Anda di halaman 1dari 9

Walang sangit

Walang sangit ((Leptocorisa oratorius Fabricius, (Hemiptera:Alydidae); syn. Leptocorisa


acuta) adalah serangga yang menjadi hama penting pada tanaman budidaya, terutama padi.
Hewan ini mudah dikenali dari bentuknya yang memanjang, berukuran sekitar 2cm, berwarna
merah dan hitam. Walang sangit adalah anggota ordo Hemiptera.
Walang sangit menghisap cairan tanaman dari tangkai bunga (paniculae) sehingga
menyebabkan tanaman kekurangan hara dan menguning (klorosis), dan perlahan-lahan
melemah.
Nama hewan ini menunjukkan bentuk pertahanan dirinya, yaitu mengeluarkan aroma yang
menyengat hidung (sehingga dinamakan "sangit")
http://id.wikipedia.org/wiki/Walang_sangit
HAMA WALANG SANGIT (Leptcorisa oratorius)

Status
Walang sangit (L. oratorius L) adalah hama yang menyerang tanaman padi setelah berbunga
dengan cara menghisap cairan bulir padi menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau
pengisiannya tidak sempurna. Penyebaran hama ini cukup luas.
Di Indonesia walang sangit merupakan hama potensial yang pada waktu-waktu tertentu
menjadi hama penting dan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 50%. Diduga
bahwa populasi 100.000 ekor per hektar dapat menurunkan hasil sampai 25%. Hasil
penelitian menunjukkan populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan
hasil 15%. Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil
menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu minggu dapat
menurunkan hasil 27%
Kwalitas gabah (beras) sangat dipengaruhi serangan walang sangit. Diantaranya
menyebabkan meningkatnya Grain dis-coloration. Sehingga serangan walang sangit
disamping secara langsung menurunkan hasil, secara tidak langsung juga sangat menurunkan
kwalitas gabah.
Biologi dan ekologi
Tanaman inang alternatif hama walang sangit adalah tanaman rumput-rumputan antara lain:
Panicum spp; Andropogon sorgum; Digitaria consanguinaria; Eleusine coracoma; Setaria
italica; Cyperus polystachys, Paspalum spp; dan Pennisetum typhoideum.
Dewasa walang sangit meletakan telur pada bagian atas daun tanaman. Pada tanaman padi
daun bendera lebih disukai. Telur berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman,
diletakan satu persatu dalam 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur 57 hari
dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia telur 7 hari, terdapat lima
instar pertumbuhan nimpa yang total lamanya + 19 hari. Lama preoviposition + 21 hari,
sehingga lama satu siklus hidup hama walang sangit + 46 hari.
Nimpa setelah menetas bergerak ke malai mencari bulir padi yang masih stadia masak susu,
bulir yang sudah keras tidak disukai. Nimpa ini aktif bergerak untuk mencari bulir baru yang
cocok sebagai makanannya. Nimpa-nimpa dan dewasa pada siang hari yang panas
bersembunyi dibawah kanopi tanaman. Serangga dewasa pada pagi hari aktif terbang dari
rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi pada sore atau malam
hari.
Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia vegetatif, dewasa
walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman yang terdapat pada sekitar
sawah. Setelah tanaman padi berbunga dewasa walang sangit pindah ke pertanaman padi dan
berkembang biak satu generasi sebelum tanaman padi tersebut dipanen. Banyaknya generasi
dalam satu hamparan pertanaman padi tergantung dari lamanya dan banyaknya interval
tanam padi pada hamparan tersebut. Makin serempak tanam makin sedikit jumlah generasi
perkembangan hama walang sangit.
Di alam hama walang sangit diketahui diserang oleh dua jenis parasitoid telur yaitu Gryon
nixoni Mesner dan O. malayensis Ferr. Parasitasi kedua parasitoid ini di lapangan dibawah
50%. Pengamatan yang dilakukan pada tahun 1997 dan 2000 pada beberapa daerah di Jawa
Barat menunjukkan parasitoid G. nixoni lebih dominan dibandingkan dengan parasitoid O.
malayensis. Parasitoid O. malayensis hanya ditemukan pada daerah pertanaman padi di
daerah agak pegunungan dimana disamping pertanaman padi banyak ditanaman palawija
seperti kedelai atau kacang panjang O. malayensis selain menyerang telur walang sangit juga
menyerang telur hama Riptortus linearis dan Nezara viridula yang merupakan hama utama
tanaman kedelai. Berbagai jenis laba-laba dan jenis belalang famili Gryllidae dan
Tettigonidae menjadi predator hama walang sangit. Jamur Beauveria sp juga merupakan
musuh alami walang sangit. Jamur ini menyerang stadia nimpa dan dewasa.
Pengendalian
Pengendalian secara kultur teknik
Sampai sekarang belum ada varietas padi yang tahan terhadap hama walang sangit.
Berdasarkan cara hidup walang sangit, tanam serempak dalam satu hamparan merupakan cara
pengendalian yang sangat dianjurkan. Setelah ada tanaman padi berbunga walang sangit akan
segera pindah dari rumput-rumputan atau tanaman sekitar sawah ke pertanaman padi yang
pertama kali berbunga. Sehingga jika pertanaman tidak serempak pertanaman yang berbunga
paling awal akan diserang lebih dahulu dan tempat berkembang biak . Pertanaman yang
paling lambat tanam akan mendapatkan serangan yang relatif lebih berat karena walang
sangit sudah berkembang biak pada pertanaman yang berbunga lebih dahulu. Dianjurkan
beda tanam dalam satu hamparan tidak lebih dari 2,5 bulan.
Plot-plot kecil ditanam lebih awal dari pertanaman sekitarnya dapat digunakan sebagai
tanaman perangkap. Setelah tanaman perangkap berbunga walang sangit akan tertarik pada
plot tanaman perangkan dan dilakukan pemberantasan sehingga pertanaman utama relatif
berkurang populasi walang sangitnya.

