Anda di halaman 1dari 27

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya tersebut

akan sia-sia apabila tidak dimanfaatkan secara potensial. Sumber daya potensial tidak

hanya berasal dari sumber daya alam, tetapi juga berasal dari sumber daya manusia.

Sumber daya manusia yang dibutuhkan tidak harus berkuantitas besar, tetapi juga

harus memiliki kualitas tinggi. Oleh karena itu, apabila kedua sumber daya potensial

ini digabungkan maka akan dapat mengembangkan pertanian Indonesia.

Pertanian merupakan tulang punggung perekonomian. Pertanian mensuplai

bahan pangan, bahan baku industri, dan tekstil. Peran pertanian dalam mensuplai

bahan pangan sangat besar. Dalam suplai bahan pangan ini, komoditas hortikultura

berperan relatif besar.

Hortikultura merupakan kegiatan budidaya tanaman dalam skala yang lebih

padat modal, padat tenaga kerja, dan lebih intensif, karena mutu hasil merupakan

tujuan akhir dari suatu budidaya tanaman.Walaupun begitu, budidaya hortikultura

akan menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit. Komoditas hortikultura mencakup

komoditas buah, sayur, tanaman hias, pertamanan, dan tanaman obat.

Produk hortikultura mempunyai karakteristik yang berbeda dari produk

agronomi. Komoditas hortikultura dimanfaatkan dalam keadaan masih hidup atau

masih segar, perisibel, dan mempunyai kandungan air yang tinggi. Contoh komoditas

hortikultura seperti kangkung, tomat, cabai, tanaman obat-obatan, tanaman hias dan

sebagainya.
2

Dalam budidaya hortikultura, karakteristik tanaman harus diketahui. Contohnya

tomat tidak cocok pada tempat yang tergenang air, sawi tidak cocok pada tanah yang

terlalu sering ditanami. Hal ini diperlukan agar didapatkan produk akhir yang

optimal. Selain itu dalam budidaya hortikultura juga harus diperhitungkan jenis

varietas yang cocok dan unit lapang yang akan di berikan.

Untuk menunjang pemahaman tentang hortikultura maka diadakan praktikum

system produksi tanaman hortikultura (SPTH). Paraktikum (SPTH) ini memepelajari

tentang cara budidaya tanaman hortikultura, baik tanaman sayuran, tanaman obat-

obatan, tanaman cabai dan terong, serta perbanyakan tanaman hias melalui metode

stek

Mahasiswa dituntut bekerja dengan rajin, terampil, tangkas, dan dapat

kerjasama kelompok dengan baik. Setiap mahasiswa dituntut untuk terlibat langsung

dalam setiap tahap atau proses kegiatan mulai dari persemaian sampai panen dan

pasca panen. Hal ini bertujuan untuk memenuhi esensi dan tujuan awal dari

mempelajari matakuliah SPTH ini.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan akhir ini adalah :

a. Memahami teknik budidaya tanaman hortikultura berupa sayuran secara

konvensional.

b. Memahami teknik budidaya dalam polybag pada tanaman obat-obatan serta

tanaman cabai dan terong.

c. Memahami teknik perbanyakan tanman hias seccara stek


3

1.3. Manfaat

Manfaat dari penuliasan laporan ini adalah sebagai hasil akhir dari praktikum

yang telah dilakukan, serta dengan adanya laporan akhir ini dapat menjadi rujukan

dalam memahami tanaman hortikultura serta beberapa teknik budidaya yang dapat

dilakukan.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Hortikultura

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang

memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini

berperan sebagai sumber penghasil bahan makan, sumber bahan baku bagi industri,

mata pencaharian sebahagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari ekspor

komoditinya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional.

Namun keberadaan sumber daya lahan yang terbatas tidak mampu menghimbangi

kebutuhan lahan yang sangat pesat baik dari sektor pertanian maupun non pertanian,

akibatnya timbul persaingan penggunaan lahan yang saling tumpang tindih dan tidak

memperhatikan aspek kelestarian lingkungan (Djaenuddin, 1996).

Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi dikembangkan dalam

kerangka pengembangan wilayah adalah hortikultura. Hortikultura (sayur-sayuran,

buah-buahan, bunga-bungaan) merupakan komoditas unggulan, khususnya di

kecamatan Silimakuta. Keunggulan komoditas ini ditunjang oeh kondisi lingkungan

(lahan dan iklim) yang menunjang, sebagian masyarakat sudah mengenalnya dengan

baik, potensi sumberdaya manusia yang belum dimanfaatkan secara optimal serta

peluang pasar domestik dan internasional yang sangat besar (Saragih, 1997).

Ilmu hortikultura mencakup aspek produksi dan penanganan hasil tanaman,

termasuk teknik perbanyakan, penanaman, pemeliharaan, panen dan pengelolaan

pasca panen dari hasil tanaman tersebut. Ilmu hortikultura juga terkait erat dengan

bidang-bidang ilmu lainnya, seperti fisiologi, biokimia, genetika, entomologi,

fitopalogi, ilmu tanah, klimatologi, dan ilmu-ilmu alamiah lainnya.


5

Budidaya tanaman hortkultura di Indonesia belum memberikan kontribusi

yang besar, dibandingkan dengan komoditas pertanian lainnya. Banyak faktor yang

menjadi kendala untuk pengembangan komoditas hortikultura. Selain lemahnya

modal usaha yang dimiliki dan rendahnya pengetahuan petani, kendala lain yang

dominan adalah harga produk hortikultura yang rendah dan sangat berfluktuasi,

prasarana transportasi yang kurang mendukung, dan belum berkembangnya

agroindustri yang memanfaatkan hasil tanaman hortikultura sebagai bahan baku

(Lakitan, 1995).

Selain sebagai komoditas unggulan, hortikultura juga berperan sebagai

sumber gizi masyarakat, penyedia lapangan pekerjaan, dan penunjang kegiatan

agrowisata dan agroindustri. Hal ini menunjukan bahwa pengembangan hortikultura

terkait dengan aspek yang lebih luas yang meliputi tekno-ekonomi dengan sosio-

budaya petani. Ditinjau dari proses waktu produksi, musim tanam yang pendek

memungkinkan perputaran modal semakin cepat dan dapat meminimalkan

ketidakpastian karena faktor alam (Mubyarto,1989).

Secara umum lahan yang baik untuk pengembangan hortikultura ialah yang

bertimbulan datar atau sedikit landai. Lahan yang terlalu miring tidak cocok karena

biasanya bertanah miskin hara (kecuali yang tanahnya terbentuk dari endapan abu

volkan) dan memerlukan penterasan untuk pengendalian erosi. Penterasan yang

sampai menyingkapkan lapisan bawahan tanah dapat membuat tanah bertambah

miskin hara (kecuali apabila lapisan atasan tanah yang lebih kaya hara berketebalan

cukup sehingga pembuatan teras tidak sampai menyingkapkan lapisan bawah tanah).

Tanah yang baik untuk pengembangan hortikultura ialah tanah aluvial asal jangan
6

terlalu berpasir atau berbatu dan bebas banjir. Pemilihan tapak penanaman yang baik

sebetulnya lebih ditentukan oleh iklim berkenaan dengan suhu, curah hujan (Terra,

1948).

Keberhasilan pengembangan hortikultura ditentukan oleh kecanggihan dan

kelengkapan komponen teknologi yang dirakit dalam sistem budidayanya. Hal ini

terutama benar apabila hortikultura akan diperankan sebagai ujung tombak

agroindustri dan agribisnis. Dengan mengembangkan hortikultura, penggunaan lahan

untuk pertanian dapat dihemat. Dengan demikian dampak negatif konversi lahan

pertanian menjadi lahan non pertanian dapat berkurang kegawatannya.

Mengembangkan hortikultura rumah kaca menjadikan faktor iklim dan musim

tidak penting lagi. Persoalan hama dan penyakit juga dapat dikendalikan penuh.

Dengan medium tumbuh buatan (tanah buatan) pengembangan hortikultura tidak lagi

terbatasi oleh ketersediaan secara alami tanah-tanah yang sesuai. Hal ini akan

memudahkan penyusunan tataguna tanah dan mengurangi terjadinya perebutan

menempati lahan antar kepentingan yang bersaing. Sudah barang tentu tidak seluruh

budidaya hortikultura dapat dan boleh dilakukan sepenuhnya dengan lingkungan dan

medium tumbuh buatan. Tanaman yang dibudidayakan untuk melayani kebutuhan

masyarakat dalam jumlah banyak, seperti kentang, kacang tanah, dan kedelai, atau

tanamannya berukuran besar, seperti pohon buah, harus diusahakan di lahan

sungguhan. Budidaya rumah kaca dengan medium tumbuh buatan membuat hasilnya

menjadi mahal sehingga hanya akan terbeli oleh golongan masyarakat berpenghasilan

besar padahal rakyat umum juga memerlukannya, seperti tomat, labu dan lombok.

Maka bagian terbesar tanaman- tanaman tersebut harus dibudidayakan di lahan


7

sungguhan. Hortikultura yang dapat dikerjakan sepenuhnya secara buatan ialah

pembibitan dan pembenihan. Barangkali cara tersebut lebih baik agar mutu bibit dan

benihnya lebih terjamin.Tanaman bunga dan hias boleh diproduksi dengan piranti

buatan karena konsumennya berada dalam golongan masyarakat atasan.

Selain berperan penting dalam pengembangan wilayah, usaha tani hortikultura

merupakan bentuk pertanian yang lebih maju daripada usaha tani tanaman pangan.

Sebagai pertanian yang lebih maju, usaha tani hortikultura berorientasi pasar sehingga

harus menguntungkan serta diusahakan secara intensif dengan modal yang memadai.

Walaupun demikian, usaha tani hortikultura di Indonesia masih memperlihatkan sifat

tradisional. Hal ini ditunjukan dengan aktivitas yang mengandalkan kemampuan dan

sumberdaya seadanya. Ciri umum aktivitas tersebut antara lain; tingkat pendidikan

dan penguasaan teknologi pengelola rendah; penguasaan lahan kecil (< 0,25 Ha) dan

terpencar lokasinya; akses terhadap informasi, pengetahuan, teknologi dan pasar yang

terbatas; kesulitan permodalan; serta lemahnya kelembagaan pertanian

(Soekartawi,1996).

