Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit sangat bermanfaat bagi kehidupan kita, karena kelapa sawit

dapat diolah menjadi berbagai produk seperti: minyak goreng, mentega, sabun,

arang, kertas, pupuk, kompos, perabot, dan papan (Daeli, 2010).

Kelapa sawit merupakan tanaman yang paling produktif dengan produksi

minyak per ha yang paling tinggi dari penghasil minyak nabati lainnya. Indonesia

merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia.

Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan

Malaysia (Tarigan, 2012).

Salah satu permasalahan penting dalam budidaya tanaman kelapa sawit

adalah serangan hama yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman hingga

berdampak pada penurunan tingkat produksi kelapa sawit. Hama dapat menyerang

kelapa sawit sejak tahap pra-pembibitan hingga tahap menghasilkan.

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) sering diserang oleh berbagai

jenis hama terutama ulat pemakan daun dari famili Limacodidae. Setothosea

asigna merupakan jenis ulat yang sering menyerang dalam jumlah besar dan

menimbulkan kerusakan yang berat. Akibat serangan hama ini, produksi tanaman

kelapa sawit dapat menurun jauh pada tahun-tahun berikutnya. Tanaman kelapa

sawit yang mengalami kehilangan daun sebesar 50% sampai 80% selama 3 tahun

produksinya dapat berkurang sebanyak 48 sampai 87% (Daeli, 2010).

Ulat api merupakan hama pemakan daun yang terpenting di perkebunan kelapa

sawit, khususnya di Sumatera Utara. Diantara jenis – jenis ulat api, Setothosea

asigna v. Ecke dikenal sebagai ulat yang paling rakus dan paling sering
menimbulkan kerugian di perkebunan kelapa sawit, baik pada tanaman muda

maupun pada tanaman tua. Ulat ini mampu mengkonsumsi daun 300 – 500 cm 2

per ekor ulat. Tingkat populasi 5 – 10 ulat per pelepah merupakan populasi kristis

(TBM = 5, TM = 10) (Sinaga, 2008).

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tingkat

kerusakan yang ditimbulkan hama tanaman kelapa sawit pada tanaman inang di

Laboratorium.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari laporan ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium Hama Tanaman

Perkebunan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.


TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ulat Api Setora nitens Walker

Klasifikasi S. nitens menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :

Phylum : Arthropoda Class : Insekta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae

Genus : Setora Species : Setora nitens Walker

Telur hampir sama dengan telur S. asigna hanya saja peletakan telur antara

satu sama lain tidak saling tindih. Telur menetas setelah 4 – 7 hari

(Susanto, 2005).

Larva mula-mula berwarna hijau kekuningan, kemudian hijau dan biasanya

berubah menjadi kemerahan menjelang masa kepompong. Ulat dicirikan dengan

adanya satu garis membujur di tengah punggung yang berwarna biru keunguan.

Perilaku ulat ini sama dengan ulat S. asigna dan stadia berlangsung sekitar 50 hari

(Prawirosukarto, 2003).

Kepompong mirip dengan kepompong S. asigna dan juga terletak di

permukaan tanah sekitar piringan atau di bawah pangkal batang kelapa sawit.

Stadia kepompong berkisar antara 17 – 27 hari (Sipayung, 1991).

Ngengat jantan berukuran 35 mm dan yang betina sedikit lebih besar. Sayap

depan berwarna coklat dengan garis-garis yang berwarna lebih gelap. Ngengat

aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-

pelepah tua atau pada tumpukan daun yang telah dibuang dengan posisi terbalik

(Desmier de Chenon, 1982).

Gejala Serangan

Ulat muda biasanya bergerombol di sekitar tempat peletakkan telur dan

mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta
meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti

jendela-jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang

terserang berat akan mati kering seperti bekas terbakar.Mulai instar ke 3 biasanya

ulat memakan semua helaian daun dan meninggalkan lidinya saja dan sering

disebut gejala melidi (Buana dan Siahaan, 2003).

Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk S. asigna dan S. nitens pada

tanaman kelapa sawit rata-rata 5 - 10 ekor perpelepah untuk tanaman yang

berumur tujuh tahun ke atas dan lima ekor larva untuk tanaman yang lebih muda

(Prawirosukarto, 2003). rdyceps militaris efektif untuk mengendalikan

pupa/kepompong hama tersebut (Syahnen dan Ida, 2010).

Pengendalian

Beberapa teknik pengendalian ulat api yang dapat dilakukan adalah sebagai

berikut :

Pengendalian secara mekanik, yaitu pengutipan ulat ataupun pupa di

lapangan kemudian dimusnahkan 2. pengendalian secara hayati, dilakukan dengan

: penggunaan parasitoid larva seperti Trichogramma sp dan predator berupa

Eocanthecona sp

Penggunaan virus seperti Granulosis Baculoviruses, MNPV (Multiple

Nucleo Polyhedro Virus) dan jamur Bacillus thuringiensis

Penggunaan insektisida, dilakukan dengan : Penyemprotan (spraying)

dilakukan pada tanaman yang berumur 2,5 tahun dengan menggunakan

penyemprotan tangan, sedangkan tanaman yang berumur lebih dari 5 tahun

penyemprotan dilakukan dengan mesin.


Penggunaan feromon seks sintetik efektif untuk merangkap ngengat jantan

ulat api S. asigna selama 45 hari. (Arifin, 1997).

Biologi Ulat Kantung (Mahasena corbetii)

Menurut Triharso (1994), sistematika hama ulat kantong

(Mahasena corbetti Tams.) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animali ;

Filum : Arthropoda ; Kelas : Insecta ; Ordo : Lepidoptera ; Family : Psychidae ;

Genus : Mahasena ; Species : Mahasena corbetti Tams.

Telur ulat kantong menetas di dalam kantong, jumlah telur ulat kantong ini

dapat mencapai hingga tiga ribu butir yang diletakkan secara berkelompok di

dalam kantongnya (Pracaya,2004).

Panjang ulat betina berkisar antar 5 cm sedangkan ulat jantan berkisar 3

cm. ruas dada ulat berwarna coklat kemerahan. Umur ulat dapazt mencapai empat

bulan. Ulat ini memakan daun, bunga, serta kulit tanaman dengan sangat rakus.

Umumnya ulat ini memakan segala tanaman atau polyphag. (Pracaya,  2004).

Ulat berkepompong dalam kantong dengan posisi berubah, yaitu

kepalanya di belakang. Pupa yang jantan akan menjadi ngengat bersayap,

sedangkan yang betina bentuknya tetap seperti ulat, tidak berubah menjadi

ngengat. Umur pupa kurang lebih satu bulan.

Imago ulat kantong berbentuk ngengat tetapi hanya ulat jantan yang akan

menjadi ngengat bersayap. Sedangkan ulat betina tetap menjdi ngengat  tidak

bersayap. Ulat betina dapat bertelur hingga tiga ribu butir (Pracaya,2004).

Gejala Serangan

Ulat muda sudah dapat mengeluarkan benang sutra untuk menggantung,

yang kemudian digunakan untuk menyebar dengan bantuan angina, setelah


menetap di sutu tempat ulat kantong membentuk kantong sendiri. Ulat ini

bergerak dengan mengeluarkan kepala dan sebagian dadanya untuk memakan

daun, bunga, ataupun kulit tanaman sehingga menyebabkan daun berlubang dan

menggulung karena ulat ini membentuk kantong. Ulat yang sngat muda hanya

memakan permukaan bawah daun. Ulat dewasa menghabiskan daun dan pinggir

sampai ke lidi. Serangan berawal dari pelepah daun yang lebih tua mengarah ke

pelepah daun yang lebih muda. Daun yang terserang menjadi rusak, berlubang dan

tidak utuh lagi kemudian daun menjadi kering dan berwarna abu-abu Serangan

hama menyebabkan daun berlubang-lubang.  (Pracaya,2004).

Pengendalian

Parasitoid yang sering digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong

antara lain parasitoid primer dan sekunder, serta predator mempengaruhi populasi

ulat Mahasena corbetti. Telah ditemukan 33 jenis parasitoid dan 11 jenis predator

hama pemakan daun. Penggunaan Bacillus thuringiensis (Bt) sebagai insektisida

biologi. Contoh produk Bt yaitu Dipel WP, Turex WP, Bactospene WP.

(Prawirosukarto, 2002).

Pengendalian hama secara mekanis mencakup usaha untuk menghilangkan

secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis

ini biasanya bersifat manual, yaitu dengan cara pemangkasan pelepah yang

terdapat banyak larva ulat, mengambil larva yang sedang menyerang dengan

tangan secara langsung, menumpuk dan kemudian membakarnya

Pengendalian hama terpadu merupakan perpaduan atau kombinasi

pengendalian hama secara terpadu (biologi) dan pengendalian secara kimia.

Dalam hal serangan hama yang terjadi di perkebunan kelapa sawit, pihak
perkebunan mempunyai cara masing-masing dalam pengendaliannya seperti

pemakaian insektisida kimia, menggunakan musuh alami (Suyatno,1994).

Biologi Ulat Kantong Metisa plana Walker

Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai

berikut: Kingdom : Animalia; Phyllum : Artropoda ; Class : Insecta ;

Ordo : Lepidoptera ; Family : Psychidae ; Genus : Metisa ;

Species : Metisa plana Walker

Telur baru ulat kantong berwarna kekuningan, diletakkan berkelompok

antara 200-300 telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

diameter 200 μm dan panjang 300 μm. Permukaan telur dilapisi oleh lendir.

Setelah 5-8 hari inkubasi telur akan menjadi transparan berisi neonat (larva kecil)

yang sedang berkembang. Neonat berwarna coklat gelap dengan warna bercak

hitan yang berbeda pada bagian tengah (Basri dan Kevan 1995).

Larva memiliki kantong yang dapat dilepas. Rata-rata jumlah neonat yang

menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar 140-210 neonat. Larva ulat

kantong bersifat polifag. Larva dapat merusak jaringan daun sebesar 66.8%.

Sekitar 60-90% neonat akan berkembang menjadi larva instar 2. Perbedaan tiap

instar larva dapat dilihat dari perbedaan panjang dari kantongnya. Instar 1

panjangnya 1.6 mm, instar 2 panjangnya 4.6 mm, instar 3 panjangnya 5.9 mm,

instar 4 panjangnya 9.5 mm, instar 5 panjangnya 11,3 mm, instar 6 panjangnya 13

mm (Rhainds et al., 1995).

Pada masa pupa, larva melekat pada kantong yang berwarna coklat

kekuningan. Pupa berukuran 6.1 mm, lebih pendek dari larva. Sex rasio
pembentukan imago betina berbanding jantan berkisar antara 10:1 hingga 2:1

(Kok et al., 2011)

Imago M. plana berbentuk ngengat. Imago betina berukuran panjang 5.5

mm dengan diameter 2 mm. Imago jantan berukuran panjang 10-13 mm. Imago

betina akan mati beberapa jam setelah mengeluarkan telur dengan jumlah yang

besar pada kantongnya dan imago jantan akan hidup sekitar 3-4 hari. Sayap ulat

kantong berwarna kecoklatan dengan tubuh yang berwarna hitam dan memiliki

rambut (Rhainds et al., 1995).

Gejala Serangan

Kerusakan yang terjadi akibat serangan hama ini sangat kecil dan akan

terjadi kerusakan besar ketika mereka ada dalam jumlah yang sangat besar. Larva

muda memakan jaringan epidermis dan larwa yang lebih tua mampu membuat

lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan skeletonisasi pada

jaringan daun. Kerusakan ini akan berdampak pada pertanaman kelapa sawit ke

depannya (Basri dan Kevan 1995).

Tanaman dapat kehilangan hasil hingga 40% pada tahun pertama setelah

terjadi serangan hama terhadap ratusan hektar pertanaman yang telah mengalami

defoliasi. Pada tahun berikutnya pengendalian tidak mampu dilakukan secara

sempurna. Batas populasi kritis untuk ulat kantong adalah 5 ekor ulat/pelepah.

Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis maka akan dilakukan

pengendalian (Pahan, 2006).

Pengendalian

Dibawah ini merupakan beberapa tindakan pengendalian yang dapat dilakukan

untuk mencegah dan mengurangi serangn ulat kantong:


Kelompok-kelompok populasi hama yang melampaui padat populasi kritis

dikendalikan dengan menggunakan virus atau Bacillus thuringiensis.

Apabila pengendalian terpaksa dilakukan dengan insektisida kimia

sintetik, yakni pada saat terjadi ledakan populasi yang meliputi hamparan luas dan

kepadatan populasinya di atas batas maksimum padat populasi kritis, maka dipilih

jenis dan teknik aplikasi insektisida yang aman terhadap parasitoid dan predator.

Pada 3-15 hari setelah pelaksanaan pengendalian (tergantung jenis bahan

dan teknik pengendalian yang digunakan), dilakukan evaluasi hasil pengendalian

dengan melaksanakan pengamatan efektif ulang terhadap populasi hama.

Apabila masih dijumpai populasi hama di atas padat populasi kritis, maka

harus dilakukan pengendalian ulangan. Jika perlu dilakukan penggantian jenis

bahan serta teknik pengendalian yang digunakan (Pahan, 2006).


BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Praktikum

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Hama Tanaman Perkebunan

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,

Medan pada ketinggian ± 25 meter diatas permukaan laut, pada hari Selasa

tanggal 19 Septermber 2017 pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ulat Setothosea

asigna, Setora nitens, Mahasena corbetti, dan Metisa plana sebagai objek

praktikum, tanaman kelapa sawit sebagai objek praktikum, air sebagai bahan

untuk menyiram tanaman, tanah sebagai media tanam tanaman, kain kasa sebagai

penutup tanaman (sungkup), label nama sebagai penanda.

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah polibag sebagai

wadah tanam, kayu sebagai pembuat kerangka sungkup, handsprayer sebagai alat

untuk menyiram tanaman, alat tulis untuk mencatat hasil praktikum.

Prosedur Percobaan

1. Siapkan sungkup dan tanaman inang sesuai kebutuhan

2. Sediakan serangga hama

3. Sebelumnya dilakukan adaaptasi baik pada tanaman maupun serangga hama di

insektarium selama 3 hari

4. Masukkan serangga hama kedalam sungkup sebanyak 10 ekor setiap sungkup

5. Amati tingkat kerusakan dan gejala yang ditimbulkan hama setiap hari selama

2 minggu. Di lakukan pemeliharaan selama pengamatan.


DAFTAR PUSTAKA

Boror and Delong. 1970. An Introduction to The Study of Insect. third edition.
The State University of Ohio, United State

Buana dan Siahaan. 2003. Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit. Pertemuan Teknis
Kelapa Sawit 21 : 56-77

Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia. P.A. Van Der Laan. PT.
Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta.

Klinik Pertanian. 2011. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. http:// klinik pertanian
PPKS Marihat. Diakses pada 1 Oktober 2013.

Pahan, I., 2006. Panduan Lengkap Kelapa sawit Manajemen Agribisnis . Penebar
Swadaya, Jakarta

Prawirosukarto, S., Y.P, Roerrha., U.Condro., dan Susanto. 2002. Pengenalan dan


            Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit. Medan. Sumut.

Sipayung, A. 1991. Survai/Inventarisasi Hama dan Musuh Alamiah pada


Perkebunan Kelapa Sawit di Kalimantan Barat dan Timur. Dalam
Prosiding Temu Ilmu Ilmiah, Entomologi Perkebunan Indonesia.
Perhimpunan Entomologi Indonesia Cabang Sumatera Utara-Aceh. Hal.
105-117.

Soehardjo., Habib., Razali., Asmah., Alvidiana.,Sri dan Kusmahadi. 1996. Kelapa


Sawit. PTPN IV (PERSERO), Bah Jambi Pematang Siantar, Medan.

Standar Prosedur Operasional PTPN IV. 2012. Pedoman Pemeliharaan Tanaman


Kelapa Sawit. Bagian Tanaman Kantor Pusat, Medan.

Syahnen dan RT Ida. 2010. Rekomendasi Pengendalian Hama Ulat Api Pada
Tanaman Kelapa Sawit di Dusun X Bandar Manis Desa Kuala Beringin
Kecamatan Kualuh Hulu Kabupaten Labuhan Batu Utara. DepBun,
Medan.

Anda mungkin juga menyukai