Pengendalian secara biologis
Potensi agens hayati pengendali hama walang sangit masih sangat sedikit diteliti. Beberapa
penelitian telah dilakukan terutama pemanfaatan parasitoid dan jamur masih skala rumah
kasa atau semi lapang. Parasitoid yang mulai diteliti adalah O. malayensis sedangkan jenis
jamurnya adalan Beauveria sp dan Metharizum sp.
Pengendalian dengan menggunakan perilaku serangga
Walang sangit tertarik oleh senyawa (bebauan) yang dikandung tanaman Lycopodium sp dan
Ceratophylum sp. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menarik hama walang sangit dan
kemudian secara fisik dimatikan. Bau bangkai binatang terutama bangkai kepiting juga
efektif untuk menarik hama walang sangit.
Pengendalian kimiawi
Pengendalian kimiawi dilakukan pada padi setelah berbunga sampai masak susu, ambang
kendali untuk walang sangit adalah enam ekor /m
2
. Banyak insektisida yang cukup efektif
terutama yang berbentuk cair atau tepung sedangkan yang berbentuk granula tidak dapat
dianjurkan untuk mengendalikan walang sangit. Insektida anjuran untuk tanaman padi yang
cukup efektif terhadap walang sangit adalah BPMC dan MIPC
http://bbpadi.litbang.deptan.go.id/index.php/in/hama-padi/206--hama-walang-sangit-
leptcorisa-oratorius-
Biologi
Walang sangit bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan
lainnya secara kelompok dalam satu sampai dua baris. Telur berwarna hitam, berbentuk
segi enam dan pipih. Satu kelompok telur terdiri dari 1-21 butir, lama periode telur ratarata
5,2 hari (Siwi et al., 1981).
Nimfa berukuran lebih kecil dari dewasa dan tidak bersayap. Lama periode nimfa
rata-rata 17,1 hari. Pada umumnya nimfa berwarna hijau muda dan menjadi coklat
kekuning-kuningan pada bagian abdomen dan sayap coklat saat dewasa. Walaupun
demikian warna walang sangit ini lebih ditentukan oleh makanan pada periode nimfa.
Bagian ventral abdomen walang sangit berwarna coklat kekuning-kuningan jika dipelihara
pada padi, tetapi hijau keputihan bila dipelihara pada rumput-rumputan (Goot, 1949 dalam
Suharto dan Siwi, 1991).
Serangga dewasa berbentuk ramping dan berwarna coklat, berukuran panjang
sekitar 14-17 mm dan lebar 3-4 mm dengan tungkai dan antenna yang panjang.
Perbandingan antara jantan dan betina adalah 1:1. Setelah menjadi imago serangga ini baru
dapat kawin setelah 4-6 hari, dengan masa pra peneluran 8,1 dan daur hidup walang sangit
antara 32-43 hari. Lama periode bertelur rata-rata 57 hari (berkisan antara 6-108 hari,
sedangkan serangga dapat hidup selama rata-rata 80 hari (antara 16-134 hari)(Siwi et al.,
1981).
271
Gejala serangan dan Kerusakan
Kerusakan yang hebat disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa
berbunga, sedangkan nimpa terlihat merusak secara nyata setelah pada instar ketiga dan
seterusnya (Kalshoven, 1981).
Menurut Willis (2001), tingkat serangan dan menurunnya hasil akibat serangga
dewasa lebih besar dibandingkan nimfa. Suharto dan Damardjati (1988) melaporkan
bahwa 5 ekor walang sangit pada tiap 9 rumpun tanaman akan merugikan hasil sebesar
15%, sedangkan 10 ekor pada 9 rumpun tanaman akan mengurangi hasil sampai 25%.
Kerusakan yang tinggi biasanya terjadi pada tanaman di lahan yang sebelumnya
banyak ditumbuhi rumput-rumputan serta pada tanaman yang berbunga paling akhir
(Willis, 2001).
Pengendalian
a. Penggunaan Perangkap
Di lahan rawa lebak petani dalam mengendalikan hama khususnya walang sangit
menggunaan perangkap yaitu dari bahan keong yang dibusukkan. Dengan cara
pengendalian tersebut intensitas kerusakan walang sangit dapat ditekan. Hasil pengamatan
dilapang menunjukkan bahwa pengendalian dengan menggunakan perangkap bau busuk
(keong) tersebut cukup efektif dibandingkan pengendalian lainnya dalam mengendalikan
hama walang sangit. Adapun fungsi dari penggunakan perangkap dari bahan keong yang
dibusukkan tersebut adalah untuk mengalihkan perhatian dari walang sangit tersebut karena
dengan perangkap tersebut walang sangit lebih tertarik berkunjung ketempat perangkap
tersebut dibandingkan pada bulir padi.
