TIKUS SAWAH
a. Ekobiologi
Tikus mempunyai kemampuan berkembangbiak sangat cepat dengan jumlah
anak banyak. Variasi jumlah anak tikus adalah 6-18 ekor (rerata 10 ekor)
dengan seks rasio 1:1. Dalam satu musim tanam tikus dapat mencapai
kepadatan populasi yang sangat tinggi. Perkembangbiakan tikus selalu terjadi
pada stadia vegetatif sehingga pada setiap akhir musim tanam (2-5 minggu
setelah panen) akan dijumpai puncak kepadatan populasi. Tikus sawah dapat
berkembang biak mulai pada umur 1,5-5 bulan. Setelah kawin, masa bunting
memerlukan waktu 21 hari. Selama 1 tahun seekor tikus betina dapat
melahirkan 4 kali sehingga dalam 1 tahun dapat dilahirkan 32 anak, dan
populasi dari satu pasang tikus sapat mencapai 1200 ekor turunan.
Tikus mempunyai indra penglihatan yang lemah dan buta warna namun
diimbangi indra penciuman, peraba dan pendengaran yang tajam. Perubahan
kepadatan populasi tikus sangat dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan
tanaman dan kondisi lapang. Pada saat ada pertanaman, tikus hadir di
lalpang, namun pada kondisi lapangan diberakan / diistirahatkan atau tidak
ada makanan maka tikus sawah akan menginfestasi tepat-tepat penyimpanan
/ perumahan penduduk sekitar atau pindah ke tempat lain yang tersedia
makanan.
b. Gejala serangan
Pada tanaman padi kerusakan karena serangan tikus terjadi akibat batang
padi digigit / dipotong. Bekas gigitan terlihat membentuk sudut potong kurang
lebih 45 derajat dan masih mempunyai sisa bagian batang yang tidak
terpotong.
Pada tanaman fase vegetatif, seekor tikus dapat merusak antara 11-176
batang padi per malam. Sedangkan pada saat bunting kemampuan merusak
1
meningkat menjadi 24-246 batang per malam. Kerusakan berat karena
serangan tikus biasanya hanya menyisakan beberapa baris tanaman pada
bagian tepi.
Besarnya kerugian karena serangan tikus ditentukan oleh banyaknya anakan
yang gagal menghasilkan malai masak pada waktu panen.
c. Pengendalian
Pengendalian hama secara terpadu (PHT) ini akan terlaksana dengan baik
bila petani menghayati konsep dasarnya dan menguasai berbagai cara
pengendalian ke dalam suatu program yang sesuai dengan jenis organisme
pengganggu dan ekosistem pertanian di tempat tersebut.
LANGKAH AWAL
2
yang tidak merugikan,pengelolaan kelestarian alam dan optimasi produksi
pertanian.
Kegiatan tikus lebih aktif pada malam hari,dan kegiatan hariannya sangat teratur
mulai dari mencari makanan,minum,mencari pasangan sampai orientasi
kawasan.Untuk menghindari dari lingkungan yang tudak menguntungkan,tikus
biasanya membuat sarang pada daerah lembab,dekat dengan sumber air dan
makanan seperti di batang pohon,sela-sela batu,gili-gili irigasi,tanggul,jalan kereta
api dan bukit bukit kecil.
Petani dapat membedakan mana yang disebut tikus sawah dan mana tikus
rumah.Pada umumnya,tikus salah selain melakukan aktivitasnya di sawah,juga
dapat melakukan aktivitasnya di rumah. Sedangkan tikus rumah (Rattus ratusdiardii)
hanya melakukan aktivitasnya hanya di rumah saja.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang padi yang
terpotong dan membentuk 45oC serta masih mempunyai sisa bagian batang yang
3
tak terpotong.Pada fase vegetatif tikus dapat merusak 11-176 batang per
malam.Sedangkan pada saat bunting,kemampuan merusak meningkat menjadi 24-
246 batang padi per malam.
Jika sudah mengetahui biologi dan ekologi tikus,maka diharapkan petani dapat
mengendalikan tikus dengan tepat dan efektif dengan melihat kondisi lingkungan di
lapangan,serta mampu menerapkan konsep PHT.Pengendalian tikus sawah harus
dimulai secara diri, yakni dimulai pada saat sawah bera (setelah panen),pada masa
gevetatif dan masa generatif.Pengendalian hama tikus pada saat sawah bera bias
dilakukan dengan 5 cara sebagai berikut:
4
RODENTISIDA
Pengendalian tikus pada saat padi pada masa gevetatif dilakukan secara sanitasi
lingkungan dan kimia (Rodentisida).Cara tersebut di nilai cukup efekti,karena pada
masa vegetatif tikus sudah mulai melakukan penyerangan terhadap areal
pesawahan dan merusak batang padi.Cara rodentisida dilakukan bila populasi tikus
yang tinggi.
Rodentisida yang biasa digunakan adalah racun akut dan racun anti-
koagulan.Contoh rodentisida akut yakni czincposphide diberikan dengan cara
diumpankan dengan dosis 22 gram per hektar dicampur umpan sebanyak 2,5
kg.Sedangkan rodentisida antikoagulan yakni racumin,tomorin,dekafit,klerat,RMB
dan lainnya yang siap pakai yang penggunaannya dengan rodentisida akut.
Pengendalian hama tikus ketika generatif,yang lebih baik dan efektif adalah dengan
pengemposan. Adapun cara pengemposan dilakukan dengan menggunakan asap
atau gas beracun yakni hasil pembakaran serbuk belerang bersama merang atau
sabut kelapa dengan perbandingan 1: 1,5 kemudian dimasukkan ke dalam liang
yang menjadi sarang tikus
5
BAB II
PESTISIDA
Pestisida yang biasa digunakan para petani dapat digolongkan menurut beberapa
hal berikut:
6
nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran
dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
7
terurai akan berkumpul pada hewan pemakan tumbuhan tersebut termasuk
manusia. Secara tidak langsung dan tidak sengaja, tubuh mahluk hidup itu
telah tercemar pestisida. Bila seorang ibu menyusui memakan makanan dari
tumbuhan yang telah tercemar pestisida maka bayi yang disusui
menanggung resiko yang lebih besar untuk teracuni oleh pestisida tersebut
daripada sang ibu. Zat beracun ini akan pindah ke tubuh bayi lewat air susu
yang diberikan. Dan kemudian racun ini akan terkumpul dalam tubuh bayi
(bioakumulasi).
2. Pestisida yang tidak dapat terurai akan terbawa aliran air dan masuk ke
dalam sistem biota air (kehidupan air). Konsentrasi pestisida yang tinggi
dalam air dapat membunuh organisme air diantaranya ikan dan udang.
Sementara dalam kadar rendah dapat meracuni organisme kecil seperti
plankton. Bila plankton ini termakan oleh ikan maka ia akan terakumulasi
dalam tubuh ikan. Tentu saja akan sangat berbahaya bila ikan tersebut
termakan oleh burung-burung atau manusia. Salah satu kasus yang pernah
terjadi adalah turunnya populasi burung pelikan coklat dan burung kasa dari
daerah Artika sampai daerah Antartika. Setelah diteliti ternyata burung-
burung tersebut banyak yang tercemar oleh pestisida organiklor yang menjadi
penyebab rusaknya dinding telur burung itu sehingga gagal ketika dierami.
Bila dibiarkan terus tentu saja perkembangbiakan burung itu akan terhenti,
dan akhirnya jenis burung itu akan punah.
Mengurangi residu
Ada beberapa langkah untuk mengurangi residu yang menempel pada sayuran,
antara lain dengan mencucinya secara bersih dengan menggunakan air yang
mengalir, bukan dengan air diam. Jika yang kita gunakan air diam (direndam) justru
sangat memungkinkan racun yang telah larut menempel kembali ke sayuran.
Berbagai percobaan menunjukkan bahwa pencucian bisa menurunkan residu
sebanyak 70 persen untuk jenis pestisida karbaril dan hampir 50 persen untuk DDT.
Mencuci sayur sebaiknya jangan lupa membersihkan bagian-bagian yang terlindung
mengingat bagian ini pun tak luput dari semprotan petani. Untuk kubis misalnya,
lazim kita lihat petani mengarahkan belalai alat semprot ke arah krop (bagian bulat
dari kubis yang dimakan) sehingga memungkinkan pestisida masuk ke bagian dalam
krop.
