Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan komoditi tanaman yang

dewasa ini sangat diminati untuk dikelola atau ditanam (dibudidayakan), baik oleh

pihak Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Perkebunan Swasta Nasional atau Asing.

Namun petani (Perkebunan Rakyat) karena ekonominya cukup tinggi, para investor

menginvestasikan modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik pengolahan

kelapa sawit (Sunarko, 2008).

Secara umum penguasaan lahan perkebunan kelapa sawit untuk tahun 2011

didominasi oleh perkebunan milik rakyat, kemudian diurutan kedua perkebunan milik

swasta, dan diurutan ketiga perkebunan milik Negara. Dengan demikian areal

perkebunan kelapa sawit Indonesia tumbuh rata-rata 11 % pertahun. Untuk

perkebunan rakyat tumbuh 11.6 % pertahun, perkebunan Negara tumbuh 5,4 %

pertahun, dan perkebunan swasta ( pengusaha nasional dan asing ) tumbuh 12,8 %

pertahun. Lahan sawit rakyat tahun 2011 ada 3,8 juta ha (48 %), BUMN 617 ribu ha

(7%), dan swasta 3,2 juta ha (45%). Sejalan dengan itu budidaya tanaman kelapa

sawit selalu menghadapi masalah diantaranya masalah dengan hama. (Sembiring,

2011).

Hama adalah salah satu faktor yang sangat penting yang harus diperhatikan

dalam pembudidayaan tanaman kelapa sawit. Hama dapat menyerang tanaman kelapa

sawit mulai dari pembibitan hingga tanaman menghasilkan. Ada beberapa cara yang
2

dapat dilakukan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman kelapa sawit

dipertanaman. Berdasarkan bagian tanaman yang diserang maka di kenal hama

perusak (pemakan) daun, perusak akar dan batang(serangga) dan sebagian lagi

golongan mamalia (Lubis, 2008).

Tikus sawah banyak dijumpai diseluruh tempat dan paling banyak merusak

tanaman pangan khususnya padi. Tubuh tikus berwarna kelabu gelap, bagian

punggung berwarna coklat muda berbercak hitam, perut dan dada berwarna

keputihan. Panjang antara kepala hingga badan 130 – 210 mm, panjang badannya dari

hidung sampai ujung ekor 270 – 370 mm, panjang ekor sama atau lebih pendek dari

panjang badan, dengan berat rata-rata sekitar 500 gr. Tikus memiliki indera

penciuman dan pendengaran yang tajam, tikus betina mempunyai 6 pasang puting

susu yang terletak dikiri dan kanan pada bahagian dada dan perut memanjang

sepanjang badan. Tikus sawah dapat berkembang biak pada umur 1,5 – 5 bulan

setelah kawin. Seekor tikus betina dapat melahirkan 8 ekor anak setiap melahirkan

(Arifin, 1995).

I.2. Rumusan Masalah

1. Apa itu hama tikus di tanaman kelapa sawit?

2. Bagaimana siklus hidup hama tikus di tanaman kelapa sawit?

3. Bagaimana gejala serangan hama tikus di tanaman kelapa sawit?

4. Bagaimana pengendalian hama tikus tikus di tanaman kelapa sawit ?


3

I.3. Tujuan

1. Mengetahui hama tikus di tanaman kelapa sawit?

2. Mengetahui siklus hidup hama tikus di tanaman kelapa sawit?

3. Mengetahui gejala serangan hama tikus di tanaman kelapa sawit?

4. Mengetahui pengendalian hama tikus tikus di tanaman kelapa sawit ?


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Hama Tikus (Rattus sp.) di Perkebunan Sawit

Tikus merupakan salah satu hama penting di indonesia yang dapat merusak

tanaman kelapa sawit, serangan hama tikus di tanaman kelapa sawit yang

membahayakan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dibandingkan pada

tanaman menghasilkan (TM). Pada perkebunan kelapa sawit, tikus dapat hidup dan

berkembang biak membutuhkan makanan, air, dan lindungan (shelter) sebagai

berikut: Makanan Karbohidrat : Umbut dan buah/bunga kelapa sawit, akar dan biji

rumput. Lemak : Buah kelapa sawit, serangga, siput/keong dan lain-lain. Protein :

Serangga, siput/keong, cacing dan binatang kecil lainnya. Mineral/vitamin : Biji-

bijian, tanah dan bahan organik. 2. Air : Tempat-tempat berair dan bagian-bagian

tanaman. 3. Lindungan : Tempat perlindungan yang aman bagi tikus antara lain

adalah : Tumpukan kayu dan bahan organik lainnya, tanaman penutup tanah

kacangan yang lebat, diantaranya pangkal pelepah kelapa sawit ataupun membuat

lobang di dalam tanah (Lubis, 2008).

Tikus adalah mamalia yang termasuk dalam suku muride. Spesies tikus yang

paling di kenal adalah mencit (Mus sp) serta tikus got (Rattus rattus norvegius) yang

di temukan hampir di semua negara dan merupakan suatu organisme model yang

penting dalam biologi, juga hewan peliharaan yang populer.

Adapun Klasifikasi hama tikus adalah sebagai berikut :


5

Sub filum : Vertebrata (bertulang belakang)

Phylum : Chordata

Klas : Mamalia (menyusui)

Ordo : Rodentia (hewan pengerat)

Famili : Muridae

Genus : Rattus-rattus

Spesies : Rattus sp (Sunarko, 2008)

2.2. Siklus Hidup Tikus

Tikus berkembang biak dengan sangat cepat, tikus menjadi dewasa dalam arti

dapat kawin pada usia 2 – 3 bulan. Masa bunting tikus betina sangat singkat kira –

kira 19 – 21 hari. Jumlah anak yang di hasilkan setiap sekali melahirkan berkisar

antara 4-13 ekor (rata-rata 7 ekor) nyinying. Namun kematian banyak pula terjadi,

sehingga rata-rata hanya tinggal 6 ekor dari tiap kelahiran tergantung dari jenis dan

keadaan di lapangan. Dan setelah melahirkan tikus tersebut sudah siap kawin lagi

setelah 48 jam. Perkembangan populasi tikus tergantung pada ketersediaan bahan

makanan di lapangan dan tempat persembunyiannya. Untuk dapat berkembang biak

perlu makanan yang banyak dan mengandung tepung. Pada musim kering jika air

kurang, tikus memenuhi kebutuhannya dengan memakan makanan yang banyak

mengandung air. Pada umumnya tikus menyukai hidup di lubang-lubang bawah

tanah, sarang biasanya di buat lebih dari satu pintu, pintu utama untuk jalan keluar

dan masuk setiap hari dan pintu darurat yang digunakan dalam keadaan
6

membahayakan, misalnya pada saat dikejar predator tikus akan keluar dari pintu yang

susah untuk di jangkau. Pintu darurat ini disamarkan dengan cara ditutupinya dengan

daun-daun. Selain itu, sarang tikus juga terdiri dari berkelok-kelok.

2.3. Gejala Serangan

Pada tanaman muda tikus menyerang titik tumbuh atau umbut, sehingga dapat

menyebabkan tanaman mati. Tingkat kematian tanaman dapat mencapai 20% atau

lebih sehingga harus di lakukan penyisipan tanaman. Hal ini akan memakan biaya

yang tinggi dan tertundanya sebagian tanaman untuk mulai di panen. Pada tanaman

menghasilkan tikus akan mengerat bunga, buah muda maupun buah yang lebih tua.

Selain itu tikus juga membawa brondolan kesarangnya sehingga secara langsung

dapat mengurangi produksi sampai 5% atau lebih 240 kg minyak sawit/ha/tahun jika

populasi tikus mencapai 306 ekor/ha. Keretan tikus pada buah dapat menyebabkan

peningkatan asam lemak bebas (ALB). Bunga yang di serang akan menyebabkan

persentase buah pada tandan menjadi rendah. Serangan pada bunga sering terjadi

pada musim kering. Menurut lubis (2008) menyatakan bahwa, lambung tikus yang di

belah menunjukan lebih dari 80% berupa daging buah (mesocarp) ditambah buah

muda kelapa sawit dan 15% serangga.


7

Keterangan : - gamabar tikus memakan buah sawit


- gambar tandan buah segar yang terserang hama tikus

Gambar 1. Serangan Hama tikus (Rattus sp.)