Jumlah populasi yang didapatkan pada perangkap tersebut 5-10 ekor/perangkap.
Kadang-kadang petani juga menaruh bahan racun dari karbofuran 5-10 butir/tempat,
sehingga walang sangit yang datang berkunjung dan mengisap bahan tersebut dan mati.
Pengandalian hama walang sangit dengan cara perangkap busuk tersebut yang
dipasang ditepi-tepi sawah dengan jarak antar perangkap 10-15 m tersebut cukup efektif
memerangkap walang sangit. Walang sangit bergerombol datang pada perangkap bau
busuk tersebut untuk makan dan mengisap cairannya. Walang sangit lebih tertarik kepada
bau-bauan tersebut dibandingkan makan pada padi yang sedang berbunga sampai matang
susu. Menurut Sunjaya (1970), banyak diantara jenis-jenis serangga tertarik oleh bau-bauan
dipancarkan oleh bagian tanaman yaitu bunga, buah atau benda lainnya. Zat yang berbau
tersebut pada hakekatnya adalah senyawa kimia yang mudah menguap seperti pada
perangkan bau busuk tersebut.
Dengan demikian intensitas kerusakan bulir/biji padi dapat dihindari dengan cara
perangkap bau tersebut. Dilihat dari lingkungan tidak mempengaruhi terutama keberadaan
musuh alami (predator dan parasitoid) di lahan lebak tersebut. Dari hasil pengamatan
terhadap musuh alami populasi predator jenis laba-laba, kumbang karabit dan belalang
minyak dan jenis parasitoid lainnya populasi cukup tinggi (Tabel 2).
Dan ada pula cara lain yaitu dengan menggunakan obor dan asap tetapi hasilnya
kurang memuaskan, karena cara tersebut selain dapat menarik walang sangit tetapi juga
dapat menarik serangga-serangga lain terutama jenis musuh alaminya ikut terbunuh.
Adapun cara perangkap bau busuk tersebut bukan mematikan hama walang sangit tetapi
272
hanya mengalihkan perhatian sehingga dapat menghindari serangan hama tersebut pada
padi.
Tabel 1. Cara pengendalian walang sangit ditingkat petani lahan lebak Alabio pada
MT. 2002/2003.
Taktik pengendalian Intensitas kerusakan (%)
Perangkap busuk (keong) 5 - 7,5
Ubor(Api) 10-15
Asap 10-18
Insektisida 7,5-11,5
Kontrol 25-75
Tabel 2. Keragaman musuh alami di lahan lebak,Alabio pada MT.2002/2003
Spesies Ordo Famili Musuh alami Ket
Tetragnatha mandibulata Arachnida Tetragnathidae predator +++
Tetragnatha javanica Arachnida Tetragnathidae predator +
Lycosa sp Arachnida Lycosidae predator +++
Oxyopes sp Arachnida Oxyopidae predator ++
Argiope sp Arachnida Araneidae predator ++
Phidippus sp Arachnida Salticidae predator +
Hapalochrus sp Coleoptera Malaciidae predator +
Paederus furcipes Coleoptera Staphylinidae predator +++
Ophionea ishii ishii Coleoptera Carabidae predator +++
Microspis sp Coleoptera Coccinellidae predator ++
Harmonia sp Coleoptera Coccinellidae predator +
Synharmonia sp Coleoptera Coccinellidae predator +
Agriocnemis femina femina Odonata Agrionidae predator ++
Orthetrum sabina sabina Odonata Libellulidae predator ++
Tholymis tillarga Odonata Libellulidae predator +
Ischnura senegalensis Odonata Agrionidae predator +
Conocephalus longipennis Orthoptera Tettigonidae predator ++
Metioche sp Orthoptera Gryllidae predator ++
Pipunculus sp Diptera Pipunculidae predator ++
Anatrichus sp Diptera Chloropidae predator +
Apenteles sp Hymenoptera Braconidae parasitoid ++
Trianguliper Hymenoptera Bethylidae parasitoid +
Itoplectis narangae Hymenoptera Ichneumonidae parasitoid +
Stenobracon sp Hymenoptera Braconidae parasitoid +
Telenomus rowani Hymenoptera Scelionidae parasitoid +++
Trichogramma sp Hymenoptera Trichogramma Tidae parasitoid ++
Tetrastichus schoenobii Hymenoptera Eulophidae parasitoid +
Elasmus sp Hymenoptera Eulophidae parasitoid ++
Apenteles sp Hymenoptera Braconidae parasitoid ++
Xanthopimpla sp Hymenoptera Ichneumonidae parasitoid ++
273
b. Pemanfaatan Asap
Taktik pengandalian dengan menggunaan asap sudah seringkali dilakukan oleh
petani rawa lebak maupun tadah hujan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Tetapi dengan
mengganti bahan pengasapan tersebut dengan menggunaan bahan galian batubara
menunjukkan hasil yang cukup memuaskan, karena bahan galian batubara tersebut kalau
