I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia dan komoditas agrikultur yang memiliki nilai ekonomis cukup
tinggi. Bawang merah umumnya banyak digunakan sebagai bumbu masak dan bahan obat
Beberapa kandungan senyawa yang penting dari bawang merah antara lain
kalori, karbohidrat, lemak, protein, dan serat makanan. Serat makanan dalam bawang
merah adalah serat makanan yang larut dalam air, disebut oligcfruktosa. Kandungan
vitamin bawang merah adalah vitamin A, vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (G, ribovalin),
vitamin B3 (niasin), dan vitamin C. Bawang merah juga memiliki kandungan mineral
diantaranya adalah: belerang, besi, klor, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, natrium,
silikon, iodium, oksigen, hidrogen, nitrogen, dan zat vital non gizi yang disebut air.
Di Provinsi Riau budi daya bawang merah masih menjadi hal baru bagi petani.
Pengalaman petani juga masih rendah dalm budi daya bawang merah terutama dalam hal
(OPT).
2
alluvial dan PMK, permasalahan budi daya tanaman bawang merah adalah keseburan
tanah. Dalam memperbaiki keseburan tanah, petani secara swadaya melalui bimbingan
Dinas terkait menggunakan pupuk kotoran sapi, ayam karena bahan-bahan tersebut
banyak tersedia yaitu dapat memicu pertumbuhan gulma sehingga petani cenderung
memilih menggunakan pokot ayam sebagai amelioran pada lahan pertanian mereka.
produksi bawang merah di Riau pada tahun 2016 adalah 303 ton dan nasional 1.446.869
ton. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan produksi bawang merah dari tahun
Provinsi Riau merupakan wilayah yang memiliki lahan gambut yang terluas di
Sumatera yaitu seluas 3.859.522 ha. Kandungan karbon tanah gambut di Riau tergolong
yang paling tinggi di seluruh Sumatera bahkan Se – Asia Tenggara. Hutan alam yang
tersisa di Provinsi Riau pada tahun 2007 seluas 2.478.734 Hektar, 65 % didominasi oleh
hutan rawa gambut, sementara hutan dataran rendah kering yang tersisa hanya berada
pada kawasan konservasi dan daerah yang sedang diperjuangkan untuk di konversi.
Disisi lain praktek – praktek pemanfaatan dan pengelolaan hutan alam dilapangan, saat ini
tidak dapat menjamin hutan alam yang tersisa di Riau dapat dipertahankan.
sumbangan signifikan terhadao kestabilan iklim global khususnya pada bidang pertanian.
Karena kekhasannya, ekosistem gambut dianggap sebagai lahan marjinal dan kurang
pertanian. Sebagai salah satu tipe lahan basah, salah satu antribut terpenting dari lahan
gambut adalah keberadaan air. Jika berada dalam kondisi alami terbaiknya, lahan gambut
dapat mengatur keseimbangan pelepasan air, sehingga keseimbangan ekologi masih dapat
ters terjaga, meskipun dalam kondisi kemarau panjang sekalipun (Yusrusila, 2008).
Masalah-masalah yang dihadapi saat budi daya oleh para petani di Riau sama
saja seperti yang dihadapi petani-petani di Daerah lain yaitu tingginya resiko kegagalan
panen karena lingkungan yang kurang menguntungkan, terutama serangan hama dan
penyakit. Hama dan penyakit penting pada bawang merah antara lain : ulat bawang
dan trotol.
amelioran dan pupuk. Amelioran adalah bahan ynag dapat meningkatkan keseburan tanah
yang berasal dari bahan organik maupun anorganik. Dolomit merupakan amelioran
anorganik yang berfungsi untuk menentukan pH tanah yang bersifat masam karena
dolomit mengandung magnesium yang memiliki kadar cukup tinggi. Keuntungan bila
tanah asam diberi kapur adalah struktur tanah menjadi lebih baik, kehidupan
mikroorganisme didalam tanah lebih giat dan daya melapuk bahan organik menjadi
strukutur tanah , menaikkan daya serap tanah terhadap air, memperbaiki kehidupan
tanaman. Pemupukan berfungsi sebagai penyedia unsur hara makro dan mikro dan
mempunyai daya ikat yang tinggi sehingga mengefektifkan bahan – bahan anorganik di
dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki
B. Tujuan
2. Untuk mengetahui pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut
C. Hipotesis
H0 :
1. Tidak ada pengaruh interaksi dan frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada
2. Tidak ada pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap
3. Tidak ada pengaruh utama frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah
H1 :
1. Ada pengaruh interaksi dosis dan frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada
2. Ada pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap
3. Ada pengaruh utama frekwensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah gambut
Tanaman bawang merah diduga berasal dari Asia Tengah yaitu sekitar Palestina
(Sunarjo dan soedarmo, 1989). Tanaman ini merupakan tanaman tertua dari silsilah budi daya
tanaman oleh manusia. Hal ini antara lain ditunjukkan pada zaman I dan II (3200-2700
sebelum masehi). bangsa Mesir sering melukiskan bawang merah pada patung dan tugu-tugu
mereka. Di Israel tanaman bawang merah dikenal tahun 1500 sebelum masehi (Rukman
Rahmat, 1994). Pada tahun 2100 sebelu masehi bawang merah telah dikembangkan di Yunani
Sekarang ini di Indonesia tanaman bawang merah dibudidayakan hampir disetiap provinsi.
Namun sentral penanaman bawang merah secara luas berpusat di Pulau Jawa Indonesia.
daerah dataran rendah seperti di daerah Semarang, Demak, Cirebon, Brebes –Tegal, Wates
Jogjakarta, Kediri dan lain-lain. Dalam perkembangan selanjutnya, bawang merah mulai
tanaman semusim, dan tinggi 40-60 cm. Tidak berbatang, hanya mempunyai batang semu
yang merupakan kumpulan dari pelepah yang satu dengan yang lain. Berumbi lapis dan
berwarna merah keputih-putihan. Daun tunggal memeluk umbi lapis, berlobang, bentuk lurus,
ujung runcing. Bunga majemuk, berbentuk bongkol, bertangkai silindris, panjang ± 40 cm,
berwarna hijau, benang sari enam, tangkai sari putih, benang sari putih, kepala sari berwarna
7
hijau, putik menancap pada dasar mahkota, mahkota berbentuk bulat telur, ujung runcing
(Silalahi,2007).
Struktur morfologi tanaman bawang merah (Allium ascolinicum L.) terdiri atas akar,
batang, umbi, daun, bunga, dan biji. Tanaman bawang merah (Allium ascolinicum L.)
termasuk tanaman semusim (annual), berumbi lapis, berakar serabut, berdaun silindris seperti
pipa, memiliki batang sejati (diskus) yang berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek sebagai
tempat melekatnya perakaran dan mata tuas (titik tumbuh) (Rukmana, 2005).
Akar bawang merah (Allium ascolinicum L.) secara morfologi tersusun atas rambut
akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar. Sedangkan secara anatomi (struktur dalam)
akar tersusun atas epidermis, korteks, endodermis, dan silinder pusat. Akar merupakan organ
pada tumbuhan yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap air dan garam mineral dari dalam
tanah, dan untuk menunjang dan memperkokoh berdirinya tumbuhan di tempat hidupnya
(Anonim, 2008).
Batang bawang merah (Allium ascolinicum L.) merupakan batang semu yang bersal
dari modifikasi pangkal daun bawang merah. Di bawah batang semu tersebut terdapat tangkai
daun yang menebal, lunak, dan berdaging yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
cadangan makanan. Daun bawang merah bertangkai relatif pendek, berbentuk bulat mirip
8
pipa, berlubang memiliki panjang 15-40 cm, daun meruncing pada bagian ujung. Dun
berwarna hijau tua atau hijau muda. Setelah tua, daun menguning, tidak lagi setegak daun
yang masih muda dan akhirnya mengering dimulai dari bagian ujung tanaman (suparman,
2010).
Daun bawang merah (Allium ascolinicum L.) secara morfologi, pada umumnya daun
memiliki bagian-bagian helaian daun (lamina), dan tangkai daun (petiolus). Daun pada
bawang merah (Allium ascolinicum L.) hanya mempunyai satu permukaan, berbentuk bulat
kecil dan memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian ujung meruncing dan bagian
bawahnya melebar seperti kelopak dan membengkak. Pada bawang merah (Allium
ascolinicum L.), ada juga yang daunnya membentuk setengah lingkaran pada penampung
melintang daunnya. Warna daunnya hijua muda, kelopak-kelopak daunnya sebelah luar
Bunga bawang merah membentuk bunga yang keluar dari dasar cakram dengan
bagian ujungnya membentuk kepala yang meruncing seperti tombak dan terbungkus oleh
lapsan daun. Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan. Setiap
tandan mengandung 50-200 kuntum bunga. Bunga bawang termasuk bunga sempurna yang
seriap bunga terdapat benang sari dan kepala putik yang terdiri atas 5-6 benang sari dan
sebuah putik dengan daun bunga berwarna hijau bergaris keputih-putihan atau putih, serta
bakal buah duduk diatas membentuk suatu bangun seperti kubah. Penyerbukan antarbunga
dalam satu tandan, maupun penyerbukan antarbunga dengan tandan yang berbeda berlansung
Umbi lapis pada bawang merah sangat bervarisi. Bentuknya ada yang bulat, bundar,
sampai pipih, sedangkn ukuran umbi meliputi besar, sedang, dan kecil. Bawang merah sudah
umum digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara vegetatif (Rukmana, 1995).
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh didaerah beriklim kering. Tanaman
bawang merah peka terhdap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca
berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal
70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan kelembapan nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-
rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang
merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerh dengan penyinaran lebih
dari 12 jam. Di bawah suhu 22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karen itu,
tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh didataran rendah dengan iklim yang cerah
(Rismunandar, 1986).
Di Indonesia bawag merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 100 m
di atas permukaan laut (Sutarya dab Grubben, 1995). Tanaman bawang merah masih dapat
tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1
Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai
liat, drainase atau aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak
masam (ph tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah
tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Giel-humus atau Latosol (Sutarya
10
danGrubben, 1999). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenag disukai oleh tanaman
Di Pulau Jawa, bawang merah banyak ditanam pada jenis tanah Aluvial, tipe iklim
D3/E3 yaitu antara (0-5) bulan basah dan (4-6) bulan kering dan pada ketinggian kurang dari
200 m diatas permukaan laut. Selain itu, bawang merah juga cukup diusahakan pada jenis
tanah Andosol, tipe iklim B2/C2 yaitu (5-9) bulan basah dan (2-4) bulan kering dan ketinggian
lebih dari 500 m diatas permukaan laut (Nurmalinda dan Suwandi, 1995).
Waktu tanam bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan
ketersediaan air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan april atau mei setelah panen padi dan
pada bulan juli atau agustus. Penanaman bawang merah dimusim kemarau biasanya
dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu, sedangkan penanaman di musim hujan
dilakukan pada lahan tegalan. Bawang merah dapt ditanam secara tumpang sari, seperti
Gambut merupakan tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa – sisa tumbuhan yang
setangah membusuk, terdapat pada tempat yang selalu tergenang air. Kadar bahan organiknya
tinggi serta ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan belum terurai sehingga sulit
dimanfaatkan oleh tanaman. Oleh karena itu maka gambut dikatakan sebagai tanah yang
mengandung bahan organik tinggi dan banyak dijumpai didaerah dataran rendah yang tidak
mempunyai musim kering. Tanah gambut dikenal dengan nama organosol yang didefinisikan
sebagai tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20 – 30% dengan ketebalan gambut
kematangan tanah gambut dapat dibagi dalam beberapa kelompok yaitu : (a) Folit adalah
tanah gambut yang mempunyai horizon O disususn oleh daun – daun dan ranting yang
tertimbun. (b) Fibrik adalah tanah gambut yang bahan dasarnya telah mengalami dekomposisi
kurang dari 33% atau bahan organik belum melapuk dam masih dapat dikenali asalnya,
kapasitas menahan air tinggi dan berwarna coklat atau kunong. (c) Hemik adalah tanah gamut
yang bahan dasarnya telah mengalami dekomposisi sekitar 33% - 66% atau bahan pembentuk
gambut tidak dikenali lagi. (d) Saprik adalah tanah gambut yang bahan dasarnya telah
mengalami dekomposisi lebih dari 66% atau penguraian bahan pembentuk tanah gambut telah
sempurna.
Tanah organosol disebut dengan tanah gambut, tanah bawah yang berwarna hitam
dan kecoklatan. Profil tanah ini tersusun oleh tumpukan – tumpukan bahan organik pada
umumnya belum melapuk secara sempurna dengan ketebalan yang sangat bervariasi yaitu dari
Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang sangat berguna untuk pertumbuhan dan
produksi tanaman. Pupuk NPK mengandung hara utama dan hara sekunder. Penggunaan
pupuk majemuk seperti pupuk NPK akan mendapatkan keuntungan yaitu dengan pemberian
satu macam pupuk sudah dapat terpenuhi kebutuhan unsur N, P, dan K dan keuntungan lain
menggunakan pupuk majemuk yaitu mudah diaplikasikan mudah diserap tanaman, lebih
Menurut Napitupulu dan Winarno (2010), unur nitrogen (N) merupakan unsur hara
tanaman, seperti daun, batang, dan akar. Pemberian unsur N yang terlalu banyak pada bawang
Unsur phosphor (P) pada bawang merah berperan untu mempercepat pertumbuhan
akar semai, dan dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan umbi. Apabila tanaman
kekurangan unsur P maka akan terlihat mengkilap kemerahan, dan tanaman menjadi kerdil.
Bagian tepi daun, cabang, dan batang bawang merah mengecil serta berwarna keunguaan dan
Menurut Gunadi (2009), unsir kalium K berfungsi untuk pembentukan protein dan
karbohidrat pada bawang merah serta dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
berpengaruh nyata terhadap hasil produksi buah tomat. Hasil dan kualitas buah meningkat
dengan meningkatkan dosis NPK. Adapun penelitian Asandhi et al. (2005) pada tanaman yang
tidak diberi bahan organik, pupuk NPK 375 kg/ha sudah meningkatkan bobot basah dan bobot
kering bawang merah secara nyata. Secara dosis umum anjuran pemberian pupuk NPK pada
Universitas Islam Riau, Jalan Kaharuddin Nasution Km 11 No. 113 Perhentian Marpoyan,
Kelurahan Air Dingin, Kecamatan Bukit Raya, Kota Pekanbaru. Penelitian ini
dilaksanakan selama tiga bulan dimulai dari bulan Aguatus sampai dengan November
2016.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bibit Bawang Merah
Vaarietas Bima Brebes, pupuk dolomit, pupuk bokasi jagung, pupuk NPK 15:15:15,
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, garu, palu, timbangan
analitik, gunting, pisau, seng plat, tali, rafia, ember, gembor, kamera, meteran dan alat –
alat tulis.
C. Rancanngan Penelitian
Praktikum ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 4x3 yang
terdiri dari 2 faktor yaitu faktor D (Dosis NPK 15:15:15) dengan 4 taraf perlakuan dan
sehingga diperoleh 36 satuan percobaan (plot).Setiap satuan percobaan (plot) terdiri dari
25 tanaman dan 10 diantaranya dijadikan sebagai tanaman sampel. Sehingga didapat 900
tanaman
14
D1 D1 F1 D1 F2 D1 F3
D2 D2 F1 D2 F2 D2 F3
D3 D3 F1 D3 F2 D3 F3
D4 D4 F1 D4 F2 D4 F3
15
D. Pelaksanaan praktikum
Universitas Islam Riau dengan luas lahan yang digunakan 1300 cm × 550 cm.
Kemudian lahan tersebut dibersihkan dari gulma menggunakan cangkul dan garu,
2. Pembuatan plot
36 plot dengan luas masing – masing plotnya 100 cm × 100 cm. Setelah itu
bedengan dan tambahkan ± 2 ember tanah gambut pada setiap plotnya, dimana
pada praktikum ini tanah gambut yang digunakan berasal dari Labersa Pasir Putih.
3. Pemberian dolomite
300 g/plot. Dengan cara ditaburkan disetiap plot kemudian diaduk hingga merata.
dolomite. Dosis yang digunakan adalah 1 kg/plot. Dengan cara diaduk rata pupuk
5. Pemberian perlakuan
6. Penanaman
Bibit bawang merah yang akan ditanman telah dipotong 1/3 bagian dan
diberi insektisida agar tidak berjamur. Setelahnya pemasangan titik tanam dengan
secara tunggal dan hanya 1/3 bagian bawang saja yang ditanamkan dalam tanah
pada titik tanam yang telah ditentukan. Pada setiap plot terdapat 25 bibit bawanng
7. Pemberian Perlakuan
Pemberian pupuk NPK dilakukan dengan cara larikan. Dosis pupuk NPK yang
diberikan yaitu 10 g/plot (D1), 20 g/plot (D2), 30 g/plot (D3), dan 40 g/plot
(D4).
b. Frekuensi
pemberian yaitu pada saat tanam), F2 (2 kali pemberian yaitu pada saat tanam
dan 2 minggu setelah tanam), F3 (3 kali pemberian yaitu pada saat tanam, 2
8. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
siap dipanen, dengan menggunakan gembor, dan air yang digunakan adalah ai
b. Penyiangan
terhadap gulma yang tumbuh pada setiap plot dengan cara manual. Gulma –
M – 45 pada umur 1 minggu setelah tanam dengan dosis 2 gram/liter air dengan
penyemprot manual.
18
d. Panen
panen, tanda – tandnaya adalah dengan batang lunak ≥ 50%, batang tanaman
rebah, serta daun menguning dan kering. Pada waktu tersebut umbi sudah
E. Parameter Pengamatan
Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai ke ujung daun
dilakukan setia minggu, mulai tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai
Umbi yang diukur diameternya adalah umbi yang berukuran sedang dari
manual jumlah umbi per rumpun dari tanaman sampel. Data pengamatan dianalisis
yang telah dibersihkan dari tanah dan ditimbang menggunakan timbangan analitik.
umbi yang telah dibersihkan dari tanah dan ditimbang dengan menggunakan
ruangan tanpa terkena cahaya matahari selama 7 hari dan ditimbang menggunakan
ruangan tanpa terkena cahaya matahari selama 7 hari dan ditimbang menggunakan
20
rata –rata Berat Umbi Basa Per Rumpun dengan rata – rata Berat Umbi Kering Per
Rumpun dibagi rata – rata Berat Umbi Per Rumpun kemudian dikalikan dengan
100%. Data pengamatan dianalisis secara statistik dan disajikan dalam bentu tabel.
21
15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4.a) menunjukkan
bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah. Hasil uji beda
Tabel 2. Rerata tinggi tanaman bawang merah dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (cm).
Minggu Setelah Dosis Frekuensi (Kali Pemberian)
Rerata
Tanam (g/plot) F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 11.74 12.36 11.19 11.76
D2 (20) 11.30 18.80 11.22 13.77
D3 (30) 11.18 10.23 12.80 11.41
2
D4 (40) 11.88 10.50 11.60 11.32
Rerata 34.58 38.92 35.10
KK = 11.01
D1 (10) 27.56 25.52 24.53 25.87
D2 (20) 26.25 24.86 23.89 25.00
D3 (30) 24.03 24.87 24.32 24.41
4
D4 (40) 24.10 23.93 22.19 23.41
Rerata 19.01 19.08 23.73
KK = 8.21
D1 (10) 32.16 30.44 32.78 31.79
D2 (20) 32.66 30.45 29.89 31.00
D3 (30) 29.69 32.15 30.84 30.89
6
D4 (40) 30.02 31.72 29.56 30.44
Rerata 31.13 31.19 30.77
KK = 6.47
D1 (10) 33.67 32.51 34.88 33.69
D2 (20) 34.78 33.07 32.57 33.47
D3 (30) 31.24 33.29 31.64 32.06
8
D4 (40) 32.15 33.24 30.15 31.85
Rerata 98.88 99.09 96.94
KK = 2.42
22
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Minggu 2
Pada minggu ini tinggi tanaman masih dalam parameter yang rendah diduga karena
pada masa ini adalah masa awal-awal pertumbuhan dimana tanaman muda masih beradaptasi
dengan lingkungan.
Minggu 4
Pada minggu ini tanaman mulai menunjukkan parameter yang signifikan, diduga
karena tanaman sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan sehingga parameter yang
dihasilkan tinggi.
Minggu 6
Pada minggu tanaman sudah menunjukkan parameter tinggi yang sudah stabil karena
umur tanaman yang sudah mendekati hari panen sehingga paramaeter pengamatan tinggi nya
Tabel 2 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman bawang merah. Dimana
kombinasi perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali pemupukan)
pada umur 8 MST memiliki tinggi tanaman tertinggi yaitu 34.88 cm, yang berbeda nyata
dengan kombinasi perlakuan lainnya. Tinggi tanaman terendah terdapat pada kombinasi
tinggi tanaman dan jumlah daun dengan pemberian pupuk N, P, K, karena pupuk tersebut
dapat menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah dan besarnya penambahan unsur hara
sangat bergantung pada jenis dan takaran pupuk yang diberikan (Subhan, 1982).
membutuhkan pupuk N yang tinggi. Meningkatnya pertumbuhan dan produksi bawang merah
sintesis protein, pembentukan klorofil yang menyebabkan warna daun menjadi labih hijau, dan
meningkatkan rasio pucuk akar. Oleh karena itu pemberian N yang optimal dapat
Hasil pengamatan jumlah umbi per rumpun bawang merah denganpemberian dosis
NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4B)
menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15
dan frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang
merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 3.
24
Tabel 3. Rerata jumlah umbi per rumpun dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (umbi).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 8.07 a 7.63 b 7.60 b 7.77 a
D2 (20) 8.35 a 8.87 a 6.57 b 7.93 a
D3 (30) 7.50 b 9.15 a 8.50 a 8.38 a
D4 (40) 7.60 b 6.75 b 8.83 a 7.73 a
Rerata 7.88 b 8.10 a 7.88 b
KK = 18.1359
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Tabel 3 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi per rumpun bawang merah.
Dimana kombinasi perlakuan D3F2 (dosis NPK 15:15:15 30 g/plot dan frekuensi 2 kali
pemupukan) memiliki jumlah umbi per rumpun terbanyak yaitu 9.15 umbi, yang berbeda
nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Jumlah umbi per rumpun paling sedikit terdapat
Banyaknya jumlah umbi per rumpun pada kombinasi perlakuan D3F2 diduga karena
karena unsur nitrogen yang diberikan terhadap hasil dan kualitas umbi. Kekurangan nitrogen
akan menyebabakan ukuran umbi kecil dan kandungan air rendah, sedangkan kelebihan
nitrogen akan menyebabkan ukuran umbi menjadi besar dan kandungan air tinggi, namun
Selain dari pada itu unsur P sangat penting untuk membantu perkembangan akar, tetapi
pertumbuhan akar dan daun, ukuran dan hasil umbi, namun menjaga status air tanaman dan
turgor sel, mengatur stomata dan mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru
25
terbentuk. Pemberian K pada bawang merah mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas umbi.
Hal diatas mungkin bisa menjadi pengaruh mengapa pada perlakuan D2F3 mengalami
jumlah umbi per rumpun paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Begitu
dengan keadaaan iklim dan cuaca yang bisa jadi menjadi faktor-faktor lain mengapa perlakuan
Tinggi nya jumlah umbi pada perlakuan D3F2 diduga karena penambahan kalium
dengan dosis tinggi menunjukkan hasil yang baik karena kalium berperan membantu
fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa organik baru yang diangkut ke organ tempat
pertumbuhan yaitu umbi, dan pengaruh lain pemupukan kalium adalah menghasilkan umbi
Hasil pengamatan diameter umbi bawang merah dengan pemberian dosis NPK
15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4C) menunjukkan
bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan berpengaruh nyata terhadap diameter umbi bawang merah. Hasil uji beda nyata
Tabel 4. Rerata diameter umbi bawang merah dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (mm)
Frekuensi (Kali Pemberian)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 21.81 b 18.84 b 22.37 b 21.01 ab
D2 (20) 19.84 b 20.27 b 22.15 b 20.75 b
D3 (30) 18.46 b 21.31 b 20.61 b 20.13 b
D4 (40) 35.60 a 21.21 b 21.18 b 26.00 a
Rerata 23.93 20.41 21.58
KK= 17.85 BNJ D= 5.10 BNJ DF= 11.55
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Tabel 4 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan berpengaruh nyata terhadap diameter umbi bawang merah. Dimana kombinasi
perlakuan D4F1 (dosis NPK 15:15:15 40 g/plot dan frekuensi 1 kali pemupukan) memiliki
diameter umbi terbesar yaitu 35.60 mm, yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
lainnya. Diameter umbi terkecil terdapat pada kombinasi perlakuan D3F1 yaitu 18.46 mm.
Besarnya diameter umbi pada kombinasi perlakuan D4F1 diduga perlakuan pada
kombinasi D4F1 mampu menyerap pupuk P dengan optimal, jadi ini yang menyebabkan
mengapa pelakuan dengan kombinasi D4F1 memiliki diameter umbi paling besar diantara
Diameter umbi bawang merah dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh dosis pupuk
K. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dikemukakan oleh Hilman (1994) yang menyatakan
Hasil pengamatan berat umbi basah per rumpun bawang merah denganpemberian dosis
NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4D)
menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15
dan frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per rumpun
bawang merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Rerata berat umbi basah per rumpun dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 38.42 32.73 43.57 38.24
D2 (20) 32.97 31.76 30.31 31.68
D3 (30) 29.14 42.14 33.75 35.01
D4 (40) 38.80 31.73 29.28 33.27
Rerata 34.83 34.59 34.23
KK = 22.1571
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Tabel 5 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per rumpun bawang merah.
Dimana kombinasi perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali
pemupukan) memiliki berat umbi basah per rumpun terbesar yaitu 43.57 g, yang berbeda
nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi basah per rumpun terkecil terdapat
Besarnya berat umbi basah per rumpun pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena
pemberian N dan K pada dosis tinggi mengandung zat hara yang cukup untuk menaikkan
bobot umbi basah. Sedangkan penurunan hasil berat basah tersebut bukan hanya disebabkan
28
oleh kekurangan unsur N dan K saja, tetapi diduga juaga karena kelebihan unsur P dalam
tanah.
Menurut Sutono dkk.(2007), umbi benih berukuran besar tumbuh lebih baik dan
menghasilkan daun-daun lebih panjang, luas daun lebih lebar, sehingga dihasilkan jumlah
umbi per tanaman total hasil yang tinggi. Namun demikian, penggunaan umbi benih yang
berukuran besar berkaitan erat dengan total bobot benih yang diperlukan dan sehingga biaya
produksi menjadi lebih tinggi. Besar bobot umbi yang ditanam dapat meberikan produksi ;ebih
tinggi dibandingkan dengan menggunakan benih dengan bobot ukuran kecil. Sementara itu
kendala penyediaan benih bawang merah berupa umbi besar masih terbatas karena
Hasil pengamatan berat umbi basah per plot bawang merah denganpemberian dosis
NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4E)
menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15
dan frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per plot.Hasil
uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 6.
29
Tabel 6. Rerata berat umbi basah per plot dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 951.58 818.33 1,076.25 948.72 a
D2 (20) 983.19 873.75 1,021.40 959.45 a
D3 (30) 989.75 1,053.62 890.83 978.07 a
D4 (40) 704.25 597.62 559.90 620.59 b
Rerata 907.19 835.83 887.10
KK = 22.25734238 BNJ D = 253.67
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Tabel 6 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per plot bawang merah. Tetapi
perlakuan dosis NPK 15:15:15 berpengaruh nyata terhadap berat umbi basah per plot bawang
merah. Dimana kombinasi perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali
pemupukan) memiliki berat umbi basah per plot terbesar yaitu 1076.25 g, yang berbeda nyata
dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi basah per plot terkecil terdapat pada
Besarnya berat umbi basah per plot pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena
pemberian pupuk NPK memberikan berat umbi basah per plot dengan dosis rendah sudah bisa
dan K pada dosis tinggi mengandung zat hara yang cukup menaikkan bobot basah umbi.
Penurunan hasil bobot tersebut bukan hanya disebabkan oleh kekurangan unsur N dan K saja,
Unsur K dalam tanaman yang berbentuk ion (K+), hal ini menjadikan K bersifat mobil
dalam tubuh tanaman (mudah bergerak), sehingga K berperan untuk memacu translokasi hasil
fotoisntesi dan daun kebagian lain. Penimbunan fotosintat dalam daun menghambat
fotosintesis, karena pemindahannya keluar daun dapat mempertahankan laju fotosintesis yang
tinggi (Supandie, 2001). Laju fotosintesis yang tinggi akan menyebabkan lancarnya suplai
makanan (hasil fotosintesis) ke seluruh bagian tanaman sehingga hal ini dapat memacu
Hasil pengamatan berat umbi kering per rumpun bawang merah denganpemberian
dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4F)
menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15
dan frekuensi pemupukanberpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per rumpun bawang
merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Rerata berat umbi kering per rumpun dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (kali pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 34.47 a 27.62 b 35.74 a 32.61 a
D2 (20) 26.92 b 28.96 b 27.60 b 27.83 a
D3 (30) 27.27 b 25.99 b 28.48 b 27.25 a
D4 (40) 56.14 a 24.78 b 23.35 b 34.76 a
Rerata 36.20 26.84 28.79
KK = 25.3618922 BNJ F = 7.91 BNJ DF = 22.86
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
31
Tabel 7 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan berpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per rumpun bawang merah.
Dimana kombinasi perlakuan D4F1 (dosis NPK 15:15:15 40 g/plot dan frekuensi 1 kali
pemupukan) memiliki berat umbi kering per rumpun terbesar yaitu 56.14 g, yang berbeda
nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi kering per rumpun terkecil terdapat
Besarnya berat umbi kering per rumpun pada kombinasi perlakuan D4F1 diduga
karena tanaman pada perlakuan kombinasi D4F1 mampu menyerap unsur hara serapan dengan
optimal. Bobot kering tanaman bawang merah ternyata sangat dipengaruhi oleh perlakuan
metabolisme tanaman. Iklim adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
hasil bawang merah, sehingga apabila iklim cocok maka hampir semua tipe tanah tidak dapat
Hasil pengamatan berat umbi kering per plot bawang merah denganpemberian dosis
NPK 15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4G)
menunjukkan bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15
dan frekuensi pemupukantidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per plot bawang
merah. Hasil uji beda nyata jujur (BNJ) pada taraf 5% dapat dilihat pada tabel 8.
32
Tabel 8. Rerata berat umbi kering per plot dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (g).
Frekuensi (Kali Pemupukan)
Dosis (g/plot) Rerata
F1(1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 811.77 690.50 619.08 707.12
D2 (20) 673.00 723.92 628.00 674.97
D3 (30) 681.75 641.38 696.75 673.29
D4 (40) 699.25 619.50 400.77 573.17
Rerata 716.44 668.82 586.15
KK = 35.67036126
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Tabel 8 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap berat umbi kering per plot bawang merah.
Dimana kombinasi perlakuan D1F1 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 1 kali
pemupukan) memiliki berat umbi kering per plot terbesar yaitu 811.77 g, yang berbeda nyata
dengan kombinasi perlakuan lainnya. Berat umbi kering per plot terkecil terdapat pada
Besarnya berat umbi kering per rumpun pada kombinasi perlakuan D1F1 diduga
karena karena pemberian pupuk NPK memberi pengaruh dalam pembentukan umbi, dimana
unsur K dapat meningkatkan aktifitas fotosintesis dan kandungan klorofil daun, serta
Adanya serapan unsur hara sangat menentukan bobot kering tanaman dan kadar hara.
Bobot kering tanaman bawang merah ternyata sangat dipengaruhi pemberian pupuk NPK
Winarto dan Napitupulu (2010) menyatakan bahwa pupuk sebagai sumber nutrisi
relevan untuk pertumbuhan tanaman. Penambahan pupuk K meberikan pengaruh sangat nyata
Hasil pengamatan persentase susut umbi bawang merah denganpemberian dosis NPK
15:15:15 dan frekuensi pemupukan setelah dianalisis ragam (Lampiran 4H) menunjukkan
bahwa pengaruh interaksi dan pengaruh utama pemberian dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
Tabel 9. Rerata persentase susut umbi dengan pemberian dosis NPK 15:15:15 dan
frekuensi pemupukan (%).
Dosis Frekuensi (Kali Pemupukan)
Rerata
(g/plot) F1 (1) F2 (2) F3 (3)
D1 (10) 16.44 17.78 32.03 22.08
D2 (20) 25.09 23.70 18.79 22.53
D3 (30) 7.54 29.05 24.66 20.42
D4 (40) 15.07 21.93 20.60 19.20
Rerata 16.04 23.11 24.02 21.06
KK = 47.11
Angka-angka pada kolom baris yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
menurut uji beda nyata jujur (BNJ) dalam taraf 5%.
Tabel 9 menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan dosis NPK 15:15:15 dan frekuensi
pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap susut umbibawang merah. Dimana kombinasi
perlakuan D1F3 (dosis NPK 15:15:15 10 g/plot dan frekuensi 3 kali pemupukan) memiliki
susut umbi terbesar yaitu 32.03 % g, yang berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya.
Susut umbi terkecil terdapat pada kombinasi perlakuan D3F1 yaitu 7.54%.
Besarnya persentase susut umbi pada kombinasi perlakuan D1F3 diduga karena susut
umbi selama penyimpanan merupakan parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran.
34
Semakin tinggi susut bobot, maka produk tersebut semakin semakin berkurang tingkat
kesegarannya. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh penguapan kandungan bahan air selama
proses respirasi, meningkatnya penyerapan air dan nutrisi seiring dengan meningkatnya
pembelahan dan pembesaran sel serta perbedaan kelembaban udara lingkungan penyimpanan.
Air yang dihasilkan dari proses respirasi bawang merah yang disimpan akan keluar dari
permukaan bawang jika kelembaban udara lingkungan tempat penyimpanan lebih rendah
dibandingkan kondisi kelembaban dalam produk. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka
susut umbi benih bawang merah ynag disimpana juga semakin tinggi (Maemunah, 2010).
35
A. Kesimpulan
1. Interaksi dosis dan frekuensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap
produktifitas bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap diameter umbi dan
berat umbi kering per rumpun.Dimana perlakuan terbaik terdapat pada D4F1 (dosis
2. Pengaruh utama dosis NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap produktifitas
bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap diameter umbi dengan perlakuan
terbaik terdapat pada D4 (dosis NPK 40 g/plot) danberat umbi basah per plotdengan
3. Pengaruh utama frekuensi pemupukan NPK 15:15:15 pada tanah gambut terhadap
produktifitas bawang merah memberi pengaruh nyata terhadap berat umbi kering per
B. Saran
Dari hasil praktikum di atas, untuk memperoleh hasil yang optimal dalam budidaya
bawang merah sebaiknya menggunakan kombinasi perlakuan dosis 100 kg/ha (10 g/plot)
DAFTAR PUSTAKA
Rismunandar. 1986. Mengenal Tanamn Buah – buahan. Penerbit Sinar Baru. Bandung.
Rukmana, R. 2005. Bawang Merah : Budidaya dan Pengelolaan Pascapanen. Kanisius.
Yoyakarta.
Sunarjo, H dan P. Soedarmo. 1989. Budi daya Bawang Merah. Sinar Baru. Bandung.
Suparman. 2010. Bercocok Tanam Bawang Merah. Azka Press. Jakarta.
Sutarya. R dan G, Grubben, 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. UGM –
Press. Yogyakarta.
Singh, S. P. and Verma, A. B. 2001. Response of Onion (Allium ascolanicum L.) to
Pottassium Application. Indian Journal og Agronomy. 46 : 182 – 185.
Supandie, D. 2001. Fungsi dan Metabolisme Hara Serta Hubungannya dengan Produksi
Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sumarni, N. dan A. Hidayat. 2005. Panduan Teknis Budidaya Bawang Merah. Balai
38
Lampiran
Bulan
No Kegiatan I II III IV
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
Asistensi
1.
Persiapan media
gambut
Pengolahan lahan
2. Pembuatan plot
(penambahan tanah
gambut)
3. Pemberian dolomite
4. Pemberian bokasi
jagung
Penanaman
5.
Pemupukan NPK
15:15:15
6. Pemeliharaan
7. Pengamatan
8. Panen
Pengolahan dan
9.
interpretasi data
Pembuatan laporan
10.
akhir
39
Ketahanan terhadap penyakit : Cukup tahan terhadap busuk umbi (Botrytis alla)
Sumber : Sartono dan Suwandi. 2006. Varietas Bawang Merah di Indonesia Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hortikultura. Jurnal Holtikultura. Bandung 5 (5) : 7-8.
40
F = Frekwensi Pemberian
a, b, c = Ulangan
41
A. Tinggi Tanaman
SK DB JK KT FH FT
D 3 35.91 11.97 0.753235NS 3.01
F 2 14.96 7.48 0.470511NS 3.4
DF 6 114.03 19.00 1.19584NS 2.51
Sisa 24 381.42 15.89
Total 35 546.31
SK DB JK KT FH FT
D 3 28.93 9.64 2.352387NS 3.01
F 2 18.75 9.38 2.287027NS 3.4
DF 6 11.81 1.97 0.48005NS 2.51
Sisa 24 98.40 4.10
Total 35 157.90
SK DB JK KT FH FT
D 3 8.60 2.87 0.710726 NS 3.01
F 2 1.25 0.62 0.154834 NS 3.4
DF 6 37.27 6.21 1.540714 NS 2.51
Sisa 24 96.76 4.03
Total 35 143.88
42
SK DB JK KT FH FT
D 3 24.25 8.08 1.427074 NS 3.01
F 2 3.74 1.87 0.329838 NS 3.4
DF 6 34.50 5.75 1.015131 NS 2.51
Sisa 24 135.93 5.66
Total 35 198.41
SK DB JK KT FH FT
D 3 2.44 0.81 0.391328547 NS 3.01
F 2 0.40 0.20 0.095608616 NS 3.4
DF 6 19.48 3.25 1.560872711 NS 2.51
Sisa 24 49.91 2.08
Total 35 72.22
SK DB JK KT FH FT
D 3 198.37 66.12 4.300184 * 3.01
F 2 77.03 38.51 2.504541 NS 3.4
DF 6 381.82 63.64 4.138337 * 2.51
Sisa 24 369.05 15.38
Total 35 1,026.27
SK DB JK KT FH FT
D 3 213.41 71.14 1.213737 NS 3.01
F 2 2.22 1.11 0.01894 NS 3.4
DF 6 592.30 98.72 1.684312 NS 2.51
Sisa 24 1,406.62 58.61
Total 35 2,214.54
43
SK DB JK KT FH FT
D 3 791,111.75 263,703.92 6.925663 * 3.01
F 2 32,495.61 16,247.81 0.426717 NS 3.4
DF 6 176,554.38 29,425.73 0.772809 NS 2.51
Sisa 24 913,832.23 38,076.34
Total 35 1,913,993.97
SK DB JK KT FH FT
D 3 362.49 120.83 2.004848 NS 3.01
F 2 585.77 292.89 4.859695 * 3.4
DF 6 1,605.91 267.65 4.440993 * 2.51
SISA 24 1,446.44 60.27
TOTAL 35 4,000.61
SK DB JK KT FH FT
D 3 91,142.40 30,380.80 0.55293029 NS 3.01
F 2 104,311.68 52,155.84 0.94923587 NS 3.4
DF 6 114,653.36 19,108.89 0.34778171 NS 2.51
Sisa 24 1,318,681.90 54,945.08
Total 35 1,628,789.34
SK DB JK KT FH FT
D 3 63.56 21.19 0.215319 NS 3.01
F 2 458.80 229.40 2.331419 NS 3.4
DF 6 909.27 151.55 1.540176 NS 2.51
Sisa 24 2,361.48 98.39
Total 35 3,793.11