Anda di halaman 1dari 8

PERMASALAHAN USAHA TANI TANAMAN PANGAN DALAM SEGI BUDIDAYA

SERTA EKONOMI
Ditujukan Untuk Memenuhi Nilai Tugas Manajemen Agribisnis

Disusun oleh:
Fauzan Ali Ramadhan
150510150268

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
AGROTEKNOLOGI
JATINANGOR
2020
BAB 1. TANAMAN PANGAN

Tanaman pangan adalah segala jenis tanaman yang di dalamnya terdapat karbohidrat
dan protein sebagai sumber energi manusia. Tanaman pangan juga dapat dikatakan sebagai
tanaman utama yang dikonsumsi manusia sebagai makanan untuk memberikan asupan energi
bagi tubuh. Umumnya tanaman pangan adalah tanaman yang tumbuh dalam waktu semusim.
Banyak petani yang membudidayakan tanaman pangan dikarenakan banyak konsumen
dengan permintaan tinggi atas tanaman pangan, permintaan itu dilandaskan dari kebutuhan
konsumen atas pangan dalam bentuk apapun, contoh ada yang membeli beras untuk diperjual
belikan lagi, ada yang membeli nasi jadinya, jadi kita simpulkan bahwa tanaman pangan bisa
dijual secara mentah maupun secara olahan. Kondisi zaman sekarang dimana perkembangan
serta kepadatan populasi yang terus menambah dengan pesat membuat petani banyak yang
menanam tanaman pangan dikarenakan kebutuhan penduduk akan pangan yang terus
bertambah dan bagaimana kondisi situasi dilapangan para petani harus berhasil dalam panen
tanaman pangan, disisi lain petani pun bisa mendapatkan untung yang cukup besar
dikarenakan panen dari tanaman pangan. Tanaman pangan memiliki keberagaman, banyak
jenisnya, perbedaan treatment dalam budidayanya, penanganan secara preventif maupun
represif terhadap serangan hama maupun penyakit, penanganan teknologi pasca panen, dan
pasarnya. Berikut merupakan jenis jenis dari tanaman pangan:
1. Serealia
Serealia adalah sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen dan dimanfaatkan bijinya
atau sebagai sumber karbohidrat. Sebagian besar serealia termasuk dalam anggota suku padi-
padian yang biasa disebut sebagai serealia sejati. Tanaman serealia yang banyak dikonsumsi
manusia antara lain, padi, jagung, gandum, gandum durum, jelai, haver, dan gandum hitam.
2. Biji-bijian
Biji-bijian adalah segala tanaman penghasil biji-bijian yang didalamnya terkandung
karbohidrat dan protein. Tanaman biji-bijian yang sering kita konsumsi antara lain seperti
kedelai, kacang tanah dan kacang hijau.
3. Umbi-umbian
Tanaman pangan selanjutnya berasal dari jenis umbi-umbian. Tanaman umbi-umbian adalah
tanaman yang ditanam untuk dipanen umbinya karena di dalam umbi terdapat kandungan
karbohidrat untuk sumber nutrisi bagi tubuh. Tanaman umbi-umbian yang biasa
dimanfaatkan manusia antara lain seperti ubi kayu (singkong), ubi jalar (muntul), talas,
wortel, kentang, ganyong dan sebagainya.
https://www.utakatikotak.com/kongkow/detail/14993/Pengertian-dan-Jenis-jenis-Tanaman-
Pangan-dan-Hortikultura-Terlengkap
BAB 2. PERMASALAHAN SERTA KONFLIK PADA TANAMAN PANGAN