Hasil tanaman hortikultura umumnya mudah rusak (perishable), sehingga

kehilangan hasil setelah panen akan sangat tinggi jika produk tersebut tidak segera

diolah menjadi bahan yang lebih tahan simpan. Kehilangan hasil pada tahap pasca

panen ini umumnya lebih besar di negara-negara berkembang dibandingkan di negara

maju. Menurut Lakitan (1995), besarnya porsi kehilangan hasil pasca panen di

Indonesia disebabkan antara lain karena:

a. Sistem transportasi yang kurang baik, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk

mengangkut produk pertanian dari lahan produksi ke pasar menjadi lebih lama.
8

b. Kurang tersedianya fasilitas untuk penyimpanan produk pertanian yang layak.

c. Kurangnya pengetahuan petani tentang cara pengolahan produksi pertanian.

d. Kurang tersedianya fasilitas pengolahan produk pertanian, dan

e. Rendahnya rangsangan pasar (harga jual produk olahan tetap rendah atau tidak

sepadan antara tenaga dan ongkos yang dikeluarkan dalam proses pengolahan

produk pertanian dengan nilai tambah ekonomi yang didapatkan dari produk

olahan tersebut.

Menyadari bahwa kehilangan hasil pada tahap pasca panen merupakan

masalah utama yang dihadapi untuk komoditas hortikultura di negara berkembang

(termasuk Indonesia), maka sewajarnyalah agroindustri mendapat perhatian khusus

dalam rencana pembangunan pertanian di Indonesia di masa yang akan datang. Rupa

agroindustri untuk negara berkembang tentu harus berbeda dengan apa yang

diterapkan di negara maju, karena landasan permasalahannya berbeda.

Di Indonesia, agroindustri yang ideal adalah yang secara langsung melibatkan

petani kecil sebagai pemasok bahan bakunya. Dengan demikian, maka dua tujuan

dapat dicapai dalam satu kegiatan, yakni mengurangi kehilangan hasil pada tahap

pasca panen dan meningkatkan kesejahteraan petani kecil, dimana ada dua

pendekatan yang dapat ditempuh yaitu, pertama, mengembangkan rupa agroindustri

yang secara maksimal memanfaatkan produk pertanian yang dihasilkan petani kecil;

kedua, mengembangkan agroindustri skala kacil yang dikelola secara langsung oleh

petani yang bersangkutan atau melalui kelompok tani.


9

2.2. Pupuk

Pupuk adalah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila

ditambahkan ke dalam tanah ataupun tanaman dapat menambah unsur hara serta

dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, atau kesuburan tanah. Pupuk

dapat digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik.

2.2.1. Pupuk organik (pupuk kandang)

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang

diolah melalui proses pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai, misalnya

pupuk kompos dan pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman,

dan pupuk kandang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai

komposisi kandungan unsur hara yang lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara

tersebut rendah tetapi kandungan bahan organik di dalamnya sangatlah tinggi

(Novizan, 2007).

Di dalam tanah terdapat banyak organisme pengurai, baik makro maupun

mikro. Pupuk organik terbentuk karena adanya kerja sama mikroorganisme pengurai

dengan cuaca serta perlakuan manusia. Kegiatan organisme tanah dalam proses

penguraian tersebut menjadi sangat penting dalam pembentukan pupuk organik. Sisa

tumbuhan dihancurkan oleh organisme dan unsur-unsur yang sudah terurai diikat

menjadi senyawa. Senyawa tersebut tentu saja harus larut dalam air sehingga mudah

diabsorpsi atau diserap oleh akar tanaman. Bentuk senyawa tersebut antara lain

amonium dan nitrat. Beberapa mikroorganisme penting antara lain : ganggang

(mikroorganisme berklorofil), fungi (mikroorganisme tidak berklorofil yang

memperoleh energi dan karbon dari bahan organik), actinomycetes (merupakan


10

golongan mikroorganisme antara fungi dan bakteri), dan bakteri. Bakteri berperan

penting dalam proses penguraian seperti proses nitrifikasi, oksidasi sulfur, dan fiksasi

nitrogen (Musnamar, 2009).

Pupuk organik sangat penting terutama karena sebagai berikut.

a. Memperbaiki struktur tanah.

Pada waktu penguraian bahan organik oleh organisme di dalam tanah dibentuk

produk yang mempunyai sifat sebagai perekat, yang lalu mengikat butir-butir pasir

menjadi butiran yang lebih besar. Lagipula di dalam tanah tumbuh sistem tali-temali

yang terdiri dari benang-benang jamur yang mengikat bagian tanah menjadi kesatuan.

b. Menaikkan daya serap tanah terhadap air

Bahan organik mempunyai daya absorpsi yang besar terhadap air tanah. Karena

itu pupuk organik sering kali mempunyai pengaruh positif terhadap hasil tanaman,

apalagi pada musim panas yang kering.

c. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah

Hal ini terutama disebabkan karena organisme di dalam tanah dapat

memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Berbagai organisme di dalam tanah

dapat memanfaatkan bahan organik sebagai makanan. Berbagai organisme itu di

dalam tanah mempunyai fungsi penting yang beraneka ragam sifatnya.

d. Mengandung zat makanan tanaman

Berbagai zat makanan tanaman hanya sebagian dapat diserap oleh tanaman.

