Anda di halaman 1dari 11

PENGENDALIAN HAMA TIKUS SECARA TERPADU

TIKUS termasuk hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia.Ini perlu mendapat
perhatian khusus di samping hama lainnya.Karena kehilangan hasil produksi akibat serangan
hama tikus cukup tinggi.

Usaha untuk mengendalikan si monyong tikus ini sudah banyak dilakukan oleh para
petani,mulai dari sanitasi,kultur teknik,fisik,cara hayati,mekanik dan kimia.Namun diakui,bahwa
cara-cara pengendalian tersebut belum dilakukan secara terpadu,sehingga harapan untuk
menekan populasi tikus pada tingkat yang tidak merugikan ternyata sulit dicapai.

Pengendalian hama secara terpadu (PHT) ini akan terlaksana dengan baik bila petani menghayati
konsep dasarnya dan menguasai berbagai cara pengendalian ke dalam suatu program yang sesuai
dengan jenis organisme pengganggu dan ekosistem pertanian di tempat tersebut.
Konsep pengendalian hama terpadi,sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 1947-an,meskipun
sebelumnya penanggulangan hama dengan jalan memadukan beberapa pengendalian sudah
dilaksana kan.

LANGKAH AWAL
PHT dapat didefinisikan sebagai cara pengendalian dengan memasukkan beberapa cara
pengendalian yang terpilih dan serasi serta memperhatikan segi ekonomi,ekologi dan toksikologi
sehingga popilasi hama berada pada tingkat yang secara ekonomi tidak merugikan.Artinta,bahwa
PHT bertujuan untuk menekan populasi hama sampai pada tingkat yang tidak
merugikan,pengelolaan kelestarian alam dan optimasi produksi pertanian.

Sebelum melangkah pada usaha pengendalian tikus sawah dengan menerapkan PHT,sebaiknya
kita mengetahui terlebih dahulu biologi dan ekologi tikus,sehingga petani akan lebih mudah
meng identifikasi untuk selanjutnya dilakukan pengendalian.
Tikus termasuk ordo Rodentia,famili Muridae dan sub-famili Murinae.Dari sub-famili ini ada
dua genus yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia yakni genus Mus dan
Rattus.

Pada umumnya,tikus sawah (Rattus orgentiventer) tinggal di pesawahan dan


sekitarnya,mempunyai kemampuan berkembang biak sangat pesat.Jika secara teoritis,tikus
mampu berkembang biak menjadi 1.270 ekor per tahun dari satu pasang ekor tikus saja.
Walaupun keadaan ini jarang terjadi,tetapi hal ini menggambarkan, betapa pesatnya populasi
tikus dalam setahun.
Perkembangan tikus di alam banyak dipengaruhi faktor lingkungan,terutama ketersediaannya
sumber makanan,dan populasi tikus akan meninglat berkaitan dengan puncak pada masa
generatif.

Kegiatan tikus lebih aktif pada malam hari,dan kegiatan hariannya sangat teratur mulai dari
mencari makanan,minum,mencari pasangan sampai orientasi kawasan.Untuk menghindari dari
lingkungan yang tudak menguntungkan,tikus biasanya membuat sarang pada daerah
lembab,dekat dengan sumber air dan makanan seperti di batang pohon,sela-sela batu,gili-gili
irigasi,tanggul,jalan kereta api dan bukit bukit kecil.

Petani dapat membedakan mana yang disebut tikus sawah dan mana tikus rumah.Pada
umumnya,tikus salah selain melakukan aktivitasnya di sawah,juga dapat melakukan aktivitasnya
di rumah. Sedangkan tikus rumah (Rattus ratusdiardii) hanya melakukan aktivitasnya hanya di
rumah saja.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama tikus dapat dilihat pada batang padi yang terpotong dan
membentuk 45oC serta masih mempunyai sisa bagian batang yang tak terpotong.Pada fase
vegetatif tikus dapat merusak 11-176 batang per malam.Sedangkan pada saat
bunting,kemampuan merusak meningkat menjadi 24-246 batang padi per malam.

Sebagai binatang pengerat,tikus dalammemenuhi kebutuhan hidupnya mengerat batang padi


dengan perbandingan 5:1,yakni 5 batang padi dikerat hanya untuk mengasah giginya supaya
tidak tambang panjang,dan 1 batang padi di makan untuk kebutuhan hidupnya.