Tanaman pangan merupakan sektor pertanian yang sangat luas, dan menjadi saah satu
bagian pada pertanian yang paling diminati, selain dari penanamannya yang permusim,
dengan tanaman pangan kita bisa mendapatkan hasil nilai jual yang banyak dan juga tinggi,
memenuhi kebutuhan penduduk, dan cukup terarah dalam soal pertumbuhan dan penjagaan
saat masa pra hingga paska panen. Dari sisi positif memang banyak sekali yang didapat baik
dari keuntungan maupun lainnya pada tanaman paska panen, dibalik itu pasti ada masalah
yang terus menghantui sektor pertanian tanaman pangan ini. Ada beberapa permasalahan
yang menjadi sorot inti bagi pemerintah, petani, maupun penyuluh, dan akan menjadi
masalah yang harus dipecahkan oleh calon calon sarjana pertanian, masalahnya meliputi:
1. Permasalahan lahan yang sudah kritis dan miskin unsur hara tanah.
Terutama lahan tanah tanaman pangan di Pulau Jawa, karena sudah sangat sering
menggunakan pupuk kimia anorganik, mengakibatkan unsur hara tanah semakin miskin dan
banyak jasad renik tanah yang mati. Dampaknya adalah tanah semakin asam serta perlu
pengapuran dan bahan lainnya dalam jumlah besar yang berimbang serta treatment rekondisi
tanah dengan pupuk organik agar tanah dapat menghidupkan kembali jasad renik yang ada
didalam tanah yang sangat diperlukan oleh tanaman. Pernyataan beberapa orang pengamat
pertanian, beserta beberapa data yang ada, bahwa luas lahan kritis termasuk lahan pertanian
pangan di Pulau Jawa saat ini mencapai 1.583.000 Hektare (340.000 Ha di Jabar, 634.000 Ha
di Jateng, 609.000 Ha di Jatim) dari total luas Pulau Jawa 13 Juta Ha dan sebagian kecil di
antaranya berada di kawasan hutan milik Perhutani. Pertanian Nasional sudah terjebak
didalam pemupukan kimia anorganik yang berdampak kepada percepatan degradasi
kesuburan lahan pertanian. Sedangkan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sebagai
pembanding, telah terjadi penurunan rata-rata secara berkesinambungan produktivitas lahan
sawah di Propinsi Jawa Barat sebesar 0,755 Ton/Ha. Semua ini bisa terjadi karena berbagai
permasalahan, terutama budaya penggunaan pupuk kimia yang sudah terlalu lama
berlangsung. Dan ini adalah pola dan cara pemupukan yang sangat salah jika tidak ada sama
sekali upaya pemupukan dengan unsur organik secara berjangka panjang. Keterjebakan para
petani diseluruh Indonesia, adalah dibangunnya beberapa pabrik pupuk kimia oleh
Pemerintah dan tentu hasil produksinya perlu penyerapan dari konsumen petani. Akibatnya
terjadi berbagai cara transaksi kepentingan sebagai pendekatan proyek distribusi pupuk antara
pupuk bersubsidi dengan pupuk non subsidi.
Disamping itu, para petani yang selalu terjebak dan korban dengan hanya mau menggunakan
pupuk kimia serta didukung oleh para PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) yang juga
menjadi pendorong budaya penggunaan pupuk kimia anorganik. Dari data resmi Pupuk
Indonesia, pabrikan pelat merah saat ini memiliki total kapasitas produksi per tahun mencapai
13,1 juta ton dan ada program peningkatan jumlah produksi selanjutnya. Sebagai analogi
pada program khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung Kedelai (Upsus Pajale) Pemerintah
menghabiskan total anggaran Rp. 103 triliun. Di antaranya, sebanyak Rp. 31,2 triliun
digunakan untuk subsidi pupuk kimia anorganik. Akibatnya terjadilah lahan pertanian yang
sangat kritis serta miskin unsur hara tanah. Akhirnya berdampak kepada produktifitas
tanaman yang rendah serta daya immunisasi tanaman yang berkurang yang berakibat
banyaknya hama penyakit tananam yang menyerang tanaman (Harga pokok produksi
meningkat). Para petani akhirnya akan selalu juga tergantung dengan kebutuhan insektisida
