Cara-cara yang lazim dilakukan dalam pengendalian tikus adalah : sanitasi tanaman
dan sekitarnya, mengatur pola tanam dan waktu tanam, cara mekanik, cara biologis
dengan musuh alamnya, penggunaan bahan kimia (umpan beracun, gas beracun
seperti belerang, khemosterilan). Cara-cara tersebut dapat dilaksanakan sendirisendiri atau dipadukan dua atau tiga cara tergantung pada kondisi lapangan. Satu hal
yang harus diperhatikan ialah bahwa dalam usaha pengendalian tikus harus disusun
organisasi yang baik dengan melibatkan semua petani dan aparat pemerintah. Strategi
pengendalian tikus sawah, sebaiknya ditujukan pada daerah sasaran yaitu daerah
serangan berat, daerah serangan kronis dan usaha yang bersifat pencegahan.
2. Wereng coklat
Nama Ilmiah : Nilaparvata lugens Stal. (Homoptera ; Dilphacidae)
Daerah sebaran : Asia tenggara, China, Jepang dan Korea
Tanaman Inang : Padi, rumput-rumputan dan tebu
Bagian tanaman yang diserang : Batang
Kerugian yang ditimbulkan :
Hama ini mempunyai potensi biotik tinggi, dapat memanfaatkan makanan yang
banyak dalam waktu singkat, sehingga menimbulkan ledakan populasi dan kerugian
besar. Epidemi wereng coklat pernah terjadi pada tahun 1974/1975 di jawa dan
Sumatera Utara. Sejak tahun 1974 sampai tahun 1984 pertanaman padi di Indonesia
yang terserang wereng coklat tidak kurang dari tiga juta hektar. Masalah wereng
coklat menjadi semakin kompleks karena timbulnya biotipe baru dan penyakit virus
yang ditularkan.
Gejala serangan :
Hama wereng coklat makan tanaman padi dengan cara menusuk dan menghisap
cairan batang, sehingga menyebabkan tanaman menjadi menguning dan mengering.
Kerusakan yang hebat nampak seperti gejala terbakar (hopperburn). Disamping
sebagai hama utama tanaman padi, wereng coklat juga dapat bertindak sebagai vektor
penyakit virus kerdil rumput (grassy stunt) dan virus kerdil hampa (ragged stunt).
Bioekologi:
Serangga dewasa berwarna coklat kekuningan sampai coklat tua, terdapat
bintik coklat gelap pada pertemuan sayap depan. Panjang tubuh antara 2 4,50 mm.
Telur berwarna putih transparan, berbentuk lonjong, tersusun seperti buah pisang,
diletakkan secara berkelompok di dalam jaringan pelepah daun. Namun seringkali
telur ditemukan pada jaringan helai daun. Fase telur bervariasi antara 4 8 hari atau
7 10 hari tergantung kondisi temperatur dan kelembaban setempat. Nimfa terdiri
atas 5 instar. Tipe instar dapat dibedakan menurut warna, ukuran tubuh dan bentuk
calon sayap. Instar 1 dan 2 berwarna putih keabuan, kemudian berubah menjadi
coklat muda sampai coklat tua. Fase nimfa berkisar antara 12 15 hari.
Perkembangan paling cepat terjadi pada temperatur antara 25 30 derajat celcius.
Pada temperatur 33 derajat celcius merupakan suhu kematian bagi nimfa yang baru
muncul dan memperpendek fase tumbuh dewasa.
Cara pengendalian :
1. Menerapkan sistem tanam serempak minimum dalam satu wilayah kelompok
(wilkel)
2. Penanaman varietas unggul tahan wereng (VUTW) sesuai dengan biotipe di
masing-masing daerah.
3. Eradikasi dan sanitasi tanaman terserang. Eradikasi secara selektif dan atau
sanitasi pada tanaman terserang dengan intensitas serangga sedang sampai
berat. Eradikasi total perlu dilakukan pada tanaman yang puso atau intensitas
serangan lebih dari 90 persen.
4. Penggunaan insektisida. Aplikasi insektisida buprofezin (Applaud 10 wp) di
anjurkan apabila ditemukan wereng coklat rata-rata 0,2 ekor betina barsayap
panjang (makroptera) per rumpun atau 2 ekor wereng betina bersayap
pendek per rumpun atau saat populasi 1 ekor per tunas. Penggunaan
insektisida karbamat (BPMC dan MIPC) apabila ditemukan wereng coklat
rata-rata 1 ekor per tunas pada semua tanaman atau 20 ekor per rumpun.
3. Wereng hijau
Nama ilmiah : Nephotettix spp.
Daerah sebaran : Tersebar luas di berbagai kepulauan Indonesia
Tanaman inang : Inang utama adalah tanaman padi
Bagian tanaman yang diserang : daun
Kerugian yang ditimbulkan :
Wereng hijau dapat menimbulkan kerusakan langsung pada tanaman padi dengan cara
menghisap cairan daun tanaman. Kecuali itu hama tersebut dapat merupakan
serangga vektor virus tungro. Luas serangan penyakit virus tungro pada tahun 1980
di Bali dilaporkan mencapai lebih dari 3000 Ha. Kejadian serupa dialami pada tahun
berikutnya dengan luas serangan 16000 Ha dan di pekalongan Jawa Tengah luas
serangan mencapai 30 Ha. Peranan hama wereng hijau sebagai vektor sangat penting
sehingga seringkali menyebabkan kegagalan panen. Walaupun populasinya rendah,
apabila terdapat sumber inokulum atau tanaman yang sakit oleh virus hal ini dapat
menyebabkan penularan virus secara luas di areal tersebut.
Gejala serangan :
Tanaman padi yang tersebut menunjukkan gejala pertumbuhan kerdil, jumlah tunas
sedikit berkurang dan berwarna kuning. Apabila serangan terjadi pada waktu
tanaman masih muda, maka jumlah tunas akan sangat berkurang. Mulai yang
dihasilkan biasanya steril dan kecil.
Bioekologi :
Di Indonesia terdapat empat jenis wereng hijau, namun yang paling luas daerah
penyebarannya adalah N. virescens Distant dan N. nigropictus Stal. N. virescens
merupakan wereng hijau yang paling dominan menjadi penyebab timbulnya ledakan
penyakit tungro.
Karakteristik penting yang mudah terlihat ialah pada vertex tidak ada pita hitam, juga
pada pronutum dan scutelum dan terdapat bercak hitam pada sayap serangga jantan.
Perilaku wereng hijau hampir sama dengan wereng coklat, hanya kebiasaan wereng
hijau tinggal pada daun padi dan bertelur pada jaringan parenchim daun. Telur
berbentuk silindris dengan bagian menonjol dipermukaan jaringan daun. Telur yang
masih baru berwarna putih, akhirnya berubah agak gelap dan terdapat bintik calon
mata. Fase telur 4 8 hari, pertumbuhan paling cepat pada fase telur dan nimfa
terjadi pada temperatur 25 derajat dan 30 derajat celcius.
Setelah tanaman padi di panen hama wereng hijau biasanya pindah ke tumbuhan
gulma dan rumput namun tidak mengalami hibernasi. Di Jepang dengan variasi suhu,
hama ini dapat mengalami hibernasi atau aestivasi, bahkan adapula yang diapause.
Perkembangan wereng hijau telah diketahui terjadi pada waktu temperatur tinggi
dapat berkembang biak di lahan dataran rendah atau sawah.
Cara pengendalian :
Cara-cara pengendalian yang dianjurkan sama dengan cara pengendalian pada hama
wereng coklat. Pada tahun 1973 di Sulawesi Selatan, penanggulangan wereng hijau
telah berhasil dengan menanam padi varietas C4-63 dan PB 20 dan berhasil menekan
secara drastis serangan virus tungro. Usaha-usaha seperti mempersingkat periode
tanam padi melalui pengaturan waktu tanam, sanitasi, rotasi tanaman merupakan cara
yang efektif.
4. Penggerek batang
Nama ilmiah : Tryporyza incertulas Walker
Tryporyza inotata Walker
Chilo supressalis Walker
Chilo auricilus atau C. polychrysa Meyrick
Daerah sebaran : Jepang, China, Afganistan, Filipina, Indonesia, Malaysia dan
Australia.
Tanaman inang : Padi
Bagi tanaman yang diserang : batang
Kerugian yang ditimbulkan : Menurut laporan Direktorat Jenderal Pertanian
Tanaman Pangan, antara tahun 1969 sampai 1973 akibat serangan penggerek batang
padi terjadi penurunan produksi hingga mencapai 10 persen dari areal terserang. Luas
serangan dari tahun ketahun berkisar antara 260.000 hal dan 500.000 ha. Salah satu
jenis penggerek batang yang penting pada waktu itu ialah penggerek padi kuning.
Sedangkan akhir-akhir ini tepatnya padaMT 1989/1990 dan 1990/1991 telah
dilaporkan luas serangan penggerek batang padi putih dan jalur pantai utara Jawa
Barat sehingga menimbulkan kerusakan tanaman lebih dari 50.000 ha. Pada MT
1990/1991 pernah dilaporkan bahwa luas serangan penggerek padi kuning di Jawa
Tengah di daerah tertentu seperti Pati, Demak, Cilacap, daerah banyumas dan
Grobogan cukup tinggi.
Gejala serangan :
Gejala kerusakan pada pertumbuhan vegetatif biasanya disebut sundep atau mati
puser. Gejala serangan jelas pada tanaman terserang tampak pucuk tanaman kuning,
layu, akhirnya kering, dan bila ditarik mudah lepas dari titik tumbuh, sebab ulat sudah
merusak bagian pangkal atau titik tumbuh tanaman. Pada pertumbuhan generatif
dikenal gejala beluk karena tanaman yang terserang malainya tegak, werna putih
dan hampa. Gejala kerusakan itu mudah dikenal dan dibedakan dengan gejala
kerusakan hama lain.
Bioekologi :
Telur T. incertulas dan T. innotata diletakkan dibagian ujung daun bendera,
sedangkan telur Chilo diletakkan di bagian pangkal tengah daun atau di pelepah. Tiap
kelompok telur terdiri atas 50 80 butir. Seekor betir dapat bertelur sebanyak 100
200 butir. Batas suhu penetasan telur bagi T. incertulas pada suhu 13oC atau di
bawah 16oC. Larva yang baru menetas dari telur akan segera merayap ke pucuk
tanaman. Dari pucuk tanaman ulat akan menuju kepangkal melalui bagian antara
batang dan pelepah daun. Kemudian membuat lubang dengan mengebor batang dan
sambil makan jaringan pelepah daun sampai kira-kira satu minggu, baru akhirnya
masuk ke batang pada bagian ruas tempat pelepah daun menempel. Larva Tryporyza
biasanya hidup sendirian, sedangkan larva Chilo hidup berkelompok atau gragrarius
pada instar muda, sebab jika tidak maka tingkat kematiannya akan tinggi. Pada
tanaman umur 30 hst larva memerlukan waktu 30 menit untuk pindah dan masuk
jaringan pelepah daun sejak penetasan dari telur. Pada pertumbuhan vegetatif ulat
akan mulai menggerek batas pada bagian 5 10 cm di atas permukaan air sawah,
sedang pada pertumbuhan generatif larva akan menggerek di bagian atas sebelah atas
ruas batang. Pertumbuhan larva Chilo optimum pada suhu 22-23oC, sedang bagi T.
incertulas antara 17-35oC. Fase larva semua jenis penggerek padi berkisar dari 20-30
hari.
Kepompong hama penggerek padi diletakkan dalam batang, jerami atau
bonggol padi. Khusus Sesamia inferens kepompong diletakkan di antara pelepah
daun dan batang. Sebelum menjadi kepompong ulat membuat lubang dekat ruas
batang sebagai jalan keluar ngengat. Lubang itu ditutup dengan benang sutera dan
tidak mudah dikenali sebelum ngengat kelur. Kepompong Chilo tanpa kokon,
sedangkan untuk Tryporyza selalu dibungkus benang kokon putih. Bagian kepala
kepompong selalu diletakkan ke arah lubang, sehingga memudahkan ngengat keluar
pada waktu sudah menjadi dewasa. Batas suhu perkembangan kepompong 15 16oC
untuk Tryporyza dan 10 oC untuk Chilo.
Cara pengendalian: Ada beberapa cara pengendalian yang dapat dilaksanakan sesuai
dengan kondisi daerah setempat, antara lain :
a. Pola tanam : usahakan tanam serempak sedikitnya meliputi wilayah kelompok
(wilkel); Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi; menanam varietas
padi yang tahan oleh penggerek batang.
b. Cara mekanik : mengumpulkan telur sejak di pesemaian kemudian dibunuh
atau bila mungkin telur dipelihara dengan suatu alat apabila keluar parasitnya
kemudian dilepaskan kembali ke sawah; Pada waktu panen, usahakan
pemotongan jerami sampai serendah mungkin di permukaan tanah untuk
mencegah kesempatan berkepompong pada pangkal padi.
c. Cara kimiawi : Untuk daerah endemik serangan penggerek dapat dilakukan
aplikasi insektisida karbofuran 3 G dengan dosis 17 kg/ha sebelum tanam
secara dibenamkan pada saat pengolahan tanah terakhir (soil incorporation);
penyemprotan insektisida hanya dianjurkan bila ditemukan telur rata-rata 0,3
kelompok/m persegi, atau intensitas serangan rata-rata 10-20 persen. Aplikasi
insektisida untuk pengendalian ini harus disesuaikan dengan keadaan populasi
hama, intensitas serangan dan umur tanaman serta jenis insektisida.
Gambar 3. Telur, Larva, Pupa , dan Serangga Dewasa Chillo suppressalis (Walk.)
Gambar 4. Penggerek Batang Jambon (Sasamia inferens): (a) Telur, (b) Larva, dan
( c ) Ngengat
5. Ganjur
Nama Ilmiah : Pachydiplosis (=Orseolia) Oryzae
Daerah sebaran : Tersebar luas terutama di daerah beriklim panas seperti Indonesia,
Birma, Vietnam, Kamboja, Thailand, Ceylon, India, Tiongkok, dan beberapa daerah
di Afrika seperti Camsoon Utara, Nigeria, dan Sundan.
Tanaman inang : Selain pada tumbuhan padi, ganjur dapat pula hidup pada rumput
alang-alang (Imperata sp.), grinting (Cynodon dactylon)
Bagian Tanaman yang diserang : titik tumbuh
Kerugian yang ditimbulkan :
Tingkat kerusakan yang ditimbulkan berbeda-beda ditiap-tiap daerah. Di Jawa
terutama di Karesidenan Pekalongan, Banyumas, dan Cirebon hama Ganjur
merupakan hama yang bersifat endemis. Kerusakan berkisar antara 30% atau lebih.
Gejala serangan :
Gejala serangan pada tanaman padi berupa puru, gejala ini akan nampak 3-7 hari
setelah larva mencapai titik tumbuh. Gejala serangan tersebut dapat diketahui dengan:
a. Pengamatan secara mikroskopis terhadap jaringan puru menunjukan bahwa
jaringan puru berbeda dengan jaringan batang dan lebih menyerupai jaringan pelepah
daun.
b. Pengumpulan puru dilapangan didapatkan beberapa puru yang kedua pinggirnya
tidak bersatu sempurna, batas antara kedua pinggiran tadi jelas terlihat.
c. Bagian pucuk beberapa puru masih terdapat helaian daun kecil.
Bioekologi :
Imago betina meletakkan telurnya satu-persatu atau secara berkelompok pada
ligula atau pelepah daun. Kadang-kadang didapatkan telur yang diletakkan pada
permukaan daun sebelah bawah atau pada pangkal batang. Produksi telur tiap satu
ekor induk sebanyak 100-300 butir. Lama stadium telur 3-4 hari.
Larva yang baru menetas dari telur segera masuk ke dalam batang diantara pelepah
daun menuju titik tumbuh. Lama stadium larva sangat bervariasi, tergantung pada
tanaman inang. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa lama stadium larva antara 815 hari.
Setelah larva cukup makan kemudian berubah menjadi pupa. Menjelang manjadi
Imago, pupa bergerak ke atas dan membuat lubang keluar pucuk puru sebagai tempat
keluarnya Imago. Stadium pupa 3-4 hari.
Imago keluar pada malam hari. Serangga dewasa hidup dari embun yang menempel
pada daun, dan hanya dapat bertahan hidup antara 1-5 hari.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan populasi ganjur adsalah
kelembaban, angin, cahaya, jenis dan jumlah pakan serta musuh-musuh alamnya.
Kelembaban minimal 80% sangat mendukung perkembangan larvanya. Disamping itu
ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya serangan berat yaitu:
a. langit yang selalu berawan disertai gerimis
b. pengerjaan sawah dana penanaman yang tertunda
c. cuaca yang lembab sejak terjadi serangan serta hujan yang tidak terlalu deras
Gambar 5. Hama Ganjur (Pachydiplosis oryzae): Larva, Pupa, Dewasa, dan Gejala
Malformasi Tunas.
6. Ulat Grayak
Nama ilmiah : Mythimna separata Wlk. (Lepidoptera, Noctuidae)
Daerah sebaran : tersebar hampir di seluruh dunia dan daerah pasifik.
Tanaman inang :
Selain menyerang jagung, ulat ini juga menyerang tanaman padi, sorghum, kacang
tanah, kedelai, dan rumput-rumputan.
Bagian tanaman yang diserang : daun
Kerugian yang ditimbulkan :
Kehilangan hasil secara ekonomis sulit dilestimasi, karena bersamaan
timbulnya dengan kerusakan oleh hama-hama yang lain.
Gejala serangan :
Ulat ini sering merusak dalam jumlah besar. Tanaman yang diserang hama ini
daunnya akan habis sehingga tinggal tulang daunnya.
Bioekologi :
Telur diletakkan dalam barisan memanjang pada lipatan dan pangkal daun.
Serangga betina mampu meletakkan telur 200-400 butir. Telur diletakkan pada malam
hari. Bentuk telur bulat dan berwarna putih kemudian menjadi gelap menjelang
menetas. Morfologi ulat agak berbeda dengan S.litura. Ulat berwarna kuning
kehijauan dengan garis-garis terang sangat jelas dibagian punggung ulat.
Pada tanaman yang sudah tua ulat biasanya menimbulkan kerusakan pada bagian
malai, sebab tangkai malai dipotong-potong dan menyebabkan bulir-bulir padi tua
berguguran. Beberapa musuh alami yang telah diketahui misalnya parasit telur
Telenomus spodopterae; parasit larva berbagai jenis lalat Tachinidae dan tabuhan
Brachonidae.
yaitu terhadap tanaman yang berbunga awal yang mendapat serangan walang sangit
dewasa yang berasal dari perpindahan tumbuhan liar. Tipe kerusakan demikian terjadi
pada daerah-daerah yang bertanam padi hanya sekali dalam satu tahun (misalnya di
daerah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Nusa Tenggara). Tipe kerusakan kedua
adalah kerusakan yang terjadi pada pertanaman padi yang terlambat penen, biasanya
terjadi pada bulan Mei-Juli kejadian ini biasa terjadi pada sawah berpengairan teknis,
sehingga selalu didapat pertanaman padi secara terus menerus. Kondisi seperti ini
walang sangit dapat berkembang dengan lebih dari satu generasi pada pertanaman
padi. Tipe kerusakan ini banya dijumpai di Jawa.
Bioekologi :
Walang sangit dikenal karena baunya yang busuk atau sangit. Bentuk tubuh dewasa
atau nimfanya langsing, kaki dan sungut panjang. Telur berbentuk oval pipih
berwarna kemerah-merahan.panjang telur 1mm dan lebar 0,8mm. telur diletakkan 1
atau 2 deretan memanjang sebanyak 10-20 butir pada permukaan daun teratas (
umumnya pada daun bendera) tanaman yang sedang berbunga. Induk walang sangit
meletakkan telur pada sore hari atau menjelang malam sekitar 17.00 19.00. jumlah
telur yang dihasilkan seekor induk mencapai 100 yang diletakkan dengan interval
waktu 2-3 hari. Telur menetas dalam waktu 7 hari. Perkembangan nimfa memerlukan
waktu 19 hari. Dewasa tidak meletakkan telur sampai berumur 21 hari. Satu edaran
hidup secara sempurna diperlukan waktu 46 hari.