PENDAHULUAN
manusia, terdapat suasana saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, sangat
dalamnya adalah dampak positif dan produktif, yang teraktualisasi dalam perilaku
kota, di lahan terbuka, atau di atas atap rumah sekalipun (Hartus, 2018).
Hidroponik adalah sebuah strategi budidaya tanaman nihil media tanah, tetapi
menggunakan media air. Sebagai ganti media tanah, biasanya digunakan suspense
cairan yang mengandung nutrisi, termasuk pula penggunaan seperti pasir, koral,
serbuk kayu hasil gergaji, serabut buah kelapa, dan sebagainya untuk
menyediakan dukungan fisik. Jadi, metode penanaman atau budidaya dengan pola
hidroponik memiliki prinsip sangat penting dalam hal menjaga unsur hara di
Sebenarnya masyarakat telah mengenal cara bertani seperti ini dari dulu.
Hanya saja, kini menjadi populis seiring minimnya lahan pertanian terutama di
1
kota. Kelebihan yang utama dari pola bertanaman secara secara hidroponik ini
adalah tidak memerlukan lahan luas. Dengan demikian, bertani secara hidroponik
dilakukan di pekarangan rumah. Luas tanah yang tidak luas, zat hara yang dalam
tanah yang nihil, merebaknya penyakit dan berbagai gangguan pada tanaman,
keterbatasan lini pengairan, cuaca yang kurang menentu dan bahkan cenderung
ekstrem, dan mutu panenan yang kadang amat rendah ; bisa ditanggulangi dengan
pola hidroponik.
Keuntungan hidroponik adalah: (a) hanya butuh lahan sempit / sedikit, (b)
relative murah dan mudah dalam perawatan (c) memiliki nilai ekonomi yang
cukup besar. Sedangkan kelemahan hidroponik adalah: (a) perlu cost yang cukup,
sangat beragam yaitu sistem irigasi tetes, sistem wick, sistem Nutrient Film
Tehnique (NFT). Jenis hidroponik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pesat. Akan tetapi, hal ini tidak diimbangin dengan pertumbuhan lahan pertanian,
baik di kota besar maupun di perdesaan, tersebab alih fungsi lahan yang semakin
meggurita. Karena itu, sistem hidroponik dianggap sebagai salah satu solusi yang
2
biasa ditanam dengan media tersebut, meliputi: tanaman sayur, tanaman buah,
tanaman hias, dan tanaman obat–obatan. Sedangkan jenis tanaman yang dapat
ditanam dengan sistem hydroponic antara lain bung (misal: krisan, gerberra,
anggrek, kaktus), sayur – sayuran (misal: selada, sawi, tomat, wortel, asparagus,
benar-benar terlindung dari pengaruh unsur luar seperti hujan, hama penyakit,
sistem hydroponic antara lain: Kepadatan tanaman per satuan luas dapat dapat
dilipat gandakan sehingga menghemat penggunaan lahan. (2) Mutu produk seperti
bentuk, ukuran, rasa, warna, kebersihan dapat dijamin karena kebutuhan nutrient
musim/waktu anam dan panen, sehingga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan
pasar.
paralon, setiap paralon dibuat lobang tanam sebanyak 15 lobang. Dalam satu
pekarangan dapat memuat lobang tanan sebanyak 180 lobang tanam. Setiap dua
3
Badan Pusat Statistik (2021) mencatat bahwa di Kabupaten Lombok Timur,
dilihat dari kacamata ekonomi, hanya sektor pertanian dan perdagangan yang
masih bertahan di masa pandemi ini. Pertanian memberikan kontribusi yang nyata
bagi pertumbuhan ekonomi di masa yang sangat sulit ini. Terutama peranan
kesehatan).
Lombok Timur. Namun, pertanian tidak bisa berdiri sendiri. Ada sektor lain yang
dan jasa restoran. Jika hal ini mengalami kontradiksi, maka akan berpengaruh pula
kepada sektor pertanian ini. Pada kondisi keadaan apapun, manusia akan tetap
Hasil dari produk sektor pertanian adalah sayuran dan buah-buahan, yang
mana kedua produk tersebut terus mengalami permintaan yang sangat signifikan
4
pencegahan penyebaran COVID-19 turut berimplikasi pada kebijakan pangan
langkah utama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produksi petani melalui
kebijakan input dan memberikan insentif bagi harga komoditi andalan daerah.
jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lombok Timur mencapai 170
ribu atau mencapai 567 ribu jumlah anggota rumah tangga. Oleh karena itu,
dari 31,790 kg pada tahun 2016 menjadi 44,408 kg per kapita per tahun pada
tahun 2018. Hasil survai tersebut juga menyatakan bahwa semakin tinggi
dan semakin mahal harga rata-rata sayuran per kilogramnya yang mampu dibeli
meningkat secara kualitas. Hal ini membuka peluang pasar terhadap peningkatan
produksi sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun di lain pihak,
semakin sempitnya lahan pertanian yang subur. Sampai saat ini, kebutuhan
5
konsumen terhadap sayuran yang berkualitas tinggi belum dapat dipenuhi dari
dengan pola hidroponik, baik pada skala rumahan maupun industri pertanian.
Secara lengkap, tesis ini diberi judul “Hidroponik dalam Kaitan Efisiensi
dan Efektivitas SDA, SDM dan Ketahanan Pangan Daerah di Kabupaten Lombok
Timur.”
adalah:
Lombok Timur?
Timur?
6
5. Bagaimanakah peran pertanian sistem hidroponik di Kabupaten Lombok
Lombok Timur.
Timur.
1. Manfaat Teoritis
inovasi dan strategi sistem tersebut, juga dikaitkan dengan Efisiensi dan
2. Manfaat Praktis
7
Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.
hidroponik.
3) Bagi pemerintah Daerah agar dapat dijadikan salah satu rujukan regulasi di
sektor terkait.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidroponik
2.1.1 Pengertian
Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada
budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi
cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas
(Kebunpintar, 2022).
Kata Hidroponik berasal dari bahasa Yunani yaitu "hydro" yang berarti air
dan "ponics" yang artinya daya atau tenaga atau tenaga kerja. Jadi menanam
dengan sistem hidroponik artinya menanam menggunakan media air atau tenaga
kerja air.Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman
tanpa menggunakan media tanah. Jadi, hidroponik berarti budidaya tanaman yang
memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau
soilless.
9
pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila
nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini peranan
tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut
tanaman yang sangat efektif. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa
jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum
optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat
Rosario dan Santos 1990; Chow 1990). Kelebihan sistem hidroponik antara lain
sepanjang tahun, 4) kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi dan lebih bersih,
5) penggunaan pupuk dan air lebih efisien, 6) periode tanam lebih pendek, dan 7)
antara lain adalah: 1) membutuhkan modal yang besar; 2) pada “Close System”
10
(nutrisi disirkulasi), jika ada tanaman yang terserang patogen maka dalam waktu
yang sangat singkat seluruh tanaman akan terkena serangan tersebut; dan 3) pada
kultur substrat, kapasitas memegang air media substrat lebih kecil daripada media
tanah; sedangkan pada kultur air volume air dan jumlah nutrisi sangat terbatas
sehingga akan menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat dan stres yang serius.
tanaman dengan sistem hidroponik yang perlu diperhatikan dibahas pada sub bab
berikut ini.
berasal dari udara, air dan pupuk. Unsur-unsur tersebut adalah karbon (C),
hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S),
kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), boron (B), mangan (Mn), tembaga
(Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo) dan khlorin (Cl). Unsurunsur C, H dan O
biasanya disuplai dari udara dan air dalam jumlah yang cukup. Unsur hara lainnya
11
Kelompok pertama adalah unsur-unsur yang secara aktif diserap oleh akar
dan hilang dari larutan dalam beberapa jam yaitu N, P, K dan Mn. Kelompok
biasanya hilang dari larutan agak lebih cepat daripada air yang hilang (Mg, S, Fe,
Zn, Cu, Mo, Cl). Kelompok ketiga adalah unsur-unsur yang secara pasif diserap
dari larutan dan sering bertumpuk dalam larutan (Ca dan B). N, P, K, dan Mn
harus tetap dijaga pada konsentrasi rendah dalam larutan untuk mencegah
akumulasi yang bersifat racun bagi tanaman Konsentrasi yang tinggi dalam
terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas tanaman sayuran (Kim 1990). N untuk
larutan hidroponik disuplai dalam bentuk nitrat. N dalam bentuk ammonium nitrat
mengurangi serapan K, Ca, Mg, dan unsur mikro. Kandungan amonium nitrat
harus di bawah 10 % dari total kandungan nitrogen pada larutan nutrisi untuk
yang tinggi dapat mengganggu serapan Ca dan Mg. Unsur mikro dibutuhkan
tanaman. Selain itu juga penting untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
terinfeksi oleh cendawan Pythium. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) dapat menekan
12
pertumbuhan mikrobia, tetapi pada konsentrasi agak tinggi menjadi racun bagi
dikenal sebagai unsur esensial, yaitu dapat melindungi dari serangan hama dan
penyakit (Cherif et al., 1994; Winslow, 1992) dan melindungi dari keracunan
penting untuk diperhatikan. Dua faktor penting dalam formula larutan nutrisi,
terutama jika larutan yang digunakan akan disirkulasi (“closed system”) adalah
komposisi larutan nutrisi yang berbeda. Menurut Marvel (1974), tidak ada satu
(Hochmuth dan Hochmuth, 2003 ) adalah : 1) garam yang mudah larut dalam air;
komposisi digunakan bahan yang bersifat tidak antagonis satu dengan yang
13
Dari beberapa pustaka banyak dijumpai berbagai macam formula larutan nutrisi
Menurut Chong dan Ito (1982), suhu larutan pada sistem NFT (“Nutrient Film
tomat. Dalam keadaan suhu kamar di musim panas, pemberian larutan nutrisi
sebanyak 2 liter per tanaman per hari pada fase reproduktif cukup memadai untuk
tanaman tomat.
juga tergantung pada metode yang akan diterapkan. Beberapa metode tersebut
antara lain adalah sebagai yang tertera pada uraian berikut ini (Jensen 1990).
a. Kultur pot atau polybag. Dengan metode ini sistem pemberian larutan
nutrisi dapat dilakukan secara manual atau irigasi tetes (“drip irrigation”)
dengan frekuensi 3-5 kali per hari, tergantung pada kebutuhan tanaman,
b. Kultur bedeng dengan sistem NFT. Sistem pemberian larutan nutrisi yang
oleh pompa mesin atau dapat pula menggunakan cara yang lebih
14
3. EC dan PH Larutan
Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk pada sistem
(EC) atau aliran listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC meter. EC ini
untuk mengetahui cocok tidaknya larutan nutrisi untuk tanaman, karena kualitas
larutan nutrisi atau pupuk tergantung pada konsentrasinya. Semakin tinggi garam
Konsentrasi garam yang tinggi dapat merusak akar tanaman dan mengganggu
serapan nutrisi dan air (Hochmuth dan Hochmuth 2003). Setiap jenis dan umur
15
disesuaikan dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman masih kecil, EC yang
dibutuhkan juga kecil. Semakin meningkat umur tanaman semakin besar EC-nya.
Tanaman tomat tahan terhadap garam yang agak tinggi di daerah perakaran,
sedangkan mentimun sedikit tahan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, larutan
nutrisi untuk tomat perlu dipertahankan pada keadaan EC antara 2,0 –3,0
mhos/cm (van Pol 1984). Konsentrasi garam yang tinggi pada fase akhir
1990).
rendah. Selain EC, pH juga merupakan faktor yang penting untuk dikontrol.
pupuk mempunyai tingkat kemasaman yang berbeda jika dilarutkan dalam air.
untuk tanaman sayuran pada kultur hidroponik adalah antara 5,5 sampai 6,5
(Marvel 1974). Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe berkurang pada pH yang lebih
16
nutrisi oleh tanaman. Tabel 2 menyajikan kebutuhan EC dan pH bagi beberapa
tanaman sayuran.
