Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

AZAS DAN PRINSIP-PRINSIP


BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM (BKPI)

RATNAWATI
NIM. 210102002

Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Islam (BKPI)


Institut Elkatarie Lombok Timur

PENDAHULUAN

Secara etimologis kata Bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa


Inggris “guidance”. Kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata
benda) yang berasal dari kata kerja“to guide”artinya menunjukkan,
membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. Jadi, kata
“guidance” berarti pemberian petunjuk; pemberian bimbingan atau tuntunan
kepada orang lain yang membutuhkan. Sesuai dengan istilahnya, maka secara
umum dapat diartikan sebagai suatu bantuan tuntunan. Namun, walaupun
demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan.
Jika misalnya, ada seorang mahasiswi dating kepada dosen wali sebagai
pembimbing akademiknya menyampaikan bahwa sampai saat terakhir
pembayaran uang SPP hari ini, uang kirimannya belum dating, kemudian dosen
pembimbing akademiknya meminjamkan mahasiswi tersebut uang untuk
membayar SPP, tentu bantuan ini bukan termasuk bentuk bantuan yang
dimaksudkan dengan pengertian bimbingan (guidance).

1
Pengertian Bimbingan dan bantuan menurut terminologi Bimbingan dan
Konseling harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana yang dimaksud
dengan pengertian guidance dan konseling. Definisi Bimbingan yang pertama
dikemukakan dalam Year’s Book Of Education 1955, yang menyatakan:
Guidance is a process of helping individual through their own effort to discover
and develop their potentialities both for personal happiness and social
usefulness. Bimbingan adalah suatu proses membantu individu melalui usahanya
sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar
memperoleh kebahagian pribadi dan kemanfaatan sosial.
Menurut bahasa konseling adalah terjemahan dari “counseling” yang
berasal dari kata kerja “to counsel” dalam kata lain berarti “to give advice” atau
memberikan saran dan nasihat atau memberi anjuran kepada orang lain secara
tatap muka (face to face). Dalam bahasa Indonesia, pengertian konseling juga
dikenal dengan istilah PENYULUHAN. Selain itu counseling dalam bahasa
Indonesia juga berarti proses interaksi. Konseling merupakan bagian dari
bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. Dewa Ketut Sukardi
mengatakan “(counseling is the heart of guidance) layanan konseling adalah
jantung hati layanan bimbingan”. Dan Ruth Strang mengatakan bahwa :
“counseling is a most important tool of guidance”, jadi konseling merupakan inti
dari alat yang paling penting dalam bimbingan. Hal ini disebabkan karena
bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan yang integral.
Bimbingan Konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Bimbingan
dan konseling Islam dalam pendidikan sangat penting sehingga penting sekali
untuk memahami secara awal mula perjalanan sejarah terbentuknya layanan
bimbingan dan konseling di sekolah. Lahirnya Bimbingan dan konseling dapat
di pahami bahwa adanya persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat Barat,
yaitu gangguan mental dan penanganan persoalan pendidikan dan pekerjaan di
sekolah
Selanjutnya Rochman Natawidjaja mendefinisikan bahwa konseling
merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan.

2
Konseling dapat diartikan sebagai hubungan timbale balik antara dua individu,
dimana yang seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-
masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
Beberapa pengertian yang sudah dijelaskan di atas, dapat dikaitkan satu
dengan lainnya sehingga menjadi sebutan Bimbingan Konseling Pendidikan
Islam yang mempunyai arti bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka
upaya penemuan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan
dalam hal membantu individu belajar mengembangkan fitrah dan atau kembali
kepada fitrah dengan cara memberdayakan (empowering) iman, akal, dan
kemauan yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya untuk mempelajari tuntunan
Allah dan Rasulnya, agar fitrah yang ada pada individu berkembang dengan
benar dan kokoh sesuai dengan tuntunan Allah SWT, sehingga proses pemberian
bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang
dibimbing agar tercapai kemandirian.

FUNGSI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


Secara teoritikal fungsi bimbingan dan konseling secara umum adalah
sebagai fasilitator dan motivator klien dalam upaya mengatasi dan memecahkan
problem kehidupan klien dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.
Fungsi ini dapat dijabarkan dalam tugas kegiatan yang bersifat preventif
(pencegahan) terhadap segala macam gangguan mental, spiritual dan
environmental (lingkungan) yang menghambat, mengancam, atau menantang
proses perkembangan hidup klien. Juga dijabarkan dalam kegiatan pelayanan
yang bersifat repressive (kuratif atau penyembuhan) terhadap segala bentuk
penyakit mental dan spiritual atau physical klien dengan cara melakukan referral
(pelimpahan) kepada para ahlinya, misalnya ahli kedokteran jiwa (psychiatrist),
ahli jiwa (psychologist), atau ahli kedokteran umum ( dokter kesehatan), ahli
psikoterapi, dan sebagainya.
Adapun tugas bimbingan dan konseling secara umum adalah
memberikan pelayanan kepada klien agar mampu mengaktifkan potensi fisik
dan psikisnya sendiri dalam menghadapi dan mencegah kan berbagai kesulitan

3
hidup yang dirasakan sebagai penghalang atau penghambat perkembangan lebih
lanjut dalam bidang bidang tertentu. Menurut Arthur J. Jones dan harald C.
Hand, dalam bukunya guidance in purpose living, bahwa antara bimbingan dan
pendidikan tidak dapat dipisahkan dalam proses, terutama yang berkaitan
dengan upaya membantu anak didik menemukan atau memenuhi berbagai
kebutuhan hidupnya sesuai dengan kemampuan. Juga dalam upaya
mengembangkan tujuan tujuan hidupnya, serta dalam proses merealisasikan
tujuan tersebut.
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa bimbingan dan konseling bertujuan
agar peserta didik dapat menemukan dirinya, mengenal dirinya, dan mampu
merencanakan masa depannya. Dalam hubungan ini bimbingan dan konseling
berfungsi sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing
peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang
utuh dan mandiri. Oleh karena itu, pelayanan bimbingan dan konseling sejumlah
fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan dan konseling.
Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pemahaman, fungsi pencegahan,
fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan dan pengembangan, dan fungsi
advokasi.
1. Fungsi Pemahaman
Fungsi pemahaman, yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai
dengan kepentingan pengembangan peserta didik. Fungsi pemahaman ini
meliputi:
a. Pemahaman tentang diri peserta didik sendiri, terutama oleh peserta didik
sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing;
b. Pemahaman tentang lingkungan peserta didik, termasuk di dalamnya
lingkungan keluarga dan sekolah terutama oleh peserta didik sendiri, orang
tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing;
c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas (termasuk di dalamnya
informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi sosial dan
budayanya/nilai-nilai), terutama oleh peserta didik.

4
2. Fungsi Pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan
menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai
permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu,
menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu
dalam proses perkembangannya. beberapa kegiatan bimbingan yang dapat
berfungsi pencegahan antara lain: program orientasi, program bimbingan
karir, program pengumpulan data, dan program kegiatan kelompok.
3. Fungsi Pengentasan
Istilah fungsi pementasan ini digunakan sebagai pengganti istilah
fungsi kuratif atau fungsi terapeutik dengan arti pengobatan atau
penyembuhan. tidak digunakannya kedua istilah tersebut karena istilah itu
berorientasi bahwa peserta didik yang dibimbing (klien) adalah orang yang
“sakit” serta untuk mengganti istilah “fungsi perbaikan” yang mempunyai
konotasi bahwa peserta didik yang dibimbing (klien) adalah orang yang
“tidak baik” atau “rusak”. dalam pelayanan bimbingan dan konseling
pemberian label atau berasumsi bahwa peserta didik atau klien adalah orang
“sakit” atau”rusak” sama sekali tidak boleh dilakukan. melalui fungsi
pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan tertuntaskan atau
teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik. pelayanan
bimbingan dan konseling berusaha membantu memecahkan masalah-masalah
yang dihadapi oleh peserta didik, baik dalam sifatnya nya, jenisnya, maupun
bentuknya. pelayanan dan pendekatan yang dipakai dalam pemberian bantuan
ini dapat bersifat konseling perorangan ataupun konseling kelompok.
4. Fungsi Pemeliharaan Dan Pengembangan
fungsi pemeliharaan dan pengembangan adalah fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan terpeliharanya dan perkembangannya
beberapa potensi dan kondisi positif peserta didik dalam rangka
perkembangan dirinya secara terarah, mantap, dan berkelanjutan. Dalam
fungsi ini, hal-hal yang dipandang sudah bersifat positif dijaga agar tetap baik
dan dimantapkan. Dengan demikian, peserta didik diharapkan dapat mencapai
perkembangan kepribadian secara optimal.

5
5. Fungsi Advokasi
Fungsi advokasi yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pembelaan (advokasi) terhadap peserta didik dalam rangka
upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal. Fungsi-fungsi tersebut
diwujudkan melalui diselenggarakannya berbagai jenis layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling untuk mencapai hasil sebagaimana yang terkandung
di dalam masing-masing fungsi tersebut. setiap layanan dan kegiatan
Bimbingan Konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu
kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil yang hendak dicapai
dapat diidentifikasi dan dievaluasi dengan jelas. Secara keseluruhan, jika
semua fungsi tersebut telah terlaksana dengan baik, dapatlah dikatakan bahwa
peserta didik akan mampu berkembang secara wajar dan mantap menuju
aktualisasi diri secara optimal pula. Keterpaduan semua fungsi tersebut akan
sangat membantu perkembangan peserta didik secara terpadu pula.

