Anda di halaman 1dari 43

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu kebutuhan pokok

masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai ekonomis cukup

tinggi. Bawang merah umumnya banyak digunakan sebagai bumbu masak dan bahan obat

tradisional. Permintaan pasokan bawang merah di Indonesia berkolerasi positif dengan

bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini merupakan peluang untuk mengembangkan

agribisnis bawang merah sebagai komoditas hortikultura (Rajiman, 2009).

Beberapa kandungan senyawa yang penting dari bawang merah antara lain

kalori, karbohidrat, lemak, protein, dan serat makanan. Serat makanan dalam bawang

merah adalah serat makanan yang larut dalam air, disebut oligcfruktosa. Kandungan

vitamin bawang merah adalah vitamin A, vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (G, ribovalin),

vitamin B3 (niasin), dan vitamin C. Bawang merah juga memiliki kandungan mineral

diantaranya adalah: belerang, besi, klor, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, natrium,

silikon, iodium, oksigen, hidrogen, nitrogen, dan zat vital non gizi yang disebut air.

Di Provinsi Riau budi daya bawang merah masih menjadi hal baru bagi petani.

Pengalaman petani juga masih rendah dalm budi daya bawang merah terutama dalam hal

pemupukan, perawatan, pengairan dan pengendalian Organisme Penganggu Tanaman

(OPT).
2

Di Provinsi Riau dengan kondisi lahan pertanian kebanyakan lahan gambut,

alluvial dan PMK, permasalahan budi daya tanaman bawang merah adalah keseburan

tanah. Dalam memperbaiki keseburan tanah, petani secara swadaya melalui bimbingan

Dinas terkait menggunakan pupuk kotoran sapi, ayam karena bahan-bahan tersebut

banyak tersedia yaitu dapat memicu pertumbuhan gulma sehingga petani cenderung

memilih menggunakan pokot ayam sebagai amelioran pada lahan pertanian mereka.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2017) menyatkan bahwa jumlah

produksi bawang merah di Riau pada tahun 2016 adalah 303 ton dan nasional 1.446.869

ton. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produksi bawang merah dari tahun

sebelumnya, yaitu 141 ton dan produksi nasional 1.229.189 ton.

Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di

Sumatera yaitu seluas 3.859.522 ha. Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong

yang paling tinggi di seluruh Sumatera bahkan Se – Asia Tenggara. Hutan alam yang

tersisa di Provinsi Riau pada tahun 2007 seluas 2.478.734 Hektar, 65 % didominasi oleh

hutan rawa gambut, sementara hutan dataran rendah kering yang tersisa hanya berada

pada kawasan konservasi dan daerah yang sedang diperjuangkan untuk di konversi.

Disisi lain praktek – praktek pemanfaatan dan pengelolaan hutan alam dilapangan, saat ini

tidak dapat menjamin hutan alam yang tersisa di Riau dapat dipertahankan.

Gambut dianggap sebagai ekosistem penting yang dapat memberikan

sumbangan signifikan terhadao kestabilan iklim global khususnya pada bidang pertanian.

Karena kekhasannya, ekosistem gambut dianggap sebagai lahan marjinal dan kurang

memberikan manfaat secara finansial, padahal dapat dimanfaatkan untuk kegiatan


3

pertanian. Sebagai salah satu tipe lahan basah, salah satu antribut terpenting dari lahan

gambut adalah keberadaan air. Jika berada dalam kondisi alami terbaiknya, lahan gambut

dapat mengatur keseimbangan pelepasan air, sehingga keseimbangan ekologi masih dapat

ters terjaga, meskipun dalam kondisi kemarau panjang sekalipun (Yusrusila, 2008).

Masalah-masalah yang dihadapi saat budi daya oleh para petani di Riau sama

saja seperti yang dihadapi petani-petani di Daerah lain yaitu tingginya resiko kegagalan

panen karena lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama serangan hama dan

penyakit. Hama dan penyakit penting pada bawang merah antara lain : ulat bawang

(spodoptera exigua) dan Thrips, sedangkan penyakitnya meliputi antraknose, fusarium

dan trotol.

Usaha untuk mengurangi masalah gambut untuk pertanian diperlukan

amelioran dan pupuk. Amelioran adalah bahan ynag dapat meningkatkan keseburan tanah

yang berasal dari bahan organik maupun anorganik. Dolomit merupakan amelioran

anorganik yang berfungsi untuk menentukan pH tanah yang bersifat masam karena

dolomit mengandung magnesium yang memiliki kadar cukup tinggi. Keuntungan bila

tanah asam diberi kapur adalah struktur tanah menjadi lebih baik, kehidupan

mikroorganisme didalam tanah lebih giat dan daya melapuk bahan organik menjadi

humus berjalan lebih cepat.

Tingkat kesuburan tanah dapat diperbaiki melalui tindakan pemupukan dan

pemberian bahan organik. Pemberian bahan organik berperan dalam memperbaiki

strukutur tanah , menaikkan daya serap tanah terhadap air, memperbaiki kehidupan

mikroba tanah. Pemberian puuk dilakukan untuk menunjang pertumbuhan produksi


4

tanaman. Pemupukan berfungsi sebagai penyedia unsur hara makro dan mikro dan

mempunyai daya ikat yang tinggi sehingga mengefektifkan bahan – bahan anorganik di

dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki

struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal.


5

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh interaksi dosis dan frekwensi pemupukan NPK

15:15:15 pada tanah gambut terhadap produktvitas bawang merah.

2. Untuk mengetahui pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut

terhadap produktifitas bawang merah.

3. Untuk mengetahui pengaruh utama frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada

tanah gambut terhadap produktifitas bawang merah

C. Hipotesis

H0 :

1. Tidak ada pengaruh interaksi dan frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada

tanah gambut terhadap produktifitas bawang merah.

2. Tidak ada pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap

roduktifitas bawang merah

3. Tidak ada pengaruh utama frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah

gambut terhadap produktifitas bawang merah

H1 :

1. Ada pengaruh interaksi dosis dan frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada

tanah gambut terhadap produktifitas bawang merah

2. Ada pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap

produktifitas bawang merah

3. Ada pengaruh utama frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah gambut

terhadap produktifitas bawang merah


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman bawang merah diduga berasal dari Asia Tengah yaitu sekitar Palestina

(Sunarjo dan soedarmo, 1989). Tanaman ini merupakan tanaman tertua dari silsilah budi daya

tanaman oleh manusia. Hal ini antara lain ditunjukkan pada zaman I dan II (3200-2700

sebelum masehi). bangsa Mesir sering melukiskan bawang merah pada patung dan tugu-tugu

mereka. Di Israel tanaman bawang merah dikenal tahun 1500 sebelum masehi (Rukman

Rahmat, 1994). Pada tahun 2100 sebelu masehi bawang merah telah dikembangkan di Yunani

kuno sebagai sarana pengobatan (Sunarjo dan Soedarmo, 1989).

Sedangkan bawang merah masuk ke negara Indonesia diperkirakan abad XIX.

Sekarang ini di Indonesia tanaman bawang merah dibudidayakan hampir disetiap provinsi.

Namun sentral penanaman bawang merah secara luas berpusat di Pulau Jawa Indonesia.

Pembudidayaan bawang merah di Indonesia, terutama di Pulau jawa dilakukan di daerah-

daerah dataran rendah seperti di daerah Semarang, Demak, Cirebon, Brebes –Tegal, Wates

Jogjakarta, Kediri dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, bawang merah mulai

dibudidayakan di Probolinggo, Banjarnegara, Malang, Magetan, Sukabumi dan Bandung.

Deskripsi dari bawang merah (Alliumascalonicum L.), habitus termasuk herba,

tanaman semusim, dan tinggi 40-60 cm. Tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu

yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Berumbi lapis dan

berwarna merah keputih-putihan. Daun tunggal memeluk umbi lapis, berlobang, bentuk lurus,

ujung runcing. Bunga majemuk, berbentuk bongkol, bertangkai silindris, panjang ± 40 cm,

berwarna hijau, benang sari enam, tangkai sari putih, benang sari putih, kepala sari berwarna
7

hijau, putik menancap pada dasar mahkota, mahkota berbentuk bulat telur, ujung runcing

(Silalahi,2007).

Bawang merah (Allium ascolsnicum L.) termasuk family Liliaceae dengan

klasifiksiny sebagai berikut. Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Kelas :

Monocotyledonal, Ordo : Liliaceae, Famili : Liliceae, Genus : Allium, Spesies : Allium

ascolinicum L. ( Rahayu dan Berlian, 1999).

Struktur morfologi tanaman bawang merah (Allium ascolinicum L.) terdiri atas akar,

batang, umbi, daun, bunga, dan biji. Tanaman bawang merah (Allium ascolinicum L.)

termasuk tanaman semusim (annual), berumbi lapis, berakar serabut, berdaun silindris seperti

pipa, memiliki batang sejati (diskus) yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai

tempat melekatnya perakaran dan mata tuas (titik tumbuh) (Rukmana, 2005).

Akar bawang merah (Allium ascolinicum L.) secara morfologi tersusun atas rambut

akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar. Sedangkan secara anatomi (struktur dalam)

akar tersusun atas epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Akar merupakan organ

pada tumbuhan yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap air dan garam mineral dari dalam

tanah, dan untuk menunjang dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya

(Anonim, 2008).

Batang bawang merah (Allium ascolinicum L.) merupakan batang semu yang bersal

dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Di bawah batang semu tersebut terdapat tangkai

daun yang menebal, lunak, dan berdaging yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan

cadangan makanan. Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip
8

pipa, berlubang memiliki panjang 15-40 cm, daun meruncing pada bagian ujung. Dun

berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi setegak daun

yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung tanaman (suparman,

2010).

Daun bawang merah (Allium ascolinicum L.) secara morfologi, pada umumnya daun

memiliki bagian-bagian helaian daun (lamina), dan tangkai daun (petiolus). Daun pada

bawang merah (Allium ascolinicum L.) hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat

kecil dan memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung meruncing dan bagian

bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak. Pada bawang merah (Allium

ascolinicum L.), ada juga yang daunnya membentuk setengah lingkaran pada penampung

melintang daunnya. Warna daunnya hijua muda, kelopak-kelopak daunnya sebelah luar

melingkar dan menutup daun yang ada didalamnya (Anonim, 2008).

Bunga bawang merah membentuk bunga yang keluar dari dasar cakram dengan

bagian ujungnya membentuk kepala yang meruncing seperti tombak dan terbungkus oleh

lapsan daun. Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan. Setiap

tandan mengandung 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang termasuk bunga sempurna yang

seriap bunga terdapat benang sari dan kepala putik yang terdiri atas 5-6 benang sari dan

sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan atau putih, serta

bakal buah duduk diatas membentuk suatu bangun seperti kubah. Penyerbukan antarbunga

dalam satu tandan, maupun penyerbukan antarbunga dengan tandan yang berbeda berlansung

dengan perantara lebah atau lalat hijau (Anonim, 2008).


9

Umbi lapis pada bawang merah sangat bervarisi. Bentuknya ada yang bulat, bundar,

sampai pipih, sedangkn ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil. Bawang merah sudah

umum digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif (Rukmana, 1995).

Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh didaerah beriklim kering. Tanaman

bawang merah peka terhdap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca

berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal

70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan kelembapan nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben

1995, Nazarudin 1999).

Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-

rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang

merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerh dengan penyinaran lebih

dari 12 jam. Di bawah suhu 22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karen itu,

tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh didataran rendah dengan iklim yang cerah

(Rismunandar, 1986).

Di Indonesia bawag merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 100 m

di atas permukaan laut (Sutarya dab Grubben, 1995). Tanaman bawang merah masih dapat

tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1

bulan dan hasil umbinya lebih rendah.

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai

liat, drainase atau aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak

masam (ph tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah

tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Giel-humus atau Latosol (Sutarya
10

danGrubben, 1999). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenag disukai oleh tanaman

bawang merah (Rismunandar, 1986).

Di Pulau Jawa, bawang merah banyak ditanam pada jenis tanah Aluvial, tipe iklim

D3/E3 yaitu antara (0-5) bulan basah dan (4-6) bulan kering dan pada ketinggian kurang dari

200 m diatas permukaan laut. Selain itu, bawang merah juga cukup diusahakan pada jenis

tanah Andosol, tipe iklim B2/C2 yaitu (5-9) bulan basah dan (2-4) bulan kering dan ketinggian

lebih dari 500 m diatas permukaan laut (Nurmalinda dan Suwandi, 1995).

Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan

ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan april atau mei setelah panen padi dan

pada bulan juli atau agustus. Penanaman bawang merah dimusim kemarau biasanya

dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan penanaman di musim hujan

dilakukan pada lahan tegalan. Bawang merah dapt ditanam secara tumpang sari, seperti

dengan tanaman cabai merah (Sutarya dan Grubben, 1999).

Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa – sisa tumbuhan yang

setangah membusuk, terdapat pada tempat yang selalu tergenang air. Kadar bahan organiknya

tinggi serta ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan belum terurai sehingga sulit

dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu maka gambut dikatakan sebagai tanah yang

mengandung bahan organik tinggi dan banyak dijumpai didaerah dataran rendah yang tidak

mempunyai musim kering. Tanah gambut dikenal dengan nama organosol yang didefinisikan

sebagai tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 – 30% dengan ketebalan gambut

40 cm sampai kedalaman 80 cm (Radjagukguk, 1990).


11

Soepardi (1983) mengemukakan bahwa berdasarkna tingkat dekomposisinya dan

kematangan tanah gambut dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu : (a) Folit adalah

tanah gambut yang mempunyai horizon O disususn oleh daun – daun dan ranting yang

tertimbun. (b) Fibrik adalah tanah gambut yang bahan dasarnya telah mengalami dekomposisi

kurang dari 33% atau bahan organik belum melapuk dam masih dapat dikenali asalnya,

kapasitas menahan air tinggi dan berwarna coklat atau kunong. (c) Hemik adalah tanah gamut

yang bahan dasarnya telah mengalami dekomposisi sekitar 33% - 66% atau bahan pembentuk

gambut tidak dikenali lagi. (d) Saprik adalah tanah gambut yang bahan dasarnya telah

mengalami dekomposisi lebih dari 66% atau penguraian bahan pembentuk tanah gambut telah

sempurna.

Tanah organosol disebut dengan tanah gambut, tanah bawah yang berwarna hitam

dan kecoklatan. Profil tanah ini tersusun oleh tumpukan – tumpukan bahan organik pada

umumnya belum melapuk secara sempurna dengan ketebalan yang sangat bervariasi yaitu dari

50 cm hingga 3 meter, yang didasari oleh tanah mineral (Hakim, 1986).

Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan

produksi tanaman. Pupuk NPK mengandung hara utama dan hara sekunder. Penggunaan

pupuk majemuk seperti pupuk NPK akan mendapatkan keuntungan yaitu dengan pemberian

satu macam pupuk sudah dapat terpenuhi kebutuhan unsur N, P, dan K dan keuntungan lain

menggunakan pupuk majemuk yaitu mudah diaplikasikan mudah diserap tanaman, lebih

efektif pemakaiannya dan menghemat waktu serta labih ekonomis.

Menurut Napitupulu dan Winarno (2010), unur nitrogen (N) merupakan unsur hara

utama bagi tanaman terutama pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian vegetatif


12

tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Pemberian unsur N yang terlalu banyak pada bawang

merah dapat menghambat pembungaan dan pembuahan tanaman.

Unsur phosphor (P) pada bawang merah berperan untu mempercepat pertumbuhan

akar semai, dan dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan umbi. Apabila tanaman

kekurangan unsur P maka akan terlihat mengkilap kemerahan, dan tanaman menjadi kerdil.

Bagian tepi daun, cabang, dan batang bawang merah mengecil serta berwarna keunguaan dan

kelamaan menjadi kuning Napitupulu dan Winarno (2010).

Menurut Gunadi (2009), unsir kalium K berfungsi untuk pembentukan protein dan

karbohidrat pada bawang merah serta dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap

serangan penyakit dan dapat meningkatkan kualitas umbi.

Penelitian Purwanto (2005), menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK majemuk

berpengaruh nyata terhadap hasil produksi buah tomat. Hasil dan kualitas buah meningkat

dengan meningkatkan dosis NPK. Adapun penelitian Asandhi et al. (2005) pada tanaman yang

tidak diberi bahan organik, pupuk NPK 375 kg/ha sudah meningkatkan bobot basah dan bobot

kering bawang merah secara nyata. Secara dosis umum anjuran pemberian pupuk NPK pada

bawang merah yaitu 150 kg/ha.


13

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Islam Riau, Jalan Kaharuddin Nasution Km 11 No. 113 Perhentian Marpoyan,

Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru. Penelitian ini

dilaksanakan selama tiga bulan dimulai dari bulan Aguatus sampai dengan November

2016.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bibit Bawang Merah

Vaarietas Bima Brebes, pupuk dolomit, pupuk bokasi jagung, pupuk NPK 15:15:15,

Fungisida (Dithane M – 45 WP), Insektisida ( decis, puradan dan Dupon 25 WP).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, palu, timbangan

analitik, gunting, pisau, seng plat, tali, rafia, ember, gembor, kamera, meteran dan alat –

alat tulis.

C. Rancanngan Penelitian

Praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 4x3 yang

terdiri dari 2 faktor yaitu faktor D (Dosis NPK 15:15:15) dengan 4 taraf perlakuan dan

faktor F (Frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 ) dengan 3 taraf perlakuan sehingga

diperoleh 12 kombinasi perlakuan. Dimana setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan

sehingga diperoleh 36 satuan percobaan (plot).Setiap satuan percobaan (plot) terdiri dari

25 tanaman dan 10 diantaranya dijadikan sebagai tanaman sampel. Sehingga didapat 900

tanaman
14

Adapun kombinasi perlakuannya adalah sebagai berikut :


Faktor D terdiri dari 4 taraf yaitu:
D1 = Dosis pupuk NPK 15:15:1510 g/tanaman (100 kg/ha)
D2 = Dosis pupuk NPK 15:15:1520 g/tanaman (200 kg/ha)
D3 = Dosis pupuk NPK 15:15:1530 g/tanaman (300 kg/ha)
D4 = Dosis pupuk NPK 15:15:1540 g/tanaman (400 kg/ha)
Faktor F terdiri dari 3 taraf yaitu:
F1 = Frekwensi 1 kali pemupukan NPK 15:15:15
F2 = Frekwensi 2 kali pemupukan NPK 15:15:15
F3 = Frekwensi 3 kali pemupukan NPK 15:15:15
Kombinasi perlakuan Dosis dan Frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 dapat dilihat

pada tabel 1 di bawah.

Table 1. Kombinasi Perlakuan Dosis dan Frekwensi pemupukan NPK 15:15:15.


Frekwensi pemupukan NPK 15:15:15
Dosis NPK
15:15:15 F1 F2 F3

D1 D1 F1 D1 F2 D1 F3

D2 D2 F1 D2 F2 D2 F3

D3 D3 F1 D3 F2 D3 F3

D4 D4 F1 D4 F2 D4 F3
15

D. Pelaksanaan praktikum

1. Persiapan tempat penelitian

Praktikum dilaksanakan di Sedinet Kebun Percobaan Fakultas Pertanian

Universitas Islam Riau dengan luas lahan yang digunakan 1300 cm × 550 cm.

Kemudian lahan tersebut dibersihkan dari gulma menggunakan cangkul dan garu,

setelahnya tanah digemburkan.

2. Pembuatan plot

Tanah yang sudah dibersihkan dan digemburkan kemudian dibagi menjadi

36 plot dengan luas masing – masing plotnya 100 cm × 100 cm. Setelah itu

bedengan dan tambahkan ± 2 ember tanah gambut pada setiap plotnya, dimana

pada praktikum ini tanah gambut yang digunakan berasal dari Labersa Pasir Putih.

3. Pemberian dolomite

Pemberian dolomite dilakukan pada 17 hari sebelum tanam, dengan dosis

300 g/plot. Dengan cara ditaburkan disetiap plot kemudian diaduk hingga merata.

Pemberian dolomite ini bertujuan untuk menetralkan tanah. pH tanah setelah

pemberian dolomite adalah 6,5.

4. Pemberian Pupuk Dasar ( Bokasi Jagung )

Pemberian pupuk bokasi dilakukan 7 hari setelah pemberian pupuk

dolomite. Dosis yang digunakan adalah 1 kg/plot. Dengan cara diaduk rata pupuk

bokasi tersebut dengan tanah di setiap bedengan.


16

5. Pemberian perlakuan

Pemberian perlakuan dilakukan dengan cara membagi setiap nama

mahasiswa menurut denah yang sudah ditentukan.

6. Penanaman

Bibit bawang merah yang akan ditanman telah dipotong 1/3 bagian dan

diberi insektisida agar tidak berjamur. Setelahnya pemasangan titik tanam dengan

jarak 20 cm × 20 cm menggunakn pipet. Penanaman umbi bawang dilakukan

secara tunggal dan hanya 1/3 bagian bawang saja yang ditanamkan dalam tanah

pada titik tanam yang telah ditentukan. Pada setiap plot terdapat 25 bibit bawanng

merah yang ditanam.

7. Pemberian Perlakuan

a. Dosis Pupuk NPK

Pemberian pupuk NPK dilakukan dengan cara larikan. Dosis pupuk NPK yang

diberikan yaitu 10 g/plot (D1), 20 g/plot (D2), 30 g/plot (D3), dan 40 g/plot

(D4).

b. Frekuensi

Frekuensi pemupukan dilakukan sesuai dengan perlakuan yaitu, F1 (1 kali

pemberian yaitu pada saat tanam), F2 (2 kali pemberian yaitu pada saat tanam

dan 2 minggu setelah tanam), F3 (3 kali pemberian yaitu pada saat tanam, 2

minggu setelah tanam dan 4 minggu setelah tanam).


17

8. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.

Penyiraman dilakukan mulai sejak penanaman bibit bawang sampai bawang

siap dipanen, dengan menggunakan gembor, dan air yang digunakan adalah ai

kran. Pada waktu hari hujan tidak perlu dilakukan penyiraman.

b. Penyiangan

Penyiangan dilakukan 2 minggu setelah tanam, penyiangan dilakukan

terhadap gulma yang tumbuh pada setiap plot dengan cara manual. Gulma –

gulma yang tumbuh disekitar tanaman bawang merah dicabut menggunakan

tangan, sedangkan gulma – gulma yang tumbuh disekitar plot dibersihkan

dengan menggunakan cangkul. Penyaingan ini dilakukan agar tidak terjadi

persaingan nutrisi antara tanaman bawang merah dengan gulma. Untuk

penyiangan selanjutnya dapat dilakukan seminggu sekali.

c. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara menjaga

kebersihan bedengan. Kemudian dilakukam penyemprotan fungisida Dithane

M – 45 pada umur 1 minggu setelah tanam dengan dosis 2 gram/liter air dengan

cara disemprotkan ke seluruh bagian tanaman dnegan menggunakan mesin

penyemprot manual.
18

d. Panen

Pemanenan dilakukan setelah tanaman bawang merah memnuhi kriteria

panen, tanda – tandnaya adalah dengan batang lunak ≥ 50%, batang tanaman

rebah, serta daun menguning dan kering. Pada waktu tersebut umbi sudah

muncul dipermukaan tanah. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut

seluruh bagian tanaman yang terdapat pada plot.

E. Parameter Pengamatan

1. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ke ujung daun

terpanjang yang ditangkupkan keatas dengan menggunakan penggaris, pengukuran

dilakukan setia minggu, mulai tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai

pada minggu ke 6. Hasil dari tinggi tanaman setiap minggunya dijumlahkan

kemudian dirata – ratakan. Data pengamatan dianalisis secara statistik dan

disajikan dalam bentuk tabel.

2. Diameter Umbi Per Rumpun (mm)

Umbi yang diukur diameternya adalah umbi yang berukuran sedang dari

tanaman sampel. Pengukuran dilakukan langsung setelah pemanenan dengan

menggunakan jangka sorong. Data pengamatan dianalisis secara statistik dan

disajikan dalam bentuk tabel.


19

3. Jumlah Umbi Per Rumpun (umbi)

Pengamatan dilakukan setelah umbi di panen dengan cara menghitung

manual jumlah umbi per rumpun dari tanaman sampel. Data pengamatan dianalisis

secara statistik dan disajikan dalam bentuk tabel.

4. Berat Umbi Per Rumpun (umbi)

Pengamatan dilakukan setelah umbi di panen dengan cara menibang umbi

yang telah dibersihkan dari tanah dan ditimbang menggunakan timbangan analitik.

Penimbangan dilakukan pada setiap sampel. Data pengamatan dianalisis secara

statistik dan disajikan dalam bentu tabel.

5. Berat Umbi Basah Per Plot (umbi)

Pengamatan dilakukan setelah umbi di panen dengan cara menimbang

umbi yang telah dibersihkan dari tanah dan ditimbang dengan menggunakan

timbangan analitik. Pengamatan dilakukan pada setiap plot perlakuan. Data

pengamatan dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentu tabel.

6. Berat Umbi Kering Per Rumpun (umbi)

Pengamatan dilakukan setelah umbi di panen dan dikeringkan di suhu

ruangan tanpa terkena cahaya matahari selama 7 hari dan ditimbang menggunakan

timbangan analitik. Penimbangan dilakukan pada setiap sampel. Data pengamatan

dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentu tabel.

7. Berat Umbi Kering Per Plot (umbi)

Pengamatan dilakukan setelah umbi di panen dan dikeringkan di suhu

ruangan tanpa terkena cahaya matahari selama 7 hari dan ditimbang menggunakan
20

timbangan analitik. Penimbangan dilakukan pada setiap plot. Data pengamatan

dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentu tabel.

8. Persentase Susut Umbi (%)

Perhitungan persentase susut umbi dilakukan dengan cara mengurangkan

rata –rata Berat Umbi Basa Per Rumpun dengan rata – rata Berat Umbi Kering Per

Rumpun dibagi rata – rata Berat Umbi Per Rumpun kemudian dikalikan dengan

100%. Data pengamatan dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentu tabel.
21

IV. Hasil dan pembahasan

A. Tinggi Tanaman (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman bawang merah denganpemberian dosis NPK

15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4.a) menunjukkan

bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah. Hasil uji beda

nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rerata tinggi tanaman bawang merah dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (cm).
Minggu Setelah Dosis Frekuensi (Kali Pemberian)
Rerata
Tanam (g/plot) F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 11.74 12.36 11.19 11.76
D2 (20) 11.30 18.80 11.22 13.77
D3 (30) 11.18 10.23 12.80 11.41
2
D4 (40) 11.88 10.50 11.60 11.32
Rerata 34.58 38.92 35.10
KK = 11.01
D1 (10) 27.56 25.52 24.53 25.87
D2 (20) 26.25 24.86 23.89 25.00
D3 (30) 24.03 24.87 24.32 24.41
4
D4 (40) 24.10 23.93 22.19 23.41
Rerata 19.01 19.08 23.73
KK = 8.21
D1 (10) 32.16 30.44 32.78 31.79
D2 (20) 32.66 30.45 29.89 31.00
D3 (30) 29.69 32.15 30.84 30.89
6
D4 (40) 30.02 31.72 29.56 30.44
Rerata 31.13 31.19 30.77
KK = 6.47
D1 (10) 33.67 32.51 34.88 33.69
D2 (20) 34.78 33.07 32.57 33.47
D3 (30) 31.24 33.29 31.64 32.06
8
D4 (40) 32.15 33.24 30.15 31.85
Rerata 98.88 99.09 96.94
KK = 2.42
22

Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Minggu 2

Pada minggu ini tinggi tanaman masih dalam parameter yang rendah diduga karena

pada masa ini adalah masa awal-awal pertumbuhan dimana tanaman muda masih beradaptasi

dengan lingkungan.

Minggu 4

Pada minggu ini tanaman mulai menunjukkan parameter yang signifikan, diduga

karena tanaman sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sehingga parameter yang

dihasilkan tinggi.

Minggu 6

Pada minggu tanaman sudah menunjukkan parameter tinggi yang sudah stabil karena

umur tanaman yang sudah mendekati hari panen sehingga paramaeter pengamatan tinggi nya

tidak terlalu mengalami kemajuan yang tinggi.

Tabel 2 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah. Dimana

kombinasi perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali pemupukan)

pada umur 8 MST memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 34.88 cm, yang berbeda nyata

dengan kombinasi perlakuan lainnya. Tinggi tanaman terendah terdapat pada kombinasi

perlakuan D4F3pada umur 8 MST yaitu 30.15cm.


23

Tingginya tanaman pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena meningkatnya

tinggi tanaman dan jumlah daun dengan pemberian pupuk N, P, K, karena pupuk tersebut

dapat menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan besarnya penambahan unsur hara

sangat bergantung pada jenis dan takaran pupuk yang diberikan (Subhan, 1982).

Hal ini disebabkan tanaman bawang merah dalam pertumbuhan vegetatif

membutuhkan pupuk N yang tinggi. Meningkatnya pertumbuhan dan produksi bawang merah

akibat pemberian N berkaitan dengan perananan N yang dapat meningkatkan laju

pertumbuhan tanaman (Engelstad, 1997).

Pemberian N yang optimal dapat menigkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan

sintesis protein, pembentukan klorofil yang menyebabkan warna daun menjadi labih hijau, dan

meningkatkan rasio pucuk akar. Oleh karena itu pemberian N yang optimal dapat

meningkatkan laju pertumbuhan tanaman, sedangkan pemberian K tidak meberikan pengaruh

yang nyata terhadap timggi tanaman (Engelstad, 1997).

Ispandi (2003) menyatkan bahwa hara K sangat diperlukan dalam pembentukan,

pembesaran, dan pemanjangan umbi.

B. Jumlah Umbi Per Rumpun (umbi)

Hasil pengamatan jumlah umbi per rumpun bawang merah denganpemberian dosis

NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4B)

menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15

dan frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang

merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 3.
24

Tabel 3. Rerata jumlah umbi per rumpun dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (umbi).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 8.07 a 7.63 b 7.60 b 7.77 a
D2 (20) 8.35 a 8.87 a 6.57 b 7.93 a
D3 (30) 7.50 b 9.15 a 8.50 a 8.38 a
D4 (40) 7.60 b 6.75 b 8.83 a 7.73 a
Rerata 7.88 b 8.10 a 7.88 b
KK = 18.1359
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Tabel 3 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang merah.

Dimana kombinasi perlakuan D3F2 (dosis NPK 15:15:15 30 g/plot dan frekuensi 2 kali

pemupukan) memiliki jumlah umbi per rumpun terbanyak yaitu 9.15 umbi, yang berbeda

nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Jumlah umbi per rumpun paling sedikit terdapat

pada kombinasi perlakuan D2F3 yaitu 6.57 umbi.

Banyaknya jumlah umbi per rumpun pada kombinasi perlakuan D3F2 diduga karena

karena unsur nitrogen yang diberikan terhadap hasil dan kualitas umbi. Kekurangan nitrogen

akan menyebabakan ukuran umbi kecil dan kandungan air rendah, sedangkan kelebihan

nitrogen akan menyebabkan ukuran umbi menjadi besar dan kandungan air tinggi, namun

kurang bernas dan mudah kropos (Sing dan Verma, 2001)

Selain dari pada itu unsur P sangat penting untuk membantu perkembangan akar, tetapi

ketersediannya sangat terbatas. Defisiensi P pada bawang merah akan mengurangi

pertumbuhan akar dan daun, ukuran dan hasil umbi, namun menjaga status air tanaman dan

turgor sel, mengatur stomata dan mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru
25

terbentuk. Pemberian K pada bawang merah mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas umbi.

Defisiensi K dapat menghambat pertumbuhan, penurunan ketahanan dari penyakit, dan

menurunkan hasil bawang merah (Akhtar, 2003).

Hal diatas mungkin bisa menjadi pengaruh mengapa pada perlakuan D2F3 mengalami

jumlah umbi per rumpun paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Begitu

dengan keadaaan iklim dan cuaca yang bisa jadi menjadi faktor-faktor lain mengapa perlakuan

D2F3 memiliki jumlah umbi per rumpun yang paling sedikit.

Tinggi nya jumlah umbi pada perlakuan D3F2 diduga karena penambahan kalium

dengan dosis tinggi menunjukkan hasil yang baik karena kalium berperan membantu

fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa organik baru yang diangkut ke organ tempat

pertumbuhan yaitu umbi, dan pengaruh lain pemupukan kalium adalah menghasilkan umbi

ynag berkualitas (Winarto dan Napitupulu, 2010).

C. Diameter Umbi (mm)

Hasil pengamatan diameter umbi bawang merah dengan pemberian dosis NPK

15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4C) menunjukkan

bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan berpengaruh nyata terhadap diameter umbi bawang merah. Hasil uji beda nyata

jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 4.


26

Tabel 4. Rerata diameter umbi bawang merah dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (mm)
Frekuensi (Kali Pemberian)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 21.81 b 18.84 b 22.37 b 21.01 ab
D2 (20) 19.84 b 20.27 b 22.15 b 20.75 b
D3 (30) 18.46 b 21.31 b 20.61 b 20.13 b
D4 (40) 35.60 a 21.21 b 21.18 b 26.00 a
Rerata 23.93 20.41 21.58
KK= 17.85 BNJ D= 5.10 BNJ DF= 11.55
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Tabel 4 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan berpengaruh nyata terhadap diameter umbi bawang merah. Dimana kombinasi

perlakuan D4F1 (dosis NPK 15:15:15 40 g/plot dan frekuensi 1 kali pemupukan) memiliki

diameter umbi terbesar yaitu 35.60 mm, yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan

lainnya. Diameter umbi terkecil terdapat pada kombinasi perlakuan D3F1 yaitu 18.46 mm.

Besarnya diameter umbi pada kombinasi perlakuan D4F1 diduga perlakuan pada

kombinasi D4F1 mampu menyerap pupuk P dengan optimal, jadi ini yang menyebabkan

mengapa pelakuan dengan kombinasi D4F1 memiliki diameter umbi paling besar diantara

diameter umbi pada perlakuan kombinasi lainnya.

Diameter umbi bawang merah dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh dosis pupuk

K. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Hilman (1994) yang menyatakan

pemupukan K dapat menigkatkan pertumbuhan vegetatif bawang merah.


27

D. Berat Umbi Basah Per Rumpun (g)

Hasil pengamatan berat umbi basah per rumpun bawang merah denganpemberian dosis

NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4D)

menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15

dan frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per rumpun

bawang merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Rerata berat umbi basah per rumpun dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 38.42 32.73 43.57 38.24
D2 (20) 32.97 31.76 30.31 31.68
D3 (30) 29.14 42.14 33.75 35.01
D4 (40) 38.80 31.73 29.28 33.27
Rerata 34.83 34.59 34.23
KK = 22.1571
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per rumpun bawang merah.

Dimana kombinasi perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali

pemupukan) memiliki berat umbi basah per rumpun terbesar yaitu 43.57 g, yang berbeda

nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi basah per rumpun terkecil terdapat

pada kombinasi perlakuan D3F1 yaitu 29.14 g.

Besarnya berat umbi basah per rumpun pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena

pemberian N dan K pada dosis tinggi mengandung zat hara yang cukup untuk menaikkan

bobot umbi basah. Sedangkan penurunan hasil berat basah tersebut bukan hanya disebabkan
28

oleh kekurangan unsur N dan K saja, tetapi diduga juaga karena kelebihan unsur P dalam

tanah.

Menurut Sutono dkk.(2007), umbi benih berukuran besar tumbuh lebih baik dan

menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih lebar, sehingga dihasilkan jumlah

umbi per tanaman total hasil yang tinggi. Namun demikian, penggunaan umbi benih yang

berukuran besar berkaitan erat dengan total bobot benih yang diperlukan dan sehingga biaya

produksi menjadi lebih tinggi. Besar bobot umbi yang ditanam dapat meberikan produksi ;ebih

tinggi dibandingkan dengan menggunakan benih dengan bobot ukuran kecil. Sementara itu

kendala penyediaan benih bawang merah berupa umbi besar masih terbatas karena

perbanyakan yang masih rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005)

E. Berat Umbi Basah Per Plot (g)

Hasil pengamatan berat umbi basah per plot bawang merah denganpemberian dosis

NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4E)

menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15

dan frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per plot.Hasil

uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 6.
29

Tabel 6. Rerata berat umbi basah per plot dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 951.58 818.33 1,076.25 948.72 a
D2 (20) 983.19 873.75 1,021.40 959.45 a
D3 (30) 989.75 1,053.62 890.83 978.07 a
D4 (40) 704.25 597.62 559.90 620.59 b
Rerata 907.19 835.83 887.10
KK = 22.25734238 BNJ D = 253.67
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Tabel 6 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per plot bawang merah. Tetapi

perlakuan dosis NPK 15:15:15 berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per plot bawang

merah. Dimana kombinasi perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali

pemupukan) memiliki berat umbi basah per plot terbesar yaitu 1076.25 g, yang berbeda nyata

dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi basah per plot terkecil terdapat pada

kombinasi perlakuan D4F3 yaitu 559.90 g.

Besarnya berat umbi basah per plot pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena

pemberian pupuk NPK memberikan berat umbi basah per plot dengan dosis rendah sudah bisa

memberikan berat umbi basah yang cenderung meningkat.

Hasil penelitian Winarto dan Napitupulu (2010), menunjukkan bahwa pemberian N

dan K pada dosis tinggi mengandung zat hara yang cukup menaikkan bobot basah umbi.

Penurunan hasil bobot tersebut bukan hanya disebabkan oleh kekurangan unsur N dan K saja,

tetapi diduga karena kelebihan unsur P dalam tanah.


30

Unsur K dalam tanaman yang berbentuk ion (K+), hal ini menjadikan K bersifat mobil

dalam tubuh tanaman (mudah bergerak), sehingga K berperan untuk memacu translokasi hasil

fotoisntesi dan daun kebagian lain. Penimbunan fotosintat dalam daun menghambat

fotosintesis, karena pemindahannya keluar daun dapat mempertahankan laju fotosintesis yang

tinggi (Supandie, 2001). Laju fotosintesis yang tinggi akan menyebabkan lancarnya suplai

makanan (hasil fotosintesis) ke seluruh bagian tanaman sehingga hal ini dapat memacu

pertumbuhan dan produksi tanaman (Lakitan, 2004).

F. Berat Umbi Kering Per Rumpun (g)

Hasil pengamatan berat umbi kering per rumpun bawang merah denganpemberian

dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4F)

menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15

dan frekuensi pemupukanberpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per rumpun bawang

merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rerata berat umbi kering per rumpun dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (kali pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 34.47 a 27.62 b 35.74 a 32.61 a
D2 (20) 26.92 b 28.96 b 27.60 b 27.83 a
D3 (30) 27.27 b 25.99 b 28.48 b 27.25 a
D4 (40) 56.14 a 24.78 b 23.35 b 34.76 a
Rerata 36.20 26.84 28.79
KK = 25.3618922 BNJ F = 7.91 BNJ DF = 22.86
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
31

Tabel 7 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan berpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per rumpun bawang merah.

Dimana kombinasi perlakuan D4F1 (dosis NPK 15:15:15 40 g/plot dan frekuensi 1 kali

pemupukan) memiliki berat umbi kering per rumpun terbesar yaitu 56.14 g, yang berbeda

nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi kering per rumpun terkecil terdapat

pada kombinasi perlakuan D4F2 yaitu 24.78 g.

Besarnya berat umbi kering per rumpun pada kombinasi perlakuan D4F1 diduga

karena tanaman pada perlakuan kombinasi D4F1 mampu menyerap unsur hara serapan dengan

optimal. Bobot kering tanaman bawang merah ternyata sangat dipengaruhi oleh perlakuan

pemberian pupuk NPK (Asandhi dkk, 2005).

Faktor lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

metabolisme tanaman. Iklim adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan

hasil bawang merah, sehingga apabila iklim cocok maka hampir semua tipe tanah tidak dapat

digunakan untuk budidaya bawang merah (Ashari, 2006)..

G. Berat Umbi Kering Per Plot (g)

Hasil pengamatan berat umbi kering per plot bawang merah denganpemberian dosis

NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4G)

menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15

dan frekuensi pemupukantidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per plot bawang

merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 8.
32

Tabel 8. Rerata berat umbi kering per plot dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1(1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 811.77 690.50 619.08 707.12
D2 (20) 673.00 723.92 628.00 674.97
D3 (30) 681.75 641.38 696.75 673.29
D4 (40) 699.25 619.50 400.77 573.17
Rerata 716.44 668.82 586.15
KK = 35.67036126
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Tabel 8 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per plot bawang merah.

Dimana kombinasi perlakuan D1F1 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 1 kali

pemupukan) memiliki berat umbi kering per plot terbesar yaitu 811.77 g, yang berbeda nyata

dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi kering per plot terkecil terdapat pada

kombinasi perlakuan D4F3 yaitu 400.77 g.

Besarnya berat umbi kering per rumpun pada kombinasi perlakuan D1F1 diduga

karena karena pemberian pupuk NPK memberi pengaruh dalam pembentukan umbi, dimana

unsur K dapat meningkatkan aktifitas fotosintesis dan kandungan klorofil daun, serta

meningkatkan pertumbuhandaun, sehingga dapat meningkatkan bobot kering tanaman.

Adanya serapan unsur hara sangat menentukan bobot kering tanaman dan kadar hara.

Bobot kering tanaman bawang merah ternyata sangat dipengaruhi pemberian pupuk NPK

(Asandhi et. al., 2005).


33

Winarto dan Napitupulu (2010) menyatakan bahwa pupuk sebagai sumber nutrisi

relevan untuk pertumbuhan tanaman. Penambahan pupuk K meberikan pengaruh sangat nyata

terhadap bobot umbi kering per rumpun.

H. Persentase Susut Umbi (%)

Hasil pengamatan persentase susut umbi bawang merah denganpemberian dosis NPK

15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4H) menunjukkan

bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukantidak berpengaruh nyata terhadap persentase susut umbi.

Tabel 9. Rerata persentase susut umbi dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (%).
Dosis Frekuensi (Kali Pemupukan)
Rerata
(g/plot) F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 16.44 17.78 32.03 22.08
D2 (20) 25.09 23.70 18.79 22.53
D3 (30) 7.54 29.05 24.66 20.42
D4 (40) 15.07 21.93 20.60 19.20
Rerata 16.04 23.11 24.02 21.06
KK = 47.11
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.

Tabel 9 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi

pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap susut umbibawang merah. Dimana kombinasi

perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali pemupukan) memiliki

susut umbi terbesar yaitu 32.03 % g, yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya.

Susut umbi terkecil terdapat pada kombinasi perlakuan D3F1 yaitu 7.54%.

Besarnya persentase susut umbi pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena susut

umbi selama penyimpanan merupakan parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran.
34

Semakin tinggi susut bobot, maka produk tersebut semakin semakin berkurang tingkat

kesegarannya. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh penguapan kandungan bahan air selama

proses respirasi, meningkatnya penyerapan air dan nutrisi seiring dengan meningkatnya

pembelahan dan pembesaran sel serta perbedaan kelembaban udara lingkungan penyimpanan.

Air yang dihasilkan dari proses respirasi bawang merah yang disimpan akan keluar dari

permukaan bawang jika kelembaban udara lingkungan tempat penyimpanan lebih rendah

dibandingkan kondisi kelembaban dalam produk. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka

susut umbi benih bawang merah ynag disimpana juga semakin tinggi (Maemunah, 2010).
35

V. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Interaksi dosis dan frekuensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap

produktifitas bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap diameter umbi dan

berat umbi kering per rumpun.Dimana perlakuan terbaik terdapat pada D4F1 (dosis

NPK 40 g/plot dan frekuensi 1 kali pemberian).

2. Pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap produktifitas

bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap diameter umbi dengan perlakuan

terbaik terdapat pada D4 (dosis NPK 40 g/plot) danberat umbi basah per plotdengan

perlakuan terbaik terdapat pada D3 (dosis NPK 30 g/plot).

3. Pengaruh utama frekuensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap

produktifitas bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap berat umbi kering per

rumpun dengan perlakuan terbaik terdapat pada F1 (Frekuensi 1 kali pemberian).

B. Saran

Dari hasil praktikum di atas, untuk memperoleh hasil yang optimal dalam budidaya

bawang merah sebaiknya menggunakan kombinasi perlakuan dosis 100 kg/ha (10 g/plot)

dengan frekuensi pemupukan 3 kali.


36

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. Penyediaan Bibit Unggul. http:// peternakantumbuh.blogspot.com/2008/10/


Penyediaan-bibit-unggul.html. Diakses 27 November 2017
Akhtar, M. E., K. Bashir., M. Z. Khan, and K. M. Khokar. 2003. Effect of Potash Application
on Yield of Different Varietas of Onion (Allium ascolanicum L.). Asian Jounal of
Plant Sciencebes. 1(4) : 324-325.
Asandhi, A.A., Nurtika, N. dan N. Sumarni. 2005. Optimasi Pupuk dalam Usahatani
LEISA Bawang Merah di Dataran Rendah. Lembang. Bandung.
BPS. 2017. Data Produksi Bawang Merah. http://www.bps.go.id. Diakses 30 November 2017
Engelstrad. 1997. Teknologi dsn Penggunaan Pupuk. UGM Press. Yogyakarta. Hal 293-
322.
Gunadi. N. 2009. Kalium sulfat dan kalium klorida sebagai sumber pupuk kalium pada
tanaman bawang merah. Bandung. Jurnal hortikultura. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran. Bandung, 19 (2) : 174-185.
Hakim, dkk. 1986. Dasar – dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung.
Hilman, Y. 1994. Pengaruh Cara Aplikasi Fosfat dan Kombinasi Pupuk Nitroge, Fosfat,
Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Putih Ditanam dengan Sistem
Complongan. Bul. Penel. Hort. 26 (3) : 1-10
Ispandi, A. 2003. Pemupukan P dan K dan Waktu Pemberian Pupuk pada Tanaman Ubi
Kayu di Lahan Kering Vertisol. Ilmu Pertanian. 10 (2) : 35-50
Lakitan, B. 2004. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Memunah. 2010. Viabilitas dan Vigor Benih Bawang Merah pada Beberapa Varietas Setelah
Penyimpanan. J. Agronland 17 (1) : 18-22
Napitupulu. D dan L. Winarto. 2010. Pengaruh pemberian pupuk N dan K terhadap
pertumbuhan dan produksi bawang merah. Medan. Jurnal Hortikultura. Balai
Pengkajian Trknologi Pertanian Sumatera Utara. 20 (1) : 27-35.
Nazaruddin, 1999. Budi daya dan Pengaturan Panen Pada Sayuran Dataran Rendah. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rahayu, E, dan Berlian, N. V. A. 1999. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rajiman. 2009. Pengaruh pupuk NPK terhadap hasil bawang merah di lahan pasir pantai.
Jurnal ilmu-ilmu pertanian, 5(1) : 52-59.
37

Rismunandar. 1986. Mengenal Tanamn Buah – buahan. Penerbit Sinar Baru. Bandung.
Rukmana, R. 2005. Bawang Merah : Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen. Kanisius.
Yoyakarta.
Sunarjo, H dan P. Soedarmo. 1989. Budi daya Bawang Merah. Sinar Baru. Bandung.
Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.
Sutarya. R dan G, Grubben, 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. UGM –
Press. Yogyakarta.
Singh, S. P. and Verma, A. B. 2001. Response of Onion (Allium ascolanicum L.) to
Pottassium Application. Indian Journal og Agronomy. 46 : 182 – 185.
Supandie, D. 2001. Fungsi dan Metabolisme Hara Serta Hubungannya dengan Produksi
Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai
38

Lampiran

Lampiran 1. Jadwal Praktikum Dasar-Dasar Agronomi

Bulan

No Kegiatan I II III IV

1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5

Asistensi
1.
Persiapan media
gambut

Pengolahan lahan

2. Pembuatan plot
(penambahan tanah
gambut)

3. Pemberian dolomite

4. Pemberian bokasi
jagung

Penanaman
5.
Pemupukan NPK
15:15:15

6. Pemeliharaan

7. Pengamatan

8. Panen

Pengolahan dan
9.
interpretasi data

Pembuatan laporan
10.
akhir
39

Lampiran 2. Deskripsi Tanaman Bawang Merah

Asal tanaman : Brebes, Jawa Tengah

Umur : Panen 60 hari, berbunga 50 hari

Tinggi tanaman : 25-44 cm

Banyak anakan : 7-12 umbi per rumpun

Bentuk daun : Silindris dengan bagian tengah berlubang

Warna daun : Hijau

Banyak daun : 14-50 helai

Warna bunga : Putih

Jenis akar : Serabut dan berwarna putih

Bentuk biji : Bulat, gepeng, berkeriput

Warna biji : Hitam

Bentuk umbi : Lonjong bercincin kecil pada leher cakram

Warna umbi : Merah muda

Produksi umbi : 10 ton/ha umbi kering

Susut bobot umbi : 22 % (basah-kering)

Ketahanan terhadap penyakit : Cukup tahan terhadap busuk umbi (Botrytis alla)

Kepekaan terhadap penyakit : Peka terhadap busuk ujung daun (Phytophora


porri)

Keterangan : Baik untuk dataran renda

Sumber : Sartono dan Suwandi. 2006. Varietas Bawang Merah di Indonesia Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura. Jurnal Holtikultura. Bandung 5 (5) : 7-8.
40

Lampiran 3. Denah (Layout) Praktikum di Lapangan Menurut Rancangan Acak

Lengkap (RAK) Faktorial 4x3

D2F1 D1F2 D3F1 D2F3


c a c
b

D3F3 D1F1 D1F2 D3F3


a b a c
50 cm
D3F3 D1F2 D2F1 D2F2
b b a b

D1F1 D2F2 D4F2 D4F2


c c a b

D4F2 D2F2 D1F1 D4F3 1750 cm


c a a b
U
D4F1 D1F3 D4F1 D2F3
a c c b

D1F3 D3F2 D4F1 D4F3


a a b a

D3F1 D2F3 D3F2 D2F1


c a b c

D3F2 D4F3 D3F1 D1F3


c c b b S
550 cm
50 cm
Keterangan:
D = Dosis NPK 15-1515

F = Frekwensi Pemberian

a, b, c = Ulangan
41

Lampiran 4. Analisis Ragam (ANOVA)

A. Tinggi Tanaman

1. Tinggi tanaman bawang merah pada umur 2 MST

SK DB JK KT FH FT
D 3 35.91 11.97 0.753235NS 3.01
F 2 14.96 7.48 0.470511NS 3.4
DF 6 114.03 19.00 1.19584NS 2.51
Sisa 24 381.42 15.89
Total 35 546.31

2. Tinggi tanaman bawang merah pada umur 4 MST

SK DB JK KT FH FT
D 3 28.93 9.64 2.352387NS 3.01
F 2 18.75 9.38 2.287027NS 3.4
DF 6 11.81 1.97 0.48005NS 2.51
Sisa 24 98.40 4.10
Total 35 157.90

3. Tinggi tanaman bawang merah pada umur 6 MST

SK DB JK KT FH FT
D 3 8.60 2.87 0.710726 NS 3.01
F 2 1.25 0.62 0.154834 NS 3.4
DF 6 37.27 6.21 1.540714 NS 2.51
Sisa 24 96.76 4.03
Total 35 143.88
42

4. Timggi tanaman bawang merah pada umur 8 MST

SK DB JK KT FH FT
D 3 24.25 8.08 1.427074 NS 3.01
F 2 3.74 1.87 0.329838 NS 3.4
DF 6 34.50 5.75 1.015131 NS 2.51
Sisa 24 135.93 5.66
Total 35 198.41

B. Jumlah umbi per rumpun bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 2.44 0.81 0.391328547 NS 3.01
F 2 0.40 0.20 0.095608616 NS 3.4
DF 6 19.48 3.25 1.560872711 NS 2.51
Sisa 24 49.91 2.08
Total 35 72.22

C. Diameter umbi bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 198.37 66.12 4.300184 * 3.01
F 2 77.03 38.51 2.504541 NS 3.4
DF 6 381.82 63.64 4.138337 * 2.51
Sisa 24 369.05 15.38
Total 35 1,026.27

D. Berat umbi basah per rumpun bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 213.41 71.14 1.213737 NS 3.01
F 2 2.22 1.11 0.01894 NS 3.4
DF 6 592.30 98.72 1.684312 NS 2.51
Sisa 24 1,406.62 58.61
Total 35 2,214.54
43

E. Berat umbi basah per plot bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 791,111.75 263,703.92 6.925663 * 3.01
F 2 32,495.61 16,247.81 0.426717 NS 3.4
DF 6 176,554.38 29,425.73 0.772809 NS 2.51
Sisa 24 913,832.23 38,076.34
Total 35 1,913,993.97

F. Berat umbi kering per rumpun bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 362.49 120.83 2.004848 NS 3.01
F 2 585.77 292.89 4.859695 * 3.4
DF 6 1,605.91 267.65 4.440993 * 2.51
SISA 24 1,446.44 60.27
TOTAL 35 4,000.61

G. Berat umbi kering per plot bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 91,142.40 30,380.80 0.55293029 NS 3.01
F 2 104,311.68 52,155.84 0.94923587 NS 3.4
DF 6 114,653.36 19,108.89 0.34778171 NS 2.51
Sisa 24 1,318,681.90 54,945.08
Total 35 1,628,789.34

H. Persentase susut umbi bawang merah

SK DB JK KT FH FT
D 3 63.56 21.19 0.215319 NS 3.01
F 2 458.80 229.40 2.331419 NS 3.4
DF 6 909.27 151.55 1.540176 NS 2.51
Sisa 24 2,361.48 98.39
Total 35 3,793.11

Anda mungkin juga menyukai