Anda di halaman 1dari 6

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini merupakan salah satu jenis tanaman
perkebunan yang menduduki posisi penting disektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan
khususnya, hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan minyak atau
lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia
(Balai Informasi Pertanian, 1990).Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit di masa ini dan masa
yang akan datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit,
maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapasawit secara tepat
agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu diantaranya adalah pengendalian hama dan
penyakit. (Balai Informasi Pertanian,1990).

Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan
sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam praktek istilah ini
paling sering dipakai hanya kepada hewan. Suatu hewan juga dapat disebut hama jika
menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam
habitat manusia. Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi dengan
jumlah spesies hampir 80 persen dari jumlah total hewan di bumi. Dari 751.000 spesies golongan
serangga, sekitar 250.000 spesies terdapat di Indonesia. Serangga di bidang pertanian banyak
dikenal sebagai hama (Kalshoven 1981). Sebagian bersifat sebagai predator, parasitoid, atau
musuh alami (Christian & Gotisberger 2000).
Hama terdapat dalam berbagai jenis, salah satunya yaitu hama serangga. Serangga (disebut
pula Insecta, dibaca insekta) adalah kelompok utama dari hewan beruas (Arthropoda) yang
bertungkai enam (tiga pasang); karena itulah mereka disebut pula Hexapoda (dari bahasa Yunani,
berarti berkaki enam). Secara morfologi Arthropoda dicirikan dengan badan yang beruas
biasanya mencapai lebih dari 21 ruas, yang tiap ruasnya mempunyai sepasang anggota badan
(appendages) namun sepasang anggota badan ini ada yang mereduksi atau berubah bentuk dan
fungsi sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelompok. Ciri penting lain adalah kelompok
arthropoda tidak memunyai struktur tulang di dalam tubuhnya. Arthropoda mempunyai struktur
dinding badan keras yang menutupi tubuh bagian luar untuk melindungi bagian dalam tubuh yang
biasanya disebut eksosekeleton. Bagian paling luar mempunyai struktur yang paling keras dan
diperkuat oleh khitin. Meskipun keras namun strukutur ini masih memungkinkan pergerakan
di tiap ruas
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti
sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil
devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit dalam perdagangan
minyak nabati dunia telah mendorong Pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan ekspor
minyak kelapa sawit.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit kebanyakan dibangun di Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi dan Irian Jaya. Komoditi kelapa sawit dengan produk primer Minyak Sawit Kasar (Crude
Palem Oil/CPO) dan Minyak Inti Sawit (Kernel Palm Oil/KPO) berperan signifikan terhadap
perekonomian nasional, kontribusi perolehan Produk Domestik Bruto (PDRB) mencapai sekitar
20 triliun rupiah setiap tahun dan cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu
komoditi kelapa sawit menyumbang lapangan kerja yang tidak sedikit, serta berperan penting
dalam mendorong pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru di wilayah-wilayah pengembangan.
Perkembangan produktivitas kelapa sawit di Indonesia selama tahun 2000-2011
menunjukkan pola yang cukup berfluktuasi. Produktivitas kelapa sawit tertinggi terjadi pada tahun
2007 sebesar 3.619 kg/ha, namun tahun berikutnya menurun kembali. Tahun 2011 produktivitas
kelapa sawit sebesar 3.450 kg/ha. Sejalan dengan meningkatnya pengembangan dan perluasan
areal penanaman maka para petani kerap kali menghadapi beragam serangan hama maupun
penyakit yang menyerang tanaman kelapa sawit. Serangan hama dan penyakit tersebut tampak
melalui gejala-gejala fisik yang timbul pada tanaman, jika tidak segera dikendalikan maka dapat
mengakibatkan rendahnya perkembangan dan produktivitas kelapa sawit.Pada pertanaman kelapa
sawit terdapat hama yang menyerang tanaman sawit diantaranya yaitu tungau, ulat setora,
nematoda, kumbang Oryctes rhinoceros dan penggerek tandan buah.

Tujuan
1. Mengetahui jenis-jenis hama yang menyerang kelapa sawit
2. Mengetahui cara pengendalian hama

Manfaat
Agar kita dapat mengetahui jenis hama yang menyerang tanaman kelapa sawit dan mengetahui
cara pengendaliannya

4.Kumbang Oryctes rhinoceros

Serangan hama ini cukup membahayakan jika terjadi pada tanaman muda, sebab jika sampai
mengenai titik tumbuhnya menyebabkan penyakit busuk dan mengakibatkan kematian.

Pengendalian kumbang ini dilakukan dengan cara menjaga kebersihan kebun, terutama di sekitar
tanaman. Sampah-sampah dan pohon yang mati dibakar, agar larva hama mati. Pengendalian
secara biologi dengan menggunakan jamur Metharrizium anisopliae dan virus Baculovirus
oryctes.

