidak dimakan
akan mengering dan menjadi terlihat berlubang.
2.2 Pengendalian Hama Tanaman Belimbing
Dalam upaya untuk mengendalikan populasi hama yang telah disebutkan di
atas, dapat dilakukan beberapa teknik pengendalian yang berdasarkan pada
bioekologi maupun etologi hama tersebut, diantaranya yaitu:
2.2.1 Mekanis
Tindakan pemangkasan tanaman dapat membuka tajuk pertanaman
sehingga mampu mengubah iklim mikro di sekitar tanaman dikarenakan cahaya
matahari dapat mencapai bagian tanaman lebih banyak dan sirkulasi udara lebih
baik.
Menurut Sukarata (2016), pemangkasan tanaman selain dapat memperbaiki
sirkulasi udara juga dapat mengurangi kelembaban udara di sekitar kebun sehingga
memberi lingkungan yang kurang baik bagi perkembangan hama. Diketahui bahwa
hama Helopeltis sp. tidak menyukai sinar matahari langsung (Kalshoven, 1981),
maka dengan pemangkasan menyebabkan terhambatnya hama tersebut untuk
melakukan aktivitas makan dan beristirahat di tanaman. Rayap merupakan serangga
cryprtobiotik (cenderung menghindari cahaya) dan serangannya lebih tinggi pada
pertanaman yang lembab (Tarumingkeng, 2001), dengan sifat cryptobiotik yang
dimiliki oleh C. curvignathus, maka pemangkasan dapat membuat cahaya matahari
masuk ke dalam areal sekitar tanaman sehingga dapat menurunkan kelembaban,
yang pada akhirnya menghambat aktifitas dari C. curvignathus. Selain itu aktivitas
peletakkan telur oleh imago betina lalat buah Bactrocera cenderung tinggi pada
buah yang ternaungi (Siwi et al., 2006). Dengan kegiatan pemangkasan tanaman
mampu menciptakan kondisi lingkungan yang tidak sesuai bagi hama, kegiatan ini
dapat menghambat hama untuk melakukan aktifitas makan, beristirahat atau
bersarang maupun peletakkan telur.
Pembungkusan buah berperan sebagai barrier untuk mencegah hama
menyerang buah secara langsung. Kegiatan pembungkusan buah mampu mencegah
oviposisi imago lalat buah betina. Pembungkusan buah harus dilakukan sejak dini
ketika buah telah mencapai kriteria pembungkusan, agar dapat menurunkan
peluang infestasi telur oleh lalat buah betina. Menurut Prastowo dan Siregar (2014),
buah belimbing yang dibungkus lebih dini dapat menurunkan jumlah larva lalat
buah yang menginfestasi buah. Hal tersebut diperkuat oleh Siwi et al. (2006) yang
menyatakan bahwa, B. dorsalis umumnya menyerang buah yang matang atau
setengah matang. Serangan lalat buah pada buah belimbing di wilayah Lampung
Barat mengakibatkan kehilangan hasil berkisar antara 60–100% (Nismah & Susilo,
2008), namun dengan kegiatan pembungkusan buah di wilayah Kabupaten Blitar
mampu menurunkan intensitas kerusakan buah belimbing berkisar antara 2,58 –
19,75% (Muhlison, 2016).
Pengendalian lalat buah dengan menggunakan pembungkusan banyak
dilakukan karena dapat mengurangi peluang lalat buah betina untuk meletakkan
telur pada jaringan buah dan juga dapat meningkatkan kualitas buah. Peningkatan
mutu buah karena pembungkusan diakibatkan karena adanya akumulasi panas yang
merata sehingga memacu proses pertumbuhan, perkembangan dan pematangan
buah (Damayanti, 2000).
Kegiatan pembalikkan tanah dengan kedalaman tertentu di sekitar tanaman
perlu dilakukan secara rutin. Diketahui bahwa pupa dari Bactrocera spp. dan T.