dibakar dapat bertahan lama dan menimbulkan bau yang menusuk sehingga dapat
mempengaruhi aktivitas dari hama walang sangit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
penggunaan asap dari bahan galian batubara intensitas kerusakan oleh walang sangit dapat
ditekan. Hal ini diduga bahwa bau asap dari bahan galian batu bara tersebut dapat
mengusir hama walang sangit, karena pada lokasi pertanaman padi yang tidak melakukan
pengendalian dengan cara pengasapan (bahan batubara) intensitas kerusakan cukup tinggi
(Tabel 3). Selain di lahan rawa lebak pengendalian cara tersebut dilakukan juga oleh petani
rawa pasang surut dan hasilnya cukup baik, dan disamping itu pula penggunaan insektisida
dapat ditekan.
Selain pengasapan dengan menggunakan bahan batu bara juga petani menggunakan
bahan tanaman dari tumbuhan cambai dan tumbuhan mercon dalam mengendalikan hama
walang sangit. Dengan menggunakan bahan tumbuhan tersebut intensitan kerusakan oleh
walang sangit dapat ditekan. Menurut Asikin dan Thamrin (2003), melaporkan bahwa
tumbuhan cabai dan mercon tersebut berpotensi sebagai insektisida nabati bahan persentase
tingkat kematian larva ulat jengkal melebihi dari kontrol insektisida nabati dari tumbuhan
Mimba yaitu tumbuhan galam, mercon, sungkai, kedondong, kumandrah dan cabai yaitu
berkisar antara 70 80 %.
Tabel 3. Intensitas kerusakan oleh walang sangit pada MT.2001/2002 di lahan rawa lebak.
Cara pengasapan Intensitas kerusakan (%)
Asap (bahan batubara) 6-8,5
Obor(Api) 9-17,5
Asap (bahan rerumputan) 10-16
Asap (bahan kayu) 7-12
Insektisida 10-12,5
Kontrol 25-65
c. Penggunaan Kapur Barus
Adapun taktik lain yang sering digunakan petani dalam mengendalikan walang
sangit adalah dengan menggunakan kapur barus. Cara ini juga cukup efektif dalam
mengendalikan hama walang sangit. Aplikasi taktik pengendalian ini dilakukan pada saat
fase vegetatif atau saat padi bunting sampai bulir-bulir padi mulai mengeras yaitu dengan
cara menggantungkan kapur barus tersebut yang sudah dimasukkan kedalam pembungkus
dari kain bekas. Taktik pengendalian dengan menggunakan kapur barus ini bersifat
menolak atau mengusir datangnya hama walang sangit karena bau yang dipancarkan oleh
zat yang terkandung dalam kamapar tersebut. Jarak antar kantong tersebut berkisar antara
4-5 meter pada bagian pinggir tanaman padi. Dengan cara ini intensitas kerusakan oleh
walang sangit dapat ditekan yaitu berkisar antara 5-10%.
274
d. Penggunaan tumbuhan ribu-ribu
Pengendalian hama pada saat fase generatif yaitu serangan hama penggerek batang
(beluk), walang sangit dan hama lainnya, yaitu menggunakan tumbuhan liar ribu-ribu yang
aplikasinya dengan cara menaburkan daun ribu-ribu tersebut pada lahan pertanaman padi
pada saat fase bunting. Melalui cara tersebut hama penggerek batang dan khususnya
walang sangit dapat dihindari, karena pengaruh bau yang ditimbulkan dari daun gulma
ribu-ribu yang terendam air tersebut mengeluarkan bau yang dapat mempengaruhi dari
kunjungan hama-hama tersebut. Dengan demikian gulma atau tumbuhan liar tersebut
mempunyai daya penolak terhadap hama pengrerek dan walang sangit.
KESIMPULAN
Cara-cara pengendalian hama walang sangit seperti penggunaan keong yang
dibusukkan sebagai perangkap, pengasapan dari bahan batu bara, tumbuhan mercon, kapur
barus, penggunaan tumbuhan ribu-ribu dan cambai berpotensi untuk dikembangkan.
Walang sangit lebih tertarik untuk datang pada keong-keong yang telah dibusukkan
sehingga pengendalian mudah dilaksanakan karena terkonsentrasi pada areal yang sempait.
Selain itu pengasapan dengan menggunakan daun tumbuhan mercon ataupun batubara
ternyata dapat mengurangi populasi walang sangit. Sedangkan kapur barus, tumbuhan
ribu-ribu dan cambai dapat menolak kedatangan walang sangit karena bau yang
dipancarkan oleh bahan tersebut sehingga kerusakan padi yang disebabkan walang sangit
dapat dihindari. Cara-cara pengendalian tersebut dapat mengurangi kerusakan gabah padi
yang disebabkan walang sangit berkisar 15-20%.

DAFTAR PUSTAKA
Domingo, I.T., E.A. Heinrichs and F.G. Medrano. 1982. Life history of rice bug
Leptocorisa oratorius F. IRRN No.6. IRRI, Los Banos, Philippines.
Kalshoven, L.G.E. and P.A. van der Laan. 1981. The pest of crops in Indonesia. P.T.
Ichtiar Baru. Van Hoeve, Jakarta.
Willis, M. 2001. Hama dan Penyakit Utama Padi di Lahan Pasang Surut. Monograf.
Badan Litbang Pertanian. Balittra. Banjarbaru.
Sunjaya, P.I. 1970. Dasar-Dasar Serangga. Bagian Ilmu Hama Tanaman Pertanian. IPB.
Bogor.
Siwi, S.S., A. Yassin and Dandi Sukarna. 1981. Slender rice bugs and its ecology and
economic threshold. Syiposium on Pest Ecology snd Pest Management, Bogor Nov
30-Dec 2 1981.
Suharto, H. dan D.S.Damardjati. 1988. Pengaruh waktu serangan walang sangit terhadap
hasil dan mutu hasil padi IR 36. Reflektor 1(2) : p 25-28.
Walang Sangit (Leptocorisa Acuta Thunberg)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae
Genus : Leptocorixa
Spesies : Acuta
Author : Thunberg


Daerah Sebaran
Walang sangit (L. acuta) mempunyai daerah sebaran yang sangat luas, hampir di semua negara
produsen padi. Daerah penyebaran L. acuta) antara Asia Tenggara, Kepulauan Fiji, Australia,
Srilangka, India, Jepang, Cina, Pakistan dan Indonesia (Harahap dan Tjahyono, 1997).
Di Indonesia L. Acuta tersebar di daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi (Baehaki, 1992).

Tanaman inang
Walang sangit selain menyerang tananamn padi yang sudah bermalai dapat pula berkembang pada
rumput-rumputan seperti Panicium crusgalli L., Paspalum dilatatum Scop., rumput teki (Echinocloa
crusgalli dan E. colonum) (Baehaki,1992).

Bioekologi dan Morfologi
Walang sangit (L. acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari
stadia telur, nimfa dan imago. Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai
relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 30 mm
(Harahap dan Tjahyono, 1997).
Telur. Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara
berkelompok. Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir. Telur-telur tersebut biasanya
diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun. Peletakan telur umumnya dilakukan
pada saat padi berbunga. Telur akan menetas 5 8 hari setelah diletakkan. Perkembangan dari telur
sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari (Baehaki, 1992).



Nimfa.
Nimfa berwarna kekuningan, kadang-kadang nimfa tidak terlihat karena warnanya sama dengan
warna daun. Stadium nimfa 17 27 hari yang terdiri dari 5 instar (Harahap dan Tjahyono, 1997).
Imago. Imago walang sangit yang hidup pada tanaman padi, bagian ventral abdomennya berwarna
coklat kekuning-kuningan dan yang hidup pada rerumputan bagian ventral abdomennya berwarna
hijau keputihan. Bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan lainnya
secara kelompok dalam satu sampai dua baris (Rismunandar, 2003).
Aktif menyerang pada pagi dan sore hari, sedangkan di siang hari berlindung di bawah pohon yang
lembab dan dingin (Baehaki, 1992).

Iklim Mikro
Perkembangan yang baik bagi hama Walang sangit terjadi pada suhu antara 27 30 C.
Perkembangan Walang Sangit telah diketahui Gejala Serangan dan Kerusakan yang
ditimbulkanterjadi pada waktu temperatur sedang, curah hujan rendah dan sinar matahari terang.
Walang sangit dapat berkembang biak di lahan dataran rendah maupun di dataran tinggi (Mudjiono,
1991).

Gejala Serangan dan Kerusakan yang ditimbulkan
Nimfa dan imago mengisap bulir padi pada fase masak susu, selain itu dapat juga mengisap cairan
batang padi. Malai yang diisap menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman. Walang sangit
mengisap cairan bilir padi dengan cara menusukkan styletnya.
Nimfa lebih aktif daripada imago, tapi imago dapat merusak lebih banyak karena hidupnya lebih
lama. Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi mengecil jika cairan dalam bilir tidak dihabiskan.
Dalam keadaan tidak ada bulir yang matang susu, maka dapat menyerang bulir padi yang mulai
mengeras, sehingga pada saat stylet ditusukkan mengeluarkan enzim yang dapat mencerna
karbohidrat.

Anda mungkin juga menyukai