Anda di halaman 1dari 45

POTENSI AKAR POHON DALAM MENGURANGI RESIKO

LONGSOR. Evaluasi Berdasar Pengetahuan Lokal dan


Pengukuran di Lapangan

Oleh:
BILLY GUSTINAR SURYA RIESNAWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
MALANG
2022
POTENSI AKAR POHON DALAM MENGURANGI RESIKO
LONGSOR. Evaluasi Berdasar Pengetahuan Lokal dan
Pengukuran di Lapangan

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
BILLY GUSTINAR SURYA RIESNAWAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana
Pertanian Strata Satu (S1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
MALANG
2022
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul penelitian : POTENSI AKAR POHON DALAM MENGURANGI
RESIKO. Evaluasi Berdasar Pengetahuan Lokal dan Pengukuran di Lapangan
Nama Mahasiswa : Billy Gustinar Surya Riesnawan
NIM : 185040200111048
Jurusan : Tanah
Program Studi : Agroekoteknologi

Pembimbing Utama,

Prof. Ir. Kurniatun Hairiah, Ph. D


NIP. 19560410 198303 2 001i

Diketahui,
Ketua Jurusan

Syahrul Kurniawan, SP., MP., Ph. D


NIP. 197910182005011002

Tanggal persetujuan : ……………………


PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan yang tercantum di dalam
skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dosen
pembimbing. Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di
perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya
ataupun pendapat yang diterbitkan oleh pihak lain, kecuali rujukan yang dengan
jelas tertera pada rujukan daftar pustaka.

Malang, 3 April 2022

Billy Gustinar Surya Riesnawan


RINGKASAN
BILLY GUSTINAR S.R. 185040200111048. Potensi Akar Pohon Dalam
Mengurangi Resiko Longsor. Evaluasi Berdasar Pengetahuan Lokal dan
Pengukuran di Lapangan. Dibimbing oleh Kurniatun Hairiah

Ketersedian lahan pertanian semakin berkurang karena semakin meluasnya


lahan terdegradasi baik karena bencana alam, maupun mismanagemen. Longsor
dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi baik secara geologi,
morfologi, fisik maupun karena ada kegiatan manusia (Priyono, 2015). Selain itu
faktor -faktor kondisi alami seperti topografi termasuk kondisi lereng
(kemiringan, bentuk lereng, panjang lereng), kondisi tanah (tekstur, struktur dan
konsistensi tanah, kekerasan batuan), kerapatan dan jenis tutupan lahan (Rasyid,
2012). Tujuan Penelitian memahami pengetahuan ekologi lokal (PEL) petani
agroforestri tentang pentingnya akar pohon dalam meningkatkan stabilitas tebing
sebagai upaya memitigasi longsor di daerah pegunungan, dibandingkan dengan
pengetahuan ekologi modern/ilmiah (PEM) dari hasil penelitian di daerahnya.
Penelitian dilakukan di Desa Tulungrejo, Ngantang, Kabupaten Malang.
Pengukuran dilakukan 5 jenis pohon, 3 tingkat kelerengan 25°- 60° dan 5 kali
ulangan. Parameter yang diukur adalah Indeks Jangkar Akar (IJA), Indeks
Cengkram Akar (ICA) dan diameter pohon. untuk Pengetahuan Ekologi Lokal
(PEL) menggunakan metode Purposive Sampling.
SUMMARY
BILLY GUSTINAR S.R. 185040200111048. Potential of Tree Roots in
Reducing Landslide Risk. Evaluation Based on Local Knowledge and Field
Measurement. Supervised by Kurniatun Hairiah

The availability of agricultural land is decreasing due to the widespread


use of degraded land due to natural disasters and mismanagement. Landslides can
occur because there are several factors that influence both geologically,
morphologically, physically and because of human activities (Priyono, 2015). In
addition, natural conditions factors such as topography include slope conditions
(slope, slope shape, slope length), soil conditions (texture, soil structure and
consistency, rock hardness), density and type of land cover (Rasyid, 2012).
Research objective is to understand local ecological knowledge (PEL) of
agroforestry farmers about the importance of tree roots in increasing cliff stability
as an effort to mitigate landslides in mountainous areas, compared to
modern/scientific ecological knowledge (PEM) from research results in their area.

The research was conducted in Tulungrejo Village, Ngantang, Malang


Regency. Measurements were made for 5 types of trees, 3 levels of slope 25°- 60°
and 5 repetitions. Parameters measured were Root Anchor Index (IJA), Root Grip
Index (ICA) and tree diameter. for Local Ecological Knowledge (PEL) using the
Purposive Sampling method.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan
rahmat dan karunia-Nya yang telah menuntun penulis sehingga dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Potensi Akar Pohon Dalam
dalam mengurangi Resiko Longsor. Evaluasi berdasar Pengetahuan Ekologi
Lokal dan pengukuran di Lapangan”, dalam rangka memenuhi kewajiban kegiatan
studi selama Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi penelitian ini masih
banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang dapat membangun demi kesempurnaan skripsi ini ini. Penulis berharap
skripsi penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak terkhusus pihak yang
terlibat, disebut, maupun dibahas dalam laporan ini. Tidak lupa juga rasa
terimakasih yang besar kepada.
1. Tuhan Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW
2. Keluarga yang selalu memotivasi setiap langkah dalam kegiatan ini,
terutama Bapak Alm Putut Sutrisno dan juga Ibu Sri Listiana
3. Prof. Dr. Ir. Kurniatun Hairiah selaku dosen pembimbing akademik yang
tidak lelah membimbing penulis dalam menyusun laporan ini
4. Fanny Anggraini selaku calon pasangan yang telah memberi semangat
dalam menyusun laporan ini
Serta seluruh teman-teman yang dalam proses penulisan ini ikut terlibat
mendorong rampungnya penelitian ini
Pada akhirnya laporan proposal ini saya harap dapat menjadi tahap awal dalam
merampungkan seluruh penelitian yang hendak saya laksanakan.

Malang, 3 April 2022


Billy Gustinar Surya Riesnawan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada 28 Mei 1999 dan
merupakan anak kedua dari 2 bersaudara, dari Bapak Alm Putut S0utrisno dan Ibu
Sri Listiana. Riwayat pendidikan penulis berawal Taman Kanak-kanak di TK
Pertiwi di Tahun 2004 hingga 2005 dari pendidikan dasar di SDN 2 Kadipaten
Bojonegoro di tahun 2006 hingga 2012, dilanjutkan dengan pendidikan sekolah
menengah pertama SMPN 5 Bojonegoro pada tahun 2012 hingga 2015 dan di
tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan sekolah menengah atas di
SMAN 2 Bojonegoro hingga tahun 2018. Setelah itu, pada tahun 2018 penulis
terdaftar sebagai mahasiswa strata-1 program studi Agroekoteknologi, Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya, Jawa Timur melalui jalur Seleksi Bersama
Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif dalam LKM SC (Sport
Corner) 2019-2020 sebagai wakil ketua umum, Selain itu penulis juga pernah
aktif dalam LKM Bengkel Seni sebagai anggota dan juga penulis juga pernah
aktif dalam LKM IAAS UB sebagai manajer STD (Science and technology
development) 2019-2020. Penulis beberapa kali terlibat dalam kegiatan
kepanitiaan seperti Tani Joyo Cup 2019 sebagai Koordinasi Lapangan, Olimpiade
Dekan 2019 sebagai staff keamanan, IAAS Tractor Learning sebagai trainer, dan
Galang Mitra Kenal Profesi (GATRAKSI) tahun 2021. Penulis juga pernah
mengikuti Pekan Olahraga Provinsi (PORPROV) cabor bola basket pada tahun
2019 . Penulis pernah menjadi surveyour pada kegiatan P2L (Pekarangan Pangan
Lestari) Kementrian Pertanian. Penulis pernah menjadi surveyour pada kegiatan
magang yang berada di Sukosewu pada Peternakan lebah dengan menggunakan
Sistem Agroforestri (Agrosilvopastura). Selain itu penulis aktif dalam
mengembangkan usaha Kala Teduh Nursery (Tanaman Hias) dan Mantrakultura
clothing (Konveksi).
DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN..........................................................................................13
1.1 Latar Belakang........................................................................................13
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................15
1.6 Tujuan......................................................................................................15
1.7 Hipotesis..................................................................................................16
1.8 Manfaat....................................................................................................16
1.9 Alur Pikir.................................................................................................16
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................18
2.1 Longsor....................................................................................................18
2.2 Akar Pencegah Longsor..........................................................................20
2.3 IJA dan ICA.............................................................................................21
2.4 Pengetahuan Ekologi Lokal dan Modern................................................22
2.5 Hubungan Longsor dengan PEL..................................................................23
3 METODE PENELITIAN...............................................................................25
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................25
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................25
3.3 Rancangan Percobaan..............................................................................25
3.4 Variabel Pengamatan...............................................................................26
3.5 Pelaksanaan Penelitian............................................................................27
3.5.1 Tahap Wawancara Petani......................................................................27
3.5.2 Pengumpulan hasil-hasil penelitian tentang akar pohon dalam
mengurangi resiko longsor.............................................................................27
3.5.3 Pengukuran IJA dan ICA dari jenis pohon utama yang berpotensi
meningkatkan stabilitas tebing.......................................................................29
3.5.4 Pengukuran Diameter Batang (DBH)...................................................30
3.5.5 Pengambilan Contoh Tanah dan Analisis Laboratorium.....................31
3.5.6 Observasi Lapangan..............................................................................31
3.6 Analisis Data...........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
LAMPIRAN...........................................................................................................37

DAFTAR TABEL
1. Klasifikasi Nilai IJA dan ICA............................................................................22
2. Parameter Pengamatan.......................................................................................26
3. Klasifikasi Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)
(Hairiah, et.al., 2008).............................................................................................30
DAFTAR GAMBAR
1. Skema Perpaduan Pengetahuan Ekologi Lokal (PEL) dan Pengetahuan..........16
2. Skema pengukuran proximal akar pohon menurut Hairiah et al (2021). DH=
diameter akar horizontal, DV= diameter akar vertikal..........................................29
3. DBH...................................................................................................................30
4. Leaflet................................................................................................................32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Form Kuisioner Wawancara..............................................................................37
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketersediaan lahan pertanian yang produktif terus berkurang karena
semakin meluasnya lahan terdegradasi baik karena bencana alam, maupun mist-
managemen lahan yang memicu terjadinya banjir, longsor, ataupun kekeringan
dan kebakaran di musim kemarau. Penggunaan lahan pertanian yang intensif
dengan kanopi terbuka di daerah berlereng sangat rentan terhadap longsor dan
erosi sehingga mengurangi luasan lahan milik petani. Dampak lebih luas akibat
longsor di tebing lahan dan di tebing sungai adalah menurunkan kualitas dan
jumlah air bersih akibat meningkatnya konsentrasi sedimen dalam aliran air
sungai sehingga mengurangi ketersediaan air bersih bagi manusia di sekitarnya.
Dampak lebih luas dari peningkatan konsentrasi sedimen dalam aliran sungai
adalah mempercepat terjadi pendangkalan sungai dan kembali meningkatkan
resiko terjadi banjir. Longsor dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang
mempengaruhi baik secara geologi, morfologi, fisik maupun karena ada kegiatan
manusia (Priyono, 2015). Selain itu faktor -faktor kondisi alami seperti topografi
termasuk kondisi lereng (kemiringan, bentuk lereng, panjang lereng), kondisi
tanah (tekstur, struktur dan konsistensi tanah, kekerasan batuan), kerapatan dan
jenis tutupan lahan (Rasyid, 2012)
Pohon berperan penting untuk menjaga kestabilan lereng secara hidrologis
dan mekanis (Hairiah et al.,2000). Faktor hidrologis meliputi intersepsi air hujan
dan transpirasi, sedangkan secara mekanis adalah dari kekuatan perakaran pohon
dan tumbuhan bawah yang berinteraksi erat dangan tanah (Styczen dan Morgan,
1995). Abe dan Ziemer (1991), menyatakan bahwa longsor dapat dikurangi oleh
akar-akar pohon melalui 2 mekanisme yaitu: (1) Akar mencengkeram tanah di
lapisan permukaan tanah (kedalaman 0-5 cm), sehingga dapat menghambat
hanyutnya partikel tanah oleh limpasan permukaan; namun bila akar mudah putus
maka peran akar di permukaanpun akan berkurang; (2) Akar menopang tegaknya
batang sehingga menghambat terjadinya longsor.
Dalam system agroforestri distribusi perakaran pohon dan tanaman sela
sangat beragam bergantung pada kondisi lingkungan tanahnya dan managemen
pohon yang dilakukan oleh petani. Sebaran dan kerapatan akar sebagian besar
berkembang di lapisan atas saja, biasanya semakin dalam semakin berkurang (van
Noordwijk. et al, 2015; dan Kemper, R., et al., 2020). Kondisi tersebut
memungkinkan pohon mudah tumbang oleh dorongan massa tanah yang bergerak
ke bawah selama musim penghujan (Arsyad, 2010).
Salah satu upaya mengurangi resiko terjadinya longsor dapat dilakukan
dengan meningkatkan stabilitas tebing sungai maupun tebing lahan secara
vegetative yaitu dengan menanam aneka pohon bernilai ekonomi tinggi dan juga
mempunyai nilai konservasi yang tinggi (Hidayat dan Dedy, 2019). Aneka ragam
sebaran akar pohon (akar primer menyebar vertical dan dalam dan akar horizontal
menyebar lebih dangkal) dalam system agroforestri sangat bermanfaat untuk
“Jangkar hidup tanah” atau “living anchor” dan “Pencengkeram tanah” atau “soil
binding” sehingga dapat mengurangi kekuatan geser tanah dan mencegah
meluncurnya tanah ke lereng yang lebih bawah (Hairiah et.al.,2020), di lapangan
dilakukan dengan mengukur 2 nilai Index: Index Jangkar Akar (IJA) dan Index
Cengkeram Akar (ICA). Untuk tujuan memitigasi resiko terjadinya longsor,
system perakaran pohon yang dibutuhkan adalah akar yang berkembang dalam,
intensif, dan kuat dengan kandungan lignin yang tinggi (Hairiah et al.2021),
sehingga pohon lebih tahan terhadap dorongan masa tanah dan air dari tempat
yang lebih atas.
Managemen lahan agroforestri oleh petani yang melibatkan pemangkasan
cabang dan ranting pohon untuk pengaturan sinar matahari yang masuk
berpengaruh terhadap sebaran perakaran pohon. Pemangkasan ranting pohon akan
meningkatkan jumlah akar mati dan meningkatkan jumlah akar baru di lapisan
tanah atas seperti yang ditunjukan oleh tanaman Peltophorum dasyrachis dan
Caliandra calothyrsus di ultisol, Lampung Utara (van Noordwijk et al, 1991).
Sementara itu Pratiwi (2021) melaporkan bahwa 6 bulan setelah pemangkasan
batang pohon kopi di UB-Forest (Karangploso) justru menurunkan jumlah akar
horisontal sekitar 79% dan akar vertikal sekitar 19% bila dibandingkan dengan
pohon tanpa pangkasan. Penurunan jumlah akar semakin besar bila batang kopi
dipangkas lebih rendah lagi hingga 50 cm; dengan demikian kondisi tersebut akan
meningkatkan resiko kekeringan saat musim kemarau.
Petani agroforestri mempunyai pengetahuan dan ketrampilan mengelola
lahan agroforestri yang diperoleh secara turun temurun dari orang tuanya,
termasuk diantaranya pemilihan jenis tanaman yang ditanam, pemupukan,
pencegahan hama dan penyakit dan pemanennya yang terus berkembang sesuai
dengan masalah dan kebutuhannya, namun demikian pengetahuan akan
managemen bagian dalam tanah masih belum banyak dipahami (Purnamasari et
al., 2022). Peningkatan pemahaman di tingkat petani telah banyak dilakukan oleh
berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta (Munir dan Setiani, 2018) melalui
pelatihan dan pendampingan di lapangan, tetapi materinya masih terfokus kepada
bagian di atas tanah karena informasi tentang akar pohon, fungsi dan manfaatnya
dalam agroforestri masih terbatas pada penyerapan air dan hara saja. Guna
mengoptimalkan jasa lingkungan pohon terutama dalam menstabilkan tebing
lahan Agroforestri, maka perlu dilakukan pemahaman ekologi lokal petani tentang
peran akar pohon dalam meningkatkan stabilitas tebing yang diiringi dengan
pemahaman ekologi ilmiah dari hasil-hasil penelitian (Barrios et al, 2012) agar
transfer pengetahuan tentang peran akar pohon untuk mengurangi resiko longsor
dapat lebih mudah dan lancar.
1.2 Rumusan Masalah
Upaya pengurangan resiko longsor di lahan agroforestri di daerah berlereng,
adalah dengan mengoptimalkan fungsi “jangkar hidup” dan “cengkeraman akar”
dari akar pohon yang kuat dengan memilih jenis-jenis pohon yang berperakaran
dalam dan kuat dengan kandungan lignin yang tinggi. Namun demikian, informasi
fungsi akar untuk penguat tebing masih belum banyak diketahui di tingkat petani,
untuk itu perlu dilakukan penggalian pengetahuan petani tentang longsor dan
upaya menekan resiko terjadinya longsor secara vegetative. Beberapa pertanyaan
penelitian yang ada:
1.3 Apakah petani agroforestri di daerah pegunungan telah mempunyai teknik
dan cara mengurangi longsor di lahannya, bagaimana caranya?
1.4 Apakah pengetahuan peran akar pohon dalam meningkatkan stabilitas
tebing telah banyak diketahui petani agroforestri yang tinggal di
pegunungan? Apa indikatornya?
1.5 Apakah informasi tentang karakter akar beraneka jenis pohon yang
berpotensi dalam meningkatkan stabilitas tebing telah tersedia?
1.6 Tujuan
Memahami pengetahuan ekologi lokal (PEL) petani agroforestri tentang
pentingnya akar pohon dalam meningkatkan stabilitas tebing sebagai upaya
memitigasi longsor di daerah pegunungan, dibandingkan dengan pengetahuan
ekologi modern/ilmiah (PEM) dari hasil penelitian di daerahnya.
1.7 Hipotesis