Bagian yang penting daripadanya baru tersedia sesudah terurainya bahan organik

tersebut.
11

Pupuk organik biasanya menunjukkan pengaruh reaksi reaksi nitrogen yang

jelas terlihat. Pengaruh dari fosfat dan kalium biasanya tidak begitu jelas ( Rinsema,

1993). Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat

dan cair (urine) hewan ternak yang umumnya berupa mamalia dan unggas. Pupuk

organik (pupuk kandang) mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman

untuk pertumbuhannya. Disamping mengandung unsur hara makro seperti nitrogen

(N), fosfor (P), dan kalium (K), pupuk kandang pun mengandung unsur mikro seperti

kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S). Unsur fosfor dalam pupuk kandang

sebagian besar berasal dari kotoran padat, sedangkan nitrogen dan kalium bersal dari

kotoran cair (Santoso, 2002).

Pupuk organik padat (konvensional) yang biasa dipakai petani adalah pupuk

organik dari kompos atau pupuk kandang yang terdekomposisi secara alami

berbentuk serbuk kasar atau gumpalan. Pupuk organik padat tersebut masih

tercampur dengan bahan-bahan lain seperti sekam, jerami, serbuk gergaji, dan lain-

lain dengan bau yang masih menyengat dan dalam kondisi relatif basah. Dengan

demikian, pupuk tersebut terkesan kotor. Bentuk pupuk organik padat saat ini

semakin beragam disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan. Saat ini bentuk pupuk

organik padat yang ditawarkan antara lain serbuk, butiran, pelet, dan tablet. Pupuk

organik bentuk butiran, pelet, dan tablet merupakan bentuk pupuk organik konsentrat

yang dibentuk dengan mesin pencetak bertekanan tinggi (Musnamar, 2005).

2.2.2. Pupuk anorganik

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat manusia melalui industri pupuk

atau pabrik-pabrik pupuk. Pupuk jenis ini mengandung unsur hara tertentu dan
12

kandungan haranya tertentu pula dan umumnya mengandung unsur hara yang tinggi.

Nilai dari suatu pupuk anorganik ditentukan oleh sifat-sifatnya. Banyaknya unsur

hara yang dikandung oleh suatu pupuk merupakan faktor utama untuk menilai pupuk

tersebut, karena jumlah unsur hara menetukan kemampuannya untuk menaikkan

kandungan unsur hara di dalam tanah. Pada dasarnya semakin tinggi kandungan

unsur haranya semakin baik pupuk tersebut (Hasibuan, 2006).

Secara umum kebaikan dari pupuk buatan adalah pupuk ini mengandung

unsur hara tinggi dan diketahui persentase haranya. Hara yang diberikan dalam

bentuk yang mudah tersedia dan lebih mudah dalam menentukan jumlah pupuk yang

diperlukan sesuai dengan kebutuhan tanaman (Musa, dkk, 2006). Diantara pupuk

anorganik yang sering digunakan oleh petani adalah sebagai berikut :

a. Urea

Pupuk urea adalah pupuk buatan dengan senyawa kimia organik CO(NH2)2.

Pupuk padat ini berbentuk butiran bulat kecil (diameter kurang 1mm). Pupuk ini

mempunyai 45-46% kadar N. Urea larut sempurna di dalam air dan tidak

mengasamkan tanah (EA:71) (Hasibuan, 2009). Sifat urea yang tidak menguntungkan

adalah sangat higroskopis dan mulai menarik air dari udara pada kelembapan nisbi

73%. Urea tidak bersifat mengorganisir dalam larutan sehingga mudah mengalami

pencucian, karena tidak capat terjerap oleh koloid tanah. Untuk dapat diserap oleh

akar tanaman urea harus mengalami proses ammonifikasi dan nitrifikasi terlebih

dahulu. Bekerjanya pupuk urea ini adalah lambat (Damanik, dkk, 2010).
13

b. TSP

Superfosfat Tripel (TSP) dibuat melalui pengasaman batuan fosfat dan

H3PO4 dengan peralatan dan proses yang sama seperti pupuk superfosfat biasa.

Pupuk ini mempunyai rumus kimia yang sama dengan pupuk superfosfat rangkap

Ca(H2PO4)2, berbentuk butiran kasar, berwarna abu-abu dan termasuk pupuk yang

mudah larut dalam air. Kandungan hara pupuk ini sekitar 46-48% P2O5, tidak

bersifat higroskopis dan reaksinya di dalam tanah netral (Hasibuan, 2006).

c. KCl

Pupuk ini dikenal juga dengan nama Muriate of Potash, berbentuk kristal

yang berwarna merah dan ada pula yang berwarna putih kotor. Terdapat dua macam

pupuk KCl yakni KCl 80 yang mengandung 52-53% K2O dan KCl 90 dengan

kandungan 55-58% K2O. Pupuk ini larut dalam air. Bila dimasukkan ke dalam tanah

akan terionisasi menjadi ion K dan ion Cl. Karena pupuk ini mengandung ion Cl,

maka kurang baik digunakan untuk tanaman yang peka terhadap Cl seperti tanaman

tembakau, kelapa sawit dan kentang. Pupuk ini larut di dalam air, reaksi fisiologis

adalah asam lemak dan sedikit higroskopis (Hasibuan, 2006).