4. Media Pertumbuhan
teknologi penanaman dalam larutan nutrisi (air dan pupuk) dengan atau tanpa
Media hidroponik dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kultur air yang
tidak menggunakan media pendukung lain untuk perakaran tanaman dan kultur
substrat atau agregat yang menggunakan media padat untuk mendukung perakaran
tanaman.
a. Kultur air
mana akar tanaman terekspos larutan nutrisi tanpa media tanaman dan larutan
disirkulasi. Ada beberapa macam sistem hidroponik cair atau kultur air, yaitu
Nutrient Film Technique (NFT), Dynamic Root Floating (DRF), the Deep Flow
17
Technique (DFT) dan Aeroponic (Jensen 1990; Jensen dan Collins 1985; Kao
1990). Namun kultur air yang paling mudah untuk diadopsi oleh para pengguna
adalah NFT (Raffar 1990; Chow 1990). Kultur tersebut juga banyak digunakan
Dr. Allen Cooper pada tahun 1970 di Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan
Pada sistem ini, lapisan tipis larutan nutrisi mengalir melalui bedengan atau
talang yang berisi akar-akar tanaman. Larutan bersirkulasi secara terus menerus
selama 24 jam atau diatur pada waktu-waktu tertentu dengan pengatur waktu.
Sebagian akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi tersebut, sebagian lagi
berada di atas permukaan larutan. Lingkungan akar yang ideal merupakan faktor
Menurut Chow (1990) dan Jensen (1990), keuntungan NFT antara lain
adalah volume larutan hara yang dibutuhkan lebih rendah dibandingkan kultur air
atau menurunkan suhu), lebih mudah mengontrol hama dan penyakit, kepadatan
tanaman per unit area lebih tinggi, dan hasil tanaman lebih bersih karena tidak ada
sisa tanah atau media lainnya. Namun, ada juga kerugian dari sistem ini, yakni
patogen dengan mudah menyebar pada seluruh larutan, sehingga dalam waktu
yang singkat tanaman akan mati, modal awal relatif lebih mahal, pemilihan
komoditas yang bernilai tinggi, dan tingkat keahlian dan pengetahuan tentang
ilmu kimia sangat penting. Di daerah tropis, panjang maksimum bak penanaman
yang digunakan pada NFT tidak lebih dari 15-20 m, sepanjang saluran tersebut
18
dibuat 2-3 tempat untuk memasukkan larutan hara, dan suhu larutan tidak lebih
dari 30 °C. Hal ini untuk menjaga aerasi larutan yang baik (Jensen 1990). Hasil
penanaman tidak cocok untuk daerah tropis, karena menyebabkan suhu perakaran
mencapai lebih dari 40 °C pada tengah hari (Chow 1990). Bahan yang paling baik
media tumbuh yang bukan tanah sebagai pegangan tumbuh akar tanaman dan
sistem terbuka (“open system”), artinya larutan yang diberikan ke tanaman tidak
Kultur ini merupakan sistem yang paling mudah diadopsi selain sistem NFT
(Raffar 1990) dan tampaknya merupakan salah satu sistem yang banyak
gergaji, peat moss atau vermikulit (Douglas 1985; Jensen 1990; Resh 1985).
Beberapa persyaratan penting bagi media pertumbuhan ini antara lain adalah
bertekstur seragam dengan ukuran butir sedang, bersih dari kotoran, dan steril
19
Bentuk karakteristik media tersebut akan berpengaruh terhadap hasil dan
kualitas serta terhadap kebutuhan larutan hara tanaman. Oleh karena itu pemilihan
Di Indonesia, media agregat yang baik dan murah adalah arang sekam.