PEMBAHASAN

AZAS-AZAS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai
dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan, penyikapan (yang
meliputi unsur-unsur kognisi, afeksi, dan perlakuan) konselor terhadap kasus,
pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-kaidah yang
menjamin efisien dan efektivitas proses dan lain-lainnya. Kaidah-kaidah tersebut
didasarkan atas tuntutan keilmuan layanan di satu segi (antara lain bahwa layanan
harus didasarkan atas data dan tingkat perkembangan klien), dan tuntutan
optimalisasi proses penyelenggaraan layanan di segi lain (yaitu antara lain suasana
konseling ditandai oleh adanya kehangatan, pemahaman, penerimaan, kebebasan
dan keterbukaan, serta berbagai sumber daya yang perlu diaktifkan). dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-kaidah tersebut
dikenal dengan Asas-Asas Bimbingan Dan Konseling, yaitu ketentuan-ketentuan
yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu. Apabila asas-asas itu
di ikuti dan terselenggara dengan baik sangat dapat diharapkan proses pelayanan
mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan; sebaliknya, apabila asas-asas

6
itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu
justru berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat
merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan
dan konseling itu sendiri.
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan,
keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan,
kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan Tut Wuri Handayani.
1. Asas Kerahasian
Segala sesuatu yang dibicarakan klien kepada konselor tidak boleh disampaikan
kepada orang lain, atau lebih lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau
tidak layak diketahui orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci
dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan,
maka penyelenggara atau memberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari
semua pihak; terutama penerima bimbingan klien sehingga mereka akan mau
memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.
Sebaliknya, jika konselor tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik,
maka hilanglah kepercayaan klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan
tidak dapat tempat di hati klien dan para calon klien; mereka takut untuk
meminta bantuan, sebab khawatir masalah dan diri mereka akan menjadi bahan
gunjingan. Apabila hal terakhir itu terjadi, maka tamatlah riwayat pelayanan
bimbingan dan konseling di tangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh
klien itu.
2. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik
dari pihak si terbimbing atau klien, maupun dari pihak konselor. Klien
diharapkan secara suka dan rela tanpa ragu-ragu atau pun merasa terpaksa,
menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan segenap fakta,
data, dan seluk beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor; dan
konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau
dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.

7
3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan konseling sangat diperlukan suasana
keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor maupun keterbukaan dari klien.
Keterbukaan ini bukan hanya sekadar bersedia menerima saran-saran dari luar,
malahan lebih dari itu, diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan
bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Individu yang
membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara sejujur mungkin dan
berterus terang tentang dirinya sendiri sehingga dengan keterbukaan ini
penelaahan serta pengkajian berbagai kekuatan dan kelemahan si terbimbing
dapat dilaksanakan. Keterusterangan dan kejujuran si terbimbing akan terjadi
jika si terbimbing tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan;
maksudnya, si terbimbing telah betul-betul mempercayai konselornya dan benar-
benar mengharapkan bantuan dari konselornya.
Lebih jauh, keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu
bahwa konselornya pun terbuka. Keterbukaan di sini ditinjau dari dua arah. Dari
pihak klien diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri sehingga apa
yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (dalam hal ini konselor),
dan kedua mau membuka diri dalam arti mau menerima saran saran dan
masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud
dengan kesediaan konselor menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan
mengungkapkan diri konselor sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh
klien. Dalam hubungan yang bersuasana seperti itu, masing-masing pihak
bersifat transparan (terbuka) terhadap pihak lainnya.
4. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang
dirasakan bukan masalah yang sudah lampau, dan juga bukan masalah yang
mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu
yang menyangkut masa lampau dan/atau masa yang akan datang yang perlu
dibahas dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu pembahasan
tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau latar depan dari masalah
yang dihadapi sekarang, sehingga masalah yang sedang dialami dapat
terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada dasarnya pertanyaan

8
yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang sehingga
kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh
menunda-nunda pemberian bantuan. jika diminta bantuan oleh klien atau jelas
jelas terlihat misalnya adanya siswa yang mengalami masalah, maka konselor
hendaklah segera memberikan bantuan. konselor tidak selayaknya menunda-
nunda memberi bantuan dengan berbagai dalih. dia harus mendahulukan
kepentingan klien daripada yang lain lain. jika dia benar-benar memiliki alasan
yang kuat untuk tidak memberikan bantuannya kini, maka dia harus dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu justru untuk
kepentingan klien.
5. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing
dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada
konselor. individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri
dengan ciri-ciri pokok mampu:
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya;
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis;
c. Mengambil keputusan untuk dapat oleh diri sendiri;
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu; dan
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat dan
kemampuan kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah disesuaikan dengan
tingkat perkembangan dan peranan klien dalam kehidupannya sehari-hari.
Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah dari keseluruhan proses
konseling, dan hal itu didasari baik oleh konselor maupun klien.
6. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah yang
berarti bila klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan
bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan konseling tidak akan
tercapai dengan sendirinya, melainkan harus dengan kerja giat dari klien sendiri.
konselor hendaklah membangkitkan semangat klien sehingga ia mampu dan mau

9
melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam penyelesaian masalah yang
menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multi-dimensional” yang tidak
hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dan konselor. Dalam
konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan masih harus terselenggara,
yaitu klien aktif menjalani proses konseling dan aktif dalam
melaksanakan/menerapkan hasil-hasil konseling.
7. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya
perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Perubahan itu tidaklah sekadar mengulang hal yang lama, yang bersifat
menoton, melainkan perubahan yang selalu menuju ke suatu pembaruan, sesuatu
yang lebih maju, dinamis sesuai dengan arah perkembangan klien yang
dikehendaki. Asas kedinamisan mengacu pada hal-hal baru Yang hendaknya
terdapat pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memajukan sebagai aspek
kepribadian klien. sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek
kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi Dan terpadu justru
akan menimbulkan masalah. Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus
diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. jangan
hendaknya aspek layanan yang satu tidak serasi dengan aspek layanan yang lain.
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki wawasan
yang luas tentang perkembangan klien dan aspek aspek lingkungan klien, serta
berbagai sumber yang dapat diaktifkan untuk menangani masalah klien.
kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi Dan saling menunjang dalam
upaya bimbingan dan konseling.
9. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-
norma yang berlaku baik ditinjau dari norma agama, Norma adat, norma
hukum/negara, norma ilmu, maupun kebiasaan sehari-hari. asas kenormatifan ini
diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan

10
konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada.
Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang
dari norma-norma yang dimaksudkan.
Ditiliti dari permasalahan klien, barangkali pada awalnya ada materi
bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan norma ( misalnya klien
mengalami masalah melanggar norma-norma tertentu), namun justru dengan
pelayanan bimbingan dan konseling lah tingkah laku yang melanggar norma itu
diarahkan kepada yang lebih bersesuaian dengan norma.
10. Asas Keahlian
Usaha bimbingan konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur
dan sistematik dengan menggunakan prosedur, teknik dan alat (instrumentasi
bimbingan dan konseling) yang memadai. untuk itu para konselor perlu
mendapat latihan secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai
keberhasilan usaha pemberian layanan. Pelayanan bimbinganpelayanan
bimbingan dan konseling adalah pelayanan profesional yang diselenggarakan
oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus mendidik untuk pekerjaan itu. Asas
keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor (misalnya pendidikan
sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. Teori dan
praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang
konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktek konseling secara
baik.
11. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas alih tangan
jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu
individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana
yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada
petugas atau badan yang lebih ahli. di samping itu asas ini juga mengisyaratkan
bahwa pelayanan bimbingan konseling hanya menangani masalah masalah
individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, dan setiap
masalah ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu. Hal yang terakhir itu
secara langsung mengacu kepada batasan yang telah diuraikan pada bab 2,
bahwa bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-individu

11
yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun rohani) dan bekerja
dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah masalah kriminal ataupun
perdata.
12. Asas Tut Wuri Handayani
Asas ini menunjuk pada suasana umum Yang hendaknya tercipta dalam
rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan klien. lebih-lebih di
lingkungan di sekolah, asas ini makin dirasakan keperluannya dan bahkan perlu
dilengkapi dengan “ ing ngarai sung tulodo, ing madya Mangun Karso”. Asas
Tut Wuri Handayani merupakan asas yang diadopsi dari nilai-nilai
pendidikan Ki Hajar Dewantara Asas Tut Wuri Handayani adalah asas yang
menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat
menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan
keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada konseli untuk berkembang maju sesuai dengan potensi
yang dimiliki konseli.

PRINSIP-PRINSIP LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING


PENDIDIKAN ISLAM
Prinsip merupakan paduan hasil kajian teoritik dan telaah lapangan yang
digunakan sebagai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan. dalam
pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya
bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis
tentang hakikat manusia, perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks
sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi, dan proses penyelenggaraan
bimbingan dan konseling. Misalnya Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa:
a. Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak
terkandung kebaikan-kebaikan; setiap pribadi mempunyai potensi dan
pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensi nya
itu.
b. Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik; seseorang
anak berbeda dari yang lain.

12
c. Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam
pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang
sehat.
d. Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya
untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan
umumnya.
e. Bimbingan adalah pelayanan, unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli
dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan
bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.
Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-
butir tersebut belum merupakan prinsip-prinsip yang jelas aplikasinya dalam
praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalisasinya
harus ditambahkan. Rumusan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada
umumnya berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan
proses penanganan masalah, program pelayan, penyelenggaraan pelayanan.
Berikut ini dicatatkan sejumlah prinsip bimbingan dan konseling yang diramu
dari sejumlah sumber (Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960;
Miller & Grueling, 1978).
1. Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu,
baik secara perorangan maupun kelompok. Individu-individu itu sangat
bervariasi, misalnya dalam hal umurnya, jenis kelaminnya, status sosial
ekonomi keluarga, kedudukan, pangkat dan jabatan nya, keterikatannya
terhadap suatu lembaga tertentu, dan variasi-variasi lainnya. Berbagai variasi
itu menyebabkan individu yang satu berbeda dari yang lainnya. Masing-
masing individu adalah unik. Secara lebih khusus lagi, yang menjadi sasaran
pelayanan pada umumnya adalah perkembangan dan peri kehidupan individu,
namun secara lebih nyata dan langsung adalah sikap dan tingkah lakunya.
Sebagaimana telah di singgung terdahulu, sikap dan tingkah laku
individu amat dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian dan kondisi diri
sendiri, serta kondisi lingkungannya. Variasi dan keunikan keindividualan,

13
aspek-aspek pribadi dan lingkungan, serta sikap dan tingkah laku dalam
perkembangan dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-
prinsip bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu, tanpa memandang
umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan sikap dan tingkah laku
individu yang berbentuk dari berbagai aspek kepribadian yang kompleks
dan unik; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling perlu
menjangkau keunikan dan kekompleksan pribadi individu.
c. Untuk mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan
kebutuhan individu itu sendiri perlu dikenali dan dipahami keunikan setiap
individu dengan berbagai kekuatan, kelemahan, dan permasalahannya.
d. Setiap aspek pola kepribadian yang kompleks seorang individu
mengandung faktor-faktor yang secara potensial mengarah kepada sikap
dan pola-pola tingkah laku yang tidak seimbang. oleh karena itu pelayanan
bimbingan dan konseling yang bertujuan mengembangkan penyesuaian
individu terhadap segenap bidang pengalaman harus mempertimbangkan
berbagai aspek perkembangan individu.
e. Meskipun individu yang satu dan lainnya adalah serupa dalam berbagai
hal, perbedaan individu harus dipahami dan dipertimbangkan dalam
rangka upaya yang bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada
individu-individu tertentu, baik mereka itu anak-anak, remaja ataupun
orang dewasa.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
Berbagai faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan
individu tidaklah selalu positif. faktor-faktor yang mempengaruhi negatif
akan menimbulkan hambatan hambatan terhadap kelangsungan
perkembangan dan kehidupan individu yang akhirnya menimbulkan masalah
tertentu pada diri individu. Masalah-masalah yang timbul 1001 macam dan
sangat bervariasi, baik dalam jenis dan intensitasnya. secara ideal pelayanan
bimbingan dan konseling ingin membantu semua individu dengan berbagai
masalahnya itu. Namun, sesuai dengan keterbatasan yang ada pada dirinya

14
sendiri, pelayanan bimbingan dan konseling hanya mampu menangani
masalah klien secara terbatas. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan hal itu
adalah:
a. Meskipun pelayanan bimbingan dan konseling menjangkau setiap tahap
dan bidang perkembangan dan kehidupan individu, namun bidang
bimbingan pada umumnya dibatasi hanya pada hal-hal yang menyangkut
pengaruh kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya
di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan
pekerjaan, serta dalam kaitanya dengan kontak sosial dan pekerjaan, dan
sebaliknya pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik
individu.
b. Keadaan sosial, ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan
merupakan faktor salah satu pada diri individu dan hal itu semua menuntut
perhatian sama dari para konselor dalam mengentaskan masalah klien.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling baik diselenggarakan
secara” insidental”, maupun terprogram. Pelayanan” insidental” diberikan
kepada klien klien yang secara langsung (tidak terprogram atau terjadwal)
kepada konselor untuk meminta bantuan. Konselor memberikan pelayanan
kepada mereka secara langsung pula sesuai dengan permasalahan klien pada
waktu mereka itu datang. Konselor memang tidak menyediakan program-
program khusus untuk mereka. Klien-klien “insidental” seperti itu biasanya
datang dari luar lembaga tempat konselor bertugas. Pelayanan “insidental” itu
merupakan pelayanan konselor yang sedang menjalankan “praktek pribadi”.
Untuk warga lembaga tempat konselor bertugas, yaitu warga yang
pemberian pelayanan bimbingan dan konseling nya menjadi tanggung jawab
konselor sepenuhnya, konselor dituntut untuk menyusun program pelayanan.
Program ini berorientasi kepada seluruh warga lembaga itu (misalnya sekolah
atau kantor) dengan memperhatikan variasi masalah yang mungkin timbul
dan jenis layanan yang dapat diselenggarakan, rintangan dan unit-unit waktu
yang tersedia (misalnya caturwulan, atau semester, atau bulan), ketersediaan
staff, kemungkinan hubungan antar personal dan lembaga, kemudahan-

15
kemudahan yang tersedia, dan faktor-faktor lainnya yang dapat dimanfaatkan
dan dikembangkan di lembaga tersebut. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
program layanan bimbingan dan konseling itu adalah sebagai berikut:
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses
pendidikan dan pengembangan; oleh karena itu program bimbingan dan
konseling harus disusun dan dipadukan sejalan dengan program
pendidikan dan pengembangan secara menyeluruh.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan
kondisi lembaga (misalnya sekolah), kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Program pelayanan bimbingan dan konseling disusun dan
diselenggarakan secara berkesinambungan kepada anak-anak sampai
dengan orang dewasa; di sekolah misalnya dari jenjang pendidikan
Taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
d. Terhadap pelaksanaan bimbingan dan konseling hendaknya diadakan
penilaian yang teratur untuk mengetahui sejauh mana hasil dan manfaat
yang diperoleh, serta mengetahui kesesuaian antara program yang
direncanakan dan pelaksanannya.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan pelaksanaan layanan
Pelaksanaan pelayanan Bimbingan dan Konseling (baik yang bersifat
“incidental” maupun terprogram) dimulai dengan pemahaman tentang tujuan
layanan. Tujuan ini selanjutnya akan diwujudkan melalui proses tertentu yang
dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, ya itu konselor profesional.
Konselor yang bekerja di suatu lembaga yang cukup besar (misalnya sebuah
sekolah), sangat berkepentingan dengan penyelenggara program program
Bimbingan dan Konseling secara teratur dari waktu ke waktu. Kerjasama
dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar berbagai tempat ia
bekerja perlu dikembangkan secara optimal. Prinsip-prinsip berkenaan
dengan hal-hal tersebut adalah:
a. Tujuan akhir Bimbingan dan Konseling adalah kemandirian setiap
individu; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus
diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri

16
sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang
dihadapinya.
b. Dalam proses konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan
oleh klien hendaklah atas kemauan klien sendiri, bukan karena kemauan
atau desakan dari konselor.
c. Permasalahan khusus yang dialami klien (untuk semua usia) harus
ditangani oleh (dan kalau perlu dialih tangankan kepada) tenaga ahli
dalam bidang yang relevan dengan permasalahan kasus tersebut.
d. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional; oleh karena itu
dilaksanakan oleh tenaga ahli yang telah memperoleh pendidikan dan
latihan khusus dalam bidang bimbingan dan konseling.
e. Guru dan orang Tua memiliki tanggung jawab yang berkaitan dengan
pelayanan bimbingan dan konseling. Oleh karena itu bekerja sama antara
konselor dengan guru dan orang tua amat diperlukan.
f. Guru dan konselor berada dalam satu kerangka upaya pelayanan. oleh
karena itu keduanya harus mengembangkan peranan yang saling
melengkapi untuk mengurangi kebodohan dan hambatan-hambatan yang
ada pada lingkungan individu/siswa.
g. Untuk mengelola pelayanan bimbingan dan konseling dengan baik dan
sejauh mungkin memenuhi tuntutan individu, program pengukuran dan
penilaian terhadap individu hendaknya dilakukan, dan himpunan data
yang memuat hasil pengukuran dan penilaian itu dikembangkan dan
dimanfaatkan dengan baik. Dengan pengadministrasian instrumen yang
benar-benar dipilih dengan baik, data khusus tentang kemampuan
mental, hasil belajar, bakat dan minat, dan berbagai ciri kepribadian
hendaknya dikumpulkan, disimpan, dan dipergunakan sesuai dengan
keperluan.
h. Organisasi program bimbingan hendaknya fleksibel, disesuaikan dengan
kebutuhan individu dengan lingkungannya.
i. Tanggung jawab pengelolaan program bimbingan dan konseling
hendaknya diletakkan di pundak seorang pimpinan program yang terlatih
dan terdidik secara khusus dalam pendidikan bimbingan dan konseling,

17
bekerjasama dengan staf dan personal, lembaga di tempat ia bertugas dan
lembaga-lembaga lain yang dapat menunjang program bimbingan dan
konseling.
j. Penilaian periodik perlu dilakukan terhadap program yang sedang
berjalan. Kesuksesan pelaksanaan program diukur dengan melihat sikap-
sikap mereka yang berkepentingan dengan program yang disediakan
(baik pihak-pihak yang melayani maupun yang dilayani), dan perubahan
tingkah laku mereka yang pernah dilayani.
5. Prinsip-Prinsip Bimbingan Dan Konseling Pendidikan Islam Di Sekolah
Dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling, sekolah
merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya jelas. Di sekolah pelayanan
bimbingan dan konseling diharapkan dapat bertumbuh dan berkembang
dengan amat baik mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial
sangat subur; sekolah memiliki kondisi dasar Yang justru menuntut adanya
pelayanan ini pada kadar yang tinggi. Para siswanya yang sedang dalam tahap
perkembangan yang “meranjak” memerlukan segala jenis layanan bimbingan
dan konseling dalam segenap fungsinya. Para guru terlibat langsung dalam
pengajaran yang apabila pengajaran itu dikehendaki mencapai taraf
keberhasilan yang tinggi, memerlukan upaya penunjang untuk bagi
optimalisasi belajar siswa. Dalam kaitan ini tepatlah apa yang dikatakan oleh
Bernard & Fullmer (1969) bahwa “guru amat memperhatikan bagaimana
pengajaran berlangsung, sedangkan konselor Ahmad memperhatikan
bagaimana murid belajar” seiring dengan itu, Crow & Crow (1960)
mengemukakan perubahan materi kurikulum dan prosedur pengajaran
hendaklah memuat kaidah kaidah bimbingan. Apabila kedua hal itu memang
terjadi, materi dan prosedur pengajaran berkaidah bimbingan, dibarengi oleh
kerjasama yang erat antara guru dan konselor, dapat diyakini bahwa proses
belajar mengajar yang dilakukan oleh guru untuk murid itu akan sukses.
Namun harapan akan tumbuh kembangnya pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah sesubur suburnya itu seringkali masih tetap berupa harapan saja.
Pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi memang ada di sekolah, tetapi
keberadaannya belum seperti dikehendaki. Dalam kaitan ini belkin (1975)

18
menegaskan 6 prinsip untuk menyegarkan dan menumbuhkembangkan
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
a. Pertama, konselor harus memulai karirnya sejak awal dengan program kerja
yang jelas, dan memiliki kesiapan yang tinggi untuk melaksanakan program
tersebut. Konselor juga memberikan kesempatan kepada seluruh personal
sekolah dan siswa untuk mengetahui program-program yang hendak
dijalankan itu.
b. Kedua, konselor harus selalu mempertahankan sikap profesional tanpa
mengganggu keharmonisan hubungan antara konselor dengan personal
sekolah lainnya dan siswa. Dalam hal ini, konselor harus menonjolkan
keprofesionalannya, tetapi tetap menghindari sikap kritis atau
kesombongan/keangkuhan profesional.
c. Ketiga, konselor bertanggung jawab untuk memahami peranannya sebagai
konselor profesional dan menerjemahkan peranannya itu ke dalam kegiatan
nyata. Konselor harus pula mampu dengan sebaik-baiknya menjelaskan
kepada orang-orang dengan siapa ia akan bekerja sama tentang tujuan yang
hendak dicapai oleh konselor serta tanggung jawab yang terpikul di pundak
konselor.
d. Empat, konselor bertanggung jawab kepada semua siswa, baik siswa-siswa
yang gagal, yang menimbulkan gangguan, yang berkemungkinan putus
sekolah, yang mengalami permasalahan emosional, yang mengalami kesulitan
belajar, maupun siswa siswa yang memiliki bakat istimewa, yang berpotensi
rata-rata, yang pemalu dan menarik diri dari khalayak ramai, serta yang
bersikap menarik perhatian atau mengambil muka guru, konselor dan personil
sekolah lainnya.
e. Kelima, konselor harus memahami dan mengembangkan kompetensi untuk
membantu siswa siswa yang mengalami masalah dengan kadar yang cukup
parah dan siswa-siswa yang menderita gangguan emosional, khususnya
melalui penerapan program-program kelompok, kegiatan pengajaran di
sekolah dan kegiatan di luar sekolah, serta bentuk-bentuk kegiatan lainnya.
f. Keenam, konselor harus mampu bekerja sama secara efektif dengan kepala
sekolah, memberikan perhatian dan peka terhadap kebutuhan, yang baik

19
untuk menegakkan Citra bimbingan dan konseling profesional apabila ia
memiliki hubungan yang saling menghargai dan saling memperhatikan
dengan kepala sekolah.
Prinsip-prinsip tersebut menegaskan bahwa penegakan dan penumbuh
kembangan pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah hanya mungkin
dilakukan oleh konselor profesional yang tahu dan mau bekerja, memiliki
program nyata dan dapat dilaksanakan, sadar akan profesinya, dan mampu
menerjemahkannya ke dalam program dan hubungan dengan sejawat dan
personil sekolah lainnya, memiliki komitmen dan keterampilan untuk membantu
siswa dengan segenap variasinya di sekolah, dan mampu bekerja sama serta
membina hubungan yang harmonis dinamis dengan kepala sekolah. Konselor
yang demikian itu tidak akan muncul dengan sendiri, melainkan melalui
pengembangan dan peneguhan sikap dan keterampilan, wawasan dan
pemahaman profesional yang mantap.

KESIMPULAN
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islami, prinsip-prinsip
yang digunakan bersumber dari ajaran utama Islami, yaitu al-Qur’an dan Hadis
yang kemudian dilengkapi dengan hasil penelitian dan pengalaman praktis
berkaitan dengan hakikat manusia, perkembangan serta kehidupan manusia
dalam konyeks sosial budaya. Secara garis besar atau secara umum, tujuan
bimbingan dan konseling Islami itu dapat dirumuskan sebagai “membantu
individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.”
Untuk mencapai tujuan seperti yang telah disebutkan, dan sejalan dengan
fungsi-fungsi bimbingan dan konseling pendidikan islam tersebut, maka
bimbingan dan konseling Islami melakukan kegiatan yang dalam garis besarnya
dapat disebutkan Mengingatkan kembali individu akan fitrahnya, Membantu
individu tawakkal atau berserah diri kepada Allah, Membantu individu
merumuskan masalah yang dihadapinya dan membantunya mendiagnosis
masalah yang sedang dihadapinya itu, Membantu individu menemukan alternatif

20
pemecahan masalah, Membantu individu mengembangkan kemampuan
mengantisipasi masa depan, sehingga mampu memperkirakan kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan keadaan-keadaan sekarang, atau
memperkirakan akibat yang akan terjadi manakal sesuatu tindakan saat ini
dikerjakan.
Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam adalah suatu proses
pemberian bantuan secara terus menerus dan sistematis terhadap layanan
bimbingan dan konseling Islami yang mengupayakan membantu individu belajar
mengembangkan fitrah dan atau kembali kepada fitrah dengan cara
memberdayakan (empowering) iman, akal, dan kemauan yang dikaruniakan oleh
Allah kepadanya untuk mempelajari tuntunan Allah dan Rasulnya, agar fitrah
yang ada pada individu berkembang dengan benar dan kokoh sesuai dengan
tuntunan Allah SWT, sehingga orang yang sedang mengalami masalah dapat
memahami dirinya dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya
sehingga bahagia dunia ahirat sesuai dengan ketentuan dan petunjuk Allah dan
Rasul-Nya

21
DAFTAR PUSTAKA

Arifin H.M. (1979). Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan KONSELING


Agama, Jakarta: Bulan Bintang.

Aunur Rahim Faqih. (2001). Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam, Yogyakarta: UII
Press.

Hallen A. (2002). Bimbingan Dan Konseling, Jakarta: Quantum Teaching.


Bimo Walgito. (1993). Bimbingan Dan KONSELING Di Sekolah, Yogyakarta: Penerbit
Andi Affset.

Samsul Munir Amin. (2010). Bimbingan Dan Konseling Islam, Jakarta: Amzah.
Lubis, S. A. (2015). Konseling Islami Dalam Komunitas Pesantren, Bandung:
Citapustaka Media.

Prayitno, Erman Amti, (2004). Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Belkin, G.S. (1975). Pratical Counseling In The School. Dubuque, Lowa: W.C. Brown
Company Publisher.

Bernard, H.W. & Fullmer, D.W. (1969). Prinsiples Of Guidance. New York: American
Book Company.

Tolbert, E.L. (1959). Introduction To Counseling. New: McGraw-Hill Book Company,


Inc.

Drs. H. Mundzir Suparta, M.A., (Editor), (2003). Manajemen Pondok Pesantren,


Jakarta: Diva Pustaka.

22

Anda mungkin juga menyukai