 Pengetahuan petani tentang peran akar aneka jenis pohon untuk


menguatkan tebing masih terbatas, sehingga dalam pemilihan jenis pohon
yang ditanam di bibir sungai dan di pinggiran lahan masih belum optimal.
 Informasi hasil penelitian tentang manfaat akar-akar pohon dalam
meningkatkan stabilitas tebing di lahan-lahan agroforestri masih belum
banyak tersedia di masyarakat pedesaan.
1.8 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
masyarakat tentang pentingnya akar pohon dalam meningkatkan stabilitas tebing
sebagai upaya memitigasi longsor di daerah pegunungan. Analisis gap kedua
pengetahuan antara PEL dan PEM diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan
upaya mengurangi resiko terjadinya longsor di daerah pegunungan.
1.9 Alur Pikir
Guna mengurangi resiko longsor tebing perlu didukung dengan informasi
hasil penelitian tentang potensi akar pohon untuk meningkatkan stabilitas tebing
sungai atau lahan baik secara ilmiah maupun berdasar pengalaman lokal petani
agroforestri. Kombinasi kedua macam pengetahuan tersebut merupakan terobosan
baru dalam menangani isu lingkungan di lapangan (Gambar 1)
Gambar 1. Skema Perpaduan Pengetahuan Ekologi Lokal (PEL) dan Pengetahuan