leucotreta membentuk puparium pada permukaan maupun di dalam tanah (Putra
dan Suputa, 2013; Gilligan et al., 2011). Kedua spesies tersebut merupakan hama
utama dari tanaman belimbing di TBM. Dengan pembalikkan tanah pada
kedalaman tertentu diharapkan dapat menghambat pupa untuk berkembang menjadi
imago dan bahkan dapat mematikan pupa tersebut.
2.2.2 Fisik
Telah diketahui sebelumnya bahwa cukup banyak hama pada pertanaman
belimbing yang fase imagonya berupa ngengat (moth) seperti D. fasciola, T.
leucotreta, C. lewinii dan E. flexuosa. Pemasangan lampu perangkap pada malam
hari dianggap efektif dalam mengendalikan imago hama berupa ngengat. Menurut
Borror et al. (1992), ngengat umumnya aktif pada malam hari dan tertarik dengan
cahaya lampu. Lampu yang digunakan sebaiknya berwarna kuning atau berwarna
violet agar hasil tangkapan pada perangkap lebih efektif. Cahaya kuning pada
lampu efektif dalam mengendalikan aktivitas ngengat. Hal tersebut diperkuat oleh
Meyer (2006) yang menyatakan, pada umumnya serangga hanya memiliki dua tipe
pigmen penglihatan, yaitu pigmen yang mampu menyerap warna hijau dan kuning
terang, serta pigmen yang mampu menyerap warna biru dan sinar UV. Perangkap
lampu merupakan alat penting untuk mengetahui populasi hama imigran guna
mereduksi populasi hama dengan menangkap hama dalam jumlah besar (Baehaki,
2013). Pemasangan perangkap lampu juga dapat dijadikan sebagai kegiatan
monitoring populasi hama, sehingga dapat dijadikan pengambilan keputusan dalam
melakukan pengendalian secara sintetis.
2.2.3 Kimiawi
Senyawa yang digunakan berupa metil eugenol (ME). Senyawa ini dinilai
lebih aman dan efektif dalam mengendalikan hama. Metil eugenol merupakan
senyawa kairomones yang dapat merangsang alat sensor lalat buah, lalat buah
jantan seperti jenis B. carambolae menunjukkan daya ketertarikan yang tinggi
dalam mengonsumsi metil eugenol (Hee & Tan, 2001). Metil eugenol merupakan
senyawa phenylpropanoid alami (Tan et al., 2011). Penggunaan ME bersifat
spesifik dalam menarik lalat buah, umumnya lalat buah yang terperangkap yaitu
berjenis kelamin jantan. Tan et al., (2011) menyatakan di alam lalat buah jantan
membutuhkan ME untuk pembentukan feromon. Sedangkan menurut Warthen
(2002), lalat buah betina tidak tertarik pada ME, tetapi tertarik pada protein
hidrolisat untuk proses perkembangan telur dan kematangan organ reproduksinya.
Lalat buah jantan mengonsumsi ME untuk menarik lalat buah betina, ME yang telah
dikonsumsi kemudian akan ditransformasikan di dalam tubuhnya dalam bentuk 2-
(2-propenyl) 4,5 dimethoxyphenol (DMP) dan (E)-coniferyl alcohol (CA) sebagai
hasil metabolisme yang bersifat alomon dan feromon yang diperlukan untuk
menarik lalat betina (Jang et al., 2011; Hee & Tan, 2001). Oleh karena itu,
terkadang dapat ditemukan lalat buah betina yang berkeliaran di luar perangkap
yang diaplikasikan di TBM, sehingga memberi peluang terjadinya kopulasi
(mating) antara jantan dan betina. Maka dalam pengaplikasiannya perlu
ditambahkan air di dalam perangkap atau pestisida konsentrasi rendah pada
permukaan perangkap untuk memastikan lalat buah jantan yang telah mengonsumsi
ME tidak melakukan kopulasi dengan lalat buah betina. Menurut Kardinan (2003)