Media ini sudah banyak digunakan oleh para petani hidroponik maupun
pengusaha hidroponik yang besar. Selain arang sekam, pasir juga sangat baik
untuk media hidroponik. Harga pasir lebih mahal tetapi umur penggunaannya
lebih lama. Menurut Jensen (1975), hasil penelitian pada tomat media pasir juga
dengan “peat moss”, vermikulit, arang sekam, dan perlite juga menghasilkan
efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu
tertentu. Dikatakan efektif bila petani dalam mengalokasikan sumber daya yang
mereka miliki sebaik – baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan
kegiatan usaha dibidang pertanian berskala kecil, seperti usahatani padi, usahatani
jagung, usahatani ayam buras dan lainnya. Sementara usaha pertanian lebih
artikan sebagai suatu usaha dengan skala besar yang mengelola lahan yang cukup
20
luas, modal yang besar seperti usaha perkebunan, usaha peternakan dan lainnya
Konsep efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep
efisiensi yang dikemukakan oleh Farrel (1957) dan Coelli et al. (1998). Efisiensi
dibedakan menjadi tiga yaitu efisiensi teknis, efesiensi alokatif (harga) dan
alokatif jika mampu menggunakan input untuk menghasilkan output pada kondisi
Efisiensi alokatif ini dapat dicapai jika usahatani tersebut sudah efisien
secara teknis. Jika usahatani tersebut telah efisien secara teknis, dan alokatif maka
usahatani tersebut berada pada kondisi efisien secara ekonomi. Berdasarkan hal
alokatif dan ekonomis. Konsep ini terkait dengan metode pengukuran efisiensi
yang akan digunakan pada penelitian ini, yaitu fungsi produksi frontier (batas).
usahatani beroperasi dari fungsi produksi frontier pada tingkat teknologi tertentu.
yaitu dengan pendekatan input dan pendekatan ouput. Pendekatan dari sisi input
membutuhkan ketersediaan informasi harga input dan sebuah kurva isoquant yang
21
ekonomi, maka pengertian efisiensi teknis ialah suatu fungsi produksi frontier
dapat dicapai oleh petani dengan kondisi yang ada di lapangan, dimana produksi
secara teknis telah efisien dan tidak ada cara lain untuk memperoleh output yang
lebih tinggi lagi tanpa menggunakan input yang lebih banyak dari yang dikuasai
petani. Studi Farrel (dalam Susantun, 2000) menegaskan bahwa yang dimaksud
yang dapat memanfaatkan input yang lebih sedikit demi menghasilkan output
dalam jumlah yang sama (Miller & Meiners, 2000). Efisiensi produksi merupakan
suatu patokan sebagai rujukan (bench mark) untuk mengukur efisiensi, yaitu
dengan teknologi tertentu. Karena itu, efisiensi teknis menjadi syarat keharusan
alisis Usahatani Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa
hasil bruto produksi yaitu luas tanah dikalikan hasil per kesatuan luas yang
kemudian dinilai dalam uang. Hasil tersebut dikurangi dengan biaya-biaya yang
harus dikeluarkan yaitu biaya pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan sebagainya.
22
1. Struktur Penerimaan
penjualan hasil produksi usahatani yang diperoleh dari hasil perkalian jumlah
Biaya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan
biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap
jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau
sedikit, contoh: pajak lahan, penyusutan alat, dan upah tenaga kerja dalam
keluarga. Sedangkan biaya tidak variabel merupakan biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Yang termasuk biaya variabel adalah
pembelian bibit, pembelian pupuk, pembelian obat-obatan dan upah tenaga kerja
luar keluarga.
3. Pendapatan Usahatani
semua biaya produksi total yang dikeluarkan. Analisis usahatani yang dapat
digunakan antara lain analisis R/C (Return Cost Ratio) adalah perbandingan
antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis bila R/C = 1 artinya tidak untung
tidak rugi. Sedangkan bila R/C lebih dari satu maka usahatani dianggap
23
Jumlah output juga dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan. Hubungan
antara jumlah penggunaan input dan jumlah output yang dihasilkan, dengan
teknologi tertentu, disebut fungsi produksi. Fungsi produksi adalah suatu fungsi
penggunaan input dan tingkat output per satuan waktu (Soeratno, 2000: 82).
menggunakan dua input atau lebih (Debertin, 1986). Jika demikian maka secara
yang paling mungkin diproduksi dengan sejumlah input atau kombinasi input
terluar yang dapat dihasilkan oleh penggunaan input tertentu, yang disebut dengan
frontier. Coelli et al. (1998) menyatakan bahwa fungsi produksi frontier adalah
fungsi produksi yang menggambarkan output maksimum yang dapat dicapai dari
Apabila suatu usahatani berada pada titik di fungsi produksi frontier artinya
usahatani tersebut efisiensi secara teknis. Jika fungsi produksi frontier diketahui
production frontier) diperkenalkan secara terpisah oleh Aigner et al. (1977) serta
Meeusen dan Van Den Broeck (1977) Coelli et al. (1998) mengemukakan fungsi
24
produksi. Dalam fungsi produksi ini ditambahkan random error, vi, ke dalam
acak lainnya seperti cuaca, dan lain-lain, bersama- sama dengan efek kombinasi
merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal
ragamnya konstan, v2 atau N(0, v2). Variabel ui diasumsikan variabel acak
efek inefisiensi teknis. Model yang dinyatakan daIam persamaan di atas disebut
sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh
variabel acak (stochastic) yaitu nilai harapan dari xiβ+vi atau exp(xiβ+vi).
Random error bisa bernilai positif dan negatif dan begitu juga ouput stochastic
Y = exp(xiβ),
deterministiknya, maka hal ini dapat terjadi karena aktivitas produksi petani
25
bernilai positif. Sementara jika terdapat petani yang menghasilkan output aktual di
frontiernya berada di bawah output deterministiknya, maka hal ini dapat terjadi
karena aktivitas produksi petani tersebut dipengaruhi oleh kondisi yang tidak
Output Stochastic Frontier tidak dapat diamati karena nilai random error
antara output stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar
dari bagian deterministik dari Frontier apabila Random error yang sesuai lebih
besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp(xiβ) jika vj > ui) (Coelli et al.,
1998).
26
III. Metode Penelitian
penelitian kualitatif dipilih karena data yang hendak dikumpulkan dan dianalisis
fenomena yang diteliti. Karena dengan pendekatan ini peneliti akan mampu
mengungkapkan makna dan interpretasi perilaku manusia itu sendiri, mencari apa
yang tersirat dan mendapatkan penjelasan yang lebih mendalam terhadap tindakan
3.2. Data
membuat data menjadi terang dan jelas. Adapun data yang dibutuhkan dalam
27
Data primer adalah pengambilan data yang dihimpun langsung oleh peneliti
(Riduwan, 2018). Data primer dapat diartikan sebagai data utama yang diperoleh
langsung dari informan peneliti. Data primer ini peneliti peroleh dengan
Sumber-sumber tersebut pada penelitian ini berasal dari para petani hidroponik di
2018. Data sekunder dapat diartikan sebagai data yang diperoleh dari pihak lain
yang memahami dan dapat memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti,
data sekunder ini dapat berupa dokumen-dokumen dari instansi terkait, misalnya:
data dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur, juga data
memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2018: 211). Teknik yang digunakan
untuk mengumpulkan data penelitian ini disesuaikan dengan jenis data yang
3.2.1. Observasi
28
dengan melakukan serangkaian pengamatan dengan menggunakan alat indera
lembar yang berisi indikator atau hal-hal yang harus diamati sesuai dengan
untuk checklist item yang diamati, kondisi, serta kesesuaian dengan tujuan
penelitian. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada tiga fokus
program dan hasil yang dicapai. Dengan demikian, lembar observasi yang
3.2.2. Wawancara
program dan hasil yang dicapai. Secara umum, peneliti menyiapkan daftar
pertanyaan yang sama untuk semua informan, tanpa membedakan posisi atau
29
jabatannya, namun dalam pelaksanaan wawancara, peneliti melakukan penyesuain
3.2.3. Dokumentasi
penelitian sosial. Pada intinya studi dokumen adalah Pendekatan yang digunakan
untuk menelusuri data historis. Oleh karena itu sebenarnya sejumlah besar fakta
dan sosial tersimpan dalam bentuk dokumen dan lain sebagainya (Silalahi, 2017).
yang ada di buku-buku, jurnal, koran dan lain sebagainya yang disimpan oleh
institusi tertentu maupun yang ada pada masyarakat, sehingga data-data yang
peneliti kumpulkan valid dan mendalam. Dalam hal ini peneliti menggunakan
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta Penarikan
30
DAFTAR PUSTAKA
Allen, P.G. 1981. The use of plastics in protected cropping. Scientific Horticulture
32: 78-85
Chong, P. C. and T. Ito. 1982. Growth, fruit yield and nutrient absorption of
tomato plants as influenced by solution temperature in nutrient film
technique. J. Japan Soc. Hort. Sci. 51 (1): 44-50
Del Rosario, A. Dafrosa, and P.J.A. Santos. 1990. Hydroponic culture of crops in
the Philippines: Problems and prospect. International Seminar on
Hydroponic Culture of High Value Crops in the Tropics in Malaysia,
November 25-27, 1990. Monografi No. 27, Tahun 2005 R. Rosliani dan N.
Sumarni : Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik Balai
Penelitian Tanaman Sayuran
31
Jensen, M.H. 1990. Hydroponic culture for the tropics : Opportunities and
alternatives. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value
Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27, 1990.
Kao, Te-Chen. 1990. The dynamic root floating hydroponic technique: Prospect
in development of the year round vegetable production technology in
Taiwan, RDC. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value
Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27, 1990.
Rault, P.A. 1990. A tunnel greenhouse adapted to the tropical lowland climate.
Acta Horticulturae 281: 95-103. Resh, H.M. 1985. Hydroponic food
production. Woodbridge Press Publishing Co., California.
Robinson, D.W. 1990. Development with plastic structure and materials for
horticultural crops. International Seminar on Hydroponic Culture of High
Value Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27, 1990.
Schipper, P.A. 1979. The nutrient flow technique. Cornell University. Ithaca, New
York.
Subur, Suwandi, dan A.A. Asandhi. 1983. Pengaruh media tumbuh dalam kultur
hidroponik pada pertumbuhan dan hasil tomat. Bul. Penel. Hort. 10 (2): 7-16
Subur dan Suwandi. 1985. Formula larutan nutrisi bagi tanaman brocoli pada
kultur pasir. BPH Lembang
32
Sumarni, N dan R. Rosliani. 2001. Media tumbuh dan waktu aplikasi larutan hara
untuk penanaman cabai merah secara hidroponik. J. Hort 11 (4):237 – 243
Monografi No. 27, Tahun 2005 R. Rosliani dan N. Sumarni : Budidaya
Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik Balai Penelitian Tanaman
Sayuran
Sumarni, N., R. Rosliani dan Suwandi. 2001. Pengaruh kerapatan tanaman dan
jenis larutan hara terhadap produksi umbi mini bawang merah asal biji
dalam kultur agregat hidroponik. J. Hort. 11 (3): 163 - 169
Suwandi. 1993. Pengaruh media dan hara dalam kultur agregat hidroponik
tanaman cabai paprika. Bul. Penel. Hort. 25 (3):8-13
Suwandi, A. Hidayat, dan Rini Rosliani. 1995. Kultur agregat dalam sistem
hidroponik tanaman tomat. Bul. Penel. Hort. 27. (3): 28- 37
Suwandi dan R. Rosliani. 1994. Efisiensi formula larutan nutrisi dalam kultur
agregat tomat. Lap. Hasil Penel. Balithor. Suwandi dan Subur. 1986.
Pengaruh macam formula larutan hara dalam kultur hidroponik pada
tanaman paprika. Bull. Penel. Hort. 14 (2): 8-14.
Tajudin, A. and M.R. Ismail. 1990. Growth and yield of NFT-grown tomatoes as
influenced by different solution concentration. International Seminar on
Hydroponic Culture of High Value Crops in the Tropics in Malaysia,
November 25-27, 1990.
Winslow, M. 1992. Silicon, disease resistance and yield of rice genotypes under
upland cultural conditions. Crop Sci 32 :1208- 1213. Monografi No. 27,
Tahun 2005 R. Rosliani dan N. Sumarni : Budidaya Tanaman Sayuran
dengan Sistem Hidroponik Balai Penelitian Tanaman Sayuran
Winsor, G.W., R.G. Hurd and D. Price. 1979. Nutrient Film Technique. Grower
Bulletin 5. Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, England.
von Zabeltitz, C. 1988. Greenhouse design for warmer climates. Plasticulture 80:
39-50
33