Anda di halaman 1dari 4

Tugas Resume Dinamika Populasi dan Ledakan Hama Kelas C

Eva Rosita (19442787/PN/16193)

Karakter biologi tikus

Semua jenis tikus yang merupakan hama di Indonesia termasuk anggota dari tiga genus,
yaitu Bandicota, Mus, dan Rattus. Tikus sawah (Rattus argentiventer, Rob & Kloss) tercatat
sebagai hama utama tanaman padi, dengan dominansi 98,6% di ekosistem sawah irigasi. Ciri
morfologis tikus sawah dapat diketahui dari bobot badan individu dewasa (70-300 g), panjang
kepala-badan (170-208 mm), dan panjang tungkai belakang (34-43 mm). Ekor tikus sawah
biasanya lebih pendek dari panjang kepala-badan. Tubuh bagian dorsal berwarna coklat
kekuningan dengan bercak-bercak hitam pada rambutnya. Pada individu muda terdapat rambut
berwarna oranye yang melingkari sisi depan telinga, namun berangsur menipis dan menghilang
saat beranjak menua. Rambut pada area tenggorokan, perut, dan inguinal tikus berwarna putih,
dan pada bagian posterior berwarna keperakan atau putih keabu-abuan.

Salah satu karakter biologis hama tikus sawah yang penting adalah reproduksi (Badan
Litbang Pertanian, 2015). Laju reproduksi tikus sawah relatif cepat dan menghasilkan banyak
anak,sehingga dapat memicu ledakan populasi. Tikusbetina siap kawin pada umur 28 hari dan
bunting pada umur 40 hari, sedangkan tikus jantan baru siap kawin setelah berumur 59
hari.. Periode bunting selama 21 hari dan menyusui juga selama 21 hari. Tikus dapat bunting
dan menyusui dalam waktu yang bersamaan dan dapat kawin lagi 48 jam setelah melahirkan.
Jumlah anak yang dilahirkan berkisaran antara 4-16 ekor dengan rata-rata 10 ekor setiap
kelahiran dan mempunyai nisbah kelamin 1:1. Satu ekor tikus betina berpotensi melahirkan 4
kali, namun demikiansebagian besar (89%) tikus melahirkan 1-2 kali dan hanya 11% yang
pernah melahirkan 3-4 kali.

Reproduksi tikus sawah dipicu oleh keberadaan padi fase generatif yaitu
periode mulai fase bunting sampai malai matang. Pakan padi bunting diduga sebagai trigger
peningkatan hormon estrogen pada tikus betina sehingga memicu terjadinya perkawinan, dan
jenis pakan semacam ini disebut sebagai “plant estrogen”. Secara alami memang terlihat
indikasi bahwa pada umumnya saat tikus mulai bunting berbarengan waktunya dengan
buntingnya tanaman padi, hal ini diduga naluri tikus juga merespon terjadinya
perubahan fenologi tanaman. Dalam satu musim tanam padi, satu ekor tikus sawah berpotensi
melahirkan sebanyak tiga kali dengan jumlah keturunan mencapai 80 ekor.

Umur tikus sawah di lapangan dapat mencapai 28 bulan. Namun demikian populasi
umur tikus di lapangan didominasi oleh tikus berumur 1-6 bulan sebanyak 77%, berumur 7-12
bulan 18%, dan tikus berumur lebih dari 20 bulan sekitar 5%. Hanya sedikit tikus sawah yang
mampu bertahan hidup melewati tiga kali musim tanam padi.

Hubungan antara biologi tikus dengan strategi pengendalian

Pemahaman mengenai aspek biologi dan ekologi tikus sawah di tingkat petani sangat
penting, karena merupakan kunci dasar dalam menerapkan strategi pengendalian. Dengan
mengacu pada karakter bioekologi tersebut, pengendalian hama tikus sawah harus dilakukan
secara terpadu dengan memanfaatkan komponen teknologi pengendalian yang sesuai dan tepat
waktu. Pelaksanaan pengendalian dilakukan sedini mungkin, intensif, dan berkelanjutan
dengan melibatkan petani yang terkoordinasi dalam skala luas (hamparan).
Pendekatan lain yang berbasis pada pemahaman reproduksi tikus juga sedang
dikembangkan dalam upaya melengkapi teknologi pengendalian yang sudah ada. Pengendalian
kesuburan (fertility control) merupakan salah satu metode alternatif untuk menekan populasi
tikus sawah (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang Panjang dan Umbi, 2021). Prinsip dasar
metode ini tidak menghilangkan keberadaan individu dari suatu populasi, tetapi hanya
membatasi perkembangbiakannya.

Pengendalian kesuburan merupakan metode yang tepat untuk diterapkan pada tikus sawah
karena beberapa alasan, yaitu:

1. Reproduksi tikus sawah tergantung pada ketersediaan tanaman padi untuk setiap musim
tanam
2. Pengaruh yang diakibatkan oleh bahan pengendali kesuburan cukup efektif untuk
membatasi reproduksi tikus sawah dalam rentang waktu tersebut
3. Tikus sawah berkumpul di habitat tertentu untuk berlindung (refuge habitat) selama
periode bera, sehingga memudahkan pengaplikasian bahan pengendali kesuburan
sebelum memasuki masa reproduksi.

Di samping itu, dinamika populasi tikus sawah yang memiliki satu kali puncak populasi pada
saat kondisi bera dalam satu kali musim tanam merupakan faktor pendukung lainnya dalam
penerapan pengendalian kesuburan tersebut.

Sejumlah senyawa kimia seperti DiazaCon (20,25 Diazacholesterol dihydrochloride),


Nicarbazin (campuran 4,4 dinitrocarbanilide/DNC dan 2-hydroxy-6-6-
dimetylpyrimidine/HDP), GonaCon (Gonadotropin releasing hormone (GnRH) decapeptide)
dan VCD (4-Vinyl Cyclohexene Diepoxide) memiliki efek kontrasepsif pada beberapa anggota
Mammalia. Senyawa VCD terbukti mampu mengendalikan kesuburan tikus laboratorium
betina (Rattus norvegicus). Data terakhir juga mengindikasikan bahwa VCD mampu merusak
sel telur muda tikus sawah betina dalam kisaran 40%. Fakta tersebut memberikan peluang bagi
peneliti untuk menguji efektivitas VCD sebagai bahan pengendali kesuburan pada hama tikus.

Pengembangan metode ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan umpan sebagai


media pendistribusi bahan antifertilitas dan dapat menekan populasi hama. Secara ideal,
senyawa kontraseptif perlu dicampur dalam bentuk racikan umpan dengan komposisi bahan
dasar yang menarik bagi hama tikus.

Pengendalian lainnya yaitu dengan pemanfaatan musuh alami. Burung hantu dapat
digunakan sebagai agen hayati dalam pengendalian hama tikus di persawahan. Burung hantu
memiliki kemampuan memangsa 2 hingga 5 ekor tikus dalam semalam. Penggunaan agen
hayati burung hantu tergolong aman bagi lingkungan sekitar sehingga akan mengurangi residu
racun tikus pada daerah persawahan yang dapat beresiko mengganggu agroekosistem. Burung
hantu yang biasa dimanfaatkan sebagai pengendali hama tikus adalah jenis barn owl (Tyto
alba). Alasan memilih burung hantu jenis ini karena barn owl memiliki karakteristik mudah
beradaptasi pada lingkungan perkotaan maupun persawahan. Selain itu, barn owl memilki ciri
khas lebih rakus jika dibandingkan dengan burung hantu jenis lain. Burung hantu memiliki
kemampuan untuk mendengar suara tikus dalam radius 500 m. Burung hantu memiliki
jangkauan terbang hingga 12 km. Barn owl dapat memangsa lebih dari 100 ekor tikus dalam
sebulan dengan perkiraan dapat memangsa tikus sawah sebanyak 3600 ekor dalam setahun.
Karakter biologi WBC

Wereng Coklat berkembang biak secara seksual, siklus hidupnya relatif pendek
(Nurbaeti et al., 2010) Masa peneluran 3-4 hari untuk wereng bersayap pendek (brakhiptera)
dan 3-8 hari untuk bersayap panjang (makroptera). Tingkat perkembangan wereng betina dapat
dibagi ke dalam masa peneluran 2-8 hari, masa bertelur 9-23 hari. Masa peneluran dapat
berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari. Sedangkan masa pra-dewasa adalah 19-23 hari.
Telur diletakkan berkelompok dalam pangkal pelepah daun, tetapi bila populasi tinggi telur
diletakkan pada ujung pelepah daun dan tulang daun.

Jumlah telur yang diletakkan serangga dewasa sangat beragam, dalam satu kelompok
antara 3-21 butir. Seekor wereng betina selama hidupnya menghasilkan telur antara 270-902
butir yang terdiri atas 76-142 kelompok. Telur menetas antara 7-11 hari dengan rata-rata 9 hari.
Metamorfosis wereng coklat sederhana atau bertingkat (hetero-metabola). Serangga muda
yang menetas dari telur disebut nimfa, makanannya sama dengan induknya. Nimfa mengalami
pergantian kulit (instar), rata-rata untuk menyelesaikan stadium nimfa adalah 12,8 hari.

Nimfa dapat berkembang menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah
bersayap panjang (makroptera) dengan sayap belakang normal, bentuk kedua adalah bersayap
kerdil (brakhiptera) dengan sayap belakang tidak normal. Umumnya wereng brakhiptera
bertubuh lebih besar, mempunyai tungkai dan peletak telur lebih panjang. Kemunculan
makroptera lebih banyak pada tanaman tua daripada tanaman muda, dan lebih banyak pada
tanaman setengah rusak daripada tanaman sehat

Hubungan antara biologi WBC dengan strategi pengendalian

Kemampuan wereng coklat yang sangat cepat beradaptasi dengan habitatnya


merupakan salah satu kendala dalam upaya pengendaliannya (Ngatimin et al., 2020). Untuk
mencegah terjadinya ledakan populasi WBC yang dapat merugikan produksi tanaman padi,
maka diperlukan tindakan pengendalian dengan memanfaatkan faktor-faktor bioekologi dari
WBC untuk menekan populasi WBC agar tidak mengganggu produksi tanaman padi
(Gunawan, et al., 2015). Pengendalian hama wereng adalah sebagai berikut:

1. WBC menyukai tanaman yang dipupuk N dosis tinggi dengan jarak tanam rapat
(Indonesian Center For Rice Research, 2014). Pengendalian dapat dilakukan dengan
menggunakan Jarak tanam jajar legowo dan pemupukan berimbang
2. Gunakan perangkap cahaya pada waktu malam ketika terlihat ada gejala serangan wereng.
Jangan tempatkan cahaya dekat persemaian atau sawah.
3. Penggunaan Varietas IR74 dapat menurunkan populasi wereng coklat biotipe 4 sebesar
52%, sedangkan varietas Ciherang menurunkan sebesar 19,1% (Dinas Pertanian
Buleleng, 2019).
Dianjurkan pula menggunaan varietas baru seperti Inpari 18, Inpari 19, Inpari 31 dan
Inpari 33, semua varietas Inpari tersebut tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2, dan 3
4. Pergiliran varietas pada daerah wereng coklat biotipe 3 dilakukan dengan menanam
varietas yang mempunyai gen tahan Bph1+ (IR64) dan Bph3 (Inpari 13) pada musim
hujan. Pada musim kemarau ditanam varietas dengan gen tahan Bph1 (Ciherang) dan
bph2
5. Pemanfaatan musuh alami antara lain: Ophionea sp; Paederus sp; Miscraspis sp; Spiders
(Lycosa sp.)
Daftar Pustaka
Badan Litbang Pertanian. 2015.Biologi dan Ekologi Tikus Sawah.
https://www.litbang.pertanian.go.id/tahukah-anda//228/. Diakses pada 22 April 2022.
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang Panjang dan Umbi.2021. Bioekologi Hama Tikus
dan Alternatif Pengendaliannya.
https://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/infotek/bioekologi-hama-tikus-dan-alternatif-
pengendaliannya/. Diakses pada 22 April 2022.
Dinas Pertanian Buleleng.2019.Pengendalian Hama Wereng Pada Tanaman Padi Sawah.
https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengendalian-hama-wereng-
pada-tanaman-padi-sawah-67. Diakses pada 22 April 2022.
Gunawan, C. S. E.; Mudjiono, Gatot; Astuti, L. P. 2015. Kelimpahan populasi wereng batang
coklat nilaparvata lugens stal. (homoptera: delphacidae) dan laba-laba pada budidaya
tanaman padi dengan penerapan pengendalian hama terpadu dan konvensional. Jurnal
HPT 1(3): 117 – 122.
Indonesian Center For Rice Research. 2014.Waspadai Wereng Batang
Coklat.https://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/en/info-berita/berita/waspadai-
wereng-batang-coklat-pada-mh-2013-2014.
Ngatimin, S. N. A., Fatahuddin, F., Widarawati, R., & Nurfadila, N. 2020. Fluktuasi populasi
wereng coklat (nilaparvata lugens stal.) pada tiga macam varietas tanaman padi (Oryza
sativa L.). Bioma: Jurnal Biologi Makassar, 5(2):161-168.
Nurbaeti, B., Diratmaja, I. G. P. A., & Putra, S. 2010. Hama wereng coklat (Nilaparvata lugens
Stal.) dan pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai