PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Bawang merah merupakan tanaman umbi bernilai ekonomi tinggi ditinjaudari fungsinya
sebagai bumbu penyedap masakan. Hampir semua masakan Indonesia menggunakan
bawang merah dalam pembuatannya. Di samping itu bawang merah juga bisa
dimanfaatkan sebagai obat herbal. Bawang merah memiliki nama lokal di antaranya:
lessuna lea(Enrekang), Bawang abang mirah (Aceh), Bawang abang (Palembang), Dasun
merah (Minangkabau), Bawang suluh (Lampung), Bawangbeureum (Sunda), Brambang
abang (Jawa), Bhabang merah (Madura), dan masih banyak nama lokal lainnya.Prospek
agribisnis bawang merah saat ini cukup baik, ditunjukkan oleh permintaan konsumen
yang tinggi. Permintaan dapat melonjak tajam terutama menjelang hari raya
keagamaan, namun karena tidak diimbangi dengan pasokan yang cukup, harga
komoditas ini juga meningkat. Peluang ini dapat digunakan petani atau pedagang
bawang merah untuk meraup laba yang cukup tinggi.
Sektor pertanian merupakan bagian integral dari sistem pembangunan nasional
dirasakan akan semakin penting dan strategis. Hal tersebut dikarenakan sektor
pertanian tidak terlepas dan sejalan dengan arah perubahan dan dinamika lingkup
nasional maupun internasional (Departemen Pertanian, 2010).
Dalam budidaya tanaman bawang merah ada dampak yang ditimbulkan dalam
pengelolaanya baik itu dampak sosial, dampak ekonomi maupun dampak lingkungan
misalnya dampak sosial Mengingat masyarakat Enrekang beragama Islam, petani
bawang merah sebagian besar memberikan sedekah dan sumbangan kepada pondok
pesantren, masjid, masyarakat yang kurang mampu, atau kegiatan-kegiatan sosial yang
terjadi di sekitar lingkungannya sehingga terjadi hubungan timbal balik antara
masyarakat yang ada disekitar.
Dampak ekonomi Usaha ini sudah dilakukan secara turun temurun sehingga
pengetahuan mengenai teknik bercocok tanam bawang merah juga dilakukan melalui
garis keturunan. Apabila dilakukan dengan profesional, usaha budidaya bawang merah
dapat meningkatkan pendapatan petani/pengusaha bawang merah sehingga penjualan
hasil panen bawang merah dapat digunakan untuk kebutuhan primer.
Dampak lingkungan Di sisi lain, pengelolaan usaha budidaya bawang merah secara
intensif memberikan potensi kerusakan lahan di Kabupaten Enrekang. Penggunaan
bahan kimia berupa pupuk dan pestisida yang tidak terkontrol juga dapat memberikan
ancaman kepada lingkungan di sekitar lahan budidaya. Dengan demikian, hasil yang
didapat dari usaha budidaya bawang merah di Kabupaten Enrekang memberi manfaat
secara ekonomi dan sosial namun cenderung memberi risiko yang cukup tinggi bagi
terjadinya kerusakan lingkungan. Lahan-lahan di Kabupaten Enrekang sebagian besar
merupakan lahan tadah hujan yang sumber pengairannya dari curah hujan. Pemenuhan
kebutuhan air pada usaha bawang merah dilakukan dengan membuat sumur bor yang
kemudian dipompa dengan menggunakan mesin pompa diesel. Penggunaan air tanah
yang berlebihan pada usaha budidaya bawang merah mengakibatkan keringnya sumur-
sumur yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Tanah di lahan yang
digunakan untuk budidaya bawang merah juga mengeras karena proposi tanah yang
seharusnya berisi air menjadi kosong, sehingga pengelolaan tanah dalam budidaya
bawang merah semakin sulit untuk dilakukan.
2 Rumusan masalah
1. Bagaimana dampak sosial dengan adanya budidaya tanaman bawang merah?
2. Bagaimana dampak lingkungan dengan adanya budidaya tanaman bawang merah?
3. Bagaimana dampak ekonomi dengan adanya budidaya tanaman bawang merah?
3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dampak sosial budidaya tanaman bawang merah.
2. Untuk mengetahui dampak lingkungan budidaya tanaman bawang merah.
3. Untuk mengetahui dampak ekonomi budidaya tanaman bawang merah.
4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan adalah :
1. Manfaat Teoritis
Sebagai pembanding antara teori yang didapat dari bangku perkuliahan dengan fakta
yang dilapangan.