2.3. Pestisida (Decis)

Pestisida merupakan semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan

virus yang dipergunakan untuk membrantas semua atau mencegah hama dan penyakit

yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian. Bidang

penggunaan pestisida meliputi pengelolaan tumbuhan, peternakan, penyimpanan hasil


14

pertanian, pengawetan hasil hutan, anti pencemaran dan bidang lainnya (Keputusan

Mentri Pertanian N0.434.1/Kpts.270/7/2001).

Menurut Wulandari, dkk (2013) Pestisida merupakan bahan kimia yang

umum digunakan sebagai pengontrolvorganisme yang tidak diinginkan dalam sektor

pertanian. Biasanya para petani dalam mengatasi masalah hama serangga

menggunakan insektisida. Salah satu insektisida yang banyak digunakan oleh para

petani untuk memberantas serangga pengganggu tanaman adalah insektisida Decis.

Insektisida Decis adalah insektisida non-sistemik yang bekerja pada serangga dengan

cara kontak dan pencernaan. Decis dimanfaatkan untuk mengendalikan serangga

hama, misalnya lepidoptera, homoptera, coleoptera, hemiptera, orthoptera, diptera

dan thysanoptera. Berikut adalah spesifikasi dari pestisida decis :

-Isi bersih : 50ml

-Bahan aktif : deltametrin 25 g/l

-Bentuk : cairan

-Mengendalikan hama seperti : belalang, lalat, thrips

-Cara pemakaian : Campurkan dengan air disemprotkan dengan sprayer

-Dosis pemakaian : 1,5 - 3 ml/ltr air

2.4. ZPT

Penggunaan ZPT (Zat Pengatur Tumbuh) tidak terlepas dari system

perbanyakan tanaman secara vegetative, salah satunya adalah stek. Menurut

Rochiman dan Haryadi (1973), penyetekan dapat didefinisikan sebagai suatu


15

perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman seperti akar, batang,

daun dan tunas dengan maksud agar bagian – bagian tersebut membentuk akar.

Cara stek banyak dipilih orang, apalagi bagi pengebun buah – buahan dan

tanaman hias. Alasannya, karena bahan untuk membuat stek ini hanya sedikit, tetapi

dapat diperoleh jumlah bibit tanaman dalam jumlah banyak. Tanaman yang

dihasilkan dari stek biasanya mempunyai persamaan dalam umur, ukuran tinggi,

ketahanan terhadap penyakit, dan sifat – sifat lainnya. Selain itu kita juga

memperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang telah memiliki akar, batang

dan daun dalam waktu relatif singkat (Wudianto, 1998)

Stek cabang atau stek kayu meliputi stek cabang yang telah tua dan cabang

yang setengah tua. Pohon buah – buahan yang biasanya dapat distek cabang tuanya

adalah kedondong, jambu air, jambu semarang, beberapa jenis jeruk (seperti rough

lemon, japansche citroen), buah negeri, markisa, delima, ceremai, adpokat, dan

anggur. Sedang tanaman hias yang dapat dikembangbiakkan dengan stek cabang

biasanya memerlukan cabang yang setengah tua, misalnya bugenvil, melati, mawar,

dan klerodendron. Walaupun demikian ada juga tanaman hias yang dapat

diperbanyak dengan stek cabang yang telah tua, misalnya kembang sepatu

(Wudianto, 1998).

Menurut Ashari (1995) proses pertumbuhan akar adventif terdiri dari tiga

tahap, yaitu (1) Diferensiasi sel yang diikuti dengan inisiasi akar (2) Diferensiasi sel-

sel meristematis sampai terbentuk primordia akar dan (3) Munculnya akar - akar baru.
16

Kondisi fisiologis tanaman yang mempengaruhi penyetekan adalah umur bahan stek,

jenis tanaman, adanya tunas dan daun muda pada stek, persediaan bahan makanan,

dan zat pengatur tumbuh (ZPT) (Kramer dan Kozlowzky, 1960) .

ZPT adalah senyawa organik selain zat hara yang dalam jumlah kecil dapat

mendorong (promote), menghambat (inhibit) maupun merubah berbagai proses

fisiologi tanaman. ZPT dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan

tanaman melalui pembelahan sel, perbesaran sel dan diferensiasi sel (Sunandar 2006).

Penggunaan ZPT efektif pada jumlah tertentu, konsentrasi yang terlalu tinggi dapat

merusak dasar stek, dimana pembelahan sel dan kalus akan berlebihan dan mencegah

tumbuhnya tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi dibawah optimum tidak

efektif. (Harahap, 2010).

Cara yang sering digunakan dalam pengaplikasian ZPT yaitu: 1) Commercial

Powder Preparation (pasta), 2) Dilute Solution Soaking Method (perendaman), 3)

Concentrated Solution Dip Method (pencelupan cepat). (Weaver, 1972). Metode

perendaman adalah metode praktis yang paling awal ditemukan dan sampai saat ini

masih dipandang paling efektif.


17

III. METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum system produksi tanaman hortikultura dilaksanakan sebanyak pada

bulan Maret hinga Mei 2016, praktikum dilaksanakn pada pukul 15.00-17.00.

Praktikum sistem produksi tanaman hortikultura ini dilaksanakan di UPT kebun

percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Budidaya tanaman kangkung

Alat yang digunakan pada praktikum sistemproduksi tanaman hortikultura

dengan kegiatan budidaya tanaman kangkung adalah, meteran, kayu, ajir, tali rapiah,

cangkul, parang, sepatu bot, ember, aqua gelas, gembor dan camera hp. Bahan yang

digunakan pada praktikum sistemproduksi tanaman hortikultura dengan kegiatan

budidaya tanaman kangkung adalah benih kangkung, air dan pupuk K (urea).

3.2.2. Stek

Alat yang digunakan pada praktikum system produksi tanaman hortikultura

dengan kegiatan stek adalah, polibag, cangkul, sepatu bot, seding net, ember, aqua

gelas, gembor, tali karet, gunting stek dan camera hp. Bahan yang digunakan pada

praktikum system produksi tanaman hortikultura dengan kegiatan stek adalah batang

bunga kertas, batang bunga mawar, batang bunga pucuk merah, ZPT, air dan top soil.

3.2.3. Budidaya tanaman obat

Alat yang digunakan pada praktikum system produksi tanaman hortikultura

dengan kegiatan budidaya cabai di polibag adalah, polibag, cangkul, pengayak tanah,

parang, sepatu boot, ember, aqua gelas, gembor dan camera hp. Bahan yang
18

digunakan pada tanaman obat ini adalah bibit tanaman obata berupa jahe, kencur,

temulawak, dan kunyit, air, serta tanah top soil.

3.2.4. Budidaya tanaman cabai dan terong

Alat yang digunakan pada praktikum system produksi tanaman hortikultura

dengan kegiatan budidaya cabai dan terong adalah, polibag, cangkul, kayu, parang,

pelepah sawit, sepatu bot, ember, aqua gelas, gembor, hand sprayer dan camera hp.

Bahan yang digunakan pada praktikum sistem produksi tanaman hortikultura dengan

kegiatan budidaya cabai di polibag adalah bibit cabai merah, bibit terong, tanah top

siol, air.

3.3. Metode

3.3.1. Budidaya tanaman kangkung

Metode praktikum SPTH pada kegiatan budidaya tanaman kangkung adalah

dengan melakukan penenaman di bedegan dengan luasan 2x3 m2, dalam budidaya

tanamn kangkung dilakuakn pembukaan lahan denagn menggunakan cangkul dan

parang, setelah lahan bersih selanjutnya pengukuran bedengan dengan luasan 2 m x 3

m. setelah bedengan di ukur selanjutnya dilakuakn pembuatan bedengan. Dalam

pembudidayaan kali ini tidak menggunakan pupuk dasar. Bedengan yang sudah

selesai selanjutnya diberi jarank tanam dengan jarak 40 cm x 60 cm, serta 10 cm pada

setiap tepi bedengan. Penanaman dilakukan dengan sistem tugal. Untuk perawatan

berupa penyiraman dilakukan setiap hari, sedangkan untuk penyiangan dan juga

pengamatan pertumbuhan dilakukan seminggu sekali yaitu pada waktu praktikum

pengamatan dilakukan pada tanaman yang telah dijadikan sampel sebanyak 10

tanaman. Untuk pemberian pupuk urea pada tanaman kangkung diberikan pada
19

minggu ke-3 dnegan system tungal setiap jarak tanam. Setelah usia kangkung 4

minggu, kangkung di panen dan daitana kembali untuk periode ke-2.

3.3.2. Stek

Metode stek batang yang dilakuakan adalah sebagai berikut. Tanaman yang di

pilih untuk bahan stek adalah bunga mawar, bunga kertas dan bunga pucuk merah

dengan jumlah total 10 batang. Sebelum melakukn stek lakukan pengisisan media

tanam. Media tanam yang digunakan adalah top soil, tanah diaambil denagn cangkul

kemudian diayak denagn seding net agar lebih halus, selanjutnaya dimasukan

kedalam polybag. Setelah media tanam siap selanjutnaya yaitu pemotongn batang

stek. Batang yang akan distek dipotong menyaming dna kedua ujung saling

berlawanan, serta daun yang ada dikurangi. Setelah itu rendam dnegan larutan ZPT

slema 5 menit. Setelah 5 menit tanam bibit tersebut ke dalam polybbag dan diberi

label. Setelah pemberian label selanjutnya adalah penyuusan dengan di susun denagn

rapi di bawah pohon sawit.

