Anda di halaman 1dari 9

MORFOLOGI JATI

kultur jaringan - jati


KULTUR JARINGAN TANAMAN JATI (Tectona grandis Linn.)
. Morfologi Jati
Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30-45 m. Batang yang
bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 m bila dilakukan proses pemangkasan. Pohon jati yang
tumbuh baik diameter batangnya dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu jati berwarna kecoklat-coklatan
atau abu-abu dan sifatnya mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek dan dapat
bercabang.
Daun jati berbentuk opposite ( bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran
panjang sekitar 20-50 cm dan lebar 15-40 cm, permukaan daun berbulu. Daun muda jati berwarna
kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau keabu-abuan.
Walaupun tanaman jati yang tumbuh di alam dapat mencapai diameter batang 220 m, namun
umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah di tebang karena tingginya akan permintaan terhadap
kayu jati. Bentuk batang pohon jati tidak teratur serta mempunyai alur.
Warna kayu teras (bagian tengah), coklat muda, coklat merah tua, atau merah coklat, sedangkan
warna kayu gubal (bagian luar teras hingga kulit) putih kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar
dan tidak rata. Arah serat kayu jati lurus dan agak terpadu. Permukssn kayu jati licin dan agak
berminyak serta memiliki gambaran yang indah.
Kambium jati memiliki sel-sel yang menghasilkan perpanjangan vertikal dan horizontal, dimulai
berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang, kemudian akan membelah menjadi 2 sel
dan demikian seterusnya. Pada sekitar bulan Juli-September (musim kemarau) tanaman akan
mengalami gugur daun dan pada saat itu kambium akan tumbuh lebih sempit dari pertumbuhan
musim penghujan.
Pada bulan Januari-April (musim penghujan), daun akan tumbuh, sehingga pertumbuhan kambium
normal kembali. Perbedaan pertumbuhan tersebut akan membuat suatu pola yang indah bila batang
jati dipotong melintang. Pola pertumbuhan kayu yang indah tersebut dikenal juga dengan istilah
lingkaran tahun.
Sifat fisik kayu adalah sebagai berikut: kayu jati memiliki berat jenis antara 0,62- 0,75 dan memiliki
kelas kuat II-III dengan nilai keteguhan patah antara 800-1200 kg/cm3 (Syafii, 2000 dalam Sipon et
al., 2001). Daya risistensi yang tingi kayu jati terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena
zat extraktif tectoquinin 2- metiol antraqinon. Selain itu, kayu jati masih mengandung kandungan lain,
seperti tripoliprena, penil naphtalhena, antraquinin dan komponen lain yang belum terditeksi (Sipon et
al., 2001).
Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5 %, lignen 29,9%, pentosan 14,4%, abu 1,4%, dan silika 0,4%,
serta nilai kalor 5,081 kal/gr (Suryana, 2001). Kekuatan kayu sesuai uji terhadap rayap dan jamur
tergolong kelas II. Dengan demikian, kayu jati dapat terserang rayap dengan kapasitas rendah pada
kondisi kayu yang dipengaruhi oleh umur pohon, semakin tua umur kayu semakin sulit terserang
rayap.
Menurut Courdes (1992), ada banyak manfaat dari masing-masing bagian tubuh tanaman jati, yaitu:
a) Kayu jati digunakan sebagai bahan baku furniture, bangunan dan kerajinan
b) Kulit jati digunakan sebagai dinding rumah
c) Getah jati dapat digunakan sebagai obat untuk penyakit tenggorokan
d) Daun dapat digunakan sebagi obat kolera dan pembersih luka
e) Abu pohon jati ditumbuk dengan daun jambu batu dapat menghentikan diare
f) Daun muda dapat digunakan sebagai pewarna (warna merah)
g) Daun jati dapat dimanfaatkan untuk pembungkus makanan dan berbagai peralatan karena lebar
dan sebagainya.