Selain pencucian, perendaman dalam air panas (blanching) juga dapat menurunkan
residu. Ada baiknya kita mengurangi konsumsi sayur yang masih mentah karena
diperkirakan mengandung residu lebih tinggi dibanding kalau sudah dimasak terlebih
dulu. Pemasakan atau pengolahan baik dalam skala rumah tangga atau industri
terbukti dapat menekan tekanan kandungan residu pestisida pada sayuran.
8
Sayur-sayuran memang diperlukan tubuh untuk mencukupi kebutuhan kita akan
berbagai mineral dan vitamin penting. Tetapi, karena di sana ada bahaya, kehati-
hatian sangatlah dituntut dalam hal ini. Ada baiknya memang kalau kita tahu dari
mana sayur itu dihasilkan. Tetapi paling aman pastilah kalau kita menghasilkan
sayuran sendiri, dengan memanfaatkan pekarangan rumah, dengan pot sekalipun.
Karena pestisida tidak hanya beracun bagi hama, tetapi dapat juga mematikan
organisme yang berguna, ternak piaraan, dan bahkan manusia, maka agar terhindar
dari dampak negatif yang timbul, penyimpanan dan penggunaannya harus dilakukan
secara hati-hati dan dilakukan sesuai petunjuk.
Selain itu, untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida dapat pula dilakukan
dengan cara menggunakan pestisida alami atau pestisida yang berasal dari
tumbuhan (biopestisida). Biopestisida tidak mencemari lingkungan karena bersifat
mudah terurai (biodegradable) sehingga relatif aman bagi ternak peliharaan dan
manusia. Sebagai contoh adalah air rebusan dari batang dan daun tomat dapat
digunakan untuk memberantas ulat dan lalat hijau.
Kita juga dapat menggunakan air rebusan daun kemanggi untuk memberantas
serangga. Selain tumbuhan tersebut, masih banyak tumbuhan lain yang
mengandung bioaktif pestisida seperti tanaman mindi, bunga mentega, rumput mala,
tuba, kunir, kucai, dll.
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan
untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan kepentingan manusia. Di
bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk
meningkatkan produksi. Namun, disadari atau tidak bahwa pestisida merupakan
bahan berbahaya yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan
manusia dan kelestarian lingkungan hidup apabila penggunaannya tidak bijaksana.
Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting
dalam menentukan keberhasilan pengendalian hama, walaupun jenis pestisidanya
bagus namun bila penggunaannya tidak benar, akan memberikan hasil yang sia-sia.
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam ketepatan penggunaan pestisida biasa
disebut dengan istilah 5 tepat yaitu:
9
Preventif (pencegahan) Penyemprotan yang di- lakukan sebelum terjadi
serangan hama atau penyakit
Kuratif adalah penyemprotan yang dilakukan setelah ada serangan hama
atau penyakit.
Eradikatif adalah penyemprotan yang dilakukan untuk membersihkan apabila
ada ledakan hama atau penyakit
Sistem kalender adalah penyemprotan yang dilakukan secara berkala tanpa
memperhatikan adanya serangan hama atau penyakit.
3. Tepat Cara
Penggunaan pestisida harus disesuaikan dengan bentuk pestisida.
Bentuk formulasi pestisida antara lain:
EC ( Emulsible Concentrate )
Berbentuk cairan pekat, penggunaannya dengan cara disemprotkan.
WP ( Wettable Powder )
Berbentuk tepung, penggunaanya dilarutkan dengan air terlebih dahulu
sebelum disemprotkan.
G ( Granule )
Berbentuk butiran. Penggunaanya dengan cara langsung ditaburkan di lahan.
D ( Dust )
Berbentuk tepung, penggunaanya dengan cara dihembuskan.
4. Tepat Sasaran
Sasaran penyemprotan pestisida secara biologis dikelompokkan menjadi 3
yaitu: Hama, Penyakit, Gulma.
5. Tepat Jenis
Jenis pestisida yang digunakan harus sesuai dengan hama atau penyakit yang
akan dikendalikan, jenis-jenis pestisida
Insektisida untuk pengendalian serangga
Fungisida untuk pengendalian jamur
Rodentisida untuk pengendalian tikus
Herbisida untuk pengendalian gulma
Akarisida untuk pengendalian tungau
Bakterisida untuk pengendalian bakteri
10