Ekologi Modern/Ilmiah (PEM) tentang peran akar pohon dalam meningkatkan


stabilitas tebing untuk mengurangi resiko longsor.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Longsor
Tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan
maupun percampuran keduanya yang menuruni lereng akibat terganggunya
kestabilan tanah (Ramadhani dan Idajati, 2017). Tanah longsor merupakan salah
satu bencana alam yang umumnya terjadi di wilayah pegunungan (mountainous
area), terutama di musim hujan, yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda
maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya
seperti perumahan, industri, dan lahan pertanian yang berdampak pada kondisi
sosial masyarakat dan menurunkan perekonomian di suatu daerah. (Yuniarta,
Saido dan Purwana, 2015)
Menurut Khosiah dan Ariani (2017) Tanah longsor terjadi karena adanya
gerakan tanah sebagai akibat dari bergeraknya massa tanah atau batuan yang
bergerak di sepanjang lereng atau di luar lereng karena faktor gravitasi. Kekuatan-
kekuatan gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah miring melebihi kekuatan
memecah ke samping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya,
kandungan air yang tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, yang
meningkatkan beban, dan mengurangi kekuatan memecah kesampingnya.
Berpindahnya material pembentuk lereng yang berupa batuan, tanah,
rombakan, atau material campuran ke bawah lereng disebut juga tanah longsor.
Perpindahan material pembentuk lereng tersebut melibatkan lepasnya material
batuan dari puncak lereng ke kaki lereng karena ketidakstabilan lereng dan
gravitasi (Rendra, et al., 2016). Pernyataan tersebut sama halnya dengan
pernyataan Khosiah dan Ariani (2017), bahwa tanah longsor terjadi akibat dari
gerakan tanah sebagai akibat dari pergerakan massa tanah atau batuan yang
bergerak di di sepanjang lereng atau diluar lereng karena faktor gravitasi.
Kekuatan gaya gravitasi yang dipaksakan pada tanah-tanah yang miring melebihi
kekuatan memecah ke samping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada
posisinya, kandungan air yang tinggi dapat membuat tanah menjadi lebih berat
dan meningkatkan beban, serta mengurangi kekuatan memecah ke sampingnya.
Ramadhani dan Idajati (2017) menyatakan bahwa tanah longsor merupakan
sebuah gerakan massa tanah atau batuan, atau bahkan campuran dari keduanya
yang menuruni lereng karena stabilitas tanah yang terganggu. Tanah longsor
menyebabkan kerugian harta benda dan korban jiwa serta menimbulkan kerusakan
sarana dan prasarana lainnya seperti lahan pertanian, perumahan, dan industri
yang berdampak pada kondisi sosial ekonomi masyarakat di suatu daerah, dan
umumnya bencana ini terjadi di daerah pegunungan (mountainous area), terutama
di musim hujan (Yuniarta, Saido, dan Purwana., 2015). Kemungkinan terjadinya
longsor pada suatu wilayah dapat diketahui dengan mengidentifikasi sifat,
karakteristik dan kondisi unsur-unsur iklim serta hidrogeomorfologi suatu
wilayah.
Identifikasi bencana longsor dapat dilihat melalui kondisi lingkungan
suatu wilayah, dimana kawasan yang mempunyai kemungkinan untuk terjadinya
longsor atau rawan bencana longsor dapat segera dilakukan mitigasi bencana.
Menurut Rasyid., et al. (2012) variabel lingkungan fisik yang mempengaruhi
tingkat kerentanan gerakan tanah atau longsor adalah topografi, geologi, curah
hujan, dan tata guna lahan. Topografi yang mempengaruhi longsor adalah
kemiringan lereng, dimana semakin curam lereng maka akan semakin tinggi
kemungkinan untuk terjadinya bencana longsor. Oleh karena itu, longsor biasa
terjadi pada kelerengan curam serta tanah yang tidak memiliki tutupan lahan.
Wilayah dengan topografi pegunungan atau perbukitan yang membentuk lahan
miring pada dasarnya merupakan daerah rawan longsor. Kelerengan dengan
kemiringan 40% memiliki potensi untuk terjadinya longsor (Rasyid., 2012).
Kemungkinan terjadinya longsor juga bergantung kepada proses geologi.
Faktor geologi yang berpengaruh untuk terjadinya longsor adalah aktivitas
tektonik dan volkanik. Bahan induk yang berasal dari bahan volkan biasanya lebih
rawan terhadap longsor. Faktor geologi ini dapat dilihat berdasarkan tekstur tanah
dan jenis batuan serta diukur berdasarkan sifat tanah dan kondisi fisik batuan
(Rasyid, 2012). Setiap sifat tanah memiliki respon yang berbeda terhadap longsor.
Sifat tanah dapat menyebabkan tingkat bencana longsor yang terjadi karena
ketahanan tanah yang baik tidak mudah dirusak oleh faktor luar yang terkena
pukulan air hujan maupun limpasan permukaan sehingga dapat menyerap air
hujan melalui perkolasi dan infiltrasi. Menurut Suprayogo et al. (2005) sifat tanah
yang berbeda dapat berpengaruh berbeda pula kepada ketahanan tanah terhadap
longsor. Tanah dengan tekstur dominan debu lebih peka daripada tekstur dominan
lempung. Hal ini dikarenakan sifat tekstur tanah dari debu sulit untuk membentuk
struktur mantap sehingga lebih peka terhadap longsor, sementara tanah yang
berlempung tinggi lebih resisten terhadap longsor. Selain itu, sifat tanah dengan
tekstur debu memiliki kapasitas infiltrasi yang cukup tinggi jika terjadi aliran
permukaan akan mudah terangkut (Arsyad, 2010).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya longsor adalah curah hujan.
Saat curah hujan tinggi, kekuatan disperse akan tinggi pula sehingga daya
pengangkutan tanah akan merusak kualitas tanah. Pada saat terjadi hujan, infiltrasi
tanah akan terganggu sehingga air yang masuk ke dalam tanah terhambat. Hujan
sendiri memiliki tenaga kinetik yang dapat menghancurkan agregat tanah,
kemudian partikel-partikel tanah yang hancur atau halus sebagian menutup pori-
pori tanah sehingga porositas tanah menurun dan sebagian yang lain akan terbawa
oleh aliran permukaan. Hal ini dapat menyebabkan lapisan tanah permukaan
menjadi keras, akibatnya kapasitas infiltrasi tanah berkurang dan air mengalir di
lapian permukaan tanah sehingga aliran permukaan mengakibatkan erosi atau
longsor (Suripin, 2001). Terakhir, longsor dipengaruhi tata guna lahan atau
penggunaan lahan, dimana tata guna lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan
dan daya dukung dapat berakibat pada tingginya potensi bahaya tanah longsor.
Menurut Rasyid (2012), adanya perubahan lahan atau konversi lahan seperti
perumahan pada daerah berlereng curam atau pemotongan tebing untuk jalan
dapat meningkatkan resiko terjadinya tanah longsor.
2.2 Akar Pencegah Longsor
Kemampuan penetrasi akar dalam lapisan tanah juga merupakan
karakteristik akar yang penting untuk pengendalian gerakan tanah. Akar vertikal
dan akar horizontal yang mampu menembus lapisan tanah lebih dalam akan
memberikan kenaikan stabilitas lereng, khususnya tipe gerakan tanah dangkal.
Peran akar ini akan lebih efektif apabila akar tersebut memotong bidang longsor
potensial. Hairiah et al. (2008) mengatakan bahwa peran akar dalam pengendalian
gerakan tanah hanya efektif untuk kejadian gerakan tanah tipe dangkal yaitu
kurang dari 3 meter atau gerakan tanah permukaan. Sedangkan kejadian gerakan
tanah dalam lebih dipengaruhi oleh kondisi geologi dan iklim.
Kemampuan penetrasi akar dalam lapisan tanah merupakan karakteristik
akar yang penting dalam hal pengendalian gerakan tanah. Akar horizontal dan
vertikal yang dapat menembus lapisan tanah lebih dalam akan meningkatkan
stabilitas lereng, terutama gerakan tanah dangkal. Peran akar ini akan lebih efektif
jika akar tersebut memotong bidang longsor potensial. Peran akar dalam
pengendalian tanah hanya efektif pada kejadian gerakan tanah dangkal yaitu < 3
meter atau gerakan permukaan tanah. Sedangkan untuk kejadian gerakan tanah
dalam lebih dipengaruhi oleh kondisi iklim dam geologi (Hairiah et al., 2018).
Efek mekanis suatu akar tanaman pada stabilitas lereng adalah
menstabilkan lereng dengan menguatkan mekanis tanah. Akar tanaman akan
meningkatkan kekuatan tanah dan meningkatkan kekuatan geser tanah. Pada
dasarnya terdapat dua mekanisme dominan yaitu: (1) penyerapan air oleh akar
yang berkontribusi untuk meningkatkan stabilitas dengan meningkatkan resitensi
gesekan yang berhubungan dengan pengisapan tanah dan (2) penguat tanah oleh
struktur akar yang meningkatkan stabilitas dengan memberikan dorongan
tambahan pada besarnya kekuatan geser tanah yang dipengaruhi oleh kondisi
tanah yaitu fraksi liat, porositas, kelembaban, serta karakteristik akar tanaman
(Chirico et al., 2013).
Akar dalam mitigasi longsor dilihat dari kemampuan akar atau kekuatan
akar. Kekuatan akar sendiri tergantung pada kuat atau putusnya akar, pola
percabangan, panjang akar, distribusi dan sifat tanah. Akar yang menyebar luas
dengan diameter besar secara vertikal dan horizontal dapat meningkatkan
stabilitas tebing, menahan dorongan massa tanah yang dapat mencegah terjadinya
longsor (Wati, 2007)
2.3 IJA dan ICA
Salah satu mitigasi bencana longsor secara mekanis adalah dengan menanam
vegetasi yang beragam dilereng yang curam. Peran vegatasi dimulai dari tajuk
pohon yang dapat mengurangi jumlah air hujan yang jatuh dari permukaan tanah
dimana dapat meminimalisir terjadinya erosi percik dan pemenuhan lengas tanah.
Selain itu ada peran evapotranspirasi, dimana evapotranspirasi dapat menguragi
kejenuhan tanah sehingga dapat meminimalisir terjadinya longsor yang dangkal,
lalu adapula peran akar, vegetasi dengan jenis akar yang dalam serta memiliki
akar serabut dapat meningkatkan daya cengkram tanah sehingga dapat
meningkatkan konsistensi tanah (Riyanto, 2016).
Seleksi pepohonan untuk penguat tebing merupakan hal yang penting dalam
mitigasi bencana longsor juga, salah satu indikator yang dipilih adalah pohon
yang memiliki perakaran yang rapat dan besar, dikarenakan dapat mengurangi
limpasan permukaan, mencegah pengumpulan air dan menambah pori makro yang
dapat memperbanyak infiltrasi (Archer et al., 2002). Selain itu, juga dapat
ditentukan secara cepat dengan pengukuran Indeks Cengkeram Akar (ICA) adalah
perbandingan antara diameter akar-akar horizontal (dh) dan diameter batang
horizontal (dbh) dan Indeks Jangkar Akar (IJA) merupakan perbandingan
diameter akar-akar vertical (dv) dan diameter batang horizontal (dbh). Dilihat dari
nilai IJA dan ICA, semakin tinggi nilai IJA (>1.0) dan ICA (>3.0) akan
berpengaruh besar pada mempertahankan stabilitas tebing dalam mengurangi
bencana longsor. Berikut tabel Klasifikasi Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan
Indeks Cengkeram Akar (ICA) (Hairiah, et.al., 2008)
Tabel 1. Klasifikasi Nilai IJA dan ICA
Kelas (Class) IJA ICA 2.4
(IRA) (IRB)
Rendah (Low) < 0,1 < 1,5
Sedang 0.1 – 1.5 –
(Moderate) 1,0 3,5
Tinggi (High) > 1,0 > 3,5
Pengetahuan Ekologi Lokal dan Modern
Pengetahuan ekologi lokal merupakan sekumpulan pengetahuan, praktik,
dan keyakinan yang berkembang melalui proses adaptif yang diwariskan dari
generasi ke generasi secara turun temurun melalui penyebaran budaya dalam hal
ini tentang hubungan sesama makhluk hidup (termasuk manusia) dengan
lingkungannya (Berkes et al, 2000). Pengetahuan ekologi lokal memiliki
kontribusi terhadap resiliensi masyarakat. Istilah resiliensi, menurut Adger (2000),
merupakan kapasitas kelompok manusia atau individu untuk mengatasi gangguan
terhadap mata pencaharian mereka dan hilangnya keamanan sebagai akibat dari
dampak perubahan sosial, ekonomi atau ekologi. Namun demikian, Blanco &
Carrière (2016) berpendapat bahwa pengetahuan ekologis lokal terkait dengan
kegiatan subsisten dan gaya hidup; dimana pelestarian gaya hidup ini mungkin
penting bagi resiliensi masyarakat dalam konteks ketidakpastian di masa yang
akan datang.
Pengetahuan ekologi modern merupakan ilmu pengetahuan yang berbasis
sains yang dapat diuji dan dipertanggungjawabkan keberadaanya. Pengetahuan ini
dibuktikan secara ilmiah terkait suatu proses kehidupan dari hubungan makhluk
hidup dan juga hubungan makhluk hidup dengan alam (Ritzer, et al,2004).
2.5 Hubungan Longsor dengan PEL
Tanah longsor terjadi jika gaya pendorong pada lereng bagian atas lebih
besar daripada gaya penahan. Akar merupakan bagian terpenting dalam upaya
mencegah terjadinya longsor karena akar. Oleh karena itu menurut Setiawan et al.
(2012), karakteristik sistem perakaran seperti kerapatan akar, jumlah akar,
kedalaman akar, pola percabangan akar, sudut kemiringan, dan diameter akar
dapat mempengaruhi proses tanah longsor. Gaya penahan dipengaruhi oleh
ketahanan geser tanah, kerapatan, dan kekuatan akar tanaman, serta kekuatan
batuan. Lain halnya dengan gaya penahan, gaya pendorong dipengaruhi oleh
intensitas hujan yang tinggi, terjalnya lereng, beban, serta adanya lapisan kedap
air, ketebalan solum tanah, dan berat jenis tanah (Priyono, 2014).
Pengetahuan ekologi lokal petani tentang peran akar pohon dalam
mengurangi longsor dilakukan dengan menggunakan sistem agroforestri
sederhana maupun kompleks, dimana pada sistem ini memiliki beragam jenis
komoditas dimana petani dapat memililih tanaman yang akan ditanam seperti
tanaman buah-buahan, tanaman kayu dan tanaman legum multiguna, dimana pada
tanaman tersebut dapat ditanam sebagai tanaman pelindung (Agus et al., 2002).
Petani juga banyak beranggapan, bahwasannya tanaman pelindung memiliki
fungsi yang banyak terhadap konservasi tanah dan air. Fungsi dari tanaman
pelindung ini maksudnya dapat memberikan naungan dari terpaan hujan yang
dapat mengakibatkan erosi. Menjaga suhu dimana lapisan tajuk dapat mengurangi
masuknya cahaya matahari ke dalam lahan atau kebun sehingga suhu selalu
terjaga. Menambah kandungan hara dalam tanah, untuk tercapai itu maka
perlunya selektif dalam pemilihan jenis tanaman, contoh tanaman yang dapat
bersamaan dengan tanaman kopi, maka tanaman naungan dapat menambah
kandungan hara dari seresah daun. Mengurangi atau mencegah terjadi bencana
seperti erosi dan longsor, dikarenakan akar pohon pelindung dapat mengikat tanah
sehingga minim terjadinya erosi dan longsor. Memberikan penghasilan petani
secara ekonomis, dimana pada sistem agroforestry yang begitu beragam petani
dapat mengambil hasil komoditas seperti buah, kayu dan makanan lainnya yang
dapat dimanfaatkan dan bernilai guna tinggi (Mulyoutami,et al.2004)
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Juni 2022 di desa sentra
penghasil Kopi yaitu, Ngantang, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang
(112021’49-112022’28 BT dan 7049’45-7056’03 LS) Kabupaten Malang.
Informasi yang digali dari wawancara petani berkenaan dengan potensi akar
pohon dalam meningkatkan stabilitas tebing yang dapat mengurangi resiko
longsor di daerah Ngantang.
Penelitian dilakukan dalam 3 tahap: (a) Wawancara dengan petani
informan dan petani pemilik lahan agroforestri; (b) Pengumpulan informasi hasil-
hasil penelitian terkait dengan karakteristik akar pohon dalam meningkatkan
stabilitas tebing di lokasi penelitian, (c) Penyusunan informasi sederhana tentang
karakteristik aneka jenis akar pohon yang berpotensi menurunkan resiko longsor.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu cangkul, ring sampel,
jangka sorong, meteran, busur derajat, alat tulis, form wawancara, palu, pisau, alat
Direct Root Strength, serta alat-alat laboratorium sesuai dengan parameter yang
diamati. Adapun bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah sampel tanah,
sampel akar pohon, serta bahan-bahan yang diperlukan dari laboratorium sesuai
dengan metode dan parameter yang diamati.
3.3 Rancangan Percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan evaluasi berdasar pengetahuan ekologi
lokal dan pengukuran di lapang. Metode penentuan responden adalah purposive
sampling yaitu Suatu teknik penentuan sample secara selektif dengan menentukan
beberapa kategori seperti umur, pendidikan, gender dll, untuk diwawancarai
(Nasihun, 2014). Pada penelitian ini penentuan untuk menentukan sample
memiliki kategori petani dengan umur > 50 tahun, pendidikan minimum SD, tidak
membatasi gender bisa laki-laki/Wanita, memiliki lahan agroforestri dan berkenan
untuk diwawancarai. Pada pengukuran di lapang menggunakan rancangan
penelitian RAKF dikarenakan memiliki sumber keragaman lebih dari satu, lalu
pada pemilihan pohon dipilih 5 Jenis pohon yang berpotensi meningkatkan
stabilitas tebing sehingga dapat mengurang resiko longsor menurut pengetahuan
petani dan pengamatan IJA dan ICA dari 5 spesies pohon yang disebutkan petani,
dipilih tanaman yang berumur 5 tahun dengan pengamatan, 3 taraf tingkat
kelerengan 25°- 60° , pada pengukuran dilakukan dengan 5 ulangan supaya data
yang dihasilkan valid.
3.4 Variabel Pengamatan
Beberapa variable pengamatan dibagi menjadi 3 kelompok: (a)
Pengetahuan Ekologi Lokal, berkiatan dengan hasil wawancara dengan petani
local (Lampiran 1a); (b) Pengetahuan Ekologi Ilmiah terkait dengan Index
Jangkar Akar (IJA) dan (c) Index Cengkeram Akar (ICA)
Tabel 2. Parameter Pengamatan

Parameter Pengamatan Metode Pengamatan Waktu Pengamatan


Pengetahuan Ekologi Lokal. Purposive Sampling
Curah Hujan Data Curah Hujan
Kekuatan akar (Root Direct Root Strength
Strenghth)
Kualitas akar
- Lignin Goering dan Van
Soest
- Polyphenol Anderson dan Ingram
- N Total akar Kjeldahl
- Berat jenis akar Piknometer
- C-Organik akar Walkey and Black
DBH Pita Ukur
Tekstur Pipet
Berat isi Gravimetri
Berat jenis Piknometer
Porositas Piknometer
3.5 Pelaksanaan Penelitian
3.5.1 Tahap Wawancara Petani
Wawancara petani agroforestri secara mendalam (indepth interview)
dilakukan untuk mengetahui pengetahuan dan upaya petani dalam memitigasi
longsor yang ada di lahannya. Pengumpulan informasi dasar tentang latar
belakang petani seperti, nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pekerjaan, lokasi tempat tinggal, jarak tempat tinggal ke lahan, pendapatan
(dengan indirect). Metode penentuan responden adalah purposive sampling
yaitu petani yang dipilih oleh peneliti untuk diwawancarai karena sesuai
dengan kriteria yang ada (Nasihun, 2014). Responden yang dipilih sebagai
responden adalah petani pemilik lahan agroforestri yang tinggal di desa yang
rawan longsor, pria atau wanita yang berumur >50 tahun yang tidak keberatan
untuk dijadikan responden. Pengumpulan informasi dari petani dilakukan
secara flexible, menyesuaikan denga ketersediaan waktu dari responden.
Pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin dengan ketetapan batas
error 15% bila jumlah pemilik lahan agroforestri lebih dari 100 orang
(Arikunto, 2011), dengan persamaan sebagai berikut:
n=¿ N/(N (e2)0 +1
Dimana,
n= jumlah responden ;
N= jumlah total anggota kelompok tani agroforestri di Desa Tulungrejo;
e = tingkat presisi 15%

3.5.2 Pengumpulan hasil-hasil penelitian tentang akar pohon dalam


mengurangi resiko longsor
Distribusi perakaran pada setiap pohon memiliki jenis yang berbeda
sehingga hal tersebut dapat mempertahankan stabilitas lereng. Terdapat hasil
pengukuran DBH pada 29 jenis pohon di Pujon, dimana sebaran data dibagi
menjadi 3 kelas, yaitu besar (≥ 10 cm), sedang (5-10 cm), dan kecil (<5 cm). DBH
terbesar ditunujukkan oleh pohon trengguni dengan diameter 20 cm dan DBH
terkecil ditunjukkan oleh pohon apel dengan diameter 4 cm. berdasarkan hasil
penelitian dari Kristanto tersebut di asumsikan bahwa semakin besar batang
pohon maka akan semakin besar pula akarnya, hal ini karena semakin besar
batang maka tanaman akan membutuhkan semakin banyak makanan sehingga alat
penyerap makanan yaitu akar harus lebih besar pula.
Nilai IJA pada penelitian Kristanto (2009), didapatkan hasil bahwa nilai
IJA tertinggi ada pada spesies Dadap baik pada tanah Inceptisol maupun Andisol,
karena terdapat perbedaan fisiologis tumbuhan yang dipengaruhi gen dari tanaman
tersebut. Berbeda dengan spesies Jeruk Manis yang memiliki nila IJA paling
rendah dari spesies lainnya. Jenis tanah diketahui berpengaruh nyata terhadap IJA
karena setiap jenis tanah memiliki struktur yang berbeda-beda yang menyebabkan
daya tembus akar terhadap lapisan tanah ke arah vertical pada setiap jenis tanah
berbeda pula. Kekuatan akar dalam menembus setiap lapisan tanah juga
tergantung kepada jenis pohonnya, tetapi dari hasil penelitian ini diketahui bahwa
interaksi antara jenis tanah dan spesies tidak berpengaruh terhadap IJA.
Berdasarkan penelitian Kristanto (2009), diketahui bahwa jenis tanah tidak
berpengaruh nyata terhadap ICA. Hal ini karena ICA dihitung pada akar-akar
horizontal atau yang sejajar dengan tanah dan secara umum akar-akar horizontal
berada pada lapisan tanah yang relative gembur pada tanah Inceptisol dan
Andisol. Lain halnya dengan jenis tanaman yang ternyata berpengaruh terhadap
ICA karena setiap jenis tanaman tingkat perkembangannya berbeda. Kemudian,
interaksi antara jenis tanah dan jenis tanaman berpengaruh terhadap ICA karena
akar setiap tanaman tidak mempunyai kekuatan yang sama.
Berat jenis akar dan berat jenis pohon didapatkan hasil sebuah garis lurus
dengan kecenderungan tanggen yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
antara berat jenis akar dan berat jenis pohon tidak sama, atau dengan kata lain
berat jenis pohon tidak bisa mewakili berat jenis akar.
Berdasarkan hasil penelitian Tsausan (2019), diketahu bahwa nilai ICA
yang tinggi tidak selalui diikuti oleh nilai IJA yang rendah. Pohon dengan nilai
ICA tinggi memiliki potensi untuk mencengkram tanah lapisan atas sehingga bisa
mengurangi potensi bencana longsor dangkal, lain halnya dengan nilai IJA yang
tinggi memiliki potensi untuk menjangkar tanah dan menahan gerakan lereng
kebawah.
3.5.3 Pengukuran IJA dan ICA dari jenis pohon utama yang berpotensi
meningkatkan stabilitas tebing
Pengamatan sebaran akar pohon menggunakan methoda proximal untuk
menghitung IJA dan ICA (Hairiah et al., 2021) dilakukan untuk 5 jenis pohon
utama yang diperoleh dari hasil wawancara. Pengukuran sebaran akar dilakukan
di lahan dengan kemiringan tebing; landai 25°, sedang 45°, curam 60°.
Pengukuran IJA dan ICA dilakukan pada pohon yang berumur 4-5 tahun. Cara
pengukuran IJA dan ICA yang pertama adalah dengan mengetahui ukuran
diameter akar horizontal, akar vertikal dan diameter batang.

Gambar 2. Skema pengukuran


proximal akar pohon menurut Hairiah
et al (2021). DH= diameter akar
horizontal, DV= diameter akar
vertikal

Pengklasifikasian sebaran akar ditentukan dengan mengukur besarnya


sudut yang terbentuk oleh akar pohon terhadap bidang datar/horizontal permukaan
tanah, bila sudut yang terbentuk <45° maka akar tersebut termasuk akar
horizontal, bila sebaliknya ≥ 45° maka akar tersebut termasuk akar vertikal.
Diameter akar horizontal dan vertikal diukur pada jarak 20 -30 cm dari pangkal
batang pohon. Untuk diameter batang contoh tanaman diukur titik setinggi 130
cm dari oermukaan tanah . Adapun formula yang digunakan untuk menhitung
IJA dan ICA adalah :
Σ d 2v Σ d 2h
IJA= dan ICA=
Σ db2 Σ db 2

Keterangan :
IJA : Indeks Jangkar Akar (Index Root Anchoring)
ICA : Indeks Cengkeram Akar (Index Root Binding)
dv : diameter akar vertikal (vertical root diameter)
dh : diameter akar horizontal (horizontal root diameter)
db : diameter batang (stem diameter)
Berdasarkan nilai IJA dan ICA, selanjutnya dikelaskan berdasarkan kategori yang
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifikasi Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)
(Hairiah, et.al., 2008)

Kelas (Class) IJA ICA


(IRA) (IRB)
Rendah (Low) < 0,1 < 1,5
Sedang 0.1 – 1,0 1.5 – 3,5
(Moderate)
Tinggi (High) > 1,0 > 3,5

3.5.4 Pengukuran Diameter Batang (DBH)


Pengamatan DBH (Diameter at Breast Height) dilakukan pada semua sampel
tanaman, dimana diameter pohon dihitung pada jarak 1,3m dari permukaan tanah
dan dilakukan pada pohon yang memiliki > 5 cm hingga 30 cm. Untuk mengukur
DBH dengan melilitkan pita pengukur, dengan posisi yang sejajar, sehingga
mendapatkan hasil keliling batang (2πr), lalu lakukan perhitungan DBH dengan
rumus sebagai berikut :
Keliling batang
DBH =
π
Untuk batang pohon yang bergelombang ataupun bercabang rendah dapat
dilakukan pengukuran berikut.

Gambar 3. DBH

a. Pohon pada lahan berlereng : Letakan ujung tongkat sejajar 1,3 m


pada lereng bagian atas
b. Pohon bercabang sebelum ketinggian 1,3 m, ukur DBH pada
semua cabang yang ada
c. Pohon terdapat benjolan : Ukur DBH pada 0,5 m setelah benjolan
d. Pohon terdapat banir : Ukur DBH 0,5 m setelah banir
e. Pohon terdapat akar tunjang : Ukur DBH 0.5 m setelah perakaran
3.5.5 Pengambilan Contoh Tanah dan Analisis Laboratorium
a. Pengambilan contoh tanah
Pada pengambilan contoh tanah dilakukan dengan dua metode, yaitu contoh
tanah komposit dan contoh tanah utuh. Contoh tanah komposit dianalisa tekstur,
sedangkan tanah utuh digunakan untuk Analisa berat isi (BI), berat jenis (BJ), C-
Organik tanah, N-total tanah dan pH. Pengambilan contoh tanah utuh
menggunakan box besi dengan ukuran 20 x 20 x 10 cm.
b. Analisis Laboratorium
- Analisis fisika tanah yaitu dengan mengetahui tekstur tanah, Berat Jenis dan
porositas tanah
- Analisis kimia yaitu dengan mengetahui kandungan N total akar dan C-
organik akar
- Analisis biologi dengan mengetahui kadar polifenol dan lignin pada setiap
jenis akar pohon

3.5.6 Observasi Lapangan


Keanekaragaman dan manfaat pohon di lahan agroforestri
Agroforestri merupakan sebuah sistem pertanian dengan menanaman
beragaman jenis komoditas guna mendapat berbagai keuntungan dalam aspek
ekologi, ekonomi dan sosial (Hairiah et al, 2003). Desa Tulungrejo merupakan
desa desa yang menganut sistem agroforestry, yang terdiri dari agroforestri
kompleks dan sederhana. Agroforestri sendiri memiliki kelebihan dalam
pencegahan terjadinya longsor karena sistem ini terdapat vegetasi yang beragam,
vegetasi yang tumbuh bisanya memiliki keberagaman kedalaman akar pula.
Dengan adanya keberagaman tersebut dapat mengurangi terjadinya sebuah
limpasan permukaan dan erosi (Rendra et al.,2016).
Salah satu contoh adalah agroforestri berbasis kopi yang memiliki tajuk
pepohonan yang bertingkat dan beragamnya sistem perakaran serta terdapat
penutup tanah yang penting dalam menjaga stabilitas tebing dan mencegah
terjadinya longsor (Michon et al.,2000). Menurut Yulistyarini (2013), Tanaman
kopi memiliki beberapa manfaat secara langsung dan tidak langsung, contohnya
memiliki peran dalam konservasi tanah air dan keanekaragaman hayati selain
dalam hal ekologi, juga dalam aspek ekonomi petani dengan menambah
pendapatan petani.
3.5.1 Menyusun leaflet tentang potensi akar pohon dalam mengurangi
resiko longsor
Leaflet adalah suatu lembaran yang berisi informasi terkait apa yang akan
disampaikan kepada responden dan juga sebagai bahan atau topik yang akan
diteliti, guna mencapai sebuah hasil informasi yang akurat, berikut adalah
tampilan leaflet.
Gambar 4. Leaflet

Informasi yang digali dari leaflet sendiri adalah manfaat akar bagi
tanaman, tanah dan makhluk hidup, dimana pada informasi ini sangat berguna
bagi petani untuk sebagai pengetahuan tambahan terkait pentingnya akar, selain
itu pula juga sebagai fasilitator untuk mendapatkan data pengetahuan lokal petani
terhadap manfaat akar dalam mitigasi bencana longsor menurut dari pengetahuan
petani sendiri.

3.6 Analisis Data


Data berupa pengukuran di lapang maupun di laboratorium direkapitulasi
menggunakan software Microsoft Excel . Data hasil pengamatan di uji ANOVA
menggunakan Genstat Edition 18th. Lalu di Uji lanjut Duncan dengan taraf 5%.
Untuk pengetahuan ekologi lokal diolah secara analisis deskriptif. Selanjutnya
masing-masing data diolah dan dianalisis menggunakan analisis korelasi dan
regresi guna mengetahui hubungan antara (jenis pohon, kelerengan, akar dan
curah hujan) selain itu juga mensinkronisanikan pengetahuan ekologi lokal dan
pengetahuan ekologi ilmiah.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Lahan
4.1.1 Kondisi Iklim
Salah satu faktor penting dalam kegiatan pertanian adalah curah hujan. Akan
tetapi curah hujan yang terlalu tinggi juga termasuk faktor dalam meningkatkan
potensi bahaya bencana longsor. Untuk melihat kondisi curah hujan yang berada
di daerah Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang digunakan data dari BMKG
daerah Malang. Berikut adalah gambaran data curah hujan selama 5 tahun

Data Curah Hujan 2017 - 2021


350
300
250
Curah Hujan (mm)

200
150
100
50
0
ar
i ri et il ei ni li us r er r r
u ua ar Ap
r M Ju Ju st be ob be be
an br M
Ag
u e m t m m
J Fe pt Ok ve se
Se No De

Sumber : bmkg.go.id

terakhir.