PHT YANG TEPAT & EFEKTIF


Jika sudah mengetahui biologi dan ekologi tikus,maka diharapkan petani dapat mengendalikan
tikus dengan tepat dan efektif dengan melihat kondisi lingkungan di lapangan,serta mampu
menerapkan konsep PHT.Pengendalian tikus sawah harus dimulai secara diri, yakni dimulai pada
saat sawah bera (setelah panen),pada masa gevetatif dan masa generatif.Pengendalian hama tikus
pada saat sawah bera bias dilakukan dengan 5 cara sebagai berikut:

Pertama dengan sanitasi lingkungan,melakukan pembersihan rumput rumput atau semak-semak


yang biasa digunakan tikus untuk bersarang.
Kedua,yakni cara fisik dan mekanik,dengan melakukan pembongkaran sarang tikus,kemudian
dibutu dan dibunuh (gropyokan) secara missal dan memasukkan air ke dalam sarangnya,tikus
yang keluar dibunuh tanpa merusak pematang.
Ketiga,yakni cara kultur teknik dengan cara melakukan penanam secara serempak meliputi
areal yang laus,misalnya seluas 0-100 hektar.Cara ini dilakukan untuk menghindari tersedianya
makanan bagi tikus.
Keempat,yakni melalui cara biologi/hayati dengan memanfaatkan musuh-,usuh alaminya
seperti ular sanca, ularwelang,anjing dan lainnya.
Kelima,yaitu dengan memasang tirai persemaian pada saat padi disemai,di mana cara ini
dilakukan untuk melindungi persemaian padi dari tanaman tikus.Bahan yang digunakan dari
lembaran plastik atau lembaran kaleng bekas,tirai di pasang di sekitar persemaian dengan tingga
sekitar 50 cm.

RODENTISIDA
Pengendalian tikus pada saat padi pada masa gevetatif dilakukan secara sanitasi lingkungan dan
kimia (Rodentisida).Cara tersebut di nilai cukup efekti,karena pada masa vegetatif tikus sudah
mulai melakukan penyerangan terhadap areal pesawahan dan merusak batang padi.Cara
rodentisida dilakukan bila populasi tikus yang tinggi.
Rodentisida yang biasa digunakan adalah racun akut dan racun anti-koagulan.Contoh rodentisida
akut yakni czincposphide diberikan dengan cara diumpankan dengan dosis 22 gram per hektar
dicampur umpan sebanyak 2,5 kg.Sedangkan rodentisida antikoagulan yakni
racumin,tomorin,dekafit,klerat,RMB dan lainnya yang siap pakai yang penggunaannya dengan
rodentisida akut.

Sementara bahan yang bisa digunakan sebagai umpan antara lain beras,gabah,jagung,ketela
pohon,ubi jalar dan lainnya.Penempatan umpan dapat dipasang sepanjang kira-kira 25 gram per
hektar pertumpukan dengan jarak 4 meter.

Sebelum pemberian umpan beracun sebaiknya dilakukan perumpanan pendahuluan.Hal ini


bertujuan untuk membiasakan tikus makan umpan dengan jalan memberi umpan tanpa racun
selama 2-3 hari.Waktu pengumpnanan disesuaikan dengan keadaan populasi tikus.Umpan
diberikan 15 hari sebelum tanaman,15 hari setelah tanam, dan 45 hari setelah tanam.

Sesungguhnya,cara penggunaan rodentisida di lapangan menurut konsep PHT,hendaknya


dilakukan sebagai alternative terakhir apabila cara cara pengendalian lain dinilai tidak efektif
lagi.Itupun dengan catatan,penggunaannya harus secara bijaksana dan tepat dosis.

Pengendalian hama tikus ketika generatif,yang lebih baik dan efektif adalah dengan
pengemposan.Jika cara rodentisida tidak berhasil.Hal ini disebabkan pada masa generatif
makanan berlimpah sehingga umpan yang beracun tidak akan dimakannya.

Adapun cara pengemposan dilakukan dengan menggunakan asap atau gas beracun yakni hasil
pembakaran serbuk belerang bersama merang atau sabut kelapa dengan perbandingan 1: 1,5
kemudian dimasukkan ke dalam liang yang menjadi sarang tikus

PREFERENSI TIKUS SAWAH (Rattus argentiventer)


TERHADAP JENIS DAN BENTUK UMPAN PADA TANAMAN PADI

The Prefer Field Mouse (Rattus argentiventer) Towards Kind and Bait Form in Rice Plants

IRVANDRA FATMAL, SP.


Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

ABSTRACT

This research is to detect choosen kind and bait form that used as trap towards field mouse that
assault rice. this watchfulness is carried out in location prima farmer at village rice field tune
Aneuk Glee district indrapuri, Aceh Besar. plan that used in this watchfulness group random plan
(rack) non factorial with 6 treatments, every treatment at repeat as much as 4 times so that got 24
effort units. that ingredient rice/shell of rice, rice intact, broken rice, corn intact, broken corn and
corn flour. peubah that watched: plants damage percentage, mouse total snare and male mouse
ratio and female mouse. Research result shows that chosen mouse towards form and bait kind
gives influence very real between treatment, furthermore done test difference smallest real to
BNT continues. Between treatment rice/shell of rice is bait most liked by mouse. in variable rice
plants damage percentage, moment rice ready at harvest obvious more opting mouse consumes
rice than bait that given. this matter causess plants damage percentage more increase.
furthermore in variable mouse total snare is begun in observation to 2 until observation to 9 that
show real difference, except to observation to 1. while snare dominant mouse mouse berkelamin
male, this matter proves that male mouse besides looks for also look for pair. while female
mouse more many resides in hole with activity gives suck and occasionally out look for food.
Keywords: Prefer, mouse rice field, bait, path analysis

PENDAHULUAN

Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk family Graminae penghasil biji-bijian yang berasal dari
negeri China. Dalam budidaya tanaman padi banyak terjadi serangan hama tikus (Rattus
argentiventer Rob & Kloss), sebab tikus merupakan hama yang relatif sulit dikendalikan karena
memiliki kemampuan adaptasi, mobilitas, dan kemampuan berkembangbiak yang pesat serta
daya rusak yang tinggi, hal ini menyebabkan hama tikus selalu menjadi ancaman pada
pertanaman padi. Kehilangan hasil produksi akibat serangan tikus cukup besar, karena
menyerang tanaman sejak di persemaian hingga menjelang panen. Potensi perkembangbiakan
tikus sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas makanan yang tersedia. Tikus bersifat
omnivora atau pemakan segala jenis makanan, akan tetapi dalam hidupnya tikus membutuhkan
makanan yang kaya akan karbohidrat dan protein seperti bulir padi, kacang tanah, jagung, umbi-
umbian, dan biji-bijian. Apabila tidak tersedia makanan di sawah, tikus baru menyerang
pertanaman lainnya seperti tanaman jagung, palawija dan ubi kayu serta ubi jalar. Keragaman
komoditi menyebabkan terciptanya lingkungan yang selalu menguntungkan bagi kehidupan dan
perkembangan tikus (Priyambodo, 1995).
Mobilitas tikus tergantung kepada natalitas dan mortalitas. Jika makanan tersedia di lapangan
maka satu populasi akan membentuk beberapa populasi lainnya, bila makanan berkurang maka
akan terjadi mortalitas yang tinggi di lapangan. Populasi yang baru terbentuk akan kembali ke
populasi yang lama dengan 2 macam pergerakan, yaitu: pergerakan harian dalam mencari makan
sehari-hari dengan jarak 100 m dan pergerakan musiman dengan jarak pergerakan mencapai
500 m. Beberapa upaya pengendalian hama tikus yang banyak dilakukan oleh para petani
adalah dengan mengatur waktu tanam, rotasi tanaman, sanitasi lingkungan, pengendalian secara
fisik-mekanik, pengendalian secara biologis, dan pengendalian secara kimiawi. Dari sekian
banyak metode pengendalian tersebut tampaknya pengendalian tikus dengan menggunakan
umpan beracun (rodentisida sintetik) masih menjadi pilihan utama petani, karena relatif lebih
praktis dan langsung memperlihatkan hasilnya. Disamping itu, dengan memakan bahan ini
menyebabkan tikus menjadi mandul. Keefektifan penggunaan umpan beracun di lapangan antara
lain ditentukan oleh jenis dan bentuk umpan yang digunakan. Disisi lain harga rodentisida
sintetik yang relatif mahal dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya antara lain
terbunuhnya organisme bukan sasaran seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya, karacunan
pada manusia, dan lain-lain. Sejumlah masalah yang muncul akibat penggunaan rodentisida
sintetik yang tidak bijaksana tersebut menyebabkan meningkatnya kembali perhatian sejumlah
peneliti dalam memanfaatkan potensi tumbuhan seperti akar tegari (Dianella sp.) untuk
mengendalikan tikus sawah (Jumar & Helda, 2003). Oleh karena itu, alternatif menggunakan
perangkap merupakan pengendalian yang relatif aman terhadap hewan sekitar dan lingkungan,
pengendalian hama ini dilakukan dengan mengacu pada konsep pengendalian hama terpadu
(PHT) dan tepat sasaran. Dalam penerapan PHT diperlukan pengetahuan aspek biologi hama
sebagai dasar memilih teknik pengendalian yang tepat (Theceli, 1992).
Teknik pengendalian lainnya yaitu dengan menggunakan perangkap, salah satu jenis perangkap
tikus yang dapat digunakan adalah perangkap bambu dan perangkap yang terbuat dari kawat.
Penggunaannya mudah yaitu hanya dengan meletakkan perangkap yang telah diberi umpan pada
setiap petakan sawah. Berkaitan dengan hal tersebut, upaya pengendalian untuk menekan
populasi tikus harus dilakukan terus menerus mulai dari saat pra tanam hingga menjelang panen
dengan menggunakan berbagai teknik pengendalian secara terpadu. Di daerah persawahan
kepadatan populasi tikus berkaitan erat dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Pada fase
vegetatif populasi tikus umumnya masih relatif rendah, seterusnya akan meningkat saat tanaman
padi berada pada fase generatif. Tikus dapat menyerang padi pada fase vegetatif dengan
menggigit dasar anakan rumpun sampai hancur. Biasanya dimulai dari bagian tengah petakan
kemudian dilanjutkan ke pinggir pematang sawah.