3.3.3. Budidaya tanaman obat

Budidaya tanaman obat dilakukan bersama-sama oleh setiap kelompok.

Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pengisian polybag (masing-masing

kelompok 4 polybag) dengan menggunakan tanah top soil yang telah diayak. Setelah

itu, tanaman obat (kunyit, jahe, kencur, dan temulawak) ditanam kedalam polybag

tersebut. Setelah penanaman, dilakukan pentiraman. Penyiraman dilakukan setiap hari

paada polybag guna mempertahankan ketersediaan air dalam polybag.


20

3.3.4. Budidaya tanaman cabai dan terong

Budidaya tanaman cabai dan terong dilakuakan dalam satu kelas, yaitu

sebanyak 30 polybag. Dalam penamannya benih cabai dan terng terlebih dahulu di

semai setelah bibit tumbuh dan usia 3 minggu selanjutnya di pindahkan kedalam

polibag. Untuk polibag yang digunakan berukuran 5 kg. Pengisian media tanam

menggunakan top soil, tanah diambil lalu di ayak denagn mnggunkan seding net,

selanjutnya di masukan kedalam polibag, setelah itu ambil bibit cabai dan terong dan

tanam, setiap polibag berisi satu bibit ( 15 bibit cabai dan 15 bibit terong). Setelah

bibit ditanam tanaman di semprot dengan decis. Untuk perawatan dilakkan setiap hari

dneagn penyiraman serta penyaiangan seminggu sekali.


21

IV. PEMBAHASAN

4.1. Tanaman Kangkung

4.1.1. Hasil pengamatan tanaman kangkung

Tabel 1. Hasil pengamatan tanaman kangkung


Tinggi tanaman Jumlah Daun
No. (cm) (Helai)
sampel Minggu Ke-
1 2 3 1 2 3
1 3 5 9 2 5 10
2 2 3 10 2 5 10
3 3 5 13 3 6 10
4 2.5 5.5 9.5 2 8 9
5 2 4 8 2 4 9
6 2 5 17 2 6 14
7 3.5 6 16 3 8 14
8 2.5 6.5 13 3 9 10
9 3 6 13 3 6 10
10 4 7 17 3 9 13

4.1.2. Pembahasan

Tanaman kangkung dilakukan pengambilan data setiap minggunya

menggunakan dua perameter, yaitu tingggi tanaman dan jumlah daun. Berdasarkan

hasil pengamatan, dapat dilihat bahwa pertumbuhan tanaman terjadi secara normal.

Hal ini menunjukkan bahwa pupuk yang telah diberikan, berupa urea (N), telah tepat

dosis kebutuhannya.

Pertumbuhan tanaman terjadi secara normal karena tidak terlepas dari

perawatan pada tanaman yang rutin berupa penyiraman rutin dengan tujuan menjaga

ketersediaan air yang cukup untuk tanaman, serta penyiangan dan pembumbunan
22

tanaman yang rutin dilakukan. Sehingga pemanenan dapat dilakukan sesuai dengan

masa panen yang telah ditetapkan.

4.2. Budidaya Tanaman Cabai dan Terong

Tanaman caba dan terong dijadikan sebagai salah satu komoditi yang

dibudidayakan dalam praktikum ini. Hal ini bertujuan, agar praktikan memahami

teknik budidaya tanaman hortikultura dalam polybag. Menanam tanaman dalam

polybag lebih mudah dalam melakukan perawatannya apabila dibandingkan dengan

budidaya tanman secara konvensional, hal ini dikarenakan jumlah hara serta

kelembaban pada tanah dapat dikendalikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

Pengayakan tanah pada top soil yang akan dijadikan media penanaman perlu

dilakukan. Hal ini dikarenakan, pada top soil masih banyak terdapat sisa-sisa akar

tanaman lain serta sampah-sampah anorganik yang dapat menghambat pertumbuhan

tanaman budidaya.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tanaman cabai dan terong yang

telah ditanam masih tumbuh dengan baik dan belum menunjukkan adanya gejala

kelainan fisiologis baik yang diseebabkan oleh biotik maupun abiotik. Hal ini

disebabkan oleh adanya pemberian pesitisida yang diaplikasikan saat awal

penanaman, selain itu perawatan yang rutin dilakukan dapat mencegah kelainan

fisiologis tersebut terjadi.

4.3. Tanaman Obat

Tanaman obat yang dibudidayakan pada praktikum ini adalah kencur, jahe,

kunyit, dan temulawak. Tanaman obat dibudidayakan dalam polybag. Sama halnya

dengan budidaya cabai dan terong, pengayakan tanah pada topsoil yang akan
23

dijadikan media penanaman perlu dilakukan. Hal ini dikarenakan, pada top soil masih

banyak terdapat sisa-sisa akar tanaman lain serta sampah-sampah anorganik yang

dapat menghambat pertumbuhan tanaman budidaya.

Berdasarkan hasil praktikum, dapat dilihat bahwa keseluruh tanaman obat

tumbuh. Akan tetapi, pada tanaman kunyit mengalami hambatan dalam pertumbuhan

dibandingkan dengan tanaman obat lainnya. Pada tanaman obat lain (temulawak,

jahe, dan kunyit), daun telah tumbuh dengan baik, sedangkan pada kunyit baru

menumbuhkan sedikit tunas. Hal ini dapat disebakna oleh kurang baiknya bibit yang

digunakan mengingat perwatan yang dilakukan pada tanaman obat dilakukan secara

rutin dan seragam.

4.4. Stek

Teknik perbanyakan tanaman pada tanaman hortikultura dapat dilakukan

dengan berbagai cara, salah satunya dengan cara vegetatif berupa stek. Pada

praktikum ini, tanaman yang digunakan untuk perbanyakan adalah tanaman hias

berupa bunga kertas, mawar, dan pucuk merah.

Berdasarkan hasil praktikum, tanaman yang telah diperbanyak dapat tumbuh

dengan baik pada tanaman bunga kertas dan mawar, sedangkan rata-rata dari seluruh

perbanyaka tanaman pucuk merah mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan oleh

sifat adaptasi yang lambat pada tanaman ini, selain itu kurangnya perawatan dapat

menjadi faktor utama penyabab kegagalan perbanyakan tanaman ini, selain itu

kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi juga menjadi salah

satu faktornya.
24

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa praktikum system

produksi tanaman hortikulrura (SPTH) ini melakukan kegiatan budidaya pada

berbagai jenis tanaman hortikultura seperti sayur-sayuran, obat-obatan, dan tanaman

hias yang dilakukan secara konvensional dan di dalam polybag dengan hasil yang

cukup memuaskan dimana tanaman dapat tumbuh dengan baik dan pada tanaman

kangkung sudah mencapai masa panen. Selain itu, perbanayakan tanaman juga

dilakukan pada tanaman hias secara stek. Walaupun pada tanaman pucuk merah

masih dapat dikatakan gagal, akan tetapi pada tanaman lain (mawar dan bugenvil)

berhasil dilakukan.

5.2. Saran

Kegiatan budidaya tanaman hortikultura dengan berbagai jenis tanaman sudah

baik. Akan tetapi akan lebih baik apabila pengamatan dilakukan pada seluruh

tanaman (tidak hanya pada tanaman kangkung). Hal ini bertujuan untuk dapat melihat

perbandingan antar budidaya secara konvensional, serta budidaya tanaman dalam

polybag.
25

DAFTAR PUSTAKA

Ashari, S., 1995. Hortikultura. Aspek Budaya. Penerbit Universitas Indonesia.

Jakarta.

Djenuddin, D., 1996. Evaluasi Sunberdaya Lahan untuk Menunjang Penataan Ruang

Provinsi Jawa Barat. PPTA, Bogor.

Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 70/Kpts-II/2001. Jakarta.

Kramer, P.J. dan Th.T. Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. McGraw-Hill Book

Company, New York.

Lakitan, B,. 1995. Hortilkultura. Teori, Budaya, dan Pasca Panen. PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Mubyarto,. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian, Lembaga Penelitian, Pendidikan,

dan Penerangan Sosial Ekonomi (LP3ES), Jakarta.

Musa, N, Rahayu F. J.K. Ahmad. 2006. Ekosistem dan Penerapannya..Yogyakarta:

Gajah Mada University Press

Musnamar. 2009. Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press, Bogor.

Novizan, K. 2007. Pendekatan Sistem dalam Tata Ruang dan Pembangunan Daerah

untuk meningkatkan Ketahanan Nasional. UGM Press, Yogyakarta.

Rissema, A., Wahyuningsih, B.A., Siregar, H.R.J., Sindu, G., Saadah, S., 1993.

Teknologi Pertanian Tradisional Sebagai Tanggapan Aktif Masyarakat

Terhadap Lingkungan di Daerah Cianjur, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Jakarta

Saragih, B., 1997. Pembangunan Sektor Agribisnis dalam Kerangka Pembangunan

Ekonomi Indonesia. BAPENAS, Jakarta.


26

Soekartiwi,. 1996. Pembangunan Pertanian. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Terra, G.J.A. 1948. Tuinbouw. Dalam : C.J.J. van Hall & C. van de Koppel (eds.), De

Landbouw in der Indischen Archipel IIA. H 622-746.

Sunanadar, Y. 20066. Diversitas dan Tipologi Ekosistem Hutan yang Perlu

Dilestarikan. Proseding Simposium Penerapan Ekolabel di Hutan Produksi

pada Tanggal 10-12 Agustus 1995. Kerja sama Fakultas Kehutanan IPB

dengan Yayasan Gunung Menghijau dan Yayasan Pendidikan Ambarwati

Bogor.

Smith, R. L. 1977. Metode Inventarisasi Hutan. Jakarta : Penerbit Pustaka Pelajar.

Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan Komunitas.

Jakarta: Penerbit Usaha Nasional.

Weaver, C. J. 1972. Ecology the Experimental Analysis of Distribution and

Abundance. Third Edition. New York

Wudianto. 1998. Pengembangan Teknologi Berbasis Pertanian (Suatu Modal

Kemandirian dalam Menghadapi Era Global). IPB. Bogor.


27

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai