Anda di halaman 1dari 13

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kumbang tanduk (Orytes rhinoceros)


klasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Ordo : Coleoptera

Family : Scarabaeidae

Genus : Oryctes

Species : Oryctes rhinoceros

Kumbang tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama yang utama


menyerang tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal
peremajaan kelapa sawit. (O.rhinoceros) menggerek pucuk kelapa sawit
yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh
sehingga mematikan tanaman (Susanto dan Utomo, 2005).

Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada bagian
kepala terdapat tanduk kecil, Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-
bulu halus sedangkan pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang
menggerek pupus yang belum terbuka mulai dari pangkal pelepah, terutama
pada tanaman muda di areal peremajaan (Purba. 2005).

Menurut (Dadang, 2008) insektisida alami merupakan insektisida yang


berbahan baku tumbuhan mengandung senyawa aktif berupa metabolik
sekunder yang mampu memberi satu arah atau lebih aktivitas biologi.

3
Berpengaruh baik pada aspek fisiologis maupun tingkah laku dari hama
serta memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama
insektisida nabati bersifat mudah terurai di alam, sehingga diharapkan tidak
meninggalkan residu di tanah maupun pada produk pertanian. Relatif aman
terhadap organisme bukan sasasran termasuk terhadap musuh alami hama.
sehingga menjanga keseimbangan ekosistem. Selain itu insektisida alami
dapat dipadukan dengan komponen pengendalian hama lain dan dapat
memperlambat resistensi.

2.2. Siklus hidup (Oryctes rhinoceros)


Siklus hidup kumbang tanduk bervariasi tergantung pada habitat dan kondisi
lingkungan. Iklim kering dan kondisi sedikit makanan akan merusak
perkembangan larva, yang dapat bertahan selama 14 bulan dan memberikan
ukuran dewasa lebih kecil (Bedford, 1980) menemukan kisaran luas dalam
durasi larva instar ketiga dibandingkan dengan stadia hidup yang lain yang
disebabkan oleh kondisi iklim dan makanan di habitatnya. Suhu yang sesuai
untuk perkembangan lava adalah 27ºC-29ºC dengan kelembapa relatif 85-
95% (Bedford, 1980).

2.2.1. Telur

O.rhinoceros berwarna putih kekiningan dengan diameter 3- 4 mm.


Bentuk telur biasanya oval kemusian mulai membengkak sekitar satu
minggu setelah peletakan dan menetas pada umur-12 hari (Susanto, 2012).

Kumbang tanduk betina bertelur pada bahan-bahan organik seperti di


tempatsampah, daun-daunan yang telah membusuk, pupuk kandang, batang
kelapa sawit, dan lain-lain, siklus hidup kumbang ini antara 4-9 bulan,
namun pada umunya 4,7 bulan. Jumlah telurnya 30-70 butir atau lebih,
dan menetas setelah lebih kurang 12 hari. Telur berwarna putih, mula-

4
mula bentuknya jorong, kemudian berubah agak membulat , Telur yang
baru diletakkan panjangnya 3mm dan lebar 2mm (Gultom, 2010).

Gambar 2.1 Telur O.rhinoceros


Sumber : (Hara, 2010)

2.2.2. Larva

Larva berwarna putih, berbentu silinder, gemuk dan berkerut dan


melengkung setengah lingkaran. Kepala keras dan dilengkapi dengan rahang
yang kuat. Larva berkembang pada kayu lapuk, kompos dan hampir
semua bahan organik yang sedang mengalami proses pembusukan
dengan kelembapan yang cukup. Batang Kelapa Sawit yang membusuk
adalah tempat yang baik untuk tempat hidup larva ini (Sulistyo, 2010).

Gambar 2.2 Larva O.rhinoceros


Sumber : (Pratiwi, 2019)

5
2.2.3. Pupa

Pupa terlihat menyerupai larva, hanya saja lebih kecil dari larva instar
terakhir dan menjadi berkerut serta akktif bergerak ketika diganggu. Lama
stadia pupa berlangsung 8-13 hari. Pupa berwarna cokelat kekuningan,
berukuran sampai 50 mm dengan waktu 17-28 hari. Pupa kemudian
berubah menjadi imago ( Sudharto, 1990).

Gambar 2.3 Pupa O.rhinoceros


Sumber : ( Pratiwi, 2019)

2.2.4 Imago

Hama Kumbang Tanduk berukuran sekitar4 cm dan berwarna coklat


tua. Dibagian ujung kepala jantan terdapat sebuah tanduk kecil Sementara
itu, diujung perut jenis kumbang tanduk betina terdapat sekumpulan
bulu kasar. Umur betina lebih panjang dari umur jantan. Imago betina
mempunyai lama hidup 274 hari, sedangkan imago jantan mempunyai lama
hidup 192 hari. Dengan demikian siklus hidup hama ini dari telur
sampai dewasa sekitar 6–9 bulan (Susanto 2012).

6
Gambar 2.4. Imago O.rhinoceros
Sumber : (Pratiwi,2019)

2.3. Gejala Serangan dan Tingkat Kerugian


2.3.1 Gejala Serangan
O.rhinoceros biasanya terbang pada malam hari dan ketika mereka
menemukan kelapa yang sesuai, mereka akan mulai merusak tanaman
tersebut. Serangga ini merusak kelapa dengan cara menggali ke pusat pucuk
tanaman (titik tumbuh) dengan kaki mereka (tarsi) yang memiliki barisan
duri yang tajam. O. rhinoceros akan merusak jaringan muda yang masih
tumbuh dan akan memakan getah yang keluar dari bekas kerusakan yang
ditimbulkan (Sanders, 2015).

O.rhinoceros tidak hanya menyerang dan merusak kelapa tetapi juga


menyerang tanaman lain, seperti sagu, pinang, tebu, dan kelapa sawit
khususnya di areal peremajaan kelapa sawit (Siahaya, 2014). O. rhinoceros
juga merupakan salah satu hama penting pada kelapa sawit dan dikenal
sebagai hama pengerek pucuk kelapa sawit. Kumbang ini menyebar hampir
di seluruh provinsi yang ada di Indonesia, hal ini dipengaruhi oleh faktor
ketersedian inang dan tumpukan bahan organik dilapangan sebagai tempat
perkembangbiakan dan makanan larva (Herman, 2013).

7
O.rhinoceros mulai menyerang tanaman kelapa sawit ketika ditanam di
lapangan sampai umur 2,5 tahun dengan cara merusak titik tumbuh sehingga
terjadi kerusakan pada daun muda O.rhinoceros umumnya menyerang
tanaman kelapa sawit muda dan akibatnya dapat menurunkan produksi
tandan buah segar (TBS), bahkan menyebabkan tanaman muda mati
mencapai 25% Namun akhir-akhir ini, serangan O. rhinoceros tidak hanya
pada kelapa sawit muda tetapi juga pada kelapa sawit tua (Winarto, 2005).

Ciri kerusakan dan gejala serangan pada kelapa sawit memiliki kesamaan
pada kelapa (Cocos nucifera). O.rhinoceros pada tanaman muda, mulai
menggerek dari bagian samping bonggol pada ketiak pelepah terbawah,
langsung ke arah titik tumbuh kelapa sawit. Diameter lubang gerekan dapat
mencapai 4,5 cm dan panjang lubang hasil galian sepanjang 5-60 cm dalam
sehari. Bila gerekan sampai ke titik tumbuh, kemungkinan tanaman akan
mengalami kematian. Pucuk kelapa sawit yang terserang, apabila nantinya
membuka pelepah daunnya akan kelihatan seperti kipas atau berbentuk
segitiga atau seperti huruf “V” (Prawirosukarto., 2003).

2.4. Metode Pengendalian kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros)

2.4.1 Pengendalian secara manual

Pengutipan larva Upaya deteksi dini hama kumbang tanduk di lapangan


harus dilaksanakan sebagai tindakan pencegahan dan pengendalian agar
tidak terjadi ledakan serangan hama yang tidak terkendali, salah satunya
dilakukan dengan pengutipan larva di sisa cacahan batang sawit yang sudah
melapuk. Secara ekonomis, biaya pengendalian melalui deteksi dini
dipastikan lebih rendah daripada pengendalian serangan hama yang sudah
meluas (Pahan 2007).

2.4.2. Pengendalian secara kimiawi

Pengendalian secara kimiawi Pengendalian secara kimiawi meliputi


penggunaan insektisida. Insektisida yang dahulu efektif di lapangan adalah
organoklorin. Karena toksisitas organoklorin yang tinggi, maka insektisida

8
tersebut diganti dengan karbofuran yang penggunaannya pada interval 4-6
minggu untuk mengendalikan kumbang dewasa. Pasaribu dan De Chenon
(2005) mencatat beberapa jenis insektisida yang digunakan untuk

mengendalikan kumbang di pembibitan maupun stadia tanaman belum


menghasilkan (TBM) kelapa sawit. Insektisida tersebut adalah lambda
sihalothrin, sipermetrin, venvalerate, monocrotophos, dan chorphyrifos yang
secara signifikan mengurangi kerusakan akibat serangan kumbang tanduk
setelah 11 minggu.

2.4.3. Pengendalian secara hayati

Pengendalian secara hayati Pengendalian secara biologi/hayati


memanfaatkan musuh alami kumbang tanduk, misalnya: Santalus
paralellus dan Platymerys laevicollis merupakan predator telur dan larva,
sedangkan Agrypnus sp. merupakan predator larva. Beberapa agensia hayati
diantaranya jamur Metahrizium anisopliae dan Baculovirus Oryctes juga
dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur
M.anisopliae merupakan jamur parasit yang telah lama digunakan untuk
mengendalikan hama O. rhinoceros. Jamur ini efektif menyebabkan
kematian pada stadia larva dengan gejala mumifikasi yang tampak 2-4
minggu setelah aplikasi. Jamur diaplikasikan dengan menaburkan 20 g m-2
(dalam medium jagung) pada tumpukan tandan kosong kelapa sawit dan 1
kg per batang kelapa sawit yang telah ditumbang. Baculovirus Oryctes juga
efektif mengendalikan larva maupun kumbang dewasa (Molet 2013).

2.4.4. Pengendalian secara mekanis

Pengendalian secara mekanis Upaya terkini dalam mengendalikan


kumbang tanduk adalah penggunaan perangkap feromon. Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) saat ini telah berhasil mensintesa feromon agregat
untuk menarik kumbang jantan maupun betina. Feromon agregat ini
berguna sebagai alat kendali populasi hama dan sebagai perangkap massal.

9
Rekomendasi untuk perangkap massal adalah meletakkan satu perangkap
untuk dua hektar lahan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

2.5. Insektisida nabati

Peluang pengembangan insektisida nabati terutama di Indonesia dinilai


sangat strategis mengingat (1) Tanaman sumber bahan insektisida banyak
tersedia dengan berbagai macam kandungan kimia yang bersifat racun
(toksik), anti hormonal ataupun anti feedan, (2) Sasaran pemakaian relatif
beragam mulai dari tanaman hortikultura, pangan dan tanaman perkebunan,
dan (3) Menghindari diskriminasi pasar akibat pencemaran residu pestisida
sintetik (Natawigena, 1988).

Bahan-bahan alami di lingkungan sebenarnya memiliki dapat dimanfaatkan


untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit pada tanaman,akan
tetapi memiliki beberapa kekurangan maupun kelebihan, yaitu :

a. Kelebihan
1. Degradasi yang cepat oleh sinar matahari.
2. Pengaruh terhadap hama cepat, dengan menghentikan nafsu makan
serangga.
3. Toksisitas umumnya rendah terhadap hewan dan relatif aman bagi
manusia dan lingkungan.
4. Memiliki spektrum pengendalian yang luas dan bersifat selektif.

b. Kekurangan
1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya
lebih sering.
2. Daya racunnya rendah, tidak langsung mematikan .
3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena
keterbatasan bahan baku .
4. Kurang praktis.

10
Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami, maka
jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga residunya mudah
hilang sehingga relatif aman bagi manusia. Beberapa tanaman yang dapat
digunakan sebagai pestisidan antara lain mimba, tembakau, mindi,
srikaya, mahoni, sirsak, tuba, dan juga berbagai jenis gulma seperti
babadotan (Samsudin, 2008 )
Setiap tanaman yang mengandung racun bagi serangga memiliki
konsentrasi yang berbeda-beda, bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka
jumlah racun yang mengenai kulit serangga makin banyak, sehingga dapat
menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga lebih
banyak (Sutoyo dan Wirioadmodjo, 1997).
2.6 Tumbuhan Sirih (Piper betle L.)

Sirih merupakan tanaman yang tingginya mencapai 15 m. Daun berbentuk


jantung, jika diremas mempunyai aroma pedas. Bagian tanaman yang
digunakan adalah daunnya. Daun sirih mengandung minyak atsiri sebanyak
4% (hidroksi kavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol,
karvakrol, terpen, dan seskuiterpen), tanin, diastae, gula, dan pati.
Kandungan minyak atsirinya memiliki daya membunuh kuman
(bakteriosid), larva, dan jamur (Maryani, 2004).

Gambar 2.5.Tumbuhan Sirih (Piper betle L.)


Sumber : (Pratiwi,2019)

11
Menurut (Maryani, 2004). Sirih merupakan tanaman menjalar dan
merambat pada batang pokok di sekelilingnya dengan daunnya yang
memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi
daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun
menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau
dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau
agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih
hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab
dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi. Sirih
merupakan tumbuhan obat yang sangat besar manfaatnya. Dalam
farmakologi Cina, sirih dikenal sebagai tanaman yang memiliki sifat hangat
dan pedas.

2.6.1 Klasifikasi tumbuhn Sirih (Piper betle L)


klasifikasi sirih (Piper bettle L) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Ordo : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Spesies : Piper betle L.

2.6.2 Morfologi
Tanaman merambat ini bisa mencapai tinggi 15 m. Batang sirih
berwarna coklat kehijauan,berbentuk bulat, beruas dan merupakan
tempat keluarnya akar. Daunnya yang tunggal berbentuk jantung,
berujung runcing, tumbuh berselan seling,bertangkai, dan mengeluarkan
bau yang sedap bila diremas. Panjangnya sekitar 5-8 cm dan lebar 2 -5 cm.

12
Bunganya majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1
mm berbentuk bulat panjang. Pada bulir jantan panjangnya sekitar 1,5 3
cm dan terdapat dua benang sari yang pendek sedang pada bulir betina
panjangnya sekitar 1,5 -6 cm dimana terdapat kepala putik tiga sampai lima
buah berwarnaputih dan hijau kekuningan. Buahnya buah buni berbentuk
bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna
coklat kekuningan (Julia,2013).

2.6.3 Kandungan Tumbuhan Sirih


Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial
insektisida nabati adalah Meliacea, Annonaceae, Astraceae, Piperaceae dan
Rutaceae (Kardinan, 2002).

kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, karvakrol, terpen, dan


seskuiterpen), tanin, diastae, gula, dan pati. Kandungan minyak atsirinya
memiliki daya membunuh kuman (bakteriosid), larva, dan jamur. Sejalan
dengan pendapat Dalimartha (2008), bahwa rasa sirih pedas, bersifat hangat,
astringen, aromatik, dan stimulan. Chavikol yang menyebabkan sirih berbau
khas dan memiliki khasiat antibakteri (daya bunuh bakteri lima kali lebih
kuat daripada fenol biasa) serta imunomodulator. Antibakteri pada fenol
daun sirih sangat efektif untuk mengurangi bahkan menekan pertumbuhan
Larva (O.rhinoceros) Hal tersebut dibuktikan pada hasil penelitian
(Kardinan,2002), yang menunjukkan bahwa buah sirih (Piper betle L.),
memiliki kandungan fenol yang khas dan disebut betel fenol atau aseptol,
khavikol, gula dan tannin, yang diduga mampu menekan pertumbuhan
larva. Selain itu sirih juga memilki kandungan eugenol yang dapat bersifat
toksik terhadap larva, kemungkinan hal ini disebabkan oleh senyawa-
senyawa tersebut yang bekerja secara sinergis atau dengan yang lain dalam
menekan pertumbuhan larva. Sehingga larva tidak mampu berkembang
dengan baik karena dihambat oleh minyak yaitu eugenol yang menyebar
dalam media. Ini menunjukkan bahwa eugenol mampu untuk menekan

13
pertumbuhan larva karena eugenol berbau sangat menyengat dan terasa
pedas.

Berdasarkan kandungan daun sirih tersebut, biasanya daun sirih banyak


digunakan sebagai obat-obatan. Selain itu daun sirih yang memiliki
kandungan kavikol juga dapat digunakan sebagai pestisida alami.

2.6.4 Potensi Daun Sirih Sebagai Insektisida Alami

Dilihat dari kandungan kimia yang terkandung dalam daun sirih,tentu saja
daun sirih memiliki potensi untuk dijadikan insektisida alami yang ramah
lingkungan.

2.7 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen senyawa yang


diinginkan dari suatu bahan dengan cara pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya.
Pada umumnya ekstraksi akan semakin baik bila permukaan
serbuksimplisia yang bersentuhan dengan pelarut semakin luas. Dengan
demikian, semakin halus serbuk simplisia maka akan semakin baik
ekstraksinya. Selain luas bidang, ekstraksi juga dipengaruhi oleh sifat
fisik dan kimia simplisia yang bersangkutan (Ahmad, 2006).

a) Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam).
Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang
dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam
menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air,
misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan
dalam buku resmi kefarmasian (Hamdani, 2014)

Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini
pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga

14
maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa
yang tidak tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan


dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
(Afifah,2012). Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling
sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut
yang sesuai dan tanpa pemanasan.

Metode maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-
polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam
pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena
ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat
aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel
tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara
penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (0%) akibat adanya
perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul
gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha
mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel.
Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan
konsentrasi (istilahnya “jenuh”)

15

Anda mungkin juga menyukai