bahwa penggunaan metil eugenol dan cue lure dalam monitoring dan pengendalian
lalat buah sangat efektif, sebab dapat menarik populasi lalat buah dengan capaian
90%.
Selain Bactrocera spp., T. leucotreta juga merupakan hama utama pada
pertanaman belimbing. Diketahui feromon seks untuk T. leucotreta juga telah
teridentifikasi, senyawa sintetik tersebut dapat lebih banyak menarik pejantan dari
T. leucotreta. Pejantan T. leucotreta tertarik dengan 2 komponen campuran dari
(E)-8-dodecenyl acetate dan (Z)-8-dodecenyl acetate.
2.2.4 Biologi
Terdapat banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai insektisida
maupun atraktan dalam mengendalikan hama. Penggunaan bubuk daun sirsak dapat
menurunkan nafsu makan dan menyebabkan mortalitas bagi imago B. carambolae
(Prananda, 2013). Berdasarkan hasil penelitian Sodiq et al. (2013), penggunaan
minyak M. bracteata mampu memerangkap lalat buah lebih tinggi dibandingkan
metil eugenol (petrogenol), dan mampu memerangkap lalat buah lebih tinggi lagi
apabila keduanya digabungkan. Sedangkan menurut Marikun et al. (2014),
perangkap atraktan berupa metil eugenol dari tanaman Melaleuca bracteata dan
Vitex trifolia yang dipadukan dengan perlakuan warna perangkap kuning dianggap
paling efektif dalam memerangkap lalat buah.
Maka dalam pengaplikasiannya perlu dipadukan antara atraktan nabati
dengan perangkap berwarna kuning agar dapat memerangkap lalat buah lebih
tinggi. Menurut Sunarno (2011), hama lalat buah menggunakan sejumlah isyarat
visual (visual cues) ataupun isyarat kimia (chemical cues) untuk menemukan inang
berupa buah atau sayuran. Kesesuaian isyarat visual maupun isyarat kimia akan
menyebabkan lalat buah lebih tertarik untuk menemukan inangnya.
Selain itu banyak jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai termitisida
nabati maupun bersifat antifeedant bagi rayap. Senyawa rotenone aktif dari akar
tuba bersifat toksik bagi rayap (Adharini, 2008). Sedangkan fraksi terlarut n-
heksana dari kayu eboni dan ekstrak sereh wangi dapat mengurangi nafsu makan
rayap (Kuswanto et al., 2011; Hutabarat et al., 2015).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Hama yang menyerang tanaman belimbing diantaranya yaitu D. fasciola, T.
leucotreta, H. bradyi, B. dorsalis, B. carambolae, T. aurantii, M. hirsutus, C.
curvignathus, C. lewinii, C. dimidiatus, dan E. flexuosa. Sebagian besar hama-
hama tersebut menyerang tanaman lain selain tanaman belimbing.
- Inang alternatif dari Bactrocera carambolae dan B. dorsalis yaitu famili
Oxalidaeceae, Myrtaceae, Rutaceae, Arecaceae dan Sapotaceae. Diacrotricha
fasciola yaitu Oxalidaceae. Thaumatotibia leucotreta yaitu Oxalidaceae,
Rutaceae, Myrtaceae dan Sapindaceae. Helopeltis bradyi yaitu Oxalidaceae,
Malvaceae dan Moraceae. Sedangkan Coptotermes curvignathus yaitu
Oxalidaceae.
- Teknik pengendalian hama yang dapat diterapkan berupa kultur teknik,
mekanik, fisik, kimiawi, dan penggunaan pestisida nabati.
DAFTAR PUSTAKA
Adharini, G. 2008. Uji Keampuhan Ekstrak Akar Tuba (Derris elliptica Benth)
untuk Pengendalian Rayap Tanah Coptotermes curvignathus Holmgren.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Baehaki, S.E. 2013. Hama Penggerek Batang Padi dan Teknologi Pengendalian.
Iptek Tanaman Pangan 8(1):1-14.

Borror, D.J., Triplehorn, C.A. dan Johnson, N.F. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi Keenam. Terjemahan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Belimbing Manis. Pustaka Mina. Jakarta.

Damayanti, M. 2000. Pengaruh Jenis Pembungkus dan saat Pembungkusan


terhadap Kualitas Buah Jambu Air (Syzygium samarangense). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dinas Pertanian Kota Depok. 2007. Standar Operasional Prosedur Belimbing


Dewa. Kota Depok. Distan, Depok.

Dinas Kelautan dan Pertanian. 2012. Pest List Tanaman Belimbing di DKI Jakarta.
DKP. Jakarta.

Gilligan, T.M, Epstein, M.E. dan Hoffman K.M. 2011. Discovery of False Codling
Moth, Thaumatotibia leucotreta (Meyrick), in California (Lepidoptera :
Torticidae). Proc Entomol Soc Wash, 113(4) : 426-435.

Hee, A.K. dan Tan, K.H. 2006. Transport of Methyl Eugenol-Derived Sex
Pheromonal Component in the Male Fruit Fly, Bactrocera dorsalis. Comp
Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol 143(4):422-428.

Hutabarat, N.K., Oemry, S. dan Pinem, M.I. 2015. Efektivitas Termitisida Nabati
Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holm.) (Isoptera :
Rhinotermitida) di Laboratorium. J Online Agrotek 3(1):103-111.

Jang, E.B., Khrimian, A. dan Siderhurst, M.S. 2011. Di- and Tri-Fluorinated
Analogs of Methyl Eugenol: Attraction to and Metabolism in the Oriental
Fruit Fly Bactrocera dorsalis (Hendel). J Chem Ecol 37:553-564.

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Jakarta.

Kardinan, A. 2003. Tanaman Pengendali Lalat Buah. Agromedia Pustaka. Jakarta.


Kuswanto, E., Syafii, W. dan Nandika, D. 2011. Respon Rayap Tanah Coptotermes
curvignathus (Isoptera : Rhinotermitidae) Terhadap Ekstraksi Kayu Eboni.
Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia. Bandung, 16-17
Februari. Hlm 519-527.

Marikun, M., Anshary, A. dan Shahabuddin. 2014. Daya Tarik Jenis Atraktan dan
Warna Perangkap yang berbeda terhadap Lalat Buah (Diptera : Tephritidae)
pada Tanaman Mangga (Mangifera indica) di Desa Soulove. e-J Agrotekbis
2(5):454-459.

Meyer, R.J. 2006. Color Vision. Department of Entomology NC State University.


Tersedia pada: http://www.cornell.go.id. Diakses pada Tanggal 21 Maret
2021.

Muhlison, W. 2016. Hama Tanaman Belimbing dan Dinamika Populasi Lalat Buah
pada Pertanaman Belimbing di Wilayah Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nismah dan Susilo, F.X. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Lalat Buah
(Diptera: Tephritidae) pada Beberapa Sistem Penggunaan Lahan di Bukit
Rigis, Sumberjaya, Lampung Barat. J HPT Trop 8(2):82-89.

Prananda, B.E. 2013. Efektivitas Bubuk Daun Sirsak (Annona muricata Linn)
sebagai Pengendalian Hama Lalat Buah. Skripsi. Universitas Sunan
Kalijaga. Yogyakarta.

Prastowo, P. dan Siregar, P.S. 2014. Pengaruh Waktu Pembungkusan terhadap


Jumlah Larva Lalat Buah (Bactrocera spp.) pada Buah Belimbing
(Averrhoa carambola). Prosiding Seminar Nasional Biologi: Optimalisasi
Riset Biologi dalam Bidang Pertanian, Peternakan, Perikanan, Kelautan,
Kehutanan, Farmasi dan Kedokteran. Medan, 15 Februari 2014. Hlm:104-
121.

Putra, N.S. dan Suputa. 2013. Lalat Buah Hama: Bioekologi dan Strategi Tepat
Mengelola Populasinya. Smartania Publishing. Yogyakarta.

Siwi, S.S., Hidayat, P. dan Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah
Penting di Indonesia. BB-Biogen. Bogor.

Sodiq, M., Sudarmadji dan Sutoyo. 2013. Efektifitas Atraktan terhadap Lalat Buah
di Jawa Timur. Agrotop 5(1):71-79.

Sukarata, M. 2016. Pengaruh Pemangkasan pada Tanaman Kakao dan Aplikasi


Pupuk, Agensia Hayati terhadap Prosentase Serangan Kepinding Pengisap
Buah Kakao (Helopeltis sp.). Majalah Ilmiah Untab 13(2):116-123.
Sunarno. 2011. Ketertarikan Serangga Hama Lalat Buah terhadap Berbagai Papan
Perangkap Berwarna sebagai Salah Satu Teknik Pengendalian. Agroforestri
4(2):131-136.

Tarumingkeng, R.C. 2001. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia.
Laporan Lembaga Penelitian Hasil-Hutan No. 133. Bogor.

Warthen, J.R. 2002. Volatile Potential Attractants from Ripe Coffee Fruit for Fruit
Fly. USDA Subtropical Agriculture Research. Weslaco.

Anda mungkin juga menyukai