Anda di halaman 1dari 14

POTENSI DAN PROSPEK PENGEMBANGAN SAYURAN

DI INDONESIA

Oleh :
1. Shabrina Qamiliya A J0314211342
2. Ata Cahaya Puspita J0314211386
3. Driananda Putra Sukardi J0314211302
4. Muhammad Rafi J0314211007
5. Putri Sarah Yusran J0314211188

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI
FAKULTAS SEKOLAJH VOKASI
UNIVERSITAS PERTANIAN BOGOR
2021
KATA PENGANTAR

Sektor pertanian di Indonesia memiliki peran strategis dalam perkembangan struktur


perekonomian nasional. Selain sebagai penghasil pangan dan pembentuk Produk
Domestik Bruto (PDB), sektor pertanian juga menyerap tenaga kerja terbesar terutama
di pedesaan, sumber bahan baku industri, cadangan devisa dan pendapatan masyarakat.
Oleh sebab itu sektor ini layak menjadi sektor andalan (Departemen Pertanian, 2006).
Komoditas hortikultura, khususnya sayuran mempunyai beberapa peranan strategis,
antara lain: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi masyarakat yang kaya akan vitamin
dan mineral; (2) sumber pendapatan dan kesempatan kerja, serta kesempatan berusaha;
(3) bahan baku agroindustri; (4) sebagai komoditas potensial ekspor yang merupakan
sumber devisa negara; dan (5) pasar bagi sektor non pertanian, khususnya industri hulu.
Kelompok komoditas sayuran sangatlah strategis maka perlu memperoleh prioritas
pengembangan. Hal ini dilandasi dari sisi permintaan, berupa konsumsi segar maupun
olahan meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk,
pendapatan masyarakat dan berkembangnya pusat kota-industriwisata. Sementara itu
dari sisi produksi masih berpotensi untuk terus ditingkatkan, baik melalui peningkatan
intensitas tanam maupun peningkatan produktivitas melalui intensifikasi usahatani.
Rachman (1997) menyebutkan bahwa tingkat konsumsi sayuran pada golongan
pendapatan rendah rata-rata 25,8 kg/kapita/tahun setara 70,7 gr/kapita/hari, idealnya
konsumsi sayuran adalah diatas 100 gr/kapita/hari per orang. Sedangkan menurut
catatan Direktorat Jenderal Tanaman Hortikultura Departemen
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai negara agraris dengan perkiraan jumlah penduduk 249,7 juta jiwa
pada tahun 2015 yang umumnya bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu,
Indonesia juga ditandai dengan adanya dua musim yaitu musim kemarau dan musim
penghujan. Dengan adanya dua musim tersebut merupakan keunggulan komparatif
untuk pengembangan pertanian, karena sepanjang tahun tanaman dapat diusahakan di
Indonesia. Musim penghujan oleh petani digunakan untuk menanam padi sedangkan
untuk musim kemarau digunakan untuk tanam palawija dan sayuran (hortikultura)
(Sukino, 2013: 3).
Komoditi hortikultura dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat diandalkan dalam
pengembangan agribisnis di Indonesia. Salah satu komoditi hortikultura yang memiliki
potensi besar untuk dikembangkan adalah sayursayuran. Potensi tersebut meliputi nilai
ekonomi, kandungan nutrisi yang relatif tinggi dan kemampuan menyerap tenaga kerja
yang relatif banyak. Sayuran merupakan sumber pangan yang penting untuk dikonsumsi
masyarakat setiap hari karena kandungan protein, vitamin, mineral dan serat yang
dimiliki sayuran bergguna bagi tubuh manusia. Selain sebagai sumber pangan dan gizi,
produk hortikultura pun memiliki manfaat lain bagi manusia diantaranya adalah sebagai
pendapatan keluarga dan pendapatan nasional, sedangkan manfaat bagi lingkungan
adalah rasa estetika, konservasi genetik dan sebagai penyangga kelstarian alam (Sari,
2008: 18).
Potensi dan banyaknya manfaat yang dimiliki sayuran menyebabkan permintaan
terhadap sayuran semakin meningkat, hal ini terjadi karena peningkatan konsumsi
terhadap sayuran. Menurut Ditjen PPHP, 2010 dalam seminar nasional PVT Ke-5
menyatakan bahwa, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan sayuran cenderung
meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan. Dengan jumlah konsumsi sayuran
per kapita nasional tahun 20062008 menunjukan pertumbuhan sekitar 38,76%
1.2 Tujuan

1. Meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil pertanian.


2. Mengembangkan keanekaragaman usaha pertanian yang menjamin kelestarian fungsi
dan manfaat lahan.
3. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan,
meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan
Negara.
4. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kapasitas ekonomi dan sosial
masyarakat petani.
5. Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat disekitar kawasan yang memiliki
tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanannya.
BAB 2
PEMBAHASAN

Sayur atau sayuran merupakan sebutan umum bagi bahan pangan nabati yang biasanya
mengandung kadar air yang tinggi, yang dapat dikonsumsi setelah dimasak atau diolah
dengan teknik tertentu, atau dalam keadaan segar. Istilah untuk kumpulan berbagai jenis
sayur adalah sayur-sayuran atau sayur-mayur. Pengolahan sayur-mayur dapat dilakukan
dengan cara beragam. Sayur merupakan makanan yang sehat untuk dikonsumsi.

Sayur umumnya merupakan segala sesuatu yang berasal dari tumbuhan yang dapat
dimasak, atau dengan kata lain disayur. Istilah "sayur" tidak diberi batasan secara
ilmiah. Sebagian besar sayur mencakup bagian-bagian vegetatif dari tumbuhan, yang
umumnya berupa daun, tetapi dapat pula berupa batang muda, umbi batang atau umbi
akar. Sementara yang lainnya berasal dari organ generatif, yang umumnya berupa
polong-polongan, tetapi dapat juga berupa bunga atau buah utuh (misalnya terung dan
tomat). Terdapat pula bagian-bagian khas dari beberapa tumbuhan yang juga tergolong
sebagai sayur-sayuran, seperti tongkol jagung muda dan jantung pisang. Selain itu,
cendawan atau jamur besar yang dapat dimakan juga digolongkan sebagai sayur,
meskipun secara taksonomi bukan tumbuhan.

Sayur dapat dikonsumsi dengan cara yang sangat bermacam-macam, baik sebagai
bagian dari menu utama, makanan pembuka dan penutup, atau makanan sampingan.
Sayur dapat diolah dengan cara yang sangat beragam, yaitu dengan cara perebusan,
pengukusan, penggorengan, penyangraian, penumisan dan sebagainya, atau pun dengan
menambahkan atau mencampur dengan bahan makanan lain seperti dalam pembuatan
lalap dan selada.
Kandungan nutrisi antara sayur yang satu dan sayur yang lain pun berbeda-beda, meski
umumnya sayur mengandung sedikit protein atau lemak, dengan jumlah vitamin,
provitamin, mineral, fiber dan karbohidrat yang beragam. Beberapa jenis sayur bahkan
telah diklaim mengandung zat antioksidan, antibakteri, antijamur, maupun zat anti
racun.
Konon, melakukan diet dengan mengonsumsi jumlah sayur dan buah-buahan yang
cukup dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan diabetes melitus tipe 2. Dengan
diet ini pula, dapat membantu melawan kanker dan mengurangi osteoporosis. Selain itu,
dengan mengonsumsi zat natrium dalam buah dan sayur akan membantu mencegah
terbentuknya batu ginjal.

Namun, sering kali sayur juga mengandung racun dan antinutrisi seperti α-solanin, α-
chaconine, enzim inhibitor (dari cholinesterase, protease, amilase, dsb), sianida dan
sianida prekursor, asam oksalat, dan banyak lagi. Tergantung pada konsentrasi, senyawa
tersebut dapat mengurangi sifat edibilitas, nilai gizi, dan manfaat kesehatan dari sayur.
Memasak dan mengolahnya sering kali dapat mengurangi sejumlah zat tersebut.

Salah satu tujuan pengembangan hortikultura adalah peningkatan pendapatan petani


yang dicapai melalui peningkatan produksi dan produktivitas. Pembangunan subsektor
hortikultura di Indonesia pada masa mendatang dipacu ke arah sistem agribisnis.
Peranan komoditas hortikultura cukup besar sumbangannya terhadap perbaikan gizi
masyarakat, peningkatan pendapatan petani, perluasan kesempatan kerja,
pengembangan agribisnis dan agroindustry, peningkatan ekspor serta pengurangan
impor (Rukmana, 2004).

Seiring dengan semakin pentingnya kedudukan hortikultura dalam kehidupan sehari-


hari sebagai sumber berbagai vitamin dan mineral, di samping sebagai bahan baku
berbagai produk olahan, pengusahaan hortikultura, khususnya buah-buahan, di
Indonesia kini mulai dilakukan secara monokultur dan dikelola dengan pola agribisnis.
Sebagai contoh, hal ini dapat dilihat pada usaha perkebunan apel di Batu, Malang,
perkebunan jeruk di Sungai Abang, Kabupaten Tebo, Jambi; usaha agribisnis stroberi di
Ciwidey, Jawa Barat.

Indonesia memiliki sumbar daya alam yang sangat besar dan beragam. Kekayaan akan
sumber daya alam tersebut akan menjamin terjadinya arus perdagangan antarwilayah.
Otomatis suatu daerah akan membutuhkan produk komoditas dari daerah lain, demikian
pula sebaliknya. Keadaan ini akan memberikan jaminan bahwa agribisnis hortikultura di
Indonesia akan berkembang secara berkelanjutan, berdaya saing, berbasis kerakyatan,
dan terdesentralisasi, selama para pelaku bisnis mampu mengenali selera konsumen di
daerah lain. Pengembangan sektor agribisnis hortikultura di Indonesia harus dibagi
menjadi dua aspek, yaitu aspek budi daya tanaman dan aspek produk hortikultura.
Aspek budi daya tanaman sepenuhnya menjadi tanggung jawab petani, praktisi, dan
institusi pemerintah yang relevan. Sementara aspek produk hortikultura selayaknya
ditangani oleh para pengusaha swasta/industri hortikultura dan pemerintah daerah
setempat (Zulkarnain, 2010).

Prospek bisnis budidaya sayur di daerah dataran rendah, memang sangat bagus. Seiring
dengan meningkatnya permintaan masyarakat akan sayur, yang semakin hari terus
meningkat. Sehingga banyak petani yang beralih untuk membudidayakan sayur,
dibandingkan menanam padi atau palawija yang persaingan bisnisnya sudah sangat
tinggi (Ainda, 2013).

Prospek bisnis budidaya buah juga sama bagusnya dengan budidaya sayuran. Hampir
semua orang menyukai aneka macam buah-buahan, bahkan produk ini telah menjadi
salah satu bagian pokok dari menu makanan empat sehat lima sempurna (nasi, sayur,
lauk-pauk, buah, dan susu). Jadi, tidaklah heran bila peluang pasar yang bisa kita bidik
masih sangat luas. Mulai dari konsumen skala rumah tangga, para pedagang buah di
pasar tradisional, sampai supermarket besar yang menawarkan buah-buahan segar
kepada para konsumennya (Ainda, 2013).
Sebenarnya semua jenis sayuran dan buah-buahan dapat dijadikan bisnis yang
menguntungkan untuk lima tahun ke depan. Ada 6 jenis sayuran yang menjadi
primadona pada musim semi yaitu, selada, brokoli, sawi, kacang polong, lobak dan
asparagus. Keenam sayuran tersebut dapat dibudidayakan dan dijadikan bisnis
menguntungkan jika target pasar ke luar negeri (ekspor). Di indonseia sayuran yang
banyak diminati oleh konsumen adalah cabai, karena cabai mampu menyebabkan
tingginya laju inflasi nasional. Hal ini menunjukan bahwa cabai benar-benar merupakan
komoditas sayuran yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga, permintaan cabai untuk industri juga terus
meningkat seiring dengan makin maraknya industri pengolahan bahan makanan yang
menggunakan cabai sebagai bahan baku utamannya, seperti industri sambal, saus, mi
instan hingga industri farmasi seperti koyo dan balsem (Ainda, 2013).
2.2 Peranan dan Kontribusi Hortikultura

Komoditas hortikultura selain menjadi salah satu komoditas andalan ekspor non migas,
tanaman dan produk yang dihasilkannya banyak memberikan keuntungan bagi manusia
dan lingkungan hidup. Buah-buahan dan sayuran yang dikonsumsi bermanfaat bagi
kesehatan tubuh manusia; pohon buah-buahan, sayuran dan tanaman hias dapat
berfungsi sebagai penyejuk, penyerap air hujan, peneduh dan penyerap CO2 atau
pencemar udara lainnya; limbah tanamannya serta limbah buah atau sayuran dapat
dipergunakan sebagai pupuk organik atau kompos yang dapat menyuburkan tanah,
sedang keindahannya dapat dinikmati dan berpengaruh baik bagi kesehatan jiwa (Sunu,
2006).