2.3.1. Bagian-bagian Tanaman Jati


a. Bunga
Bunga jati merupakan bunga majemuk, bentuk malainya terdiri dari ratusan bunga kecil, yang tumbuh
terminal di ujung atau tepi cabang. Panjang malai antara 60-90 cm dan lebar antara 10-30 cm. Bunga
jati termasuk bunga berumah dua, karena dalam satu pohon terdapat bunga jantan (benang sari) dan
bunga betina (putik). Bunga berwarna putih, lebar bunga berukuran 4-5 mm dan panjang 6-8 mm.
Kelopak bunga (calyx) berjumlah 5-7 dan berukuran 3-5 mm. Mahkota bunga (corolla) tersusun
secara melingkar dengan ukuran sekitar 10 mm. Tangkai putik (stamen) berjumlah 5-6 buah dengan
filamen berukuran 3 mm, antera memanjang berukuran 1-5 mm, ovarium membulat berukuran sekitar
2 mm. Bunga yang terbuahi akan menghasilkan buah berukuran sekitar 2 mm. Bunga yang terbuahi
akan menghasilkan buah berukuran 1-1,5 cm.
Menurut Mahfudz. 2003, Munculnya daun-daun jati muda setelah menggugurkan daun biasanya
diikuti dengan pembungaan (sekitar bulan November), tetapi untuk lokasi penanaman dengan
sumber air yang cukup, jati juga dapat berbunga pada musim kemarau.

b. Buah
Buah jati ” Janggleng” (orang jawa), bentuknya kecil dan keras (diameter 5-20 mm), terbungkus oleh
sebuah kelopak berdaging yang gugur setelah buah-buahnya jatuh. Inti buah meruncing ke bawah
dan dikelilingi oleh sebuah penutup tak berdaging, tapi bergabus seperti bunga karang (spons),
berwarna coklat dan merupakan selapis bulu yang tebal terjalin satu sama lain. Kulit buah sangat
keras dan berwarna putih. Hanya inti buah yang mudah dibelah dengan pisau dan biasanya berisi 4
kotak (panjang 3-6 mm, dan lebar 4 mm), tiap kotak berisi satu biji. Biji jati sangat tebal dan berlemak,
tetapi jarang tiap biji terbentuk sempurna.
c. Daun
Letak dua helai daun jati di tangkai daun yang pendek, selain itu juga jati memiliki daun bulat telur
terbalik dan bukan merupakan daun sempurna, letak helaian daun jati pada batang muda
berhadapan. Daun pada bagian atas berwarna hijau dan permukaannya kasar. Bagian bawah warna
daun jati hijau kekuning-kuningan, berbulu halus dan terdapat rambut kelenjar, daun muda jati
berwarna merah. Ukuran daun jati bervariasi, daun jati muda memiliki panjang 80-100 cm dan lebar
sekitar 60-70 cm. Jati termasuk jenis yang menggugurkan daunnya bila kekurangan air. Tetapi pada
daerah yang masih memiliki air pada musim kemarau, jati tetap berdaun dan tidak meranggaskan
daunnya.

d. Batang
Pada jati muda, batang berbentuk segi empat. Perubahan dari bentuk segi empat ke bentuk bulat
umumnya terjadi pada umur 3-4 tahun. Di tanah yang subur, dengan penutupan tajuk cukup rapat
menyebabkan pertumbuhan batang yang meninggi lebih dominan dan percabangannya dimulai pada
ketinggian 18-20 m. Untuk kondisi tempat tumbuh yang kurang bagus, karena tandus, sering terjadi
kebakaran, adanya penggembalaan, banyaknya alang-alang, maupun karena tegakan kurang rapat,
pertumbuhan jati cenderung melengkung.
Pada umumnya pohon jati memiliki daun yang kurang lebat tetapi karena daunnya yang lebar, tajuk
memberi naungan yang lebat dan merata, bentuk tajuk tidak beraturan sampai bulat telur pada
tegakan yang kurang rapat tinggi tajuk agak rendah, dahan jati umumnya bengkok dan memiliki
banyak tangkai dengan ranting berbentuk penampang segi empat dan berbulu halus.

e. Akar
Susunan akar jati pada waktu muda berupa akar tunggang yang sangat cepat tumbuhnya. Akar
tunggang kemudian mengalami percabangan sehingga akar pokok tidak nyata, jati memiliki akar yang
sensitif terhadap kekurangan zat asam.
Pada kondisi tanah yang baik (subur, remah, tidak padat, tidak terdapat lapisan batu) panjang akar
dapat mencapai 2-3 m. Tetapi, jika kondisi tanah kurang baik, akar menjadi dangkal dengan panjang
70-80 cm. Akar cabang memiliki cabang-cabang yang lebih halus, panjangnya rata-rata mencapai ± 3
m. Akar-akar halus ini mengambil zat hara dari dalam tanah.
Selain itu juga akar jati mengalami persaingan, jika tanaman jati muda yang berbatasan dengan
hutan tua, jati tua di pinggir dekat hutan tua ini tentu lebih kecil, kurang subur tumbuhnya dari pada
tanaman jati muda di tengah-tengah. Keadaan tersebut disebabkan karena persaingan akar dalam
mencari air, zat hara, zat asam atau pembakar. Untuk membuktikn terjadinya persaingan akar
tersebut, dapat di buat parit yang agak dalam diantara hutan tua dan tanaman jati. Dengan adanya
parit ini, karena akar dari hutan tua tidak dapat menjalar ke lapangan tanaman jati muda, jati muda di
pinggir tidak menjadi kecil atau kurang subur tumbuhnya.

f. Kulit dan Kayu


Warna kulit jati coklat ke abu-abuan, terpecah-pecah mengikuti alur memanjang batang. Tebal kulit
kayu berbeda antara bagian batang bawah dan pucuknya. Bagian bawah memiliki ketebalan 8-12
mm sedangkan bagian atas 2-4 mm.
Kayu teras jati umumnya berwarna dari coklat muda, coklat kelabu, hingga coklat merah tua atau
merah kecokelatan. Kayu gubal berwarna putih dan kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan
tidak rata. Area serat lurus atau kadang-kadang agak terpadu.
Permukaan kayu licin atau agak licin kadang seperti berminyak. Lingkaran tahun agak lebih jelas
trasnversal maupun radial sehingga menimbulkan gambar yang indah.

2.5. Perbanyakan Jati


Memperhatikan tanaman jati yang dapat memberikan nilai tambah relatif tinggi, maka diupayakan
pembinaan kelas tarian produksi melalui pembudidayaan jati di berbagai wilayah. Namun, ada
kendala teknis yaitu untuk memperoleh nilai produksi optimal, tanaman jati secara konvensional relatif
memerlukan waktu yang cukup lama ± 80 tahun, dengan sejalannya ilmu pengetahuan, perbanyakan
tanaman jati tidak hanya dilakukan secara vegetatif. Hasil perbanyakan secara vegetatif ini
diharapkan dapat berkembang dengan cepat sehingga waktu panen pun dapat lebih cepat, pada
umur 15 tahun tanaman jati dapat di panen.

2.5.2. Perbanyakan Secara Vegetatif


Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknik budidaya tanaman, saat ini telah tersedia bahan
tanaman jati hasil rekayasa teknis, baik melalui pengembangan benih dari pohon plus maupun
teknologi kultur vegetatif. Hasilnya berupa klon atau kultivar tanaman jati dengan daur produksi
ekonomis sekitar 15 tahun sehingga dalam kurun waktu relatif singkat dapat diperoleh nilai produksi
yang cukup menjanjikan.
Perbanyakan atau pengembangan secara kultur jaringan atau kultur tunas merupakan upaya
pengembangan tanaman melalui pembiakan sel-sel meristematis dari jaringan tanaman, seperti
pucuk/tunas, ujung akar, embrio benih, atau bunga. Perbanyakan ini dilakukan di dalam laboratorium
secra aseptik dengan menggunakan media cair ataupun media padat yang ditempatkan dalam
sebuah botol atau tabung gelas, dilengkapi dengan peralatan kultur dan ruangan, seperti Laminar Air
Flow Cabinet, Shaker, dan Enkas. Secara keseluruhan, cara ini terpola dalam kondisi bebas dari
pencemaran (kontaminasi) dari jenis mikroorganisme yang kasat mata (virus, bakteri, jamur, dan lain-
lain).
Dalam perbanyakan kultur tunas jati, diperlukan alat dan bahan Laminar Air Flow Cabinet, autoklaf,
botol kultur, tutup botol, alat diseksi (pinset, sptula), petridish, gelas ukur, lampu bunsen, timbangan,
alat ukur pH, kulkas, kompor gas, panci, pengaduk, pipet tetes, pipet lurus, alat pencuci, dan liquide
dispenser.
Selanjutnya dipersiapkan bahan dan pereaksi yang terdiri dari bahan tanaman (eksplan) dari tunas
jati, hormon tumbuh yang digunakannya yaitu BAP, dan GA3. sedangkan untuk pengakaran yang
digunakan hormon auksin yaitu IBA.
Media pertumbuhan yang digunakan berupa media standar berasal dari MS. Proses pembuatannya
sebagai berikut:
· Panaskan air sesuai yang di butuhkan, masukkan agar sebanyak 8 gr/lt dari volume air, tambahkan
hormon ZPT jati (BAP dan GA3) sesuai jumlah yang diinginkan.
· Setelah bahan larut, masukkan media kedalam tabung reaksi, kemudian ditutup dengan kapas, pH
diatur pada 5,8 dengan penambahan NaOH atau HCL.
· Sterilkan media dalam autoclaf dengan suhu 1210C tekanan 1,5 Kg per cm2 selama 15 menit.
· Dinginkan media sampai tidak terkena kontaminasi, media siap di gunakan.

2.6. Kultur In Vitro Jati


Kultur in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel,
sekelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali
(Gunawan, 1992). Kultur in vitro menurut Yusnita (2004) merupakan teknik menumbuh-kembangkan
bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan, atau organ dalam kondisi aseptik. Teknik ini dicirikan oleh
kondisi kultur yang aseptik, penggunaan media kultur buatan dengan kandungan nutrisi lengkap dan
ZPT (Zat Pengatur Tumbuh), serta kondisi kultur yang suhu dan pencahayaannya terkontrol.
Kultur in vitro merupakan kelanjutan dari perbanyakan secara konvensional. Dengan teknik kultur in
vitro, perbanyakan generatif dan vegetatif dilakukan dengan cepat dan efisien. Ada beberapa cara
pelaksanaan kultur in vitro, tergantung bahan tanam dan media tanam yang digunakan, bahan tanam
dipilih dari mata tunas.
2.7. Kelebihan Kultur In Vitro
Kultur in vitro sejak itu dipandang sebagai teknik yang dapat dibisniskan untuk perbanyakan tanaman
yang menguntungkan. Teknik ini pada awalnya digunakan hanya untuk memperbanyak tanaman
herba, tetapi belakangan ternyata merupakan altenatif yang baik untuk perbanyakan tanaman
tahunan dan tanaman kehutanan (Yusnita, 2004).
Menurut Hendaryono (2007) dibandingkan dengan perbanyakan tanaman secara konvensional,
perbanyakan secara kultur in vitro/kultur embrio mempunyai beberapa keuntungan yaitu :

a) Mengatasi keadaan tanaman yang lama tumbuh


Tidak semua tanaman mempunyai viabilitas (daya hidup) yang baik. Maka dengan
membudidayakannya dalam botol, pengaruh lingkungan yang kurang menguntungkan terhadap
tanaman bisa diminimalkan.
b) Di dalam media agar, bahan tanam (eksplan) dapat memanfaatkan unsur hara yang ada.
Distribusi unsur hara di alam tidak merata, sehingga sebagian bahan tanam akan tumbuh subur di
satu tempat, tetapi yang lain tidak. Hal ini terjadi karena adanya kompetisi dalam mendapatkan unsur
hara.
c) Dapat menekan terjadinya serangan jamur (kontaminasi)
Penanggulangan yang efektif adalah dengan sterilisasi media dan bahan tanam (eksplan). Media
disterilisasi menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C tekanan 1,5 Kg per cm2 selama 15 menit.
Dan bahan tanam (eksplan) disterilisasi menggunakan alkohol 70%, fungisida, dan detrgen.
d) Menambah pendapatan
Apabila tahap perbanyakan secara in vitro berhasil, maka akan tumbuh berpuluh-puluh planlet (bibit
dalam botol), dan setelah dilakukan subkultur dapat menjadi beratus-ratus bibit.
e) Dapat dilakukan cepat sehingga menghemat tenaga dan biaya serta tidak perlu memerlukan
ruangan yang besar.
Teknik kultur in vitro walaupun banyak keuntungannya juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu
dibutuhkan keahlian khusus untuk melaksanakannya, dan tanaman yang dihasilkan berukuran kecil,
aseptik, dan terbiasa hidup di tempat yang berkelembaban tinggi sehingga memerlukan aklimatisasi
ke lingkungan eksternal (Yusnita, 2004; Gunawan, 1992).
Manfaat utama perbanyakan tanaman secara in vitro adalah untuk perbanyakan tanaman yang
permintaannya tinggi tetapi pasokannya rendah, karena laju perbanyakannnya secara konvensional
dianggap lambat. Perbanyakan tanaman secara in vitro juga sangat bermanfaat untuk
memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan tanaman bebas patogen yang
perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat. Disamping itu, perbanyakan
secara in vitro ternyata berpengaruh terhadap devisa negara. (Yunita, 2004; Hendaryono dan
Wijayani, 2006).

2.8. Tahapan Kultur In Vitro


2.8.1. Media Kultur In Vitro
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan. Harus dingat bahwa teknik kultur jaringan menekankan ´lingkungan yang cocok´ agar
eksplan dapat tumbuh dan berkembang. Lingkungan yang cocok, sebagian akan terpenuhi bila media
media yang dipilih mempertimbangkan apa yang diperlukan oleh tanaman.
Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya, komposisi Knudson (1946), Heller (1953),
Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg dkk. B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan
Skoog-MS (1962), serta Woody Plant Medium-WPM (Lloyd dan McCown, 1980).
Media kultur tersebut, fisiknya dapat berbentuk cair atau padat. Media berbentuk padat menggunakan
pemadat media, seperti agar-agar atau gelrite. Komponen media kultur yang lengkap yaitu : air
destilata (aquadest) atau bebas ion sebagai pelarut, hara-hara makro dan mikro, gula (umumnya
sukrosa) sebagai sumber energi, vitamin, asam amino dan bahan organik lain, Zat Pengatur Tumbuh
(ZPT), arang aktif, suplemen berupa bahan-bahan alami bila diperlukan dan agar-agar sebagai
pemadat media (Yusnita, 2004).

2.8.2. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan


Tanaman induk sumber eksplan harus berasal dari tanaman jati yang jelas jenis, spesies, dan
varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman induk sumber eksplan
kemudian dikondisikan di rumah kaca atau rumah plastik dengan lingkungan yang higienis untuk
mendapatkan eksplan yang berkualitas dan lebih bersih.
Pemeliharaan tananaman induk sumber eksplan meliputi pemangkasan dan pemupukan, sehingga
tunas yang baru tumbuh menjadi lebih sehat dan bersih dari kontaminan (Yusnita, 2004).

2.8.3. Sterilisasi dan Inisiasi Kultur


Inisiasi kultur bertujuan untuk mengusahakan kultur yang aseptik dan aksenik. Eksplan harus
disterilisasi untuk mendapatkan kultur yang bersih dari kontaminasi. Bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih
muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih
bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai
eksplan yaitu tunas apikal dan tunas lateral.
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, disamping komponen media, faktor manusia dan
lingkungan. Oleh karena itu sebelum ditanam secara aseptik dalam media steril, eksplan harus
dibersihkan dari debu, cendawan dan bakteri atau kontaminan dari bagian permukaan eksplan.
Inisiasi kultur sering terjadi masalah yaitu terjadinya pencoklatan (browning) atau penghitaman bagian
eksplan. Pada waktu jaringan tanaman terkena stres mekanik, seperti pelukaan pada proses isolasi
eksplan dari tanaman induk atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol pada
eksplan sering terangsang, untuk mencegah terjadinya browning ditambah dengan arang aktif.

2.8.4.Multiplikasi
Multiplikasi atau perbanyakan propagul bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan
tanaman yang diperbanyak seperti tunas, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini perbanyakan tunas
dirangsang, umumnya untuk mendorong percabangan tunas lateral atau merangsang pembentukan
tunas adventif. (Yusnita, 2004).

2.8.5. Pemanjangan Tunas, Induksi dan Perkembangan Akar


Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi dipindahkan ke media lain untuk pemanjangan
tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin.
Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara
berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara
bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in vitro dapat dilakukan
dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA
atau IBA. (Yusnita, 2004).

2.8.6. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah pengkondisian planlet atau tunas mikro di lingkungan baru yang aseptik di luar
botol dengan media tanah ,arang sekam atau pupuk kandang, sehingga planlet dapat bertahan dan
terus tumbuh menjadi bibit yang siap ditanam di lapang. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan
baru dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan
yang tinggi.
Aklimatisasi merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah
bibit dan lapangan sangat jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol. Kondisi di luar
botol berkelembaban jauh lebih rendah, tidak aseptik dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih
tinggi daripada kondisi di dalam botol. Planlet lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh
dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik serta suplai hara mineral dan sumber energi
cukup (Yusnita, 2004).
. Pembuatan dan Sterilisasi Media Jati
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara
kultur in vitro. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dikulturkan (Yusnita, 2004). Pembuatan media
tanam dalam perbanyakan tanaman secara in vitro merupakan kegiatan yang paling penting dan
memerlukan ketelitian serta pemahaman yang jelas dalam proses pembuatannya.
Pembuatan media kultur Jati harus dilaksanakan dengan cermat, sabar dan teliti dalam
mengerjakannya terutama dalam penimbangan bahan, sehingga komposisi media tepat dan baik
untuk pertumbuhan dari tanaman yang dikulturkan. Pembuatan media kultur jati di Puslitbang
Perhutani Cepu dimulai dari sterilisasi botol kultur. Botol kultur yang akan digunakan dalam
pembuatan media sebelumnya dicuci dengan menggunakan detergen dan dibilas di air mengalir
sampai bersih dan dikeringkan di rak-rak botol kultur sehingga siap digunakan sebagai wadah
media. Setelah menyiapakan botol kultur yang steril, kemudian menyiapkan tutup botol. Setelah
itu membuat larutan stok media. Kegiatan selanjutnya larutan stok yang dibuat yaitu stok ZPT,
unsur hara mikro dan unsur hara makro.
Tahapan-tahapan dalam pembuatan media:
a) Persiapan Alat dan Bahan
Alat-alat yang di butuhkan dalam pembuatan media diantaranya adalah hotplate atau panci,
gelas baker, batang pengaduk, autoclave, gelas ukur, shaker, sendok teh, kompor gas, liquid
dispenser, botol kultur, timbangan analitik, sendok spatula, kontainer atau kereta dorong, pH
meter dan label.
· Liquid Dispenser
Alat ini digunakan untuk mempermudah dalam pembagian media kedalam botol, pada alat ini
tertera ukuran sesuai dengan yang diinginkan.

Persiapan Eksplan Jati (Tectona grandis L)Sumber eksplan yang digunakan untuk produksi
bibit Jati (Tectona grandis L). Secara in vitro yaitu berupa tunas apikal dan tunas lateral. Jika
eksplan berasal dari tunas lateral sebaiknya di pilih yang agak tua, karena untuk daya
tumbuhnya lebih cepat, jika menggunakan tunas lateral yang terlalu muda tidak akan tumbuh
daun malahan tumbuh propagul. Dan jika sumber eksplan yang digunakan itu berasal dari tunas
apikal sebaiknya digunakan tunas apikal yang belum mekar jadi daun.

Tanaman induk jati yang digunakan dalam perbanyakan sebaiknya memiliki sifat-sifat seperti:
b) Tidak doreng
c) Bebas dari hama dan penyakit
d) Tinggi bebas cabang12-16 cm
e) Kemampuan meluruhkan batang.

4.2.4. Sterilisasi Eksplan Jati (Tectona grandis L)


Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, selain komponen media, faktor manusia, alat-
alat dan lingkungan. Oleh karena itu eksplan jati baik pucuk maupun nodus yang akan
dikulturkan sebelumnya disterilisasi. Sterilisasi eksplan jati bertujuan agar bakteri, jamur dan
mikroorganisme yang akan menyebabkan kontaminasi mati, untuk mengetahui apakah untuk
mengetahui eksplan tersebut terkena kontaminasi atau tidak sangat sulit, sehingga untuk
mencegahnya dilakukan sterilisasi.

Tahapan-tahapan sterilisasi eksplan:


a) Pencucian eksplan dengan air biasa sampai getahnya bersih (jika masih ada getahnya maka
air berwarna merah), kemudian bilas sampai bersih. Banyaknya pencucian tergantung seberapa
bersih eksplan yang dicuci itu.
b) Eksplan dicuci dengan detergen biasa sampai bersih, kemudian dibilas. Pencucian eksplan
dengan detergen akan menimbulkan warna merah lagi meskipun jika dicuci dengan air biasa
sudah tidak keluar dari eksplan. Hal ini dipicu oleh sifat detergen yang mempunyai konsentrasi
lebih tinggi sehingga cairan dalam tubuh eksplan akan tertarik (berdifusi) ke luar. Lama dan
banyaknya pencucian ini tergantung pada seberapa bersih eksplan tersebut. Penggunaan
detergen sebaiknya jangan terlalu banyak, karena akan menyebabkan matinya eksplan.
c) Setelah selesai dibilas eksplan kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan diberi
air aquades
d) eksplan disterilisasi dengan fungisida + detergen selama 30 menit, sambil dikocok di atas
shaker.
e) Eksplan di bilas dengan air steril sebanyak 3 kali.
f) Eksplan disteril dengan alkohol 70% selama 5 menit, sambil digojok di atas shaker dengan
kecepatan yang telah ditentukan
g) Eksplan di bilas dengan air steril sebanyak 3 kali
h) Eksplan disteril dengan klorok/kaporit 5% selama 3 menit, sambil digojok di atas shaker
dengan kecepatan yang sudah ditentukan
i) Eksplan dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali
j) Eksplan disteril dengan alkohol 70% selama 5 menit, sambil digojok di atas shaker dengan
kecepatan yang telah di tentukan
k) Eksplan dibilas dengan air steril sebanyak 3 kali di dalam Laminar
l) Eksplan dicelupkan ke dalam alkohol 96%, kemudian dibakar dengan api bunsen dan
diletakkan di kaca tanam.
m) Eksplan diiris atau dipotong pada tempat tertentu dengan scalpel sehingga eksplan siap
diinisiasi.

4.2.5. Tahap Inisiasi


Alat dan bahan yang diperlukan adalah lampu bunsen, pinset, sklapel, cawan petri, kertas
saring, kapas, botol rendaman (kecil dan besar) yang berisi alkohol 96%, botol semprot berisi
alkohol 70%, media kultur dan kaca tanam.

Tahapan-tahapan inisiasi:a) Eksplan yang sudah steril dipotong dengan ukuran ± 0,5 × 0,5
cm2 atau lebih besar (tergantung pada besar kecilnya eksplan), pemotongan dilakukan secara
steril.
b) Setiap botolditanami 1 atau 2 eksplan, tergantung pada besar kecilnya eksplan dengan
menggunakan media inokulasi awal (IA).
c) Eksplan diberi label (nama penanam, no klon, tanggal penanaman, jenis jati)
d) Eksplan diletakkan di rak kultur ruang steril dan dipelihara selama satu bulan. Setiap harinya
diamati apakah eksplan terkontaminasi atau tidak. Jika terkontaminasi maka dilihat dulu apakah
bisa diselamatkan atau tidak. Eksplan yang diselamatkan biasanya yang terkena serangan
bakteri yang biasanya berasal dari getah eksplan yang ditanam dan kondisi eksplan sehat serta
dapat tumbuh dengan baik. Jika terserang jamur otomatis tidak dapat diselamatkan dan dibuang.
Kegiatan penyelamatan biasanya menggunakan media subkultur (MS), bukan media IA. Lama
pemeliharaan setelah penyelamatan biasanya 1 bulan dipelihara di rak kultur pada ruang steril
e) Setelah satu bulan isolasi eksplan maka tanaman mulai disegarkan.

4.2.6. Tahap Penyegaran


Pada tahap ini adalah merupakan tahap pemindahan eksplan yang sudah berumur 1 bulan dan
eksplan tersebut sudah tumbuh daun dan batang. Eksplan yang ditanam dalam media
IA(Inokulasi Awal) dilakukan pemindahan media. Media yang digunakan adalah media MSK.
Pemindahan ini bertujuan agar eksplan dapat tumbuh dengan normal dan kedaan planlet
tersebut masih segar.

Multiplikasi/Subkultur Jati (Tectona grandis L.f)


Pada tahap ini adalah merupakan tahap untuk memperbanyak eksplan dari satu eksplan menjadi
beberapa bagian, sehingga kebutuhan bibit jati terpenuhi dengan cepat, subkultur pada tanaman
jati dilakukan sebanyak 6 kali subkultur.
Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman 1 bulan mengalami penyegaran. Jika tanaman eksplan
sudah memanjang maka eksplan dipotong untuk induksi perakaran, dan yang kecilnya ditanam
lagi di media kultur dipelihara selama 1 bulan.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam kegiatan multiflikasi/subkultur:
a) Siapkan alat dan bahan
b) Eksplan diambil dari eksplan yang sudah mengalami penyegaran, kurang lebih 1 bulan.
c) Ekplan dipotong menjadi beberapa bagian seperti (pucuk dan nodus)
d) Setelah dipotong pisahkan antara pucuk dan nodus, supaya mudah dalam pengamatan dan
seragam.
e) Tanam pucuk dan nodus dalam media MSK, setiap botol maksimal berisi 6 potongan nodus
maupun pucuk.
f) Beri label (nama penanam, tanggal penanaman, jenis jati, nomor klon).
g) Amati setelah beberapa hari kemudian.

4.2.8. Tahap Induksi Perakaran


Alat yang disiapkan adalah gunting, stik, bak induksi, baki plastik, kaca, dan sprayer. Sedangkan
bahan-bahan yang diperlukan dalam kegiatan induksi perakaran adalah hormon IBA 2 ppm/lt,
air, eksplan dan media yang digunakan adalah pasir.
Berikut adalah langkah-langkah kerja dalama kegiatan induksi perakaran:
a) Menyiapkan eksplan
Eksplan diambil dari rak di ruang kultur dengan melihat tanggal kegiatan. Eksplan yang diambil
harus berumur lebih kurang 1 bulan. Setelah selesai memilih eksplan, maka botol-botol yang
berisi eksplan dibawa ke ruang induksi. Di ruang induksi dilakukan penyortiran eksplan, eksplan
yang memenuhi syarat dapat dipakai di induksi perakaran jika tidak maka dibuang. Pemotongan
eksplan menggunakan gunting dan daun paling bawah dihilangkan, karena membutuhkan
batang yang agak panjang untuk menanamnya di tanah.
b) Perendaman eksplan dengan hormon
Eksplan yang telah dipotong dikelompokkan antara yang kecil dan yang besar, sehingga dalam
penanamannya dapat seragam besar kecilnya eksplan yang ditanam. Eksplan tersebut ditata di
baki yang berisi hormon IBA 2 ppm/lt. Perendaman ini bertujuan agar tanaman cepat dalam
perakaran (membentuk akar).
c) Penanaman eksplan
Perendaman dilakukan selama kurang lebih 5 menit, setelah itu eksplan siap ditanam dalam
media yang sudah ditata di bak induksi. Sebelum eksplan ditanam dalam media, sebaiknya
media dilubangi terlebih dahulu dengan menggunakan stik setelah selesai maka eksplan siap
ditanam.
d) Penyiraman dengan air
Setelah penanaman selesai maka eksplan yang sudah ditanam disiram dengan air secukupnya
dengan menggunakan sprayer karena tanaman yang masih kecil belum mampu menahan
siraman air yang deras.

e) Penutupan bak dengan kaca dan pelabelan


Setelah selesai penyiraman maka bak ditutup dengan kaca dan diberi label (tanggal penanaman,
jenis jati, dan nomor klon), kemudian dipelihara. Jangka waktu pemeliharaan adalah 1 bulan
dengan kegiatan penyiraman adalah 2 kali sehari (pagi dan sore) atau tergantung kebutuhannya
dan dilakukan dirak-rak inkubasi perakaran. Penyiraman dengan menggunakan sprayer karena
organ tanaman masih lemah, setelah berakar tanaman dipindah ke aklimatisasi.

4.2.9. Aklimatisasi Jati (Tectona grandis L)


Aklimatisasi adalah proses transfer tanaman dari media induksi ke dalam media polybag dan
penyesuaian diri tanaman secara fisiolgis dengan lingkungan yang lebih bebas. Alat yang
dibutuhkan seperti: polybag, bak aklimatisasi dan sprayer. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah tanaman hasil induksi yang sudah berakar (kurang lebih 1 bulan), media (top soil : pasir :
pupuk kandang : sekam = 1: 1 : 1 : 1) dan air.
Berikut adalah tahapan-tahapan dalam kegiatan aklimatisasi
a) Siapkan alat dan bahan
b) Campur media (top soil, pasir, pupuk kandang, sekam) sampai merata ( homogen).
c) Masukkan campuran media ke dalam masing-masing polybag
d) Planlet diambil dari bak induksi perakaran dipilih yang sudah berakar.
e) Planlet di tanam dalam polybag yang berisi media dan ditata di bak aklimatisasi secara rapih.
f) Siram air dengan menggunakan sprayer.
g) Tutup atas bak aklimatiasi dengan menggunakan kaca.
h) Beri label ( tanggal penanaman, jenis jati, nomor klon)
i) Amati setelah beberapa hari kemudian.
Tanaman yang diaklimatisasi adalah tanaman yang sudah berakar. Pada penanaman harus hati-
hati, karena organ tanaman yang dihasilkan oleh kultur jaringan biasanya lemah. Akar menjadi
hal yang penting, saat pemindahan sebaiknya sedikit media yang menempel di akar
diikutsertakan untuk menghindari putusnya akar dari batang, dan menghindari stagnasi.
Penyiraman tanaman diperlukan untuk menjaga kondisi lembab agar tidak terjadi
evapotranspirasi yang berlebih. Menurut Suprayogi (2002), organ tanaman invitro tidak
mempunyai lapisan lilin, pada epidermisnya, daun tipis dan lembut, terbiasa dengan aktivitas
fotosintesis rendah, jaringan palisade yang kecil dan sedikit, stomata tidak bekerja secara
optimal, hubungan root-shoot tidak sempurna hidup heterotrop sedangkan aklimatisasi hidup
secara autotrop maka tahapan ini harus dilakukan secara baik agar terhindar kelayuan dan
kematian.
Adapun persoalan yang dihadapi dalam transfer tanaman dari media agar ke media tanah
adalah bakal tanaman belum tentu dapat hidup setelah transfer, bakal tanaman mengering
setelah transfer, damping off karena jamur. Bertambah hari mengakibatkan bakal tanaman
menjadi lebih besar, tetapi mungkin juga menjadi dorman sehingga dalam pertumbuhannya
memerlukan temperatur yang rendah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah jenis
kegiatan disertai pelabelan karena akan mempermudah mengidentifikasi asal-usul, dan setiap
tanaman yang sudah selesai diaklimatisasi di pindah ke persemaian

Anda mungkin juga menyukai