5. Kumbang tanduk
Manurut (Zaini, 1991 ) Klasifkasi hama Oryctes rhinoceros ini adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Ordo : Coleoptera
Family : Scarabaeidae
Genus : Oryctes
Species : Oryctes rhinoceros L.
Kumbang tanduk (Coleoptera: Scarabaeidae) merupakan hama yang utama menyerang tanaman
kelapa sawit di Indonesia, khususnya di areal peremajaan kelapa sawit. O. Rhinoceros menggerek
pucuk kelapa sawit yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan rusaknya titik tumbuh
sehingga mematikan tanaman .Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman,
pada bagian kepala terdapat tanduk kecil. Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-bulu halus,
sedang pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka mulai
dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda di
areal peremajaan.

Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian
salah satu ketiak pelepah daun paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka
dan dapat menyebabkan pelepah patah. Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun
membuka 1-2 bulan kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf V. Gejala ini merupakan
ciri khas kumbang O. Rhinoceros (Purba, dkk. 2008). Serangan hama O. Rhinoceros dapat
menurunkan produksi tandan buah segar pada panen tahun pertama hingga 60 % dan menimbulkan
kematian tanaman muda hingga 25 % (PP. Kelapa Sawit, 2009).
Oryctes Rhinoceros menyerang tanaman kelapa yang masih muda maupun yang sudah
dewasa. Satu serangan kemungkinan bertambah serangan berikutnya. Tanaman tertentu lebih
sering diserang. Tanaman yang sama dapat diserang oleh satu atau lebih kumbang sedangkan
tanaman di dekatnya mungkin tidak diserang.. Kumbang dewasa terbang ke ucuk pada malam hari,
dan mulai bergerak ke bagian dalam melalui salah satu ketiak pelepah bagian atas pucuk. Biasanya
ketiak pelepah ketiga, keempat, kelima dari pucuk merupakan tempat masuk yang paling disukai.
Setelah kumbang menggerek kedalam batang tanaman, kumbang akan memakan pelepah daun
mudah yang sedang berkembang. Karena kumbang memakan daun yang masih terlipat, maka
bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun
membuka. Bentuk guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang Oryctes.

Berikut ini fase fase perkembangan mulai dari telur sampai fase dewasa pada kumbang tanduk
:

Telur
Mo (1957) dan Anonim (1989), mengemukakan bahwa telur serangga ini berarna putih, bentuknya
mula-mula oval, kemudian bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm. Telur-telur ini diletakkan
oleh serangga betina pada tempat yang baik dan aman (misalnya dalam pohon kelapa yang
melapuk), setelah 2 minggu telur-telur ini menetas. Rata-rata fekunditas seekor serangga betina
berkisar antara 49-61 butir telur, sedangkan di Australia berkisar 51 butir telur, bahkan dapat
mencapai 70 Butir.

Larva
Larva yang baru menetas berwarna putih dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan, warna
bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Larva deasa berukuran panjang 12 mm
dengan kepala berwarna merah kecoklatan. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan.
Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut
tumbuh lebih rapat. Stadium larva 4-5 bulan.

Pupa
Ukuran pupa lebih kecil dari larvanya, kerdil, bertanduk dan berwarna merah kecoklatan dengan
panjang 5-8 cm yang terbungkus kokon dari tanah yang berwarna kuning. Stadia ini terdiri atas 2
fase: Fase I : selama 1 bulan, merupakan perubahan bentuk dari larva ke pupa. Fase II : Lamanya
3 minggu,dan merupakan
perubahan bentuk dari pupa menjadi imago.

Imago
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung
dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada
permukaan punggung ruas dibelakang kepala..
Kumbang dewasa meninggalkan kokon pada malam hari dan terbang ke atas pohon kelapa,
kemudian menyusup kedalam pucuk dan membuat lubang hingga menembus pangkal pelepah
daun muda sampai di tengah pucuk dan tinggal pada lubang ini selama 5-10 hari. Bila sore hari,
kumbang dewasa mencari pasangan dan kemudian kawin (Suhadirman, 1996). Kumbang ini
berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi
lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan tedapat cekungan dangkal pada permukaan
Punggung ruas dibelakang kepala.

Ekologi
Semua makhluk hidup dalam proses pertumbuhan dan oerkembangannya dipengaruhi oleh sebagai
faktor, baik faktor luar maupun dari dalam: Iklim, musuh alami, makanan dan kegiatan manusia
merupakan faktor luar yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan serangga hama .
Lingkungan yang cocok bagi suatu serangga untuk hidup dan berkembang biak meliputi beberapa
komponen antara lain makanan, iklim, organisme dari spesies yang sama maupun
yang berbeda tempat dimana ia hidup.
Perkembangan larva ini dipengaruhi oleh iklim dan keadaan gizi makanan. Pengaruh faktor-faktor
ini ialah pada ukuran larva dan waktu yang diperlukan untuk mematangkan larva. Faktor-faktor
fisik yang dipengaruhi perkembangan larva kumbang ini ialah suhu, kelembaban, serta intensitas
cahaya. Larva tertarik pada amonia dan aseton, tetapi menghindari asam asetat .
Pengendalian kumbang tanduk secara konvensional dilakukan dengan cara pengutipan dan
menggunakan insektisida kimiawi. Namun, cara tersebut dinilai tidak efektif dan menimbulkan
pencemaran bagi lingkungan. Selain menggunakan pengetahuan dan perilakunya, pengendalian
ini juga dapat didukung dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya, Santalus parallelus dan
Platymerys laevicollis merupakan predator telur dan larva O. Rhinoceros, sedangkan Agrypnus sp.
Merupakan predator larva, beberapa jenis nematoda dan cendawan juga menjadi musuh alami
kumbang kelapa. Cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan feromon yang dapat digunakan
sebagai insektisida alami untuk mengendalikan kumbang tanduk dengan efektif, ramah
lingkungan, dan lebih
murah dibandingkan dengan pengendalian secara konvensiaonal.
Feromon merupakan bahan yang mengantarkan serangga pada pasangan seksualnya, sekaligus
mangsa, tanaman inang, dan tempat berkembang biaknya. Komponen utama feromon sintetis ini
adalah etil- 4 metil oktanoat. Penggunaan feromon cukup murah karena biayanya hanya 20% dari
biaya penggunaan insektisida dan pengutipan kumbang secara manual. Selain harganya murah,
cara aplikasinya di lapangan tidak banyak membutuhkan tenaga kerja. Penggunaan feromon di
perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu alternatif yang sangat baik untuk mengendalikan
kumbang tanduk. Feromon adalah substansi kimia yang dilepaskan oleh suatu organisme ke
lingkungannya yang memampukan organisme tersebut mengadakan komunikasi secara
intraspesifik dengan individu lain. Feromon bermanfaat dalam monitoring populasi maupun
pengendalian hama (Nation, 2002). Ekstrak feromon kasar dapat diperoleh dengan mengekstrak
seluruh tubuh serangga atau hanya kelenjar-kelenjar yang mengandung feromon saja seperti di
ujung abdomen untuk serangga dari ordo lepidoptera atau usus bagian belakang dari kumbang
kulit kayu (bark beetle) (Ordo Coleoptera). Serangga dari ordo Lepidoptera, feromon diekstrak
menggunakan metil klorida. Ekstrak tersebut dapat dianalis dengan menggunakan gas-liquid
chromatography .

PENUTUP

A . Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari paper, antara lain ;


1. Produktifitas dan hasil produksi tanaman turut dipengaruhi oleh serangan
hama dan penyakit.
2. Masing-masing hama dan penyakit memberikan serangan dan gejala yang
berbeda-beda pada tiap bagian tanaman kelapa sawit.
3. Hama yang paling sering dijumpai pada tanaman kelapa sawit adalah ulat
api,kumbang badak, dan tikus sebagai hama mamalia yang paling banyak
dijumpai.
4. Untuk penyakit yang meyerang tanaman ini, bagian yang paling sering
diserang yaitu bagian daun tanaman.
5. Pengendalian penyakit pada tanaman ini dapat dikendalikan dengan
pemberian herbisida atapunu pestisida, sedangkan untuk pengendalian hama
yang menyerang, dapat dikendaliakan dengan pelepasan predator dari hama
itu sendiri, untk menghindari ledakan hama penyerang tanaman ini.

3.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya dalam penggunaan herbisida maupun
pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit ini digunakan sesuai dengan dosis anjuran yang
benar agar tidak terjadi resistensi pada hama dan penyakit itu sendiri serta menghindari terjadinya
ledakan hama.
http://rbmamarulwaruwu.blogspot.co.id/2016/11/hama-tanaman-kelapa-sawit.html

http://hamadanpenyakittanamankelapasawit.blogspot.co.id/ SENIN, 14 JANUARI 2013

16th January 2013 oleh Ella Putri Iswari http://princesellaputri.blogspot.co.id/

ameilia zuliyanti siregar. s.si, m.sc. hama dan penyakit tanaman kelapa sawit. departemen hama dan
penyakit tumbuhan fakultas pertanian universitas sumatera utara medan 2011

SENIN, 14 JANUARI 2013 Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa


Sawit https://www.scribd.com

Gambar 2. Telur, Larva, Pupa & Imago Oryctes rhinoceros L.

Sumber : http://www.biolib.cz (Diakses tanggal 16 Juli 2011)

Gambar 3. Gejala Serangan Oryctes rhinoceros L.


Sumber : Foto Langsung (2011)

Anda mungkin juga menyukai