Anda di halaman 1dari 57

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ketermanfaatan lingkungan sekitar perumahan (termasuk halaman rumah),

merupakan salah satu akses ekonomi keluarga dan masyarakat sekitar.

Lingkungan adalah tempat manusia berkehidupan secara sosial sehari-hari, yakni

rumah dan kehidupan bertetangga. Konteks lingkungan dalam kehidupan

manusia, terdapat suasana saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, sangat

diharapkan adanya simbisosis mutualisme antara keduanya. Termasuk di

dalamnya adalah dampak positif dan produktif, yang teraktualisasi dalam perilaku

masyarakat yang aware akan lingkungan (Putri dkk, 2017).

Hidroponik adalah salah satu sistem pertanian future disebabkan oleh

kepraktisan usaha budidaya, dapat dilakukan di berbagai tempat, baik di desa, di

kota, di lahan terbuka, atau di atas atap rumah sekalipun (Hartus, 2018).

Hidroponik adalah sebuah strategi budidaya tanaman nihil media tanah, tetapi

menggunakan media air. Sebagai ganti media tanah, biasanya digunakan suspense

cairan yang mengandung nutrisi, termasuk pula penggunaan seperti pasir, koral,

serbuk kayu hasil gergaji, serabut buah kelapa, dan sebagainya untuk

menyediakan dukungan fisik. Jadi, metode penanaman atau budidaya dengan pola

hidroponik memiliki prinsip sangat penting dalam hal menjaga unsur hara di

dalam larutan media tanam.

Sebenarnya masyarakat telah mengenal cara bertani seperti ini dari dulu.

Hanya saja, kini menjadi populis seiring minimnya lahan pertanian terutama di

1
kota. Kelebihan yang utama dari pola bertanaman secara secara hidroponik ini

adalah tidak memerlukan lahan luas. Dengan demikian, bertani secara hidroponik

cocok dilakukan di lingkungan perkotaan yang sedikit lahan, bahkan bisa

dilakukan di pekarangan rumah. Luas tanah yang tidak luas, zat hara yang dalam

tanah yang nihil, merebaknya penyakit dan berbagai gangguan pada tanaman,

keterbatasan lini pengairan, cuaca yang kurang menentu dan bahkan cenderung

ekstrem, dan mutu panenan yang kadang amat rendah ; bisa ditanggulangi dengan

pola hidroponik.

Keuntungan hidroponik adalah: (a) hanya butuh lahan sempit / sedikit, (b)

relative murah dan mudah dalam perawatan (c) memiliki nilai ekonomi yang

cukup besar. Sedangkan kelemahan hidroponik adalah: (a) perlu cost yang cukup,

(b) dibutuhkan keterampilan yang khusus (Roidah, 2016). Jenis hidroponik

sangat beragam yaitu sistem irigasi tetes, sistem wick, sistem Nutrient Film

Tehnique (NFT). Jenis hidroponik yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sistem wick (Hendra, 2016).

Kebutuhan pangan bagi manusia seperti sayuran dan buah–buahan semakin

meningkat, beriringan dengan perkembangan jumlah penduduk yang semakin

pesat. Akan tetapi, hal ini tidak diimbangin dengan pertumbuhan lahan pertanian,

baik di kota besar maupun di perdesaan, tersebab alih fungsi lahan yang semakin

meggurita. Karena itu, sistem hidroponik dianggap sebagai salah satu solusi yang

patut dipertimbangkan untuk mengatasi masalah pangan. Semua jenis tanaman

bisa ditanam dengan sistem pertanian hidroponik, namun biasanya masyarakat

banyak yang menanam tanaman semusim. Golongan tanaman hortikultura yang

2
biasa ditanam dengan media tersebut, meliputi: tanaman sayur, tanaman buah,

tanaman hias, dan tanaman obat–obatan. Sedangkan jenis tanaman yang dapat

ditanam dengan sistem hydroponic antara lain bung (misal: krisan, gerberra,

anggrek, kaktus), sayur – sayuran (misal: selada, sawi, tomat, wortel, asparagus,

brokoli, cabe, terong), buah-buahan (misal: melon, tomat,mentimun,semangka,

strawberi) dan juga umbi – umbian.

Budidaya hidroponik biasanya dilaksanakan di dalam rumah kaca

(greenhouse) untuk menjaga supaya pertumbuhan tanaman secara optimal dan

benar-benar terlindung dari pengaruh unsur luar seperti hujan, hama penyakit,

iklim dan lain–lain. Keunggulan dari beberapa budidaya dengan menggunakan

sistem hydroponic antara lain: Kepadatan tanaman per satuan luas dapat dapat

dilipat gandakan sehingga menghemat penggunaan lahan. (2) Mutu produk seperti

bentuk, ukuran, rasa, warna, kebersihan dapat dijamin karena kebutuhan nutrient

tanaman dipasok secara terkendali di dalam rumah kaca.(3) Tidak tergantung

musim/waktu anam dan panen, sehingga dapat diatur sesuai dengan kebutuhan

pasar.

Dari lahan pekarangan dengan ukuran rata- rata 4m x 6m dapat dibuat 12

paralon, setiap paralon dibuat lobang tanam sebanyak 15 lobang. Dalam satu

pekarangan dapat memuat lobang tanan sebanyak 180 lobang tanam. Setiap dua

lobang tanam menjadi satu paking/bungkus sayuran hidroponik dengan harga

rata-rata Rp.8000,-. Dengan demikian produksi sayuran secara ekonomi dapat

diperkirakan menghasilkan 180:2 x Rp 8000 = Rp. 720.000,- per dua minggu

(umur panen sayuran dua minggu).

3
Badan Pusat Statistik (2021) mencatat bahwa di Kabupaten Lombok Timur,

dilihat dari kacamata ekonomi, hanya sektor pertanian dan perdagangan yang

masih bertahan di masa pandemi ini. Pertanian memberikan kontribusi yang nyata

bagi pertumbuhan ekonomi di masa yang sangat sulit ini. Terutama peranan

komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan

peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan

kesehatan).

Memang pertanian memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian

Lombok Timur. Namun, pertanian tidak bisa berdiri sendiri. Ada sektor lain yang

menjadi pendukungnya, seperti transportasi dan pariwisata, terutama perhotelan

dan jasa restoran. Jika hal ini mengalami kontradiksi, maka akan berpengaruh pula

kepada sektor pertanian ini. Pada kondisi keadaan apapun, manusia akan tetap

mempertahankan kebutuhan pangan masing-masing. Hal tersebutlah yang sangat

mendasar sehingga sektor pertanian tidak mengalami pengaruh dan perubahan

yang cukup berarti pada kondisi pandemi COVID-19.

Hasil dari produk sektor pertanian adalah sayuran dan buah-buahan, yang

mana kedua produk tersebut terus mengalami permintaan yang sangat signifikan

sejak wabah pandemi COVID-19 melanda. Selain dikarenakan himbauan dari

pemerintah untuk mencegah penyebaran COVID-19 dengan mengonsumsi

sayuran dan buah-buahan.

Pandemi COVID-19 memiliki potensi yang bisa menyebabkan krisis pangan

global. Rantai pasokan pangan terancam di tengah pemberlakuan Pembatasan

Sosial Berskala Besar (PSBB) dan larangan perjalanan. Kebijakan terkait

4
pencegahan penyebaran COVID-19 turut berimplikasi pada kebijakan pangan

maupun kemampuan produksi pangan. Realitas itu menunjukkan, ketahanan

pangan sama pentingnya dengan kesehatan masyarakat.

Lombok Timur harus berani membuat suatu terobosan konkrit di bidang

pertanian ini untuk menghambat peningkatan jumlah kemiskinan di daerah. Maka,

langkah utama yang perlu dilakukan adalah meningkatkan produksi petani melalui

kebijakan input dan memberikan insentif bagi harga komoditi andalan daerah.

Hasil dari Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) 2018 menyebutkan

jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lombok Timur mencapai 170

ribu atau mencapai 567 ribu jumlah anggota rumah tangga. Oleh karena itu,

sebagian besar penduduk Kabupaten Lombok Timur memiliki profesi sebagai

petani dan menggantungkan kehidupannya dari hasil pertanian.

Menurut hasil survai BPS (2019), konsumsi sayuran di Indonesia meningkat

dari 31,790 kg pada tahun 2016 menjadi 44,408 kg per kapita per tahun pada

tahun 2018. Hasil survai tersebut juga menyatakan bahwa semakin tinggi

pengeluaran konsumen, semakin tinggi pengeluaran untuk sayuran per bulannya

dan semakin mahal harga rata-rata sayuran per kilogramnya yang mampu dibeli

oleh konsumen. Artinya bahwa selain kuantitas, permintaan sayuran juga

meningkat secara kualitas. Hal ini membuka peluang pasar terhadap peningkatan

produksi sayuran, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun di lain pihak,

pengembangan komoditas sayuran secara kuantitas dan kualitas dihadapkan pada

semakin sempitnya lahan pertanian yang subur. Sampai saat ini, kebutuhan

5
konsumen terhadap sayuran yang berkualitas tinggi belum dapat dipenuhi dari

sistem pertanian konvensional.

Berdasarkan paparan tersebut, peneliti bermaksud melakukan penelitian

terkait persepsi masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong terkait tanaman

hidroponik. Hal ini untuk mendalami pehaman perseptual masyarakat, sehingga

nantinya bisa dijadikan rujukan atau referensi pengembangan strategi penanaman

dengan pola hidroponik, baik pada skala rumahan maupun industri pertanian.

Faktanya, jumlah pengusaha pertanian hidroponik di Kabupaten ini cukup banyak,

baik di Kota Selong maupun beberapa tempat lain.

Secara lengkap, tesis ini diberi judul “Persepsi Masyarakat terhadap

Tanaman Hidroponik di Kelurahan Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok

Timur.”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian

adalah:

1. Bagiamanakah pemahaman masyarakat terhadap tanaman hidroponik di

Kelurahan Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur?

2. Bagiamanakah persepsi masyarakat terhadap tanaman hidroponik di

Kelurahan Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur?

3. Bagaimanakah respon petani terhadap persepsi masyarakat di Kelurahan

Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah:

6
1. Mengetahui pemahaman masyarakat terhadap tanaman hidroponik di

Kelurahan Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur.

2. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap tanaman hidroponik di Kelurahan

Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur.

3. Mengetahui respon petani terhadap persepsi masyarakat di Kelurahan

Majidi Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi

pembaca dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai sistem

pertanian hidroponik di Kabupaten Lombok Timur, dikaitkan dengan

persepsi masyarakat terhdap sistem tanam hidroponik.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut.

1) Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung tentang

penerapan pertanian sistem hidroponik.

2) Bagi peneliti selanjutnya, sebagai bahan referensi terkait sistem pertanan

hidroponik.

3) Bagi pemerintah Daerah agar dapat dijadikan salah satu rujukan regulasi di

sektor terkait.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Hidroponik

2.1.1.1 Pengertian

Hidroponik (bahasa Inggris: hydroponic) adalah salah satu metode dalam

budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan media tanah

dengan menekankan pada pemenuhan kebutuhan hara nutrisi bagi tanaman.

Kebutuhan air pada hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada

budidaya dengan tanah. Hidroponik menggunakan air yang lebih efisien, jadi

cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air yang terbatas

(Kebunpintar, 2022).

Kata Hidroponik berasal dari bahasa Yunani yaitu "hydro" yang berarti air

dan "ponics" yang artinya daya atau tenaga atau tenaga kerja. Jadi menanam

dengan sistem hidroponik artinya menanam menggunakan media air atau tenaga

kerja air.Hidroponik juga dikenal sebagai soilless culture atau budidaya tanaman

tanpa menggunakan media tanah. Jadi, hidroponik berarti budidaya tanaman yang

memanfaatkan air dan tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam atau

soilless.

Menanam dengan teknik hidroponik berarti kita bercocok tanam dengan

memperhatikan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman yang

bersangkutan, atau istilah lainnya bercocok tanam tanpa tanah tetapi

menggunakan air yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan tanaman. Rupanya

8
masyarakat sudah menyadari pentingnya kebutuhan pupuk bagi tanaman.Di mana

pun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap dapat tumbuh dengan baik apabila

nutrisi (unsur hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam konteks ini peranan

tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada merupakan pelarut

nutrisi, untuk kemudian bisa diserap tanaman.

Menurut Raffar (2017), sistem hidroponik merupakan cara produksi

tanaman yang sangat efektif. Sistem ini dikembangkan berdasarkan alasan bahwa

jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan yang optimal, maka potensi maksimum

untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini berhubungan dengan pertumbuhan

sistem perakaran tanaman, di mana pertumbuhan perakaran tanaman yang

optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian atas yang sangat

tinggi. Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan mengandung

komposisi garamgaram organik yang berimbang untuk menumbuhkan perakaran

dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal.

2.1.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Kultur Hidroponik

Beberapa pakar hidroponik mengemukakan beberapa kelebihan dan

kekurangan sistem hidroponik dibandingkan dengan pertanian konvensional (Del

Rosario dan Santos 1990; Chow 1990). Kelebihan sistem hidroponik antara lain

adalah: 1) penggunaan lahan lebih efisien, 2) tanaman berproduksi tanpa

menggunakan tanah, 3) tidak ada resiko untuk penanaman terus menerus

sepanjang tahun, 4) kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi dan lebih bersih,

5) penggunaan pupuk dan air lebih efisien, 6) periode tanam lebih pendek, dan 7)

pengendalian hama dan penyakit lebih mudah. Kekurangan sistem hidroponik,

9
antara lain adalah: 1) membutuhkan modal yang besar; 2) pada “Close System”

(nutrisi disirkulasi), jika ada tanaman yang terserang patogen maka dalam waktu

yang sangat singkat seluruh tanaman akan terkena serangan tersebut; dan 3) pada

kultur substrat, kapasitas memegang air media substrat lebih kecil daripada media

tanah; sedangkan pada kultur air volume air dan jumlah nutrisi sangat terbatas

sehingga akan menyebabkan pelayuan tanaman yang cepat dan stres yang serius.

2.1.1.3. Prinsip-prinsip Teknik Hidroponik

Sistem hidroponik pada dasarnya merupakan modifikasi dari sistem

pengelolaan budidaya tanaman di lapangan secara lebih intensif untuk

meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi tanaman serta menjamin

kontinyuitas produksi tanaman. Beberapa aspek penting dalam pengelolaan

tanaman dengan sistem hidroponik yang perlu diperhatikan dibahas pada sub bab

berikut ini.

1. Pengelolaan Nutrisi dan Air

Tanaman membutuhkan 16 unsur hara/nutrisi untuk pertumbuhan yang

berasal dari udara, air dan pupuk. Unsur-unsur tersebut adalah karbon (C),

hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S),

kalsium (Ca), besi (Fe), magnesium (Mg), boron (B), mangan (Mn), tembaga

(Cu), seng (Zn), molibdenum (Mo) dan khlorin (Cl). Unsurunsur C, H dan O

biasanya disuplai dari udara dan air dalam jumlah yang cukup. Unsur hara lainnya

didapatkan melalui pemupukan atau larutan nutrisi. Unsur-unsur nutrisi penting

10
dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan kecepatan hilangnya dari

larutan (Bugbee, 2003).

Kelompok pertama adalah unsur-unsur yang secara aktif diserap oleh akar

dan hilang dari larutan dalam beberapa jam yaitu N, P, K dan Mn. Kelompok

kedua adalah unsur-unsur yang mempunyai tingkat serapannya sedang dan

biasanya hilang dari larutan agak lebih cepat daripada air yang hilang (Mg, S, Fe,

Zn, Cu, Mo, Cl). Kelompok ketiga adalah unsur-unsur yang secara pasif diserap

dari larutan dan sering bertumpuk dalam larutan (Ca dan B). N, P, K, dan Mn

harus tetap dijaga pada konsentrasi rendah dalam larutan untuk mencegah

akumulasi yang bersifat racun bagi tanaman Konsentrasi yang tinggi dalam

larutan dapat menyebabkan serapan yang berlebihan, yang dapat mengakibatkan

ketidakseimbangan hara. Nitrogen mempunyai pengaruh yang paling besar

terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas tanaman sayuran (Kim 1990). N untuk

larutan hidroponik disuplai dalam bentuk nitrat. N dalam bentuk ammonium nitrat

mengurangi serapan K, Ca, Mg, dan unsur mikro. Kandungan amonium nitrat

harus di bawah 10 % dari total kandungan nitrogen pada larutan nutrisi untuk

mempertahankan keseimbangan pertumbuhan dan menghindari penyakit fisiologi

yang berhubungan dengan keracunan amonia. Konsentrasi fosfor yang tinggi

menimbulkan defisiensi Fe dan Zn (Chaney dan Coulombe, 1982), sedangkan K

yang tinggi dapat mengganggu serapan Ca dan Mg. Unsur mikro dibutuhkan

dalam jumlah kecil sebagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan

tanaman. Selain itu juga penting untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap

serangan penyakit atau hama.

11
Menurut Bugbee (2003), kekurangan Mn menyebabkan tanaman mudah

terinfeksi oleh cendawan Pythium. Tembaga (Cu) dan seng (Zn) dapat menekan

pertumbuhan mikrobia, tetapi pada konsentrasi agak tinggi menjadi racun bagi

tanaman. Silikon juga bermanfaat untuk ketahanan tanaman meskipun tidak

dikenal sebagai unsur esensial, yaitu dapat melindungi dari serangan hama dan

penyakit (Cherif et al., 1994; Winslow, 1992) dan melindungi dari keracunan

logam berat (Vlamins dan Williams, 1967).

2. Formula Nutrisi dan Cara Aplikasinya

Suplai kebutuhan nutrisi untuk tanaman dalam sistem hidroponik sangat

penting untuk diperhatikan. Dua faktor penting dalam formula larutan nutrisi,

terutama jika larutan yang digunakan akan disirkulasi (“closed system”) adalah

komposisi larutan dan konsentrasi larutan (Bugbee 2003).

Kedua faktor ini sangat menentukan produksi tanaman. Setiap jenis

tanaman, bahkan antar varietas, membutuhkan keseimbangan jumlah dan

komposisi larutan nutrisi yang berbeda. Menurut Marvel (1974), tidak ada satu

jenis formula larutan nutrisi yang berlaku untuk semua komoditas.

Beberapa faktor penting dalam menentukan formula nutrisi hidroponik

(Hochmuth dan Hochmuth, 2003 ) adalah : 1) garam yang mudah larut dalam air;

2) kandungan sodium, khlorida, amonium dan nitrogen organik, atau unsur-unsur

yang tidak dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman harus diminimalkan; 3)

komposisi digunakan bahan yang bersifat tidak antagonis satu dengan yang

lainnya; dan 4) dipilih yang ekonomis.

12
Tabel 1 menampilkan garam pupuk yang direkomendasikan untuk larutan

nutrisi hidroponik, terutama untuk sistem tertutup (larutan nutrisi disirkulasikan).

Dari beberapa pustaka banyak dijumpai berbagai macam formula larutan nutrisi

untuk kultur hidroponik, seperti larutan Hoagland, larutan Schippers, larutan

Marvel dan sebagainya. Kebutuhan larutan nutrisi baik komposisi maupun

konsentrasinya yang dibutuhkan tanaman akan sangat bervariasi tergantung pada

jenis tanaman, fase pertumbuhan serta kondisi lingkungannya (Marvel 1974).

Menurut Chong dan Ito (1982), suhu larutan pada sistem NFT (“Nutrient Film

Technique”) mempengaruhi jumlah larutan nutrisi yang dikonsumsi oleh tanaman

tomat. Dalam keadaan suhu kamar di musim panas, pemberian larutan nutrisi

sebanyak 2 liter per tanaman per hari pada fase reproduktif cukup memadai untuk

tanaman tomat.

Selanjutnya aplikasi larutan nutrisi pada kultur hidroponik secara prinsip

juga tergantung pada metode yang akan diterapkan. Beberapa metode tersebut

antara lain adalah sebagai yang tertera pada uraian berikut ini (Jensen 1990).

a. Kultur pot atau polybag. Dengan metode ini sistem pemberian larutan

nutrisi dapat dilakukan secara manual atau irigasi tetes (“drip irrigation”)

dengan frekuensi 3-5 kali per hari, tergantung pada kebutuhan tanaman,

macam media tumbuh, dan cuaca/kondisi lingkungan. Sistem irigasi tetes

lebih mudah, menghemat tenaga dan waktu, tetapi kendalanya adalah

saluran irigasi sering tersumbat sehingga aliran nutrisi terhambat.

b. Kultur bedeng dengan sistem NFT. Sistem pemberian larutan nutrisi yang

digunakan adalah melalui perputaran aliran larutan nutrisi yang dibantu

13
oleh pompa mesin atau dapat pula menggunakan cara yang lebih

sederhana (tanpa pompa) yaitu menggunakan gaya grafitasi.

3. EC dan PH Larutan

Kunci utama dalam pemberian larutan nutrisi atau pupuk pada sistem

hidroponik adalah pengontrolan konduktivitas elektrik atau “electro conductivity”

(EC) atau aliran listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC meter. EC ini

untuk mengetahui cocok tidaknya larutan nutrisi untuk tanaman, karena kualitas

larutan nutrisi sangat menentukan keberhasilan produksi, sedangkan kualitas

larutan nutrisi atau pupuk tergantung pada konsentrasinya. Semakin tinggi garam

yang terdapat dalam air, semakin tinggi EC-nya.

14
Konsentrasi garam yang tinggi dapat merusak akar tanaman dan mengganggu

serapan nutrisi dan air (Hochmuth dan Hochmuth 2003). Setiap jenis dan umur

tanaman membutuhkan larutan dengan EC yang berbeda-beda. Kebutuhan EC

disesuaikan dengan fase pertumbuhan, yaitu ketika tanaman masih kecil, EC yang

dibutuhkan juga kecil. Semakin meningkat umur tanaman semakin besar EC-nya.

Toleransi beberapa tanaman sayuran terhadap EC larutan berlainan.

Tanaman tomat tahan terhadap garam yang agak tinggi di daerah perakaran,

sedangkan mentimun sedikit tahan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, larutan

nutrisi untuk tomat perlu dipertahankan pada keadaan EC antara 2,0 –3,0

mhos/cm (van Pol 1984). Konsentrasi garam yang tinggi pada fase akhir

pertumbuhan tanaman tomat akan meningkatkan kualitas buah (total padatan

terlarut) tanpa mengurangi produksi (Mizrahi et al.1988; Tajudin dan Ismail,

1990).

Kebutuhan EC juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca, seperti suhu,

kelembaban, dan penguapan. Jika cuaca terlalu panas, sebaiknya digunakan EC

rendah. Selain EC, pH juga merupakan faktor yang penting untuk dikontrol.

Formula nutrisi yang berbeda mempunyai pH yang berbeda, karena garam-garam

pupuk mempunyai tingkat kemasaman yang berbeda jika dilarutkan dalam air.

Garam garam seperti monokalium fosfat, tingkat kemasamannya lebih rendah

daripada kalsium nitrat (Bugbee, 2003).

Untuk mendapatkan hasil yang baik, pH larutan yang direkomendasikan

untuk tanaman sayuran pada kultur hidroponik adalah antara 5,5 sampai 6,5

(Marvel 1974). Ketersediaan Mn, Cu, Zn, dan Fe berkurang pada pH yang lebih

15
tinggi, dan sedikit ada penurunan untuk ketersediaan P, K , Ca dan Mg pada pH

yang lebih rendah. Penurunan ketersediaan nutrisi berarti penurunan serapan

nutrisi oleh tanaman. Tabel 2 menyajikan kebutuhan EC dan pH bagi beberapa

tanaman sayuran.

4. Media Pertumbuhan

Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, hidroponik merupakan

teknologi penanaman dalam larutan nutrisi (air dan pupuk) dengan atau tanpa

penggunaan media buatan untuk mendukung perakaran tanaman (Jensen 1990).

Media hidroponik dikelompokkan ke dalam dua kelompok, yaitu kultur air yang

tidak menggunakan media pendukung lain untuk perakaran tanaman dan kultur

substrat atau agregat yang menggunakan media padat untuk mendukung perakaran

tanaman.

a. Kultur air

Pada dasarnya kultur air merupakan sistem tertutup (“closed system”) di

mana akar tanaman terekspos larutan nutrisi tanpa media tanaman dan larutan

16
disirkulasi. Ada beberapa macam sistem hidroponik cair atau kultur air, yaitu

Nutrient Film Technique (NFT), Dynamic Root Floating (DRF), the Deep Flow

Technique (DFT) dan Aeroponic (Jensen 1990; Jensen dan Collins 1985; Kao

1990). Namun kultur air yang paling mudah untuk diadopsi oleh para pengguna

adalah NFT (Raffar 1990; Chow 1990). Kultur tersebut juga banyak digunakan

oleh para pengusaha di Indonesia. Nutrient Film Technique dikembangkan oleh

Dr. Allen Cooper pada tahun 1970 di Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan

produktivitas sayuran sepanjang tahun (Winsor et al. 1979).

Pada sistem ini, lapisan tipis larutan nutrisi mengalir melalui bedengan atau

talang yang berisi akar-akar tanaman. Larutan bersirkulasi secara terus menerus

selama 24 jam atau diatur pada waktu-waktu tertentu dengan pengatur waktu.

Sebagian akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi tersebut, sebagian lagi

berada di atas permukaan larutan. Lingkungan akar yang ideal merupakan faktor

penting dalam peningkatan produksi tanaman.

Menurut Chow (1990) dan Jensen (1990), keuntungan NFT antara lain

adalah volume larutan hara yang dibutuhkan lebih rendah dibandingkan kultur air

lainnya, lebih mudah mengatur suhu di sekitar perakaran tanaman (menaikkan

atau menurunkan suhu), lebih mudah mengontrol hama dan penyakit, kepadatan

tanaman per unit area lebih tinggi, dan hasil tanaman lebih bersih karena tidak ada

sisa tanah atau media lainnya. Namun, ada juga kerugian dari sistem ini, yakni

patogen dengan mudah menyebar pada seluruh larutan, sehingga dalam waktu

yang singkat tanaman akan mati, modal awal relatif lebih mahal, pemilihan

komoditas yang bernilai tinggi, dan tingkat keahlian dan pengetahuan tentang

17
ilmu kimia sangat penting. Di daerah tropis, panjang maksimum bak penanaman

yang digunakan pada NFT tidak lebih dari 15-20 m, sepanjang saluran tersebut

dibuat 2-3 tempat untuk memasukkan larutan hara, dan suhu larutan tidak lebih

dari 30 °C. Hal ini untuk menjaga aerasi larutan yang baik (Jensen 1990). Hasil

penelitian di Malaysia melaporkan bahwa penggunaan PVC sebagai bak

penanaman tidak cocok untuk daerah tropis, karena menyebabkan suhu perakaran

mencapai lebih dari 40 °C pada tengah hari (Chow 1990). Bahan yang paling baik

adalah bambu dengan “styrofoam” sebagai penutup permukaan bak.

b. Kultur substrat atau agregat

Kultur substrat atau agregat adalah kultur hidroponik dengan menggunakan

media tumbuh yang bukan tanah sebagai pegangan tumbuh akar tanaman dan

mediator larutan hara. Pada umumnya, pemberian larutan dilakukan dengan

sistem terbuka (“open system”), artinya larutan yang diberikan ke tanaman tidak

digunakan lagi (Jensen 1990; Raffar 1990).

Kultur ini merupakan sistem yang paling mudah diadopsi selain sistem NFT

(Raffar 1990) dan tampaknya merupakan salah satu sistem yang banyak

dikembangkan para petani/pengusaha agrobisnis di Indonesia. Beberapa pakar

hidroponik mengemukakan bahwa media pertumbuhan seperti pasir, kerikil,

batuan alam, arang sekam, atau batu apung dapat digunakan.

Di Amerika banyak digunakan media gravel, perlite, rockwool, pasir, serbuk

gergaji, peat moss atau vermikulit (Douglas 1985; Jensen 1990; Resh 1985).

Beberapa persyaratan penting bagi media pertumbuhan ini antara lain adalah

18
bertekstur seragam dengan ukuran butir sedang, bersih dari kotoran, dan steril

(Resh 1985; Douglas 1985).

Bentuk karakteristik media tersebut akan berpengaruh terhadap hasil dan

kualitas serta terhadap kebutuhan larutan hara tanaman. Oleh karena itu pemilihan

media yang tepat dapat meningkatkan produksi sayuran.

Di Indonesia, media agregat yang baik dan murah adalah arang sekam.

Media ini sudah banyak digunakan oleh para petani hidroponik maupun

pengusaha hidroponik yang besar. Selain arang sekam, pasir juga sangat baik

untuk media hidroponik. Harga pasir lebih mahal tetapi umur penggunaannya

lebih lama. Menurut Jensen (1975), hasil penelitian pada tomat media pasir juga

menunjukkan keunggulan yang lebih baik daripada “rockwool”. Campuran pasir

dengan “peat moss”, vermikulit, arang sekam, dan perlite juga menghasilkan

pertumbuhan tomat yang baik.

2.1.2. Persepsi

2.1.2.1 Pengertian

Rackhmat (2011: 50) menyatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman

mengenai suatu obyek, kejadian, atau korelasi-korelasi terkait dengan informasi

tertentu. Sedangkan menurut Walgito (2002: 87), persepsi merupakan suatu

proses yang didahului stimulus dari rseptor indra, kemudian direspon secara

motoris maupun sintaksis. Akan tetapi, proses itu tidak berhenti begitu saja,

melainkan stimulus tersebut diteruskan dan diproses selanjutnya merupakan

proses persepsi.

19
Asrori (2009:214) menyatakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang

dilakukan oleh seseorang dalam menafsirkan, mengkalkulasikan, dan kemudian

menyikapi suatu stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu

berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.” Dalam

pengertian persepsi tersebut terdapat dua unsur penting yakni interprestasi dan

pengorganisasian. Interprestasi merupakan upaya pemahaman dari individu

terhadap informasi yang diperolehnya. Sedangkan perorganisasian adalah proses

mengelola informasi tertentu agar memiliki makna.

Pendapat lain dari Leavitt Harold J (1978: 3), persepsi dapat dilihat dalam

arti sempit yaitu penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu,

sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana

seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Proses persepsi tidak dapat

terlepas dari proses penginderaan dan proses tersebut merupakan proses

pendahulu dari proses persepsi.

Adapun Stanton menyatakan bahwa persepsi dapat di definisikan sebagai

makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu dan stimulus

(rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui panca indra (pengelihatan,

pendengaran, perasa, dll) (Setiadi, 2013:91).

Kottler (1997:164) mendefinisikan persepsi sebagai proses seorang individu

memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan masukan-masukan

informasi untuk menciptakan gambaran yang memiliki arti.

20
Persepsi dapat disimpulkan sebagai suatu proses penginderaan, stimulus

yang diterima oleh individu melalui alat indera yang kemudian diinterpretasikan

sehingga individu dapat memberikan pandangan, memahami dan dapat

mengartikan tentang stimulus yang diterimanya. Proses menginterpretasikan ini

biasanya dipengaruhi oleh pengalaman dan proses belajar individu. Manusia tidak

lepas dari kegiatan berpersepsi, hampir setiap hari manusia berpersepsi seperti

persepsi ketika berkomunikasi dengan masyarakat, menguus perizinan, bertemu

dengan petugas instansi dan sebagainya.

Dedi Mulyana (2005: 171) menyebutkan secara garis besar persepsi

manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

a) Persepsi terhadap obyek (lingkungan fisik); sifat-sifat luar, sedangkan persepsi

terhadap orang menaggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan,

dan sebagainya). Orang akan mempersepsi anda pada saat anda mempersepsi

mereka. Dengan kata lain, persepsi terhadap manusia bersifat interaktif.

b) Persepsi terhadap manusia; melalui lambing-lambang fisik, sedangkan persepsi

terhadap orang melalui lambing-lambang verbal dan nonverbal. Orang lebih

aktif daripada kebanyakan obyek dan leih sulit diramalkan.

2.1.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri

pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang di artikan, atau dalam

konteks situasi dimana persepsi tersebut dibuat (Robbins, 2007:174). Gifford

dalam Ariyanti, juga menyebutkan bahwa persepsi manusia dipengaruhi oleh

beberapa hal sebagai berikut :

21
a. Personal Effect

Dalam hal ini disebutkan bahwa karakteristik dari individu akan

dihubungkan dengan perbedaan persepsi terhadap lingkungan. Hal tersebut, sudah

jelas akan melibatkan beberapa faktor antara lain kemampuan perseptual dan

pengalaman atau pengenalan terhadap kondisi lingkungan. Kemampuan

perseptual masingmasing individu akan berbeda-beda dan melibatkan banyak hal

yang berpengaruh sebagai latar belakang persepsi yang keluar.

Proses pengalaman atau pengenalan individu terhadap kondisi lingkungan

lain yang dihadapi, pada umumnya mempunyai orientasi pada kondisi lingkungan

lain yang telah dikenal sebelumnya dan secara otomatis akan menghasilkan proses

perbandingan yang menjadi dasar persepsi yang dihasilkan. Pembahasan terhadap

hal-hal yang berpengaruh sebagai latar belakang terbentuknya persepsi dan

mencakup pembahasan yang sangat luas dan kompleks.

b. Cultural Effect

Giffrod memandang bahwa konteks kebudayaan yang dimaksud

berhubungan dengan tempat asal atau tempat tinggal seseorang. Budaya yang

dibawa dari tempat asal dan tinggal seseorang akan membentuk cara yang berbeda

bagi setiap orang tersebut dalam “melihat dunia”. Selain itu, Gifford menyebutkan

bahwa faktor pendidikan juga dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap

lingkungan dalam konteks kebudayaan.

c. Physical Effect

Kondisi alamiah dari suatu lingkungan akan mempengaruhi persepsi

seseorang yang mengamati, mengenal dan berada dalam lingkungan tersebut.

22
Lingkungan dengan atribut dan elemen pembentuknya yang menghasilkan

karakter atau tipikal tertentu akan menciptakan identitas bagi lingkungan tersebut.

Misalnya ruang kelas secara otomatis akan dikenal bila dalam ruang tersebut

terdapat meja yang diatur berderet, dan terdapat podium atau mimbar dan papan

tulis di bagian depannya (Ariyanti, 2005:23).

Untuk itu dapat disimpulkan bahwa persepsi selain terjadi akibat

rangsangan dari lingkungan eksternal yang di tangkap oleh suatu individu, juga di

pengaruhi oleh kemampuan individu tersebut dalam menangkap dan

menterjemahkan rangsangan tersebut menjadi sebuah informasi yang tersimpan

menjadi sensasi dan memori atau pengalaman masa lalu.

Oleh karna itu, persepsi yang terbentuk dari masing masing individu dapat

berbeda beda. Selanjutnya menurut laurens, dikemukakan bahwa persepsi sangat

diperlukan oleh perencana dalam menentukan apa saja yang dibutuhkan oleh

masyarakat baik secara personal maupun sebagai kelompok penguna. Sebagian

besar arsitektur dibentuk oleh persepsi manusia (Lauresns, 2003:78).

Oleh karna itu, dalam menciptakan karya-karya arsitektur faktor persepsi

sebagai salah satu bentuk respon yang keluar secara personal setelah menangkap,

merasakan dan mengalami karya-karya tersebut menjadi salah satu pertimbangan

yang cukup penting. Respon tersebut mencerminkan sesuatu yang diinginkan oleh

individu pengguna dan penikmat hasil karya yang ada. Respon yang keluar

berdasarkan pengalaman ruangnya, pengetahuan akan bentuk dan simbolisasi

yang di dapat dari pendidikanya (Laurens, 2003:79).

23
Istilah yang digunakan oleh Laurens bagi pengalaman ruang, pengetahuan

akan bentuk dan simbolisasi adalah peta mental (mental image), dan sekali lagi

menurut Laurens bahwa peta mental tersebut akan berbeda-beda antara individu

yang satu dengan yang lain. Bebrapa pendapat ahli yang dirangkum oleh Laurens

menyebutkan beberapa faktor yang membedakan peta mental seseorang adalah

sebagai berikut:

a. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang menyebabkan timbulnya selektivitas dan distorsi peta

mental. Hal tersebut erat kaitanya dengan tempat (jenis, kondisi, jumlah, dan lain

sebagainya) yang pernah dikunjungi sesuai dengan gaya hidup yang dimiliki.

b. Keakraban

Dengan Lingkungan Hal ini menyangkut pada sebarapa baik seseorang

mengenal lingkunganya. Semakin kuat seseorang mengenal lingkunganya,

semakin luas dan rinci peta mentalnya.

c. Keakraban Sosial

Semakin luas pergaulanya, semakin luas wilayah yang dikunjungi, dan

semakin ia tahu akan kondisi wilayah tertentu maka semakin baik peta mentalnya.

d. Kelas Sosial

Semakin terbatas kemampuan seseorang, semakin terbatas pula daya

geraknya dan semakin sempit peta mentalnya.

e. Perbedaan Seksual

Laki-laki biasanya mempunyai peta mental yang lebih baik dan terinci dari

pada perempuan karena kesempatan pergaulan dan ruang geraknya juga lebih

24
luas. Terlebih lagi, dalam kondisi masyarakat yang ada pada umumnya akan lebih

memberi peluang pada kaum pria untuk bergerak dengan berbagai aktivitas. Hal-

hal inilah yang akan memberikan pengertian bagaimana menciptakan bangunan

atau lingkungan yang mudah dilihat dan diingat, sekaligus membangkitkan

kekayaan pengalaman orang yang memakainya terutama pada fasilitas publik.

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini disertakan persepsi

masyarakat sekitar, dalam hal ini adalah masyarakat yang tinggal dekat dengan

sistem pertanian hidroponik atau masyatakat yang menjadi konsumen dari hasil

produksi hidroponik.

2.1.2.3. Proses Terbentuknya Persepsi

Proses persepsi dimulai dari proses menerima rangsangan, menyeleksi,

mengorganisasi, menafsirkan, mengecek dan reaksi terhadap rangsangan.15

Rangsangan dari proses persepsi dimulai dari penangkapan indera terhadap objek

persepsi. Walgito (2005:17) menyatakan bahwa ada dua jenis proses persepsi,

yaitu :

a. Proses fisik

Proses persepsi dimulai dari pengindraan yang menimbulkan stimulus dari

reseptor yang dilanjutkan dengan pengolahan data pada syaraf sensorik otak atau

dalam pusat kesadaran. Proses ini disebut juga dengan proses fisiologis.

b. Proses psikologis

Proses pengolahan data pada syaraf sensorik otak akan menyebabkan

reseptor menyadari apa yang dilihat, didengar, atau apa yang diraba.

25
Terbentuknya persepsi individu maupun suatu komunitas juga sangat tergantung

pada stimulus yang jadi perhatian untuk di persepsikan. Di samping itu,

kelengkapan data dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sangat

menentukan kualitas persepsi dari reseptor. Pada akhirnya, persepsi masyarakat

santri terhadap tanaman hidroponik ditentukan oleh tingkat pemahaman dan

faktor internal maupun eksternalnya yang diolah secara berbeda oleh

masingmasing reseptor baik secara behavioristik maupun mekanistik.

2.2. Penelitian yang Relevan

Terdapat cukup banyak riset terkait hidroponik. Namun, peneliti hanya akan

mencantumkan riset yang berkorelasi dengan penelitian ini. Riset-riset tersebut

adalah yang mengkaji hidroponik dari sudut pandang sosial, bukan dari sudut

pandang atau dimensi sains dan teknik hidroponiknya.

Darmawan (2017) melakukan riset dengan tujuan mengetahui pengaruh

kemasan dan harga terhadap keputusan pembelian produk sayuran hidroponik.

Penelitian ini menarik karena dilakukan terhadap konsumen sayuran hidroponik.

Simpulannya adalah bahwa variabel kemasan dan harga terbukti berpengaruh

signifikan secara parsial dan simultan terhadap keputusan pembelian produk

sayuran hidroponik.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini, hasil riset Darmawan tersebut perlu

dijadikan rujukan untuk menentukan atau mengasumsikan variabel-variabel yang

berpengaruh terhadap persepsi masyarakat. Pun pada fase berikutnya, dapat pula

26
dikatakan bahwa simpulan dari hasil riset Darmawan merupakan akhir dari

persepsi masyarakat terhadap pola tanam hidroponik.

Sutarni dkk (2018) melakukan penelitian untuk mengetahui perilaku

konsumen dalam pembelian sayuran hidroponik di Kota Bandar Lampung.

Melalui analisis kualitatif terhadap tahapan proses pengambilan keputusan

pembelian konsumen digunakan untuk mengetahui perilaku konsumen dalam

melakukan pembelian sayuran hidroponik dan non hidroponik, para periset

menyimpulkan bahwa ulan Konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian

sayuran hidroponik dan non hidroponik melalui tahap pengenalan kebutuhan,

pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan evaluasi pasca

pembelian.

Savira dan Prihtanti (2019) melakukukan penelitian mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi permintaan sayuran hidroponik di PT Hidroponik Agrofarm

Bandungan. Hasil dari penelitian kualitatif tersebut adalah Berdasarkan hasil

penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel

pendapatan keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap permintaan

sayuran hidroponik. Sedangkan variabel umur, jumlah anggota keluarga, lama

pendidikan, atribut produk, gaya hidup, jenis sayuran hidroponik dan jenis

kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap permintaan sayuran

hidroponik di PT. Hidroponik Agrofarm Bandungan.

Penelitian-penelitian terdahulu tersebut menjadi referensi bagi peneliti untuk

melakukan penelitian ini. Posisi penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai

kontrol pustaka dan pengambilan model atau kerangka berpikir.

27
2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini mengikuti alur

berikut.

Sistem Tanam Hidroponik


Persepsi
- Sistem nutrisi
- pemupukan
- pengendalian hama -personal efect
- pengiran Masyarakat - social effect
Stimulus
- panen dan pasca -phsycal efect
- pengemasan
- distribusi
-Informasi
- Pengetahuan
- Sikap

Sistem hidroponik yang memiliki kekhasan dalam sistem tanamnya akan

memberikan stimulus kepada masyarakat sekitar. Stimulus tersebut akan

melahirkan perepsi. Persepsi tersebut dipengaruhi oleh informasi, pengetahuan

dan sikap masyakat. Persepsi itu juga dipengatuhi oleh personal, sosial dan

physical effect, yang pada akhirnya akan melahirkan persepsi itu.

28
III. Metode Penelitian

3.1 Desain dan Ruang Lingkup Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain kualitatif. Desain

penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian sosial dalam konteks

mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan

perbuatan-perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha menghitung atau

mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah diperoleh dan dengan demikian

tidak menganalisis angka-angka (Afrizal, 2018).

Desain penelitian kualitatif adalah sebuah desain yang sifatnya mendalam.

Desain kualitatif di dalam penelitian ini digunakan untuk menjelaskan efisiensi

dan efektivitas hidroponik dan keterakaitannya dengan kemampuan menyediakan

pangan bagi masyarakat Lombok Timur. Desain penelitian kualitatif dipilih

karena data yang hendak dikumpulkan dan dianalisis berupa kata-kata dan

perbuatan-perbuatan manusia. Selain itu dengan desain kualitatif, peneliti akan

memperoleh data dan pemahaman makna tentang fenomena yang diteliti. Karena

dengan desain ini peneliti akan mampu mengungkapkan makna dan interpretasi

perilaku manusia itu sendiri, mencari apa yang tersirat dan mendapatkan

penjelasan yang lebih mendalam terhadap tindakan individu dan kelompok.

3.2. Sumber Data dan Informasi

Guna menjawab permasalahan penelitian, diperlukan data, yang gilirannya

membuat data menjadi terang dan jelas. Adapun data yang dibutuhkan dalam

penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

29
Data primer adalah pengambilan data yang dihimpun langsung oleh peneliti

(Riduwan, 2018). Data primer dapat diartikan sebagai data utama yang diperoleh

langsung dari informan peneliti. Data primer ini peneliti peroleh dengan

mendatangi sumber-sumber data yang relevan dengan masalah penelitian.

Sumber-sumber tersebut pada penelitian ini berasal dari masyarakat di Kelurahan

Majidi Kec Selong di Kabupaten Lombok Timur.

Data sekunder adalah pengambilan data melalui tangan kedua (Riduwan,

2018. Data sekunder dapat diartikan sebagai data yang diperoleh dari pihak lain

yang memahami dan dapat memberikan informasi mengenai masalah yang diteliti,

data sekunder ini dapat berupa dokumen-dokumen dari instansi terkait, misalnya:

data dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Timur, juga data

yang diperoleh dari referensi dan dokumen-dokumen sekunder.

3.3. 3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk

memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2018: 211). Teknik yang digunakan

untuk mengumpulkan data penelitian ini disesuaikan dengan jenis data yang

diambil. Data primer dikumpulkan menggunakan teknik observasi dan

wawancara. Sedangkan data sekunder dikumpulkan menggunakan dokumentasi.

3.3.1. Observasi

Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan dengan cara

mengamati langsung obyek penelitian (Nazir, 2018:213). Teknik ini digunakan

untuk mengamati pelaksanaan program pembentukan karakter peduli lingkungan

di sekolah-sekolah yang dijadikan lokasi penelitian ini. Observasi dilakukan

30
dengan melakukan serangkaian pengamatan dengan menggunakan alat indera

penglihatan dan pendengaran secara langsung terhadap objek yang diteliti,

kemudian melakukan pencatatan pada lembar observasi. Lembar observasi adalah

lembar yang berisi indikator atau hal-hal yang harus diamati sesuai dengan

variabel yang diteliti (Riduan, 2017).

Lembar tersebut dijadikan patokan saat melakukan pengamatan, terutama

untuk checklist item yang diamati, kondisi, serta kesesuaian dengan tujuan

penelitian. Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada tiga fokus

penelitian ini, yaitu rancangan program pembentukan karakter, pelaksanaan

program dan hasil yang dicapai. Dengan demikian, lembar observasi yang

digunakan harus memuat item-item terkait tiga hal tersebut.

3.3.2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk

memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 2016: 145). Dalam

penelitian ini peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap informan yang

merupakan masyarakat sekitar pertanian hidroponik di Kelurahan Majidi Kec

Selong Kabupaten Lombok Timur.

Teknik wawancara dilakukan dengan bantuan pedoman wawancara.

Pedoman wawancara adalah daftar pertanyaan yang disipkan sebagai panduan

melaksanakan wawancara (Riduan, 2017). Dalam penelitian ini, peneliti

menyiapkan pedoman wawancara yang disuaikan dengan fokus penelitian, yakni

terkait rancangan program pembentukan karakter peduli lingkungan, pelaksanan

program dan hasil yang dicapai. Secara umum, peneliti menyiapkan daftar

31
pertanyaan yang sama untuk semua informan, tanpa membedakan posisi atau

jabatannya, namun dalam pelaksanaan wawancara, peneliti melakukan penyesuain

dalam hal komunikasi. Untuk memeproleh hasil yang optimal, peneliti

menggunakan media perekaman berupa alat elektronik (smartphone), sehingga

tidak menggangu proses komunikasi dengan terwawancara.

3.3.3. Dokumentasi

Studi dokumen merupakan Desain yang digunakan dalam metodologi

penelitian sosial. Pada intinya studi dokumen adalah Desain yang digunakan

untuk menelusuri data historis. Oleh karena itu sebenarnya sejumlah besar fakta

dan sosial tersimpan dalam bentuk dokumen dan lain sebagainya (Silalahi, 2017).

Peneliti menerapkan studi dokumen dalam upaya mencari data-data tertulis

berupa keterangan-keterangan, berita-berita, tulisan-tulisan, gambar-gambar, baik

yang ada di buku-buku, jurnal, koran dan lain sebagainya yang disimpan oleh

institusi tertentu maupun yang ada pada masyarakat, sehingga data-data yang

peneliti kumpulkan valid dan mendalam. Dalam hal ini peneliti menggunakan

Studi Dokumen terkait pertanian hidroponik di Kabupaten Lombok Timur.

3.4. Uji Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji

kredibilitas (perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, triangulasi,

analisis kasus negatif, menggunakan bahan referensi, atau mengadakan

membercheck), transferabilitas, dependabilitas, maupun konfirmabilitas.

32
Dalam pengabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan

sumber yang berarti membandingkan dan pengecekan balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda melalui: 1)

Perbandingan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. 2) Perbandingan

apa yang dikatakan seseorang didepan umum dengan apa yang diucapkan secara

pribadi. 3) Perbandingan apa yang dikatakan tentang situasi penelitian dengan apa

yang dikatakan sepanjang waktu. 4) Perbandingan keadaan dan perspektif

seseorang berpendapat sebagai rakyat biasa, dengan yang berpendidikan dan

pejabat pemerintah. (Ruslan, 2010:219-220).

3.5. Analisis Data

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas, sehingga datanya jenuh.Ukuran kejenuhan data ditandai dengan tidak

diperolehnya lagi data atau informasi baru. Aktivitas dalam analisis meliputi

reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta Penarikan

kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing / verification).

33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Penelitian

Majidi adalah salah satu kelurahan terbaik yang terletak di kecamatan

Selong, Kabupaten Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.

Kelurahan ini memiliki kodepos 83619. Di kelurahan ini ditanami hasil pertanian

utamanya ialah padi dan palawija. Penduduknya berjumlah 6.550 jiwa. Kelurahan

ini merupakan keluraharan terbaik dari 12 kelurahan dan desa yang berada di

kecamatan Selong.

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Persepsi Masyarakat

Persepsi masyarakat terhadap Hidroponik diukur dengan pertanyaanpertanyaan

menyangkut 12 tema sebagai berikut:

1. Faktor internal

a) Lahan b) Higienitas c) Bebas d) Hama e) Kepraktisan 5 e) Banyak Nutrisi

f) Kualitas Sempurna g) Daur Ulang h) Pertumbuhan tanaman cepat i)

Kreativitas j) Bebas bencana alam

2. Faktor Eksternal

a) Baik untuk kawasan perkotaan dan b) Agrowisata

34
Persepsi masyarakat terhadap Hidroponik dalam penelitian ini adalah

menyangkut penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh anggota masyarakat

terhadap Hidroponik yang ada di Kelurahan Majidi Kota Selong. Persepsi

masyarakat terhadap Hidroponik di Kelurahan Majidi Kota Selong dibedakan

dalam dua faktor yaitu menurut Faktor Internal dan Faktor Eksternal. Faktor

Internal yaitu Persepsi masyarakat terhadap: Lahan, Higienitas, Hama,

Kepraktisan, Nutrisi, Kualitas Tanaman, Daur Ulang, Pertumbuhan Tanaman

Cepat, Kreativitas, Bencana Alam. Sedangkan untuk Faktor Eksternal yaitu

Persepsi masyarakat terhadap Hidroponik baik untuk kawasan perkotaan maupun

untuk Agrowisata.

1. Lahan

Persepsi masyarakat tentang Hidroponik menyangkut Lahan/Ruang adalah

apakah budidaya pertanian Hidroponik dapat menghemat lahan atau ruang atau

tidak. Tabel 9 menunjukan bahwa sebagian besar responden, yaitu 18 (60,00%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong sangat setuju, serta terdapat 11

(40,00%) yang setuju bahwa Hidroponik merupakan teknik pertanian yang hemat

lahan/ruang. Dalam indikator ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 134/150

x 100% = 89, 33%, sehingga interpretasi nilainya tergolong sangat setuju. Sesuai

dengan hasil wawancara pada anggota masyarakat yang berpendapat sangat setuju

terhadap Hidroponik hemat Lahan/ruang adalah karena Hidroponik tidak

menggunakan tanah sebagai media tanam, dapat ditanam di mana saja, bisa dibuat

dalam sistim yang bertingkat serta lahannya lebih hemat dibandingkan pertanian

konvensional.

35
2. Higienitas

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 19 (63,33%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 11 (36,67%)

yang mengatakan sangat setuju bahwa Hasil tanaman Hidroponik sangat Higienis.

Dalam indikator ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 131/150 x 100% = 87,

33%, sehingga interpretasi nilainya tergolong sangat setuju.

Alasan dari anggota masyarakat yang menyatakan sangat setuju dan setuju

terhadap Hasil Tanaman Hidroponik higienis, berdasarkan hasil wawancara,

karena Hidroponik tidak menggunakan bahan-bahan yang mengandung zat-zat

kimia dan tidak bersentuhan langsung dengan tanah sehingga tanaman bisa

terkontrol dengan baik dan sangat higienis dan sangat berguna untuk kesehatan.

36
3. Bebas Hama

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 12 (40,00%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 5 (16,67%)

setuju , terdapat juga 9 (30,00%) yang ragu-ragu dan 4 (13,33%) yang tidak

setuju.. Dalam indikator ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 108/150 x

100%= 72,00%, sehingga interpretasi nilainya tergolong setuju. Alasan dari

responden yang menyatakan sangat setuju dan setuju terhadap pernyataan

Hidroponik bebas hama dan parasit adalah dikarenakan Hidroponik mendapat

perawatan yang cukup baik nutrisi dan kelembaban suhu, ada juga yang

mengatakan sampai saat ini ketika ia menanam tanaman dengan menggunakan

teknik Hidroponik tidak pernah menemukan tanaman diserang hama. Tapi ada

juga responden yang mengatakan ragu-ragu dan tidak setuju bahwa Hidroponik

bebas hama dan parasit, hal itu dikarenakan sesuai dengan pengalaman mereka

37
menanam dengan teknik Hidroponik, kadang tanaman tersebut diserang hama

yang membuat daunnya rusak.

4. Kepraktisan Tanaman Hidroponik

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 17 (56,67%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 10 (33,33%)

yang sangat setuju, terdapat juga 2 (6,67%) yang ragu-ragu dan 1 (3,33%) yang

tidak setuju bahwa perawatan Hidroponik praktis. Dalam indikator ini, total skor

persepsi masyarakat sebesar 126/150 x 100% = 84,00%, sehingga interpretasi

nilainya tergolong sangat setuju. Sesuai dengan hasil wawancara pada responden

yang menjawab sangat setuju dan setuju terhadap perawatan Hidroponik yang

praktis, mereka beralasan bahwa merawat Hidroponik tidak memerlukan waktu

yang lama, dan pemberian pupuk lebih praktis dibandingkan dengan perawatan

tanaman pada pertanian konvensional. Alasan yang dikemukakan oleh responden

yang memberikan jawaban ragu-ragu dan tidak adalah karena nutrisi Hidroponik

membuat perawatan Hidroponik tidak terlalu praktis.

38
5. Memberikan lebih banyak Nutrisi

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 16 (53,33%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 5 (16,67%)

sangat setuju, dan juga terdapat 6 (20,00%) raguragu dan 3 (10,00%) tidak setuju

bahwa Hidroponik memberikan lebih banyak nutrisi kepada tanaman. Dalam

indikator ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 113/150 x 100% = 75,33%,

sehingga interpretasi nilainya tergolong setuju. Alasan responden yang

menyatakan sangat setuju dan setuju bahwa Hidroponik memberikan lebih banyak

nutrisi kepada tanaman dikarenakan menurut mereka tanaman Hidroponik tumbuh

dengan cara kerja air yang telah terukur dan mendapat pasokan nutrisi yang telah

diukur pula dan nutrisinya terkontrol dengan baik serta pertanian Hidroponik

menggunakan air. Sedangkan alasan yang melatarbelakangi sebagian masyarakat

berpendapat ragu-ragu dan tidak setuju adalah tergantung dari seberapa banyak

nutrisi yang diberikan kepada tanaman, karena nutrisi hidroponik sangat sulit

diperoleh, beberapa responden mengatakan mereka perlu berhemat terhadap

39
pemberian nutrisi kepada tanaman Hidroponik karena sulitnya mendapat nutrisi

Hidroponik di daerah tempat tinggal sendiri (Kota Manado) karena mereka harus

membeli dari luar daerah.

6. Kualitas Sempurna

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 13 (43,34%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 12 (40,00%)

sangat setuju, dan juga terdapat 4 (13,33%) raguragu dan 1 (3,33%) tidak setuju

bahwa kualitas tanaman Hidroponik sempurna. Dalam indikator ini, total skor

persepsi masyarakat sebesar 126/150 x 100% = 84,00%, sehingga interpretasi

nilainya tergolong sangat setuju. Berdasarkan hasil wawancara, hal yang

melatarbelakangi persepsi masyarakat sangat setuju dan setuju bahwa kualitas

tanaman Hidroponik sempurna adalah dikarenakan tanaman Hidroponik sangat

terkontrol dengan baik dalam proses pertumbuhannya dan berdasarkan

40
pengalaman mereka sebagai pelaku Hidroponik ketika menanam sayur dengan

teknik Hidroponik hasilnya tidak pahit dan sayurannya sangat segar contohnya

sayur selada. Sedangkan menurut responden yang mengatakan ragu-ragu dan

tidak setuju, alasannya karena kadang daun dari tanaman Hidroponik diserang

hama jika tidak terkontrol dengan baik, jika air tidak diganti maka daunnya akan

cepat rusak.

7. Daur Ulang

Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 16 (53,34%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong sangat setuju, serta terdapat 13

(43,33%) setuju, dan juga terdapat 1 (13,33%) ragu-ragu bahwa Hidroponik dapat

memanfaatkan barangbarang bekas di rumah (Daur ulang). Dalam indikator ini,

total skor persepsi masyarakat sebesar 135/150x 100% = 90,00%, sehingga

interpretasi nilainya tergolong sangat setuju.

41
Alasan yang dikemukakan oleh responden yang menyatakan sangat setuju

dan setuju bahwa Hidroponik dapat memanfaatkan barang-barang bekas di rumah

(yang merupakan tindakan daur ulang) adalah Hidroponik dapat memanfaatkan

barang-barang bekas seperti botol Aqua, gelas Aqua dan Jerigen, sedangkan

menurut responden yang mengatakan ragu-ragu, alasannya adalah tergantung

dengan tipe Hidroponik, karena tipe Hidroponik ada bermacam-macam, ada yang

bisa memanfaatkan barang-barang bekas di rumah, tapi ada juga yang

membutuhkan biaya yang sangat mahal seperti tipe Hidroponik yang

menggunakan paralon.

8. Pertumbuhan Tanaman Cepat

Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 17 (56,67%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju,serta terdapat 5 (16,67%)

sangat setuju, dan juga terdapat 6 (20,00%) ragu-ragu dan 2 (6,66%) tidak setuju

bahwa Hidroponik dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Dalam indikator

42
ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 115/150 x 100% = 76,67%, sehingga

interpretasi nilainya tergolong setuju.

Sesuai dengan hasil wawancara, alasan yang melatarbelakangi persepsi

masyarakat sangat setuju dan setuju bahwa Hidroponik dapat mempercepat

pertumbuhan tanaman adalah karena tanaman Hidroponik lebih banyak mendapat

pasokan air dibanding tanaman yang menggunakan teknik pertanian kovensional

dan jika perawatannya sangat terkontrol dengan baik maka dapat mempercepat

pertumbuhan tanaman. Sedangkan menurut responden yang ragu-ragu dan tidak

setuju, alasannya adalah tergantung jenis tanaman yang akan ditanam ada yang

bisa dipanen sampai dua bulan dan ada juga yang bisa dipanen lebih cepat.

9. Kreatifitas

Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 16 (53,33%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong sangat setuju, serta terdapat 14

(46,67%) setuju bahwa Hidroponik dapat menumbuhkan kreativitas. Dalam

43
indikator ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 136/150 x 100% = 90,67%,

sehingga interpretasi nilainya tergolong sangat setuju.

Alasan yang dikemukakan oleh responden yamg menyatakan sangat setuju

dan setuju bahwa Hidroponik dapat menumbuhkan kreatifitas adalah karena saat

ini tipe Hidroponik sudah sangat banyak dan juga sudah muncul kreasi-kreasi

baru sehingga orang akan tertarik untuk mencoba bercocok tanam dengan

menggunakan teknik Hidroponik, dan hanya orang kreatif dan orang sabarlah

yang bisa melakukan pertanian Hidroponik.

10. Bebas Bencana Alam

Tabel 18 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 13 (43,34%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 9 (30,00%)

sangat setuju, dan juga terdapat 6 (20,00%) raguragu dan 3 (6,67%) tidak setuju

bahwa Hidroponik bebas bencana alam. Dalam indikator ini, total skor persepsi

masyarakat sebesar 119/150 x 100%= 79,33%, sehingga interpretasi nilainya

tergolong setuju.

44
Hal yang melatarbelakangi persepsi masyarakat sangat setuju dan setuju

bahwa Hidroponik bebas bencana alam adalah karena Hidroponik tidak

menggunakan tanah dan sangat mudah untuk dipindahkan jika terjadi bencana

alam seperti banjir, sedangkan menurut responden yang ragu-ragu dan tidak

setuju, alasannya bila tidak dikontrol dengan baik airnya, akan terjadi kekeringan

sehingga akan berdampak buruk pada Hidroponik, jika Hidroponik dibuat tanpa

menggunakan green house maka jika cuaca hujan akan juga sangat berdampak

buruk bagi kualitas tanaman Hidroponik.

11. Baik untuk Kawasan Perkotaan

Tabel 19 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 24 (80,00%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 6 (20,00%)

setuju. Dalam indikator ini, total skor persepsi masyarakat sebesar 144/150x100%

= 96,00%, sehingga interpretasi nilainya tergolong sangat setuju.

45
12. Agrowisata

Tabel 20 menunjukkan bahwa sebagian besar responden, yaitu 16 (53,33%)

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong setuju, serta terdapat 11 (36,67%)

sangat setuju ,terdapat juga 3 (10,00%) yang ragu-ragu. Dalam indikator ini, total

skor persepsi masyarakat sebesar 128/150 x 100% = 85,33%, sehingga interpretasi

nilainya tergolong sangat setuju. Hal yang melatarbelakangi persepsi masyarakat

sangat setuju dan setuju bahwa Hidroponik baik dikembangkan untuk kawasan

perkotaan karena Hidroponik adalah salah satu bentuk urban farming atau teknik

bercocok tanam yang memanfaatkan lahan kota, sehingga kota akan menjadi lebih

hijau jika masyarakat kota melakukan pertanian Hidroponik dimasing-masing

pekarangan rumah mereka.

46
Hal yang melatarbelakangi persepsi masyarakat menyatakan sangat setuju

dan setuju bahwa Hidroponik dapat dijadikan agrowisata karena keragaman jenis

serta keindahan yang dimiliki oleh setiap tipe Hidroponik berbeda sehingga

membuat wisatawan tertarik untuk melihat Hidroponik tersebut serta ingin

mencoba untuk membuatnya. Sejalan dengan itu, saat ini Hidroponik di Kota

Manado mulai diminati. Hal ini nampak dalam pameran-pameran di Kota Manado

dan Bitung teknik pertanian Hidroponik diperkenalkan dan diperlihatkan.

Sedangkan menurut responden yang raguragu, alasannya tergantung pada

keberhasilan pembuatan Hidroponik tersebut. Hidroponik yang alat dan

tanamannya tidak tertata dengan rapi dan baik maka tidak akan menarik minat

untuk dilihat sehingga sebaiknya tidak ditunjukkan kepada orang-orang atau

wisatawan.

47
4.3 Pembahasan

Total Persepsi Secara Keseluruhan Penilaian persepsi masyarakat Kelurahan

Majidi Kota Selong terhadap Hidroponik secara keseluruhan dapat dilihat pada

Tabel 21.

Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa hasil penilaian responden

terhadap persepsi masyarakat Kelurahan Majidi Kota Selong secara keseluruhan

adalah Sangat Setuju dengan total bobot 1.515. Penilaian dari variabel Faktor

Internal dengan sub variabel yang meliputi lahan dengan bobot 134, Higienitas

48
dengan bobot 131, Bebas hama dengan bobot 108, Kepraktisan dengan bobot 126,

Banyak nutrisi dengan bobot 113, Kualitas sempurna dengan bobot 126, Daur

ulang dengan bobot 135, Pertumbuhan tanaman cepat dengan bobot 115,

Kreativitas dengan bobot 136, dan Bebas bencana alam dengan bobot 119.

Dengan jumlah pada variabel Fakto Internal yaitu 1.243 yang berkategorikan

Sangat Setuju. Penilaian pada Faktor Eksternal dengan sub-variabel yang meliputi

Baik untuk kawasan perkotaan dengan bobot 144, dan Agrowisata dengan bobot

128. Dengan jumlah pada variabel Faktor Eksternal yaitu 272 yang

berkategorikan Sangat Setuju. Cara Perhitungan Skor secara keseluruhan untuk

mengetahui persepsi masyarakat Kelurahan Majidi Kota Selong terhadap

Hidroponik: Jumlah Skor Seluruh Kriterium = Capaian Jumlah Skor x Jumlah

Responden x Jumlah

Jumlah skor ideal untuk keseluruhan pertanyaan = 1800 (Sangat Setuju),

sedangkan jumlah skor terendah adalah 360 (Sangat Tidak Setuju) berdasarkan

hasil pengolahan data, maka diperoleh total skor 1515. Untuk mendapatkan

gambaran yang jelas mengenai persepsi secara keseluruhan.

Jumlah skor sebanyak 1515 untuk persepsi masyarakat secara keseluruhan

skor (1080- 1800) yang berkategorikan Sangat Setuju. Hal ini menyatakan

masyarakat di Kelurahan Majidi Kota Selong Sangat Setuju dengan Pertanian

Hidroponik karena masyarakat berpendapat dengan Hidroponik masyarakat dapat

memproduksi sayuran sendiri yang sehat dirumah serta dapat meningkatkan

penghijauan di daerah perkotaan. Melihat persepsi masyarakat yang sangat setuju

terhadap pertanian Hidroponik maka dapat dikatakan bahwa menurut responden,

49
Hidroponik sangat bermanfaat serta membawa dampak yang baik bagi masyarakat

khususnya masyarakat perkotaan. Analisis yang digunakan merupakan analisis

deskriptif yang dianalisis dengan menggunakan Skala Likert menurut,

Riduwan (2008) dalam buku rumus dan data analisis statistika sebagai

berikut :

Skala Persepsi Masyarakat Terhadap Hidroponik Secara Keseluruhan

Persentase. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Skala Likert, maka dapat

diketahui bahwa angka indeks persepsi masyarakat terhadap tanaman Hidroponik

di Kelurahan Majidi Kota Selong adalah sebesar 84,16 % dan tergolong dalam

kategori Sangat Setuju. Hasil wawancara pada responden yang tinggal di

Kelurahan Majidi Kota Selong menunjukkan persepsi masyarakat terhadap

Hidroponik sangat baik. Masyarakat sangat setuju dengan adanya teknik pertanian

dengan menggunakan Hidroponik, masyarakat berpendapat bahwa Hidroponik

sangat bermanfaat bagi masyarakat karena dengan Hidroponik maka masyarakat

dapat mengkonsumsi buah dan sayur yang sehat tanpa menggunakan bahan-bahan

kimia. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat di Kelurahan Majidi

Kota Selong manfaat Hidroponik menurut masyarakat yaitu tidak perlu bersusah

payah mencari lahan untuk bercocok tanam, dapat memanfaatkan barangbarang

bekas dirumah, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berhidroponik, dan

tidak menggunakan tanah seperti pertanian konvensional sehingga pelaku

Hidroponik tidak perlu bersentuhan dengan cacing. Responden juga memberikan

saran agar Hidroponik harus lebih dikembangkan lagi khususnya di daerah

perkotaan, responden juga menyarankan agar pemerintah dapat memberikan

50
informasi lewat penyuluhan-penyuluhan tentang keuntungan Hidroponik kepada

masyarakat yang belum mengetahui tentang Hidroponik serta menyediakan nutrisi

Hidroponik yang cukup banyak bagi masyarakat yang melakukan pertanian

Hidroponik.

51
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian persepsi masyarakat terhadap Hidroponik di Kelurahan

Majidi Kota Selong dapat dikategorikan Sangat Setuju. Hal ini menunjukkan

bahwa masyarakat sangat menyukai pertanian Hidroponik. Mereka berpendapat

bahwa Hidroponik sangat bermanfaat dan membawa dampak yang sangat baik

bagi masyarakat.

5.2 Saran

Kiranya Hidroponik dapat lebih lagi dikembangkan di daerah perkotaan,

kiranya pemerintah boleh membantu untuk meningkatkan pertanian Hidroponik

lewat sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat untuk bisa melakukan

pertanian Hidroponik. Pemerintah Lombok Timur dapat menyediakan dan

memproduksi nutrisi Hidroponik sendiri sehingga nutrisi Hidroponik dapat dibeli

di SElong dan tidak lagi harus didapatkan dari di luar daerah.

52
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. Desain Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan


Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers,
2019.

Allen, P.G. 1981. The use of plastics in protected cropping. Scientific Horticulture
32: 78-85

Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2016.

Bugbee, B. 2003. Nutrient management in recirculating hydroponik culture. Paper


presented at The South Pacific Soil-less Culture Conference, Feb 11, 2003
in Palmerston North, New Zealand

Chadwick, Bruce A. Desain Penelitian Ilmu Sosial, (terjemahan), Sulistia


ML.Semarang: IKIP Press, 2017.

Chaney, R. and B. Coulombe. 1982. Effect of phosphate on regulation of Fe-stress


in soybean and peanut. J. Plant Nutr. 5: 121-144

Cherif, M., J. Menzies, D. Ehret, C. Boganoff, and R. Belanger. 1994. Yield of


cucumber infected with Pythium aphanidermatum when grown with soluble
silicon. Hort.Sci. 29:896-897

Chong, P. C. and T. Ito. 1982. Growth, fruit yield and nutrient absorption of
tomato plants as influenced by solution temperature in nutrient film
technique. J. Japan Soc. Hort. Sci. 51 (1): 44-50

Chow, V. 1990. The Commercial approach in hydroponics. International Seminar


on Hydroponic Culture of High Value Crops in the Tropics in Malaysia,
November 25-27, 1990.

Del Rosario, A. Dafrosa, and P.J.A. Santos. 1990. Hydroponic culture of crops in
the Philippines: Problems and prospect. International Seminar on
Hydroponic Culture of High Value Crops in the Tropics in Malaysia,
November 25-27, 1990.

R. Rosliani dan N. Sumarni : Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem


Hidroponik Balai Penelitian Tanaman Sayuran

53
Dixon, G.R. 1988. Growing hydroponic crops using perlite. Department of
Horticulture, West of Scotland College.

Jensen, M.H. 1990. Hydroponic culture for the tropics : Opportunities and
alternatives. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value
Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27, 1990.

Jensen, M.H. and W.L. Collins. 1985. Hydroponic vegetable production.


Horticulture review vol 7.

Kim, Kwang-Young. 1990. Status and prospect of hydroponics crop production in


Korea. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value Crops
in the Tropics, in Malaysia, November 25-27, 1990.

Kao, Te-Chen. 1990. The dynamic root floating hydroponic technique: Prospect
in development of the year round vegetable production technology in
Taiwan, RDC. International Seminar on Hydroponic Culture of High Value
Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27, 1990.

Marvel, M.E. 1974. Hydroponic culture of vegetable crops. University of Florida,


Gainesville, Florida. Mizrahi, Y. 1988. Effect of salinity on tomato fruit
ripening. Plant Physiology 69: 966-970

Raffar, K.A. 1990. Hydroponics in tropica. International Seminar on Hydroponic


Culture of High Value Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27,
1990. Monografi No. 27, Tahun 2005 R. Rosliani dan N. Sumarni :
Budidaya Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik Balai Penelitian
Tanaman Sayuran

Rault, P.A. 1990. A tunnel greenhouse adapted to the tropical lowland climate.
Acta Horticulturae 281: 95-103. Resh, H.M. 1985. Hydroponic food
production. Woodbridge Press Publishing Co., California.

Robinson, D.W. 1990. Development with plastic structure and materials for
horticultural crops. International Seminar on Hydroponic Culture of High
Value Crops in the Tropics in Malaysia, November 25-27, 1990.

Rosliani, R., N. Sumarni, N. Nurtika, dan Suwandi. 1999. Budidaya sayuran


secara vertikultur di daerah urban dan periurban. Lap. Hasil Penel.

Schipper, P.A. 1979. The nutrient flow technique. Cornell University. Ithaca, New
York.

Subur, Suwandi, dan A.A. Asandhi. 1983. Pengaruh media tumbuh dalam kultur
hidroponik pada pertumbuhan dan hasil tomat. Bul. Penel. Hort. 10 (2): 7-16

54
Subur dan Suwandi. 1985. Formula larutan nutrisi bagi tanaman brocoli pada
kultur pasir. BPH Lembang

Sumarni, N dan R. Rosliani. 2001. Media tumbuh dan waktu aplikasi larutan hara
untuk penanaman cabai merah secara hidroponik. J. Hort 11 (4):237 – 243
Monografi No. 27, Tahun 2005 R. Rosliani dan N. Sumarni : Budidaya
Tanaman Sayuran dengan Sistem Hidroponik Balai Penelitian Tanaman
Sayuran

Sumarni, N., R. Rosliani dan Suwandi. 2001. Pengaruh kerapatan tanaman dan
jenis larutan hara terhadap produksi umbi mini bawang merah asal biji
dalam kultur agregat hidroponik. J. Hort. 11 (3): 163 - 169

Suwandi. 1993. Pengaruh media dan hara dalam kultur agregat hidroponik
tanaman cabai paprika. Bul. Penel. Hort. 25 (3):8-13

Suwandi, A. Hidayat, dan Rini Rosliani. 1995. Kultur agregat dalam sistem
hidroponik tanaman tomat. Bul. Penel. Hort. 27. (3): 28- 37

Suwandi dan R. Rosliani. 1994. Efisiensi formula larutan nutrisi dalam kultur
agregat tomat. Lap. Hasil Penel. Balithor. Suwandi dan Subur. 1986.
Pengaruh macam formula larutan hara dalam kultur hidroponik pada
tanaman paprika. Bull. Penel. Hort. 14 (2): 8-14.

Tajudin, A. and M.R. Ismail. 1990. Growth and yield of NFT-grown tomatoes as
influenced by different solution concentration. International Seminar on
Hydroponic Culture of High Value Crops in the Tropics in Malaysia,
November 25-27, 1990.

Valamis, J. and D. Williams. 1967. Manganese and silicon interaction in the


Gramineae. Plant and Soil 28:131-140.

Winslow, M. 1992. Silicon, disease resistance and yield of rice genotypes under
upland cultural conditions. Crop Sci 32 :1208- 1213. Monografi No. 27,
Tahun 2005 R. Rosliani dan N. Sumarni : Budidaya Tanaman Sayuran
dengan Sistem Hidroponik Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Winsor, G.W., R.G. Hurd and D. Price. 1979. Nutrient Film Technique. Grower
Bulletin 5. Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, England.

van Pol, H.W. 1984. Bemestingsleer in de Tuinbouw. Culemborg, The


Netherlands.

von Zabeltitz, C. 1988. Greenhouse design for warmer climates. Plasticulture 80:
39-50

55
Lampiran

Intrumen Penelitian

a. Pedoman Wawancara

1. Daftar pertanyaan untuk petani hidroponik

a) Apa saja produk yang dijual kepada konsumen?

b) Berapa kisaran rata-rata harga yang anda tawarkan dengan

konsumen?

c) Apa selama ini pelayanan yang diberikan kepada para konsumen

sudah maksimal?

d) Apa selama ini memiliki target khusus tujuan penjualan anda

misalkan sasaran untuk pedagang kebab, pedagang pasar, ibu

rumah tangga?

e) Bagaimana anda akan memasarkan produk sayuran hidroponik

milik anda?

f) Bagaimanakah kondisi toko serta barang dagangan saat ini?

2. Daftar wawancara untuk masyarakat

g) Apa yang anda ketahui tentang pertanian hidroponik?

h) Menurut anda, apa beda pertanian hidroponik dengan yang tidak

hidroponik?

i) Apakah anda pernah mendapatkan informasi dari media seputar

hidroponik?

j) JIka ya, apa informasi yang anda peroleh tersebut?

k) Menurut anda, apa manfaat sistem hidroponik?

56
l) Menurut anda apa kelebihan atau keunggulan sistem hidroponik/

m) Apakah anda memperbincangkan hidroponik saat kumpul dengan

tetangga?

n) Apakah anda membicarakan sistem hidroponik dengan keluarga?

o) Apakah di sekitar lingkungan anda ada petani hidroponik?

p) Apakah anda pernah mengkonsumsi hasil hidroponik?

q) Jika ya, apa saja yang anda konsumsi itu?

57

Anda mungkin juga menyukai