(menjadi penambah harga pokok tanaman) serta merusak kualifikasi produksi hasil tanaman
yang bebas kandungan residu. Untuk dapat memperbaiki segera lahan pertanian yang sudah
kritis dan miskin unsur hara, diperlukan keberanian dari semua pihak untuk out of the box
yaitu meninggalkan pemupukan kimia anorganik dan kembali menggunakan pupuk organik
yang lebih alami. Disamping itu, untuk mereparasi lahan pertanian (soil reparation),
dibutuhkan program penggapuran dan pemberian tepung belerang yang berimbang (untuk
menurunkan pH tanah yang semula tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan tingkat
kegaraman tanah) secara berimbang dan terukur sesuai dengan kondisi dan lokasi lahan
pertaniannya.
UPSUS Produksi Jagung 2017 (Juklak UPSUS 2017)
UPSUS Produksi Jagung 2017 (Juklak UPSUS 2017)
2. Permasalahan Pupuk.
Setiap ada pengolahan sebuah hamparan lahan pertanian, selalu diperlukan periode perlakuan
pemupukan yang berimbang. Harapan dari cara dan proses pemupukan tersebut adalah
adanya hasil pertanian dan produktifitas tanaman yang bisa mencapai target sesuai
maksimalisasi produktif kemampuan tanaman. Pemupukan bisa dilakukan dengan pupuk
kimia (anorganik) atau pupuk non kimia (organik) yang masing masing memiliki kelebihan
dan kelemahannya.
Biasanya dalam jangka pendek, pupuk kimia memang sangat mampu untuk bisa
mempercepat masa tanam karena kandungan haranya bisa diserap langsung oleh tanah dan
tanaman, namun di sisi lain bila penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang, justru akan
menimbulkan dampak yang sangat negatif kepada tanah dan tanaman. Menurut beberapa
penelitian dari para pakar tanaman, pada umumnya tanaman tidak bisa sepenuhnya menyerap
100% pupuk kimia anorganik. Selalu akan ada residu atau sisanya yang tidak terserap,
apalagi banyak petani merasa dan berpendapat dengan pemberian pupuk melebihi takaran,
malah bisa lebih produktif tanamannya. Hal ini adalah salah. Bagian sisa-sisa pupuk kimia
yang tertinggal di dalam tanah ini, apabila telah terkena air dalam periode lama, akan terjadi
proses mengikat tanah seperti layaknya lem/semen. Terjadinya kekeringan, pada tanah
tersebut, akan terjadi perlengketan yang memadat satu dengan lain (alias tidak gembur lagi),
dan tanahpun menjadi mengeras. Bisa dibayangkan jika pemupukan kimia dilakukan selama
berpuluh tahun tanpa ada pertukaran dari budaya pupuk kimia dengan pupuk organik.
Dipastikan lahan akan semakin kurus dan ketergantungan dengan pupuk kimia akan semakin
membesar disinilah keterjebakan para petani dengan pupuk kimia sehingga seperti menjadi
pupuk narkoba ada ketergantungan dan ketagihan. Selain keras memadat dan tidak gembur,
tanah juga menjadi meningkat keasamannya. Kondisi ini berdampak untuk membuat
organisme-organisme pembentuk unsur hara (organisme penyubur tanah) menjadi mati atau
berkurang populasinya. Berbagai jenis binatang yang bersifat menggemburkan tanah seperti
cacing tidak dapat lagi hidup pada habitat tanah tersebut dan akan kehilangan unsur
alamiahnya. Bila ini yang terjadi, maka tanah tidak akan bisa menyediakan berbagai unsur
makanan secara mandiri lagi, yang akhirnya akan menjadi sangat bergantung selanjutnya
kepada pupuk tambahan, yaitu pupuk kimia anorganik.
Berbagai upaya pemupukan yang dilakukan, merupakan bagian ikhtiar para petani untuk
pengelolaan kesuburan tanah. Jika hanya mengandalkan sediaan hara dari tanah apa adanya,
tanpa penambahan unsur hara lainnya, produk pertanian akan semakin merosot. Hal ini
disebabkan ketimpangan antara pasokan dan persediaan unsur hara serta kebutuhan tanaman
akan unsur hara. Hara yang ada didalam tanah, secara berangsur-angsur selalu akan
berkurang karena diserap oleh tanaman bersama hasil panen disamping ada pemanasan dan
penguapan. Pengelolaan, pengolahan hara tanah yang terpadu antara pemberian pupuk
organik dan pembenah akan meningkatkan efektivitas penyediaan hara, serta menjaga mutu
tanah agar tetap berfungsi secara lestari. Serta tanamanpun akan mendapatkan asupan nutrisi
yang cukup dalam produktifitasnya. Tujuan utama pemupukan yang tepat dan berimbang
adalah untuk menjamin ketersediaan hara secara optimum untuk mendukung pertumbuhan
tanaman sehingga diperoleh peningkatan hasil panen yang diharapkan. Penggunaan pupuk
yang efisien pada dasarnya adalah memberikan pupuk dalam bentuk dan jumlah yang sesuai
dengan kebutuhan tanaman, dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat sesuai dengan
kebutuhan dan tingkat pertumbuhan tanaman tersebut. Tanaman dapat menggunakan pupuk
secara optimum hanya pada perakaran aktif, tetapi sangat sukar menyerap hara dari lapisan
tanah yang kering atau padat. Efisiensi pemupukan dapat ditaksir dan diprediksi berdasarkan
kenaikan bobot kering tanaman atau kemampuan serapan hara terhadap satuan hara yang
ditambahkan dalam pupuk tersebut pada kondisi lahan yang subur serta kondusif cukup unsur
hara dan nutrisi. Pemberian bahan unsur hara adalah untuk memperbaiki suasana dan kondisi
tanah, baik fisik, kimia atau biologisnya yang kita sebut dengan pembenahan tanah. Bahan-
bahan tersebut termasuk mulsa (pengawet lengas tanah, penyangga temperatur), pembenah
tanah (soil conditioner, untuk memperbaiki struktur tanah), pengapuran tanah pertanian
(untuk bisa menaikkan pH tanah yang terlalu rendah, atau untuk mengatasi kemungkinan
adanya keracunan Al dan Fe), unsur tepung belerang (untuk menurunkan pH tanah yang
semula tinggi) dan gipsum (untuk menurunkan tingkat kegaraman tanah). Rabuk (pupuk)
kandang dan hijauan, kompos, pupuk organik cair dibaurkan ke dalam tanah adalah dengan
maksud pemupukan berimbang dalam tujuan pembenah dan perbaikan tanah pertanian. Saat
ini sebagian besar petani belum menerapkan prinsip pemupukan sesuai rekomendasi sehingga
produktivitas hasil tidak maksimal sesuai potensi tanaman. Permasalahan lain, yaitu
keterbatasan modal dan ketersediaan pupuk tepat waktu dan tepat jumlah. Terkait dengan
permodalan, sebagian besar petani jagung masih menggunakan modal sendiri belum ada
dukungan dari perbankan atau lembaga permodalan lainnya. Akibatnya, petani memupuk
sesuai dengan kemampuan keuangannya. Sementara itu, di sejumlah daerah distribusi pupuk
juga masih belum lancar sehingga sering terjadi pupuk tidak tersedia pada saat diperlukan.
Akibatnya, terjadi rekayasa (mark-up) jumlah anggota kelompok didalam Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok (RDKK), sehingga jumlah pupuk bersubsidi bisa terpenuhi. Sering
terjadinya kondisi ini, menyebabkan produktivitas jagung di tingkat petani masih saja rendah
sebagai dampak permasalahan kerusakan kesuburan lahan. Untuk memperbaiki lahan
tanaman, sudah banyak pupuk organik yang telah teruji dilapangan serta handal didalam
memperbaiki unsur hara tanah serta mendukung produktifitas tanaman. Persediaannya juga
sangat banyak tidak sesulit proses pengadaan pupuk bersubsidi. Harga rataan pupuk organik
cair 1 Liter setara 1 ton pupuk kandang, hanya sebanyak 40 liter/Ha pada harga a Rp.
77.000,-/Liter kisaran Rp.3.080.000,-/Ha dan ditambah dengan KOHE (Kotoran Hewan)
sebanyak 45 Ton/Ha. Kapur sebanyak 6,5 ton tergantung angka keasaman tanah dengan
deteksi tester.
3. Permasalahan Benih tanaman pangan.
Tidak hanya di Indonesia, bahwa beberapa perusahaan besar sudah menguasai bibit/benih
tanaman pangan. Bahkan di dunia sampai saat ini, para petani adalah sering menjadi korban
dari sebuah perseteruan penguasaan dari beberapa perusahaan besar atas benih. Pertanian dari
sebuah negara, bisa terancam oleh industri yang ingin menguasai benih dengan segala cara
karena benih sudah dimonopoli oleh hanya beberapa perusahaan saja, sebaiknya kita dapat
menggunakan maksimal 4-5 merek benih terbaik saja. Oleh karena itu, banyak para petani
sangat bergantung pada benih-benih dari penguasaan beberapa perusahaan besar tersebut
yang sudah merupakan bagian dari pangan utama manusia. Makanya diperlukan regulasi
yang berkeadilan yang bisa memberi keamanan bagi setiap petani. Hal terpenting dalam
industri benih, adalah memanfaatkan para ahli genetik, teknologi hibrida, dan agrokimia, jika
ingin menguasai benih dalam tujuan meningkatkan keuntungan para perusahaan industri
benih dan berbagai cara untuk bisa memaksa secara tidak langsung para petani sebagai
konsumen tetap mereka dan tergantung pada benih industri mereka. Sebenarnya industri
benih telah merampas benih petani dan melakukan manipulasi terhadap benih tersebut,
menandai dan mematenkannya, sehingga memaksa, para petani dari seluruh dunia, untuk
membeli benih baru dari industri disetiap tahunnya. Petani tidak bisa lagi menyimpan dan
menyeleksi benih dari hasil panennya untuk ditanam di tahun yang akan datang. Dengan
metode hibrida yang tidak bisa diproduksi kembali oleh para petani, dan hak kekayaan
industri atas benih berupa paten atau sertifikasi varietas tanaman, yang dipaksakan melalui
perjanjian internasional dan hukum Nasional. Tindakan ini sudah merupakan bentuk
pencurian, karena semua benih industri pada kenyataannya adalah hasil dari seleksi selama
ribuan tahun dan telah dimuliakan dan dipelihara oleh para petani, serta kini, diambil alih hak
patennya oleh perusahaan industri benih. Perusahaan benih secara UU memiliki otoritas
mengendalikan, membangun monopoli dan merampas kesejahteraan petani, pemerintah yang
melayani mereka, menempatkan pangan untuk manusia dan pertanian dalam kondisi yang
beresiko. Segenggam varietas yang memiliki sifat genetik seragam telah menggantikan
ribuan varietas lokal, mengikis keanekaragaman genetik yang bertahan dalam sistem pangan
petani. Indonesia telah terjebak dalam skema perusahaan-perusahaan multinasional di bidang
pertanian dan pangan yang berlindung di balik kekuatan kapitalisme global. Misalnya, dalam
hal perakitan tanaman, beberapa galur transgenik telah dihasilkan, namun pemerintah masih
harus memenuhi proses penelitian yang memakan waktu lama untuk memperoleh data
sebagaimana diwajibkan dalam pengkajian keamanan hayati, sehingga akibatnya, produk
yang dihasilkan dari penelitian pemerintah, belum dapat dilepas ke publik atau ke petani.
(pendapat dari Dr.Arif Zulkifli Nasution). Selanjutnya, didalam kenyataannya, pemerintah
didalam pengadaan benih bagi petani selalu ditenderkan per kebutuhan wilayah dengan harga
yang ditekan sesuai dengan program patokan pemerintah. Akibatnya, terjadi permainan
kualifikasi benih yang tidak sesuai lagi dengan kualifikasi bibit unggul dan yang terjadi serta
diterima para petani adalah benih F2, F3 dan merupakan ledekan petani adalah benih F16
kata mereka. Bantuan Benih Jagung Hibrida Umum adalah hasil produksi perusahaan
nasional dan multinasional yang jumlahnya maksimal 60% dari total program bantuan benih
jagung tahun 2017. Tingkat penggunaan benih unggul yang masih rendah ini antara lain
disebabkan harga benih jagung hibrida relatif tinggi sehingga tidak terjangkau oleh sebagian
besar petani. Rataan benih jagung yang direkomendasi pemerintah dalam 1 Ha adalah 15 Kg.
Sasaran Produksi Jagung 2017 UPSUS.
Sasaran Produksi Jagung 2017 UPSUS.

4. Permasalahan Pemasaran hasil pertanian.


Hasil produksi petani selalu belum memenuhi kualifikasi yang baik, hal ini terjadi karena
pertanian kita belum intensif terorganisir diberbagai desa. Seperti pertanian jagung hasil per
Ha selalu tidak stabil dan rataan 6-7 Ton/Ha diberbagai daerah hanya pada kisaran hasil
jagung kering pipil kadar air (KA18-24) sehingga harga ketika panen juga akan menurun,
sedangkan yang diterima dengan harga tinggi di penampung (Corn Drier) adalah (KA14-16).
Harga jagung saat ini untuk (KA14-16) jumlah partai besar, pada posisi harga Rp. 4.200,-/kg
(harga yang cukup mahal). Harga jagung (KA14-16) yang wajar untuk meningkatkan daya
saing perunggasan Nasional adalah pada posisi Rp. 3.300,-/kg. Untuk mecapai harga tersebut,
Pemerintah harus mampu menurunkan harga pupuk, harga bibit serta meningkatkan
produktifitas lahan dan tanaman dengan pemupukan organik dan penerapan pola
intensifikasi.
Karena jarak lahan pertanian yang sangat jauh kepada lokasi penampung, maka terjadilah
rantai penjualan jagung yang panjang, sehingga petani terpaksa menjual diatas sedikit HPP-
nya sehingga keuntungan yang besar selalu dinikmati oleh pedagang perantara dan terbesar
penampung besar akhir. Selanjutnya, harga produksi di petani selalu sangat berfluktuatif
dalam periode yang sangat pendek dan harga sangat tergantung dengan harga yang ditetapkan
pembeli pabrikan bersama para tengkulak (broker). Selama ini, petani jagung menjual
jagungnya kepada padagang pengumpul kecamatan lalu dijual kepada pedagang pengumpul
(memiliki Corndrier dan Silo didaerah) selanjutnya menjualnya kepada para pabrikan pakan
ternak (PMT). Petani di beberapa daerah tidak memiliki akses informasi yang baik, tentang
waktu tanam yang tepat, info harga penen, akibatnya usaha pertanian didesa tidak dilakukan
melalui sebuah perencanaan yang baik dan matang. Karena organisasi Koperasi belum
berjalan, akibatnya daya tawar petani sangat lemah dan sekaligus tidak memiliki kemampuan
simpan disaat harga jagung murah, dalam kondisi seperti hal ini, Bank Daerah bisa
mendukung para petani ini. Diharapkan dapat direalisasikan kebutuhan jagung 8,5 juta ton
disektor peternakan tersebut merujuk pada produksi pakan ternak tahun 2017 yang diprediksi
bisa mencapai 17 juta ton. Diharapkan dengan Permentan No.57 Tahun 2015, Bulog bisa
menjadi lembaga yang berwibawa berperan utama dalam menstabilkan harga komoditi
jagung serta beras dan sekaligus befungsi sebagai katup pengontrol dalam importasi komoditi
pertanian termasuk menjaga kelangsungan swasembada jagung nasional.
(https://www.kompasiana.com/www.didikbangsaku.blogspot.com/
59955c994d6be904cb3f9a62/permasalahan-inti-pertanian-tanaman-pangan-di-indonesia?
page=all)

Konflik yang biasa terjadi pada tanaman pangan banyak terjadi, biasanya ada pada
gapoktan dalam selisih kualitas dan harga, yang dikarenakan ada yang bertani secara
konvensional ada juga yang bertani secara organik, secara harga lebih tinggi secara organic,
akan tetapi sulit dalam masa proses menuju lahan organiknya. Secara kuantitas bisa lebih
banyak bertani secara konvensional, dikarenakan biaya yang digunakan alokasinya lebih
besar pada pupuk serta peralatan, sedangkan pada pertanian organic dana cukup banyak
terpakai pada pengolahan lahan, sertifikasi lahan. Persaingan harga dan juga kualitas selalu
menjadi masalah bagi para petani, belum diambil pada sisi penanganan hama dan penyakit
yang bisa menurunkan daya minat para konsumen.

BAB 3. SOLUSI

Solusi dalam permasalahan yang ada pada tanaman pangan didasari akan kesadaran
masyarakat dalam membantu pemerintah dan juga petani dalam membangun pertanian yang
efektif dan efisien, bagaimana? Kita bisa memuai dengan saling berbagi informasi tentang
arah pasar (dari hulu sampai hilir), berbagi informasi seputar ilmu pertanian serta teknologi
yang dapat menopang perkembangan peralatan budidaya dan juga perkembangan pada paska
panen, dan bisa membantu petani dalam bidang akomodasi yang sulit digapai dari hulu,
dengan akomodasi perputaran pasarpun akan lebih cepat. Solusi yang bisa dilakukan oleh
mahasiswa serta sarjana pertanian adalah menerapkan apa yang telah ia pelajari di jenjang
kuliah untuk membantu petani dalam budidaya, pengolahan, serta pemasaran yang strategis
dan presisi agar bidang pertanian apapun bisa maju dan bersaing di kancah internasional,
pada akhirnya kita berhasil memenuhi kebutuhan semua penduduk di Indonesia dan bisa
mengekspor panen para petani Indonesia, selain itu menjadi pahala untuk kita dapat
menaikan kualitas hidup para petani.

Anda mungkin juga menyukai