Biologi Hama Tikus Sawah (R.argentiventer)


Tikus sawah banyak dijumpai diseluruh tempat dan paling banyak merusak tanaman pangan
khususnya padi. Tubuh tikus berwarna kelabu gelap, bagian punggung berwarna coklat muda
berbercak hitam, perut dan dada berwarna keputihan. Panjang antara kepala hingga badan 130
210 mm, panjang badannya dari hidung sampai ujung ekor 270 370 mm, panjang ekor sama
atau lebih pendek dari panjang badan, dengan berat rata-rata sekitar 500 gr (Gambar 1). Tikus
memiliki indera penciuman dan pendengaran yang tajam, tikus betina mempunyai 6 pasang
puting susu yang terletak dikiri dan kanan pada bahagian dada dan perut memanjang sepanjang
badan. Tikus sawah dapat berkembang biak pada umur 1,5 5 bulan setelah kawin. Seekor tikus
betina dapat melahirkan 8 ekor anak setiap melahirkan (Arifin, 1995).
Klasifikasi tikus sawah oleh Marshal:
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Klass : Mammalia
Subklas : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub Famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Argentiventer
Nama latin :Rattus argentiventer Kloss
Ciri-ciri yang menarik adalah gigi serinya mampu beradaptasi untuk mengerat, kebiasaan ini erat
kaitannya dengan pertumbuhan dua pasang giginya. Dua pasang gigi tersebut terus tumbuh
hingga mencapai 12-15 cm per tahun, untuk menghambat pertumbuhan giginya tikus terus
mengerat apa saja yang ditemukannya, menggigit benda-benda yang keras. Gigi seri ini terdapat
pada rahang atas dan bawah, masing-masing sepasang, gigi seri ini secara cepat akan tumbuh
memanjang sehingga merupakan alat potong yang sangat efektif, tidak mempunyai taring dan
graham (premolar).
Dengan kemampuannya itu kita mustahil menumpasnya sampai tuntas, yang dapat dilakukan
ialah mengendalikan jumlahnya sampai tingkat populasi tertentu yang tidak mengganggu. Hama
tikus terdiri dari beberapa jenis di antaranya: Rattus argentiventer, Rattus-rattus brevecaudatus,
Rattus-rattus diardi, Rattus exultant, Rattus norvegikus, tikus Riol dan tikus Wirok, dua jenis dari
tikus ini merusak pertanaman padi dipersawahan dan jenis lainnya merusak hasil pertanian
dipergudangan. Selama satu tahun satu ekor tikus betina dapat melahirkan sampai 4 kali.
Sudarmaji (2007), juga menyebutkan bahwa seekor tikus betina dapat bunting sebanyak 6 8
kali dan perkehamilan bisa melahirkan sekitar 10 ekor sehingga satu ekor tikus betina berpotensi
berkembang biak hingga 80 ekor per satu musim tanam. Pada persemaian sampai tanaman fase
vegetatif, populasi tikus umumnya masih rendah dan kepadatan populasi meningkat pada fase
generatif. Pada saat tanaman fase generatif, kebutuhan gizi tikus jantan belum terpenuhi, untuk
membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi saat primordial dan terus
berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60 hari, sedangkan tikus
betina siap kawin pada umur 28 hari. Masa bunting berlangsung selama 19-21 hari. Penyebab
hama tikus terus menyerang sawah para petani, antara lain: monitoring lemah, pengendalian
yang dilakukan petani berjalan sendiri-sendiri (tidak berkelompok), terlambatnya melakukan
pengendalian dan tidak berkelanjutan. Beberapa spesies tikus mampu menimbun 5-8 kg
persediaan makanan di dalam lubangnya. Tikus sawah dapat berenang selama 3 hari, tikus
mampu berjalan pada permukaan vertikal, berjalan di kabel dan dapat dengan mudah melompat
dengan ketinggian hingga 30 cm dari suatu permukaan yang datar dan melompat horisontal
sejauh 122 cm, tikus dapat memanjat batubata, dinding dan berjalan diatas kawat, tikus tidak
akan mengalami cedera meskipun jatuh dari ketinggian 10 meter. (Martin et al. 1990).
Menurut Rochman (1992), bahwa makanan yang baik untuk pertumbuhan tikus sawah adalah
makanan yang mengandung karbohidrat. Adakalanya tikus juga akan memakan jenis-jenis
serangga, daging, siput, bangkai ikan dan hewan lainnya. Makanan jenis hewan dibutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan akan protein dan hampir seluruh waktu yang digunakan untuk
makan yaitu pada malam hari. Tingkah laku tikus bergerak aktif sambil menggerogoti
makanannya sepanjang malam sampai kenyang, tikus membutuhkan makanan setiap hari kira-
kira 10-20 % dari berat tubuh, yang berasal dari jenis biji-bijian seperti padi, jagung, umbi-
umbian, pisang, kacang tanah, kedelai, kacang ijo dan tepung ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterpilihan jenis dan bentuk umpan yang digunakan
sebagai perangkap terhadap tikus sawah yang menyerang padi.

Hama Tikus
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan hama padi utama di Indonesia, kerusakan yang
ditimbulkan cukup luas dan hampir terjadi setiap musim. Tikus menyerang semua stadium
tanaman padi, baik vegetatif maupun generatif, sehingga menyebabkan kerugian ekonomis yang
berarti. Secara umum, di Indonesia tercatat tidak kurang dari 150 jenis tikus, sekitar 50 jenis di
antaranya termasuk genera Bandicota, Rattus, dan Mus. Enam jenis tikus lebih banyak dikenal
karena merugikan manusia di luar rumah, yaitu: tikus sawah (R. argentiventer), tikus wirok (B.
indica), tikus hutan/belukar (R. tiomanicus), tikus semak/padang (R. exulans), mencit sawah
(Mus caroli), dan tikus riul (R. norvegicus). Tiga jenis lainnya diketahui menjadi hama di dalam
rumah, yaitu tikus rumah (R. rattus diardi), mencit rumah (M. musculus dan M. cervicolor).
Di Indonesia, kehilangan hasil akibat serangan tikus sawah diperkirakan dapat mencapai 200.000
300.000 ton per tahun. Usaha pengendalian yang intensif sering terlambat, karena baru
dilaksanakan setelah terjadi kerusakan yang luas dan berat. Oleh karena itu, usaha pengendalian
tikus perlu memperhatikan perilaku dan habitatnya, sehingga dapat mencapai sasaran. Tinggi
rendahnya tingkat kerusakan tergantung pada stadium tanaman dan tinggi rendahnya populasi
tikus yang ada.

Morfologi
Tikus sawah mirip dengan tikus rumah, tetapi telinga dan ekornya lebih pendek. Ekor biasanya
lebih pendek dari pada panjang kepala-badan, dengan rasio 96,4 1,3%, telinga lebih pendek
dari pada telinga tikus rumah. Panjang kepala-badan 170-208 mm dan tungkai belakang 34-43
mm. Tubuh bagian atas berwarna coklat kekuningan dengan bercak hitam pada rambut, sehingga
berkesan berwarna abu-abu. Daerah tenggorokan, perut berwarna putih dan sisanya putih kelabu.
Tikus betina mempunyai 12 puting susu.

Habitat dan Perilaku


Tikus sawah sebagian besar tinggal di persawahan dan lingkungan sekitar sawah. Daya adaptasi
tinggi, sehingga mudah tersebar di dataran rendah dan dataran tinggi. Mereka suka menggali
liang untuk berlindung dan berkembang biak, membuat terowongan atau jalur sepanjang
pematang dan tanggul irigasi.
Tikus sawah termasuk omnivora (pemakan segala jenis makanan). Apabila makanan berlimpah
mereka cenderung memilih yang paling disukai, yaitu biji-bijian/padi yang tersedia di sawah.
Pada kondisi bera, tikus sering berada di pemukiman, mereka menyerang semua stadium
tanaman padi, sejak pesemaian sampai panen. Tingkat kerusakan yang diakibatkan bervariasi
tergantung stadium tanaman.

Perkembangan
Jumlah anak tikus per induk beragam antara 6-18 ekor, dengan rata-rata 10,8 ekor pada musim
kemarau dan 10,7 ekor pada musim hujan, untuk peranakan pertama. Peranakan ke 2-6 adalah 6-
8 ekor, dengan rata-rata 7 ekor. Peranakan ke 7 dan seterusnya, jumlah anak menurun mencapai
2-6 ekor, dengan rata-rata 4 ekor. Interval antar peranakan adalah 30-50 hari dalam kondisi
normal.

Pada satu musim tanam, tikus betina dapat melahirkan 2-3 kali, sehingga satu induk mampu
menghasilkan sampai 100 ekor tikus, sehingga populasi akan bertambah cepat meningkatnya.
Tikus betina cepat dewasa, pada umur 28 hari sudah siap kawin dan dapat bunting. Masa
kehamilan mencapai 19-23 hari, dengan rata-rata 21 hari. Tikus jantan lebih lambat menjadi
dewasa daripada betinanya, pada umur 60 hari siap kawin. Lama hidup tikus sekitar 8 bulan.
Sarang tikus pada pertanaman padi masa vegetatif cenderung pendek dan dangkal, sedangkan
pada masa generatif lebih dalam, bercabang, dan luas karena mereka sudah mulai bunting dan
akan melahirkan anak. Selama awal musim perkembangbiakan, tikus hidup masih soliter, yaitu
satu jantan dan satu betina, tetapi pada musim kopulasi banyak dijumpai beberapa pasangan
dalam satu liang/sarang. Dengan menggunakan Radio Tracking System, pada fase vegetatif dan
awal generatif tanaman, tikus bergerak mencapai 100-200 m dari sarang, sedangkan pada fase
generatif tikus bergerak lebih pendek dan sempit, yaitu 50-125 m dari sarang.

Pengendalian
Tikus sawah sampai saat ini masih menjadi hama penting pada tanaman padi di Indonesia.
Sebaran populasinya cukup luas dari dataran rendah sampai pegunungan, dari areal sawah
sampai di gudang/perumahan. Kerusakan padi akibat serangan tikus yang mencapai ribuan
hektar dilaporkan pertama kali pada tahun 1915 di Cirebon, Jawa Barat, selanjutnya tiap tahun
terjadi peningkatan kerusakan tanaman padi dengan intensitas serangan sebesar 35%.
Pengendalian yang sesuai untuk saat sekarang adalah pengendalian hama tikus terpadu, dengan
komponen pengendalian kultur teknis, hayati, mekanis, dan kimiawi.

Kultur teknik Tanam serempak.


Penanaman serempak tidak harus bersamaan waktunya, jarak antara tanam awal dan akhir
maksimal 10 hari. Dengan demikian diharapkan pada hamparan sawah yang luas kondisi
pertumbuhan tanaman relatif seragam. Apabila varietas yang ditanam petani berbeda, maka
varietas padi yang berumur panjang sebaiknya ditanam lebih dahulu, sehingga minimal dapat
mencapai panen yang serempak.
Apabila penanaman serempak, maka puncak populasi tikus menjadi singkat, yaitu ketika masa
generatif dan pakan tersedia, pada saat itu tikus sudah menempati areal persawahan. Kepadatan
populasi mulai turun pada 6-7 minggu setelah panen, tikus mulai meninggalkan sawah dan
kembali ke tempat persembunyiannya. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi perkembangan
tikus, dan sangat berlainan apabila penanaman padi tidak serempak yang memberi peluang tikus
untuk lama tinggal di persawahan karena pakan tersedia.
Meminimalkan tempat persembunyian/tempat tinggal. Ukuran pematang sebaiknya mempunyai
ketinggian sekitar 15 cm dan lebar 20 cm, pematang seperti ini tidak mendukung tikus dalam
membuat sarang di sawah, sebab kurang lebar dan kurang tinggi bagi mereka, sehingga tidak
nyaman. Mereka memerlukan paling tidak tinggi dan lebar pematang sekitar 30 cm. Lahan yang
dibiarkan tidak diolah juga menjadi sarang yang nyaman bagi tikus untuk sembunyi. Oleh karena
itu pengolahan tanah akan mempersempit peluang menjadi tempat persembunyian mereka.

1. Sanitasi. Kebersihan sawah dan lingkungan sekitar sawah penting untuk diperhatikan,
agar tikus tidak bersarang disana. Menjelang panen, populasi tikus meningkat dan mereka
bersembunyi di sekitar sawah, maka tanah yang tidak ditanami akan tidak disukai mereka
apabila di genangi air.

2. Hayati, Pemanfaatan musuh alami tikus diharapkan dapat mengurangi populasi tikus.
Ular sawah sebenarnya menjadi pemangsa tikus yang handal, hanya sekarang
populasinya di alam turun drastis karena ditangkap dan mungkin lingkungan tidak cocok
lagi. Burung hantu (Tito alba) kini mulai diberdayakan di beberapa daerah untuk ikut
menanggulangi hama tikus. Musang sawah juga memangsa tikus, namun sekarang sangat
sedikit populasinya dan sulit dijumpai di sawah.

3. Mekanis, Pagar plastik dan perangkap sistem bubu. Pesemaian merupakan awal
tersedianya pakan tikus di lahan sawah, sehingga menarik tikus untuk datang.
Pemasangan pagar plastik yang dikombinasikan dengan perangkap tikus dari bubu
dianggap merupakan tindakan dini menanggulangi tikus sebelum populasinya meningkat.
Cara ini akan lebih efektif apabila petani membuat pesemaian secara berkelompok dalam
beberapa tempat saja, sehingga jumlah perangkap dan plastik sedikit.

4. Pemasangan perangkap diletakkan pada sudut pagar plastik, pada sudut tersebut plastik
dilubangi sebesar ukuran lubang pintu perangkap. Sekitar perangkap diberi rumput untuk
mengelabuhi tikus, sehingga mereka tidak menyadari kalau sudah masuk perangkap.
Pagar plastik menggunakan plastik dengan lebar 50-75 cm dan panjang secukupnya.
Penggunaan pagar plastik tidak hanya untuk pesemaian, tetapi dapat juga untuk lahan
sawah dengan tujuan melokalisir tempat masuknya tikus, yaitu mengarahkan ke lubang
perangkap. Gropyokan. Cara ini banyak dilaksanakan di pedesaan, dengan memburu
tikus di sawah. Seringkali dilibatkan anjing pelacak tikus dan jarring perangkap. Hasil
gropyokan dapat dalam jumlah banyak tangkapan, apabila menyertakan banyak petani
secara serempak di areal luas.

5. Kimiawi, Umpan beracun. Cara pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan


rodentisida, berbahan aktif broditakum, bio madiolon, belerang, dan lainnya. Dan
fumigasi lubang aktif / liang umumnya pelaksanaan pengendalian ini dengan memberikan
umpan beracun kepada tikus. Namun sebelum dipasang umpan, perlu pemantauan tikus
apakah populasinya tinggi atau belum. Tiap petakan sawah diberi sekitar 10 umpan,
biasanya disediakan dulu umpan yang tidak beracun guna mengelabuhi tikus untuk tetap
memakan umpan. Baru setelah beberapa lama, umpan beracun dipasang di sawah.

6. Fumigasi lubang aktif / liang. Tindakan ini manjur dilakukan saat padi pada stadium awal
keluar malai dan pemasakan, karena merupakan stadium perkembangan optimal tikus,
yaitu induk dan anaknya berada dalam liang. Pengemposan sarang perlu diperhatikan
ukuran lubang dan diusahakan agar tidak terjadi kebocoran dan asap maksimal mencapai
sasaran. Pengemposan dapat dilanjutkan dengan pembongkaran sarang tikus, untuk
memaksimalkan hasil pengendalian.

Tikus yang telah terbunuh/tertangkap hanya merupakan indikasi turunnya populasi. Yang perlu
diwaspadai adalah populasi tikus yang masih hidup, karena akan terus berkembang biak dengan
pesat selama musim tanam padi. Disamping itu monitoring keberadaan dan aktivitas tikus sangat
penting diketahui sejak dini agar usaha pengendalian dapat berhasil. Cara monitoring antara lain
dengan melihat lubang aktif, jejak tikus, jalur jalan tikus, kotoran atau gejala kerusakan tanaman.
Dan tidak kalah pentingnya adalah mewaspadai terhadap kemungkinan terjadinya migrasi
(perpindahan tikus) secara tiba-tiba dari daerah lain dalam jumlah yang besar.

Sumber Berita: http://tanamanpangan.deptan.go.id

http://tanamanpangan.pertanian.go.id/berita-pengendalian-hama-tikus.html#ixzz3sdCkYh7A
http://tanamanpangan.pertanian.go.id/berita-pengendalian-hama-tikus.html

http://www.agrotani.com/cara-terbaik-mengatasi-hama-tikus-pada-tanaman-padi/

http://www.agrotani.com/cara-terbaik-mengatasi-hama-tikus-pada-tanaman-padi/

Tikus adalah hama kedua terpenting pada tanaman padi di Indonesia. Hama ini harus
diperhatikan khusus. Karena kehilangan hasil produksi akibat serangan hama tikus sangat tinggi.
Usaha untuk mengendalikan tikus ini sudah banyak dilakukan oleh para petani, mulai dari fisik,
cara hayati, sanitasi, kultur teknik, mekanik dan kimia. Tetapi diakui, bahwa dengan cara
pengendalian itu bulum optimal, sehingga harapanuntuk menekan populasi tikus sangatlah sulit.
Pengendalian hama tikus ini akan terlaksana dengan baik bila petani mempelajari konsep
dasarnya dan menguasai berbagai cara pengendalian ke dalam suatu program yang sesuai dengan
jenis organisme pengganggu dan ekosistem pertanian di tempat tersebut.

Biologis Hama Tikus

Kita dapat didefinisikan sebagai cara pengendalian dengan beberapa cara pengendalian yang
terpilih dan serasi serta memperhatikan segi ekonomi, ekologi dan toksikologi sehingga popilasi
hama berada pada tingkat yang secara ekonomi tidak merugikan.

