Anda di halaman 1dari 10

EKOLOGI DAN BIOLOGI HAMA MAMALIA DAN

PENGENDALIANNYA

Disusun guna memenuhi tugas UAS OPT

Dosen pengampu :

Prof. Dr. Dyah Rini Indriyanti, M. P.

Disusun oleh :

Ananda Sekar Ayuningtyas 4411418013


Afia Firna 4411418072

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
Tupai (Callosciurus notatus)

Tupai (Callosciurus notatus), banyak merusak buah kelapa dengan cara


mengerat, baik pada waktu siang  maupun malam (Maryani, 2019). Tubuh tupai
berwarna kelabu sampai hitam pada bagian perut sampai kepalanya, dan di bagian
punggung berwarna hitam pada pangkal dan kuning di ujung. Tupai betina
mempunyai 6 pasang kelenjar susu dan satu tahun mampu beranak 8 kali. Tupai
menyerang buah kelapa yang sudah tua, dengan ciri serangan terdapat lubang
bekas gigitan pada ujung buah dengan sisi yang rapi/rata.
Kelelawar (Pteropus vampyrus)

Kelelawar merupakan hama tanaman, namun disis lain kelelawar


memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu pemancaran biji buah-
buah an dan penyerbukan bunga (Ardanto, 2018). Kelelawar merusak tanaman
dengan cara memakan buah-buahan yang sudah masak di pohon. Waktu
penyerangan kelelawar umumnya terjadi pada malam hari. Masyarakat pada
umumnya menganggap kelelawar sebagai hama karena memakan buah-buahan
dari tanaman budidaya, sehingga banyak perburuan kelelawar dan populasi
kelelawar di alam menurun (Fithria, 2020).
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Menurut Kemp & Burnet (2003) monyet ekor panjang sering menjadi
masalah bagi masyarakat karena menjadi hama yang memakan hasil kebun dan
pertanian. Hama monyet merupakan salah satu hewan vertebrata yang menyerang
banyak tanaman.  Pada komoditas hortikultura monyet menyerang tanaman
pisang, timun, kacang panjang, nangka, dan lainnya. Monyet ekor panjang
merupakan pemakan buah (frugivorus), tetapi jika ketersediaan buah rendah atau
bahkan tidak tersedia monyet ekor panjang dapat memakan jenis makanan lain
seperti daun muda, tunas, dan serangga (bersifat opportunistic omnivore).
Babi Hutan (Sus scrofa)

Babi hutan merupakan hama tanaman yang seringkali dijumpai di


perkebunan kelapa sawit. Umumnya, babi hutan sering menyerang pohon yang
baru ditanam atau berusia muda akibatnya pohon mengalami kerusakan bahkan
mati. Tanaman pertanian yang sering mendapatkan gangguan dari babi selain
kelapa sawit antara lain adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah,
kedelai dan kacang hijau (Priyambodo, 2018). 
Tikus (Rattus-rattus sp.)
Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama
dari golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan
tanaman yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan kerusakan
tanaman padi pada areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen.
Disamping itu tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai,
kacang tanah, ubi jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981). Pada
umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian,
pertanaman sampai di tempat penyimpanan. Tikus aktif menyerang tanaman pada
malam hari. Tikus yang lapar akan memakan hampir semua benda yang
dijumpainya. Jika makanan cukup tersedia, tikus akan memilih jenis makanan
yang paling disukai, seperti padi yang sedang bunting, dan jagung muda. Pada
saat makanan banyak tersedia, perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat
(Rukmana dan Saputra, 1997). Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman
pertanian menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer)

Tikus sawah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: panjang dari hidung


sampai ujung ekor antara 270 mm – 370 mm, berat badan rata-rata ± 130 gram,
panjang ekor ± 95 persen panjang badan (dari kepala sampai pangkal ekor), tikus
betina mempunyai 12 puting susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di bagian dada dan
tiga pasang di bagian perut, warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan
perutnya berwarna keputih-putihan.
Tikus rumah (Rattus rattus diardi)
Tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: panjang dari hidung
sampai ujung ekor antara 220 mm – 370 mm, panjang ekor sama atau lebih
panjang 105 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor), tikus betina
mempunyai puting susu 10 buah, yaitu terdiri dari dua pasang di bagian dada dan
tiga pasang di bagian perut, warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah
cokelat tua kelabu, makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia,
atau makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan di
gudang atau tanaman-tanaman yang berada di kebun dekat rumah.
Tikus pohon (Rattus tiomanicus)

Ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai berikut: ekor lebih panjang 110 persen
dari panjang badan (hidung sampai pangkal ekor), jumlah puting susu betina 10
buah yaitu terdiri atas dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut,
warna bulu badan pada bagian punggung kemerah-merahan, sedangkan pada
bagian perut hampir seluruhnya putih dan tikus ini sering menyerang buah kelapa,
kakao, dan kopi.
Pengendalian
1. Kultur teknis
Pelaksanaan pengendalian secara kultur teknis diintegrasikan dengan
budidaya padi. Pada dasarnya, metode ini bertujuan mengkondisikan lingkungan
sawah, yang merupakan “rumah” bagi tikus sawah, agar kurang mendukung
terhadap kelangsungan hidup dan reproduksinya. Beberapa teknik yang dapat
dilaksanakan meliputi :
 Tanam dan Panen Serempak Dalam satu hamparan diusahakan tanam
serempak dengan luasan minimal 50 ha. Apabila tidak memungkinkan,
aturlah agar selisih waktu tanam tidak lebih dari 2 minggu dengan tujuan
untuk membatasi ketersediaan pakan bagi tikus sawah sehingga tidak
mampu berkembangbiak terus menerus.
 Pengaturan Pola Tanam Pada daerah endemik yang dicirikan dengan
adanya serangan tikus sawah pada setiap musim tanam, pola tanam padi-
padi-bera, padi-padi-palawija, atau padipalawija-padi dianjurkan untuk
dilakukan. Kondisi bera berakibat ketiadaan pakan sehingga memutus
siklus hidup dan menekan kerapatan populasi tikus. Pada pertanaman
palawija, tikus sawah tidak mampu berkembang biak optimal sehingga
jumlah anak yang dilahirkannya tidak sebanyak apabila terdapat tanaman
padi.
 Pengaturan Jarak Tanam/Tata Tanam Legowo Ciri khas petak sawah yang
terserang tikus sawah adalah ‘botak’ pada bagian tengah petak. Pada
serangan berat, daerah yang terserang tersebut meluas hingga ke tepi petak
dan hanya menyisakan 1-2 baris tanaman padi di pinggir petakan atau
sepanjang pematang. Hal tersebut dilakukan oleh tikus untuk melindungi
daerah sarangnya yang biasanya berada pada pematang. Dengan sistem
tanam jajar legowo, tikus sawah kurang suka dengan kondisi tersebut
karena terdapat lorong-lorong panjang yang “lebih terbuka” sehingga
memungkinkannya lebih mudah diketahui oleh predatornya.
2. Sanitasi Habitat
Dilakukan terutama pada awal tanam, meliputi pembersihan gulma,
semak, tempat bersarang dan habitat tikus seperti batas perkampungan, tanggul
irigasi, pematang, tanggul jalan, parit dan saluran irigasi.
3. Pengemposan Massal (Fumigasi)

Dilakukan serentak pada awal tanam dengan melibatkan seluruh petani


dengan menggunakan alat pengempos tikus. Fumigasi terbukti efektif membunuh
tikus beserta anak-anaknya di dalam lubang sarangnya menggunakan emposan.
Untuk memastikan tikus agar mati, tutup lubang tikus dengan lumpur setelah
diempos. Penutupan lubang tikus juga dimaksudkan agar infrastruktur pertanian
(tanggul, pematang, irigasi dll) tidak rusak serta membuat tikus sawah yang
datang kemudian tidak menggunakan lubang tersebut sebagai sarangnya.
Fumigasi dilakukan sepanjang terdapat pertanaman, terutama pada padi stadia
generatif.
4. Pagar Pelindung
Pagar pelindung pertanaman kelapa, palawija, serta hortikultura pada
umumnya terbuat dari papan kayu. Membuat pagar yang kuat di sekeliling
pertanaman, akan lebih baik kalau pagar tersebut berupa pagar hidup dari
tumbuhan yang relatif lebih kuat karena akarnya menghunjam ke dalam tanah.
Selain pagar pelindung pertanaman, ada juga pagar atau pelindung bibit kelapa
(individu) yang baru ditanam.
5. Perangkap jerat
Jerat untuk menangkap hama mamalia pada prinsipnya sama dengan
perangkap atau jebakan (trap). Jerat ini terbuat dari bahan tali baja yang sangat
kuat. Jerat dipasang di sekitar pertanaman, dengan tujuan menjerat kaki hama
mamalia sehingga hewan ini terikat dan tidak dapat melarikan diri. Kelemahan
jerat ini ialah hanya dapat menangkap satu ekor babi hutan dengan peluang
keberhasilan yang rendah.
Daftar Pustaka
Ardanto, A., Muhidin, M., Pratiwi, A.P., Putro, D.B.W., Rahardianingtyas, E. and
Raharjo, J., 2018. POTENSI KELELAWAR PEMAKAN BUAH
(CHIROPTERA: PTERIPODIDAE) SEBAGAI RESERVOIR
LEPTOSPIRA DI PROVINSI JAWA TENGAH. Vektora: Jurnal Vektor
Dan Reservoir Penyakit, 10(1), pp.67-74.
Fithria, T.Z., Priyono, B., Setiati, N. and Partaya, P., 2020. JENIS-JENIS
KELELAWAR PEMAKAN BUAH SUBORDO MEGACHIROPTERA
DAN SEBARAN SPASIAL DI KECAMATAN GUNUNGWUNGKAL
KABUPATEN PATI. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 6(2),
pp.163-168.
Kalshoven, L.G.E. and Van der Laan, P.A., 1981. Pests of crops in
Indonesia. Pests of crops in Indonesia.
Kemp, N. J., Burnett, J. B. 2003. Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di
Pulau Nugini: Penilaian dan Penatalaksanaan Resiko terhadap
Keanekaragaman Hayati. Ninil R. M., Purwandari M. M. O., Tuka J. M.,
Kemp N. J., penerjemah. Buku. Washington DC (US): Buku. Indo-Pacific
Conservation Alliance. 112 p.
Maryani, Y. and Daniati, C., 2019. Buku Saku Hama dan Penyakit Tanaman
Kakao.
Rukmana R., Saputra S. 1997. Penyakit Tanaman dan Teknik Pengendalian.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Priyambodo, S., 2016. Pengendalian Mekanis Hama Babi Hutan (Sus scrofa vittatus) di
Pulau Gebe, Maluku Utara.
Glosarium
Fumigasi adalah sebuah metode pengendalian hama menggunakan pestisida.
Hortikultura Hortikultura berasal dari bahasa Latin hortus dan cultura/colere, dan
dapat diartikan sebagai budidaya tanaman kebun.
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan
maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan
buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia.

Anda mungkin juga menyukai