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang penelitian yang
sejenis.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi penulis, Penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal dalam
mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.
b) Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan petunjuk umum tentang dampak yang
ditimbulkan dalam budidaya tanaman bawang di kabupaten Enrekang.
c) Lembaga-lembaga terkait
Penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi berbagai pihak sebagai
bahan tambahan informasi bagi para peneliti selanjutnya.
BAB II
DAMPAK SOSIAL
1. Usaha budidaya bawang merah juga dapat mensinergikan kebijakan pemerintah,
pengabdian masyarakat oleh lembaga pendidikan tinggi, pengembangan IPTEK serta
kemitraan dengan usaha sektor lain. Namun koordinasi sangat diperlukan agar sinergi
antar berbagai pihak tersebut dapat lebih maksimal. Seiring berjalannya waktu,
kemitraan pemasaran tidak hanya melibatkan petani, lembaga penelitian dan
perusahaan pengolahan tetapi juga mampu menarik pihak lain seperti lembaga
pembiayaan dan usaha sektor lain (pedagang-pedagang sarana produksi pertanian)
sehingga mampu memberikan dampak yang cukup besar bagi perputaran roda
perekonomian masyarakat.
Mengingat masyarakat Enrekang beragama Islam, petani bawang merah sebagian besar
memberikan sedekah dan sumbangan kepada pondok pesantren, masjid, masyarakat
yang kurang mampu, atau kegiatan-kegiatan sosial yang terjadi di sekitar lingkungannya
2. Pengaruh Keluarga: Pada petani bawang, pengaruh keluarga sangat besar. Hal
tersebut dikarenakan berbagai macam usaha tani dilakukan
dengan keluarga sehingga berbagai pekerjaan dibagi antara keluarga. Petani
melakukan praktek kegiatan pertanian secara turun temurun, sehingga ilmu yang
didapat berasal dari orang tua atau leluhurnya
3. Lembaga Pertanian: Pada pertanian bawang merahl,
lembaga pertanian jarang ditemukan. Hal tersebut berimplikasi pada keputusan
mengenai hal pertanian masih dilakukan secara perorangan. Meskipun
begitu, anggota masyarakat selalu hidup bergotong royong, oleh karena itu, para
petani enggan berbuat hal yang merusak kebersamaan mereka. Petani selalu
memerlukan pesertujuan masyarakat di mana ia hidup. Kepercayaan masyarakat
terhadap nilai dan tradisi diketahui dan dihormati.
BAB III
DAMPAK EKONOMI
Aspek Ekonomi budidaya bawang merah merupakan mata pencaharian pokok yang
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Enrekang. Usaha ini sudah
dilakukan secara turun temurun sehingga pengetahuan mengenai teknik bercocok
tanam bawang merah juga dilakukan melalui garis keturunan. Apabila dilakukan dengan
profesional, usaha budidaya bawang merah dapat meningkatkan pendapatan
petani/pengusaha bawang merah sehingga penjualan hasil panen bawang merah dapat
digunakan untuk kebutuhan primer, biaya pendidikan keluarga, kebutuhan sekunder,
dan tersier. Usaha budidaya bawang merah juga menyerap banyak tenaga kerja
sehingga dampak ekonomi yang dirasakan juga cukup besar. Hal ini dapat berdampak
pada menurunnya arus urbanisasi ke kota besar dan mengurangi tingkat pengangguran
di Kabupaten Enrekang.
Hasil panen bawang merah juga dapat disisihkan untuk menunaikan ibadah haji yang
memang membutuhkan dana yang cukup besar. Hal ini menunjukkan bahwa usaha
budidaya bawang merah ini memberikan dampak ekonomil yang positif terhadap
masyarakat. Perekonomian di Kabupaten Enrekang sangat terpengaruh juga oleh harga
dan permintaan bawang merah. Bila harga bawang merah tinggi dan petani
memperoleh untung yang cukup besar, maka penjualan barang-barang kebutuhan
seperti baju, sepeda motor, perhiasan, dan mesin sarana produksi pertanian juga
meningkat, begitu juga apabila terjadi hal sebaliknya.
Pemanenan dan Pendistribusian Hasil Panen Pada pertanian bawang merah,
petani menjual hasil panen secara langsung ke pasar atau kepada tengkulak. Lingkup
cakupan ekonomi masih terbilang kecil sehingga meminimalisir adanya kegiatan
monopoli. Petani yang menjual hasil panennya kepada tengkulak,
tengkulak tidak membayar secara langsung atau lunas, akan tetapi ada bagian
kekurangannya dan pelunasannya sesuai dengan perjanjian bersama.
BAB IV
DAMPAK LINGKUNGAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Mengingat masyarakat Enrekang beragama Islam, petani bawang merah sebagian besar
memberikan sedekah dan sumbangan kepada pondok pesantren, masjid, masyarakat
yang kurang mampu, atau kegiatan-kegiatan sosial yang terjadi di sekitar lingkungannya
sehingga terjadi hubungan timbal balik antara masyarakat yang ada disekitar.
Usaha ini sudah dilakukan secara turun temurun sehingga pengetahuan mengenai teknik
bercocok tanam bawang merah juga dilakukan melalui garis keturunan. Apabila
dilakukan dengan profesional, usaha budidaya bawang merah dapat meningkatkan
pendapatan petani/pengusaha bawang merah sehingga penjualan hasil panen bawang
merah dapat digunakan untuk kebutuhan primer.
Di sisi lain, pengelolaan usaha budidaya bawang merah secara intensif memberikan
potensi kerusakan lahan di Kabupaten Enrekang. Penggunaan bahan kimia berupa
pupuk dan pestisida yang tidak terkontrol juga dapat memberikan ancaman kepada
lingkungan di sekitar lahan budidaya. Dengan demikian, hasil yang didapat dari usaha
budidaya bawang merah di Kabupaten Enrekang memberi manfaat secara ekonomi dan
sosial namun cenderung memberi risiko yang cukup tinggi bagi terjadinya kerusakan
lingkungan. Lahan-lahan di Kabupaten Enrekang sebagian besar merupakan lahan tadah
hujan yang sumber pengairannya dari curah hujan. Pemenuhan kebutuhan air pada
usaha bawang merah dilakukan dengan membuat sumur bor yang kemudian dipompa
dengan menggunakan mesin pompa diesel. Penggunaan air tanah yang berlebihan pada
usaha budidaya bawang merah mengakibatkan keringnya sumur-sumur yang digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari manusia. Tanah di lahan yang digunakan untuk budidaya
bawang merah juga mengeras karena proposi tanah yang seharusnya berisi air menjadi
kosong, sehingga pengelolaan tanah dalam budidaya bawang merah semakin sulit untuk
dilakukan.
2. SARAN
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Kami tetap
berharap makalah ini tetap memeberikan manfaat bagi pembaca. Namun, saran dan
kritik yang sifatnya membangun dengan tangan terbuka kami terima demi
kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, L. 2004. Nutrisi Tanaman. UB Press. Malang.
Anonymous. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. CV. Yrama Widya.
Bandung. p. 24 – 59.
Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya Edisi Revisi. UI Press. Jakarta. p. 199
– 206.
BPPT. 2013. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. htpp//www.iptek.net.id/ind/
teknologi-pangan/index.php id=244.
Chiu, C. dan Sudjiman. 1993. Tanah dan Pupuk. Agriculture technical mission
Republic of China. p. 24 – 113.
Deptan. 2013a. Pengenalan dan Pengendalian Beberapa OPT Benih Hortikultura.
____, 2013b. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Bawang Merah.
Gunadi, N dan Suwandi. 1989. Dosis dan Waktu Aplikasi Pemupukan Fosfat pada
Tanaman Bawang Merah. Bulletin Penelitian Hortikultura Vol. XVIII. 1.
Hairiah, K, Widianto, S. R. Utami, D. Suprayono, Sunaryo, S. M. Sitompul, B.
Lusiana, R. Mulia, Meine van Noordwijk, dan G. Cadish. 2002. Pengelolaan
Tanah Masam Secara Biologi (refleksi pengalaman Lampung Selatan). SM
Grafika Desa Petera. Jakarta. p. 63 -91.
Handayanto, E. 1996. Dekomposisi dan Mineralisasi Bahan Organik. Habitat 7
(96): 26 – 30.
Haryati, Y. dan A. Nurawan. 2009. Peluang Pengembangan Feromon Sex dalam
Pengendalian Hama Ulat Bawang (Spodoptera exigua) pada Bawang
Merah. Jurnal Litbang Pertanian 28 (2): 72 – 73.
Irwan. 2007. Bawang Merah dan Pestisida. http://www.waspada.co.id/serbaserbi/
kesehatan/artikel php article-id=7849811.
Lingga, P. dan Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya.
Jakarta. p. 58 – 85.
Tanaman Sayuran Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hortikultura Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.