Kebutuhan Sayuran
Oleh:
Dosen:
Prof. Dr. Djuhaendah Hasan, S.H.
Dr. Hj. Susilowati Suparto, S.H., M.H.
MAGISTER HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG 2017
1
A. Pendahuluan
Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dan
strategis, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Oleh
karenannya, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan ketahanan
pangan di berbagai tingkatan wilayah, mulai dari tingkat nasional
sampai rumah tangga bahkan individu sesuai konsep ketahanan pangan
dalam Undang-Undang Pangan No. 18 Tahun 2012 (selanjutnya disebut
dengan UU Pangan). Negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman,
bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun
daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi
negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya
Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam,
bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Pasal 3 UU Pangan menyebutkan bahwa Penyelenggaraan Pangan
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan
manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan
Pangan, Kemandirian Pangan, dan Ketahanan Pangan.
Tanaman hortikultura, diantaranya sayuran, memiliki peran
dalam meningkatkan gizi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan di
dalam sayuran terdapat zat-zat yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia, seperti misalnya sayuran daun hijau kaya akan vitamin A dan
vitamin C; sayuran berwarna kuning, oranye, dan merah kaya akan
karoten, vitamin A, dan vitamin C; sayuran sukulen kaya akan
2
kandungan air; sayuran umbi kaya akan karbohidrat; dan sayuran biji
kaya akan protein.1
Beberapa kondisi dan permasalahan agribisnis Indonesia salah
satunya:2
1. Telah terjadi konversi lahan pertanian yang subur menjadi areal
non pertanian dalam jumlah yang sangat besar. Tidak terkontrolnya
konversi lahan pertanian yang subur terutama di Pulau Jawa,
menjadi real estate, lapangan golf yang secara ekonomi tidak
memberi nilai tambah dan produktivitas ekonomi yang
berkelanjutan. Konversi lahan pertanian yang subur tersebut
diperkirakan telah mencapai satu juta hektar.
2. Terjadinya fragmentasi kepemilikan dan penguasaan lahan yang
terus menerus sehingga luas lahan yang dimiliki atau yang dikelola
petani sangat sempit. Diperkirakan kepemilikan lahan rata-rata
keluarga tani hanya sekitar 0,5 hektar sehingga tidak ekonomis
dalam pengelolaannya.
Peran sektor pertanian di samping sebagai sumber penghasil
devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian
besar penduduk Indonesia, dan bila dilihat dari jumlah orang yang
bekerja, maka sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja
yang pada umumnya adalah tenaga kerja tidak terdidik, tidak memiliki
ketrampilan dan pemerataan pendapatan yang tidak merata. Atas
kondisi ini sehingga bargaining power yang dimiliki oleh para petani
kita sangat lemah, sehingga nilai jual dari produk juga sangat
berpengaruh terhadap kondisi ini.3
Terhadap Pembangunan Kawasan Ekonomi Propinsi Jawa Barat Pendekatan Analisis IRIO,
Simposium Nasional RAPI VI, 2007, hlm.1-8
3
yang ditetapkan belum berjalan efektif dan belum berpihak pada sektor
pertanian, seperti Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah yang hanya
sedikit di atas biaya produksi, pengendalian harga penjualan (beras)
agar tidak memicu kenaikan inflasi, pembebasan tarif bea masuk impor
beberapa komoditas, serta pencegahan penyelundupan masuknya
produk luar negeri belum maksimal. 5
Dalam era globalisasi dewasa ini, persaingan pasar antar
komoditas pangan semakin ketat. Komoditas impor sering membanjiri
pasar dalam negeri dengan harga yang lebih murah. Hal ini dapat
menghancurkan pengembangan pangan domestik. Produk impor lebih
murah dari produk dalam negeri, karena pemerintah negaranegara
eksportir melindungi para petaninya secara baik dengan berbagai cara,
sehingga mampu menghasilkan kualitas yang lebih baik serta
kontinuitas pasokan yang lebih terjamin. 6
Kebutuhan akan sayuran segar sangat tinggi akan tetapi
ketersediaan lahan berkurang. Luas lahan pertanian yang terus
menyusut akibat konversi lahan produktif ke penggunaan non-pertanian
yang terjadi secara massif. Kini lahan pertanian lebih menguntungkan
untuk dijadikan komplek perumahan, atau infrastruktur untuk aktivitas
industry lain daripada ditanami tanaman pangan. Dengan adanya
konversi lahan tersebut berdampal pada ketahanan pangan, mau tidak
mau harus didukung oleh lahan yang produktif.
Kendala pada sistem pertanian konvensional di Indonesia terjadi
karena Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi lingkungan
yang kurang menunjang, seperti curah hujan yang tinggi. Kondisi
tersebut dapat mengurangi keefektifan penggunaan pupuk kimia di
lapangan karena pencucian hara tanah, sehingga menyebabkan
pemborosan dan mengakibatkan tingkat kesuburan tanah yang rendah
B. Pembahasan
1. Tinjauan teori
Tujuan penyelenggaran pangan diantaranya untuk (pasal 4 UU
pangan):
a. meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara
mandiri;
b. menyediakan Pangan yang beraneka ragam dan memenuhi
persyaratan keamanan, mutu, dan Gizi bagi konsumsi
masyarakat;
7
7 Ibid hlm. 89
9
9 Prihmantoro, Heru dan Y.H. Indriani, Hidroponik Sayuran Semusim Untuk Bisnis dan
dipublikan, 2008.
11
2. Analisis
Sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam
pembangunan perekonomian nasional diantaranya dalam
pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, pembangunan
ekonomi daerah, ketahanan pangan, dan dalam pelestarian
lingkungan hidup. Hortikultura merupakan salah satu bagian dari
sektor pertanian yang dapat dijadikan sumber pertumbuhan
ekonomi.
Agribisnis merupakan rangkaian kegiatan budidaya di lini on-
farm (di dalam lahan budidaya) dan peningkatan nilai tambah
komoditas-komoditas on-farm, melalui proses pengolahan,