Meningkatnya apresiasi terhadap berbagai komoditas dan produk hortikultura


menyebabkan fungsi tanaman hortikultura bukan lagi hanya sebagai bahan pangan,
tetapi juga terkait dengan fungis-fungsi yang lain. Menurut Zulkarnain (2010), secara
sederhana fungsi utama tanaman hortikultura dapat dikelompokkan menjadi empat,
yaitu:

Fungsi penyediaan pangan, yakni terutama sekali dalam kaitannya dengan penyediaan
vitamin, mineral, serat, dan senyawa lain untuk pemenuhan gizi.

Fungsi ekonomi, di mana pada umumnya komoditas hortikultura memiliki nilai


ekonomi yang tinggi, menjadi sumber pendapatan bagi petani, pedagang, kalangan
industri dan lain-lain.

Fungsi kesehatan, ditunjukkan oleh manfaat komoditas biofarmaka untuk mencegah dan
mengobati berbagai penyakit tidak menular.

Fungsi sosial budaya, yang ditunjukkan oleh peran komoditas hortikultura sebagai salah
satu unsur keindahan atau kenyamanan lingkungan, serta peranannya dalam berbagai
upacara, kepariwisataan, dan lain-lain.
2.3 Tantangan Dan Peluang Pengembangan Hortikultura di Indonesia

Indonesia adalah negara tropis dengan wilayah cukup luas, dengan variasi agroklimat
yang tinggi, merupakan daerah yang potensial bagi pengembangan Hortikultura baik
untuk tanaman dataran rendah maupun dataran tinggi. Variasi agroklimat ini juga
menguntungkan bagi Indonesia, karena musim buah, sayur dan bunga dapat
berlangsung sepanjang tahun.

Peluang pasar dalam negeri bagi komoditas hortikultura diharapkan akan semakin
meningkat dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan
masyarakat, serta timbulnya kesadaran akan gizi di kalangan masyarakat. Peningkatan
kebutuhan komoditas hortikultura ini juga ditunjang oleh perkembangan sektor industri
pariwisata dan peningkatan ekspor. Apabila dilihat terhadap kebutuhan konsumsi buah
dan sayuran, nampak bahwa kebutuhan masing-masing adalah 32,6 kg/kapita/tahun dan
32 kg/kapita/tahun, ternyata baru tercapai sekitar 21,1 kg/kapita/tahun dan 14
kg/kapita/tahun (Sunaryono, 1987, dalam Notodimedjo, 1997). Dari kenyataan tersebut
tercermin adanya peluang dan tantangan yang harus kita hadapi.

Di era globalisasi ini, kita dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat, oleh karena
itu kita harus mampu memanfaatkan keunggulan yang kita miliki, baik keunggulan
komparatif maupun keunggulan kompetitif yang perlu ditingkatkan secara kualitatif.
Globalisasi ini jelas akan menimbulkan peluang sekaligus ancaman bagi pembangunan
pertanian dan perdagangan nasional di masa mendatang. Sukses tidaknya Indonesia
dalam memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman akan ditentukan oleh
kemampuan untuk mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi kelemahan
yang ada secara efisien, produktif dan efektif dalam rangka mewujudkan daya saing
yang semakin meningkat dalam skala global atas barang dan jasa yang dihasilkan.

Menghadapi persaingan yang semakin tajam mutlak diperlukan daya saing yang tinggi.
Oleh karena itu seluruh lapisan masyarakat, pemerintah dan terlebih dunia usaha
diharuskan mempersiapkan diri dengan langkah-langkah yang konkrit, sehingga mampu
membangun suatu sistem ekonomi yang memiliki daya hidup dan berkembang secara
mandiri serta mengakar pada struktur ekonomi dan struktur masyarakat Indonesia.

Kita perlu menyadari bahwa kita dikelilingi oleh negara-negara yang memiliki daya
saing yang kuat, apabila kita tidak meningkatkan daya saing maka tidak akan mampu
bersaing, bukan hanya di pasar luar negeri, tetapi juga di pasar dalam negeri sendiri,
yang telah nampak pada kasus sekarang ini, seperti : beras, gula, buah-buahan dan
lainnya.

Rendahnya daya saing sektor pertanian kita disebabkan oleh : sempitnya penguasaan
lahan, tidak efisiennya usahatani, dan iklim usaha yang kurang kondusif serta
ketergantungan pada alam masih tinggi. Untuk meningkatkan daya saing sektor
pertanian ini tidak ada jalan lain, selain kerja keras masyarakat dan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia pertanian, membuka areal pertanian baru
yang dibagikan kepada petani-petani gurem/buruh tani, memperluas pengusahaan lahan
oleh setiap keluarga tani dan menggunakan teknologi maju untuk meningkatkan
produktivitas dan produksi pertanian (Siswono Yudohusodo, 1999).

Dengan adanya arus globalisasi, tidak mungkin dihindari semakin lama produk
hortikultura yang masuk ke Indonesia dari negara-negara lain akan semakin beragam
jenisnya dan volumenya semakin banyak. Menghadapi realitas ini mau tidak mau
produk hortikultura harus bersaing dengan produk dari negara lain. Dalam upaya
pencapaian tujuan tersebut dengan tanpa mengesampingkan keberhasilan-keberhasilan
yang telah dicapai tentunya perlu dikaji berbagai permasalahan yang ada sehingga
upaya pencapaian tujuan di atas dapat terlaksana dengan baik.

Permasalahan yang menonjol dalam upaya pengembangan hortikultura ialah


produktivitas yang masih tergolong rendah, hal ini merupakan refleksi dari rangkaian
berbagai faktor yang ada, antara lain : pola usahatani yang kecil, mutu bibit yang rendah
yang ditunjang oleh keragaman jenis/varietas, serta rendahnya penerapan teknologi
budidaya (Dudung Abdul Adjid, 1993).
Selanjutnya Dudung Abdul Adjid (1993) menyatakan bahwa pada Pelita VI yang
merupakan awal PJPT II ditandai dengan terjadinya arus globalisasi yang
mengakibatkan pembangunan nasional semakin terkait dengan perkembangan dunia
internasional antara lain dengan adanya putaran Uruguay (GATT) sehingga pasar
Indonesia khususnya di bidang pertanian makin terbuka akan produk pertanian dari luar
negeri. Kondisi ini selain mengandung berbagai kendala juga

membuka peluang pasar internasional yang besar bagi produk pertanian yang sifatnya
kompetitif.

Kondisi tersebut merupakan tantangan yang cukup berat bagi pengembangan


hortikultura pada khususnya, karena dalam pengusahaannya dituntut untuk efisien,
mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, meningkatkan mutu pengolahan
hasil serta menunjang pembangunan wilayah. Oleh karena itu dalam pengembangan
hortikultura tidak lagi hanya memperhatikan aspek produksi, tetapi lebih menitik
beratkan pada pengembangan komoditi yang berorientasi pasar.
 Jenis_komoditas: menyatakan jenis komoditas dari produksi sayuran dengan tipe
data teks.

 Bawang daun: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan daun bawang.

 Bawang merah: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan bawang merah.

 Bawang putih: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan bawang putih.

 Bayam: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan bayam.

 Buncis: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan buncis.

 Cabe besar: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan cabe besar.

 Cabe rawit: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan cabe rawit.

 Jagung: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan jagung.

 Kacang panjang: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan kacang


panajng.

 Kangkung: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan kangkung.

 Kembang kol: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan kembang kol.

 Ketimun: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan ketimun.

 Kubis: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan kubis.

 Labu siam: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan labu siam.

 Lobak: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan lobak.

 Melon: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan melon.


 Paprika: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan paprika.

 Stoberi: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan stoberi.

 Terung: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan terung.

 Tomat: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan tomat.

 Wortel: menyatakan jenis komoditas sayuran merupakan wortel.

 Produksi sayuran: menyatakan produksi sayuran dengan tipe data numerik.


 Satuan: menyatakan satuan dari pengukuran produksi sayuran dalam ton dengan
tipe data teks.

 Tahun: menyatakan tahun produksi data.

Anda mungkin juga menyukai