Berdasarkan rata-rata data curah hujan selama 5 tahun terakhir, Iklim yang
berada di Desa Ngantang menurut Schmidt dan Ferguson termasuk dalam kategori
basah karena memiliki 4 bulan kering (intensitas hujan < 60 mm bulan) dan bulan
8 bulan basah (intensitas hujan > 100 mm bulan).
4.1.2 Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah
a. Fisika Tanah
b. Kimia Tanah
4.2 Pengetahuan Ekologi Lokal
4.3 Karakteristik Jenis Pohon Berdasarkan PEL
4.4 Karakteristik Jenis Pohon Berdasarkan PEI
4.4.1 Karakteristik Akar Pohon
4.4.2 IJA dan ICA
4.4.3 Kualitas Akar
4.5 Pembahasan
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abe, K., & Ziemer, R. R. (1991). Effect of tree roots on a shear zone: modeling
reinforced shear stress. Canadian Journal of Forest Research, 21(7), 1012–
1019. doi:10.1139/x91-139 
Adger, W. N. (2000). Social and ecological resilience, are they related? Progress in
Human Geography, 24(3), 347-364. https://doi.
org/10.1191/030913200701540465.
Agus, F. 2002. Konservasi tanah dan pertanian sehat. Dalam Sitompul, S.M. dan
S.R. Utami (Eds.), Akar Pertanian Sehat. Konsep dan pemikiran.
Rangkuman makalah. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang,
Indonesia: 77-88.
Arikunto, S. 2011. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Barrios, E., Trejo, MT. 2003. Implication of local soil knowledge for integrated soil
management in Latin America. Geoderma 111 (2003): 217-231.
Berkes, F., Colding, J., & Folke, C. (2000). Rediscovery of traditional ecological
knowledge as adaptive management. Ecological Applications, 10(5), 1251-
1262. Retrieved August 2, 2013 from
https://www.fws.gov/nativeamerican/pdf/ tekberkes-2000.pdf.
Blanco, J., & Carrière, S. (2016). Sharing local ecological knowledge as a human
adaptation strategy to arid environments: Evidence from an ethnobotany
survey in Morocco. Journal of Arid Environments, 127, 30-43. https://doi.
org/10.1016/j.jaridenv.2015.10.021.
Chirico, G. B, Marco, B, Paolo, T, Riccardo, R., Federico, P. 2013. Role Of
Vegetation On Slope Stability Under Transient Unsaturated Conditions.
Procedia Environmental Sciences 19 ( 2013 ) 932 – 941.
Dixon,J.H. 2001.Agroforestry Knowledge Toolkit For Windows (WinAKT):
Methodological Guidelines, Computer Software and Manual. Bangor:
School of Agricultural and Forest Science. University of Wales. Bangkok.
Eti,Munir Wulanjari dan Setiani, Cahyanti. 2018. Strategi Pemberdayaan Petani
Dalam Berusahatani. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah
Hairiah K, Widianto W, Suprayogo D, Van Noordwijk M. 2020. Tree roots
anchoring and binding soil: reducing landslide risk in Indonesian
agroforestry. Land 9 (8): 256. DOI: 10.3390/land9080256
Hairiah, K. Widianto, S.R., Utami. D., Suprayogo. Sunaryo. S. M., Sitompul. B.,
Lusiana. R., Mulia. M., Van Noordwijk dan G., Cadish. 2000.
Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi, Refleksi Pengalaman dari
Lampung Utara. ICRAF. Bogor.
Hairiah, K., Widianto dan Didik Suprayogo. 2008. Adaptasi dan Mitigasi
Pemanasan Global : Bisakah agroforestri mengurangi resiko longsor dan
emisi gas rumah kaca. Kumpulan makalah INAFE. UNS. Surakarta.
Hairiah. K, Mustofa Agung Sardjono dan Sambas Sabarnurdin. 2003. Pengantar
Agroforestri. ICRAF. Bogor. 44pp.
Hanggari, Euthalia Sittadewi. 2017. Peran Vegetasi Dalam Aplikasi Soil
Engginering. Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 12, No.
2, Desember 2017
Hidayat, Rokhmat dan Dedi, Moh Munir.2019. Longsor di Sungai Cipunagara
dan Desain Penanganannya. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi,
Vol. 10 No. 1, April 2019: 19 – 27
Joshi, L.; Schalenbourg, W.; Johansson, L.; Khasanah, N.; Stefanus, E.;
Fagerstrom, M.H. and M. van Noordwijk. 2004. Soil and water movement:
Combining local ecological knowledge with that of modellers when
scalling up from plot to landscape level. In van Noordwijk, M.; Ong C.K.
and G. Cadish (eds.) Belowground Interactions in Tropi
Kemper, R., Bublitz, T. A., Muller, P., Kautz, T., Doring, T. F., dan Athmann, M.
2020. Vertical Root Distribution of Different Cover Crops Determined with
the Profile Wall Method. Journal of Agriculture. 10(503): 1-17.
Mulyoutami, E., E. Stefanus, W. Schalenbourg, S. Rahayu, dan L. Joshi1. 2004.
Pengetahuan lokal petani dan inovasi ekologi dalam konservasi dan
pengolahan tanah pada pertanian berbasis kopi di Sumberjaya, Lampung
Barat.
Michon, G., Mary, F., Bompard, J. 2000. Kebun Pepohonan Campuran di
Maninjau, Sumatra Barat. Dalam De Foresta, H, A Kusworo, G Michon
dan WA Djatmiko. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan: Agroforest Khas
Indonesia, sebuah sumbangan masyarakat. International Centre for
Research in Agroforestry (ICRAF), Bogor, Indonesia, Institut de Recherhe
pour le Developpement, France dan Ford Foundation, Jakarta Indonesia.
Priyono. 2014. Hubungan Klasifikasi Longsor, Klasifikasi Tanah Rawan
Longsor, dan Klasifikasi Tanah Pertanian Rawan Longsor. J. GEMA.
Hal. 1602-1617.
Priyono. 2015. Hubungan Klasifikasi Longsor, Klasifikasi Tanah Rawan Longsor
dan Klasifikasi Tanah Pertanian Rawan Longsor. J. GEMA. 1603-1617.
Ramadhani N I dan Idajati H. 2017. Identifikasi tingkat bahaya bencana longsor,
Studi kasus: Kawasan Lereng Gunung Lawu, Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Jurnal Teknik ITS. Vol. 6, No. 1: C87-C90.
Rasyid., A. R., I. Sastrawati., S. Syam., dan F. S. Jaya. 2012. Mitigasi Daerah
Rentan Gerakan Tanah di Kabupaten Enrekang. Prosiding. Vol. 6.
Jurusan Arsitektur. Fakultas Teknik. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rendra, Pradnya P. Raditya., N. Sulaksana., B. Yoseph C.S.S.S. Alam. 2016.
Optimalisasi Pemanfaatan Sistem Agroforestri Sebagai Bentuk Adaptasi
dan Mitigasi Tanah Longsor. Bulletin of Scientific Contribution. 14(2):
117-126.
Rendra, H. D. 2016. Rekayasa Vegetatif untuk Mengurangi Longsor. Surakarta:
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai
Ritzer, George, dan Goodman Douglas J., Teori Sosiologi Modern,
(Jakarta:Kencana,2004), hlm.12.
Setiawan, Ogi dan B. H. Narendra. 2012. Sistem Perakaran Bidara Laut
(Strychnos lucida R.Br.) untuk Pengendalian Tanah Longsor. J.
Penelitian Kehutanan Wallacea. 1(1): 50-61.
Sinclair, F.L. and D.H. Walker. 1998a. A utilitarian approach to the incorporation
of local knowledge in agroforestry research and extension. L.E. Buck; J.
P. Lassoie dan E.C.M. Fernandes (Eds). Agroforestry In Sustainable
Agricultural Systems, CRC Press: 245-275.
Styczen, M.E., dan R.P.C. Morgan. 1995. "Engineering Properties of Vegetation
in Slope Stabilization and Erosion Control: A Bioengineering
Approach". Morgan R.P.C. and R.J Rickson, (Ed.). E and F.N. Spon. pp
558.
Sunaryo dan L. Joshi. 2003. Peranan pengetahuan ekologi lokal dalam sistem
agroforestri. Bahan Ajaran 7. World Agroforestry Centre (ICRAF),
Southeast Asia Regional Office, Bogor, Indonesia : 28 pp.
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi.
Yogyakarta. Yuniarta H, Saido A P, Purwana Y M. 2015. Kerawanan
Bencana Tanah Longsor Kabupaten Ponorogo. e-Jurnal Matriks Teknik
Sipil hal. 194-201
Van Noordwijk, M., Lason, G., Hairiah, K., Wilson, J. 2015. Root distribution of
trees and crops: competition an/or complementarity [Chapter8].
Wallingfor, UK, CAB International. 221-257.
Wati, R. 2007. Akar Sebagai Jangkar: Hubungan Antara Diameter dan Kualitas
Perakaran Terhadap Kekuatan Akar pada Berbagai Kedalaman di DAS
Konto Hulu. SP. Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.
Archer, Nicole & Quinton, John & Hess, Tim. 2002. Below-ground relationships
of soil texture, roots and hydraulic conductivity in two-phase mosaic
vegetation in South-East Spain. Journal of Arid Environments. 52. 535-
553. 10.1006/jare.2002.1011.
Yulistyarini, Titut. 2013. Agroforestri Kopi dan Pengaruhnya Terhadap Layanan
Ekosistem di Daerah Resapan Air Krisik (Ngantang, Kabupaten
Malang). Prosiding Seminar Nasional Agroforestri 2013
LAMPIRAN
Lampiran 1. Form Kuisioner Wawancara

FORM WAWANCARA
“Potensi Akar Pohon Dalam Mengurangi Resiko Longsor.
Evaluasi Berdasar Pengetahuan Lokal dan Pengukuran di Lapang”
JURUSAN TANAH, FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA, MALANG
Billy Gustinar S.R
Responden Tanggal Diinput
oleh
Desa Penulis Diperiksa
oleh
Plot Pewawanc
ara
Interview

A Identitas Petani
1 Usia
.
2 Jenis Kelamin
.
3 Status Perkawinan
.
4 Jumlah Anggota Keluarga
.
5 Pendidikan Terakhir
.
6 Pekerjaan Utama
.
7 Pekerjaan Sampingan
.
8 Pengalaman Usaha Wanatani
.
9 Keterlibatan dalam Sosialisasi
.
1 Kepemilikan Lahan
0 - Milik sendiri
. - Sewa
- Bagi hasil
B Spesifikasi Lahan
1 Kawasan
. - Perhutani
- Milik sendiri
2 Cara Perawatan Lahan
.
3 Cara dan Dosis Pemupukan
.
4 Cara Pengendalian Hama & Penyakit
.

Petunjuk Wawancara
C. Potensi Akar Pohon Dalam Mengurangi Resiko Longsor
1 Apa saja tanaman yang dipilih
. untuk ditanam di lahan agroforestri
milik Bapak/Ibu?
2 Mengapa memilih tanaman tersebut?
.
3 Bagaimana pemanfaatan tanaman
. tersebut? (Dijual atau dikonsumsi
sendiri)
4 Apakah tanaman tersebut bermanfaat
. untuk lingkungan? Ya/tidak, apa
alasannya?
5 Apakah bagian” tanaman yang
. Bapak/Ibu ketahui dan beserta
fungsinya ?
6 Apakah fungsi akar tanaman ?
.
7 Apakah pada tanaman sering terjadi
. pemangkasan atau tidak , jika iya
pemangkasan tersebut untuk apa ?
8 Apakah Bapak/ Ibu pernah melihat
. akar secara langsung di lahan, Jika
pernah akar tanaman apa sajakah itu ?
9 Bagaimana Karakteristik akar yang
. dilihat Bapak/Ibu ?
1 Apakah ada perbedaan akar dengan
0 jenis tanaman lainnya ?
.
1 Bagaimana kelerengan yang berada di
1 lahan bertani Bapak/Ibu?
. (landau/curam/sangat curam)
1 Apakah pernah terjadi longsor di lahan
2 pertanian milik Bapak/Ibu?
.
1 Jika terjadi longsor, sebesar apakah
3 longsor dilahan Bapak/Ibu ?
.
1 Apa faktor yang menyebabkan
4 Longsor ?
.
1 Jika terjadi longsor, bagaimana
5 strategi mengatasinya ?
.
1 Apakah di desa Bapak/Ibu pernah ada
6 penyuluhan tentang mitigasi bencana
. longsor ?

Lampiran 1b.
Tabel xx. Identifikasi manfaat tanaman sebagai mitigasi longsor
Cara
No Nama Lokal Nama Ilmiah Manfaat
pengolahan

Anda mungkin juga menyukai