Sebelum melangkah pada usaha pengendalian tikus sawah, sebaiknya kita mengetahui terlebih
dahulu biologis dan ekologi tikus, sehingga petani akan lebih mudah mengidentifikasi untuk
selanjutnya melakukan pengendalian. Tikus termasuk ordo Rodentia, famili Muridae dan sub-
famili Murinae. Dari sub-famili ini ada dua genus yang mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia yakni genus Mus dan Rattus.

Pada umumnya, tikus sawah (Rattus orgentiventer) tinggal di pesawahan dan sekitarnya, dan
perkebangbiakan tikus sangatlah cepat. Jika secara teori, tikus berkembang biak menjadi 1.270
ekor per tahun dari satu pasang ekor tikus. hal ini menggambarkan betapa pesatnya populasi
tikus dalam setahun. Perkembangan tikus banyak dipengaruhi faktor lingkungan, terutama
ketersediaannya sumber makanan dan populasi tikus akan meninglat berkaitan dengan puncak
pada masa generatif.

Kegiatan tikus biasanya sangat aktif pada malam hari dan kegiatan hariannya sangat teratur
mulai dari mencari makanan, minum dan mencari pasangan.Untuk menghindari dari lingkungan
yang tidak menguntungkan, tikus membuat sarang pada daerah yang lembab, berdekatan dengan
sumber air dan makanan seperti di batang pohon, sela-sela batu, tanggul, jalan kereta api dan
perbukitan yang kecil.

Petani harus dapat membedakan mana yang disebut tikus sawah dan mana tikus rumah. Pada
umumnya,tikus salah selain melakukan aktivitasnya di sawah, juga dapat melakukan aktivitasnya
di rumah. Sedangkan tikus rumah (Rattus ratusdiardii) hanya melakukan aktivitasnya hanya di
rumah saja.

Berikut adalah cara pencegahan yang dapat anda lakukan untuk mencegah hama tikus pada
tanamana padi :

1. Melakukan pembersihan lahan atau sanitasi lingkungan, pembersihan rumput rumput atau
semak-semak yang suka digunakan tikus untuk bersarang.

2. Dengan melakukan pemburuan atau dengan cara membunuh tikus secara langsung
( secara fisik ), dengan melakukan pembongkaran lubang-lubang sarang tikus, kemudian
dibutu dan dibunuh (gropyokan) secara misal dan memasukkan air ke dalam sarangnya
atau lubang lubang sarang tikus.
3. Penanam secara serempak meliputi areal yang laus, misalnya seluas 0-100 hektar. Cara
ini dilakukan untuk melakukan tersedianya makanan bagi tikus.

4. Memanfaatkan cara pengendalian tikus yang biasa digunakan, seperti penggenangan


sarang tikus, pemerangkapan, bunyi-bunyian, penjaringan dan cara-cara lainnya.

5. Biologi/hayati dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya seperti ular sanca,


ularwelang, burung hantu dan lainnya.

6. Memasang tirai persemaian pada saat padi disemai, di mana cara ini dilakukan untuk
melindungi persemaian padi dari hama tikus. Bahan yang digunakan dari lembaran
plastik atau lembaran kaleng bekas, tirai di pasang di sekitar persemaian dengan tingga
sekitar 60 cm.

7. Dengan pemberian Rodentisida, yang merupakan cara kedelapan ini, digunakan hanya
apabila populasi tikus sangat tinggi terutama pada saat bera atau awal tanam. Penggunaan
rodentisida harus sesuai dosis anjuran. Umpan ditempatkan di habitat utama tikus, seperti
tanggul irigasi, jalan sawah, pematang besar, atau tepi perkampungan.

8. Dengan memberikan Fumigasi dapat efektif membunuh tikus dewasa beserta anak-
anaknya di dalam sarang. Agar tikus mati, tutuplah lubang tikus dengan lumpur setelah
difumigasi dan sarang tidak perlu dibongkar. Lakukan fumigasi selama masih dijumpai
sarang tikus terutama pada stadium generatif padi.

9. Dengan melakukan pencegahan LTBS atau Linier Trap Barrier System atau berupa
bentangan pagar plastik/terpal setinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu setiap jarak
1 m, dilengkapi bubu perangkap setiap jarak 20 m dengan pintu masuk tikus berselang-
seling arah.. LTBS dipasang di daerah perbatasan habitat tikus atau pada saat ada migrasi
tikus. Pemasangan dipindahkan setelah tidak ada lagi tangkapan tikus atau sekurang-
kurangnya di pasang selama 3 malam.

https://www.facebook.com/permalink.php?id=468713409869652&story_fbid=481567835250876

Anda mungkin juga menyukai