Sedangkan serangan pada bibit bagal/pucuk yang baru ditanam tikus

menyerang dengan mengerat batangnya dengan/tanpa merusak titik tumbuh, jika

kurang dalam menanamnya bibit menjadi terbuka sehingga cepat mati karena cara

memakannya dengan menarik-narik. Bibit yang sudah tumbuh/rayungan dimakan di

atas tanah, daun dan pupus menjadi layu dan kering, dan tanaman menjadi patah. Jika

terlalu dalam maka titik tumbuh turut rusak dan tanaman akan mati. Jika titik tumbuh

tanaman tersebut tidak rusak, maka tanaman dapat tumbuh lagi. Bekas tanaman yang

di serang oleh tikus daun-daunnya kelihatan seperti dipangkas dengan pisau tumpul.

2.3. Metode Pengendalian Hama Tikus (Rattus sp)

1. Pengendalian hama secara mekanis

Meliputi semua cara pengendalian yang secara langsung membunuh tikus

dengan pukulan, diburuanjing, menggunakan perangkap dan lain sebagainya. Cara ini

akan berhasil bila diorganisir dengan baik dan dilakasanakan serentak, sebagai contoh

adalah pemasangan perangkap dengan menggunakan bambu dengan panjang antar

1,5–2 meter yang salah satu ujungnya dibiarkan tertutup dan ujung lainnya dilubangi.

Pemasangan dilakukan sore hari ditempat yang biasa dilalui tikus, diharapkan tikus

akan masuk ke dalam lubang perangkap dan bersembunyi, pada waktu pagi diambil
8

dengan terlebih dahulu ujung yang terbuka dimasukkan karung/plastik, kemudian

tikus yang ada dibunuh.(Sembiring, 2011).

2. Pengendalian hama secara kimia

Pengendalian yang sering kita lakukan biasanya menggunakan umpan beracun

ada baiknya dengan menggunakan umpan yang tidak langsung membunuh dengan

cepat, misalnya umpan racun (rodentisida) yang membunuh secara perlahan antara

lain Klerat RM-B adalah rodentisida racun anti koagulan generasi baru yang

menghubungkan keunggulan sifat-sifat racun akut dan anti koagulan, berbentuk

umpan padatan, segi empat, berwarna hijau kebiru-biruan, berisi butiran beras, siap di

pakai untuk mengendalikan tikus sawah Rattus argentiventer dan tikus semak Rattus

tiomanicus. Klerat RM-B sangat aktif mengandalikan berbagai jenis tikus juga efektif

terhadap tikus yang telah kebal terhadap racun anti koagulan lainnya. Daya toksisitas

terhadap tikus sangat tinggi sehingga cukup dengan sekali makan umpan tanpa

menimbulkan jera umpan. Berbahan aktif Bridivakum 0,005% bersifat racun

sistemik. (Sembiring, 2011).

3. Pengendalian Hama Terpadu Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mencapai produksi tinggi

serta linkungan lestari. Konsep ini dimulai di indonesia sepuluh tahun yang lalu.

Tujuannya antara lain :

1. Mempertahankan dan menetapkan tarap produksi tinggi.

2. Meminimalkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, dan


9

3. Secara ekonomi menguntungkan dan sekaligus melindungi produsen dan

konsumen dari pencemaran.

Konsep PHT lahir karena manusia dihadapkan pada masalah besar, yakni

pencemaran lingkungan karena penggunaan pestisida. Permasalahan pertanian

semakin berkembang dan masalahnya menjadi sangat komplek. Pengendalian hama

semakin sangat pelik, karena penggunaan yang terus menerus, pemakaian pupuk

secara berlebihan dan penggunaan pestisida secara tidak tepat, baik mengenai aplikasi

maupun dosisnya. Dalam mengatasi hama dengan PHT ini, dibutuhkan berbagai

dasar yang menyeluruh, dan mengikut sertakan berbagai pihak. Diperlukan

pengetahuan tentang teknik-teknik agronomi, pemuliaan tanaman, ilmu gulma,

penyakit tanaman, sosial ekonomi dan kerja sama dengan penyuluhan pertanian.

Kesemuanya merupakan suatu tindakan terpadu, dan membawa kepentingan sendiri-

sendiri.

PHT adalah salah satu langkah peniruan yang seksama yang jumlahnya cukup

tepat tentang keanekaan seleksi yang terlihat bekerja di alam, dengan tujuan untuk

menghilangkan tekanan seleksi dari satu faktor saja. Pada umumnya dengan

menggunakan cara-cara biologis, yaitu dengan menerapkan corak bercocok tanam

dan memadukan dengan bahan kimia untuk menjaga agar populasi hama tetap tidak

berarti secara ekonomi. Dengan demikian PHT bukanlah suatu eradikasi atau

pemberantasan hama, melainkan lebih tepat dikatakan sebagi pemberantasan populasi

hama.
10

a. Langkah pokok PHT Untuk menuju PHT diperlukan langkah-langkah pokok

yang harus ditempuh, diantaranya adalah:

1. Identifikasi dan analisis kedudukan hama Apakah hama yang akan dikelola

termasuk hama utama yang membahayakan, bersifat potensial atau hama

migrant. Perhatian utama dalam pengelolaan hama nanti adalah hama utama,

tetapi bukan berarti tanpa memperhatikan hama lain. Perhatian terhadap

bukan hama utama menjadi hama utama perlu di fikirkan.

2. Studi ekosistem Perlu dipelajari komponen-komponen yang mempengaruhi

hama utama. Komponen-komponen ini tampaknya cukup rumit, karena

keterkaitan antara satu dengan lainnya. Dengan demikian diperlukan

pengetahuan tentang aspek biologi hama, faktor abiotik serta interaksinya,

studi tentang interaksi musuh alami dan dinamika populasinya, serta studi

tentang fenologi tanaman.

3. Studi ambang ekonomi (populasi) Perlu di buat suatu ketetapan pengambilan

keputusan yang berdasarkan pada jumlah populasi hama atau kerusakan

tanaman. Dengan demikian dapat ditentukan perlu tidaknya pengaplikasian

rodentisida. Masing-masing hama dapat mempunyai nilai ambang yang

berbada. Untuk menetapkan ambang diperlukan data biologi hama, ekologi

dan ekonomi. Dibarengi dengan pengamatan hama yang rutin, dan

pemantauan hama serta dibuat gambaran gejolak populasi hama untuk


11

masing-masing daerah pengembangan. Selain itu tingkat serangan hama

hama tikus dapat di kategorikan sebagai berikut.

Kategori serangan tikus Kategori Intensitas serangan


Ringan <3%
Sedang 3-5%
Berat >5%

b. Komponen PHT

1. Pengendalian hama secara budidaya (peraktek agronomi)

 Pengolahan tanah

 Tanaman awal dan serantak

 Varietas tahan

 Jarak tanam (pengaturan kerapatan tanaman)

 Pengelolaan air (irigasi)

 Pengaturan pemupukan

 Pola tanam tumpang sari atau rotasi tanaman

 Menjaga kebersihan

2. Pengendalian hama secara hayati

 Penggunaan parasit dan predator

 Patogen (mikroba)

 Pengendalian hama secara mekanik dan fisik

 Membunuh hama secara langsung dengan menggunakan tangan atau alat.


12

 Mengusir hama

 Membakar sisa-sisa tanaman.

3. Pengendalian hama secara kimia

 Penggunaan pestisida

 Serangga mandul (penyinaran zat radio aktif)

 Zat penolak dan penarik

 Hormon penghambat pertumbuhan (Subiyakto, 1989).


BAB III

KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat kita simpulkan sebagai berikut:

1. Hama tikus bersifat merusak. Serangan hama tikus di tanaman kelapa sawit yang

membahayakan pada tanaman belum menghasilkan (TBM) dibandingkan pada

tanaman menghasilkan (TM)

2. Metode pengendalian hama tikus dapat dilakukan secara mekanis, kimia maupun

PHT.

3. Pengendalian PHT Merupakan salah satu alternatif yang tepat untuk mencapai

produksi tinggi serta linkungan lestari.

Saran

Saran untuk lebih peduli dan memperhatikan pengendalian tikus agar

mendapatkan hasil yang baik, tanpa merusak lingkungan.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. 1995. Kajian Sifat Fisika Tanah Dan Berbagai Penggunaan Lahan Dalam
Hubungannya Dengan Pendugaan Erosi Tanah. Jurnal Pertanian MAPETA
Vol. XII. (2) : 72 – 144.

Lubis, A.U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Indonesia Edisi Ke-2
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Sembiring, Dalan Malem, 2011, Isolasi Dan Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri
Dari Daun Tumbuhan Binara (Artemisia Vulgaris L.) Di Daerah Kecamatan
Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Dengan GC-MS Dan FT-IR, Tesis,
Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara Medan.

Subiyakto. S, 1989. Tanaman Perkebunan Pengendalian Hama Dan Penyakit,


Kanisias, Yogyakarta.

Sunarko. 2007. Perunjuk Praktis Budidaya Dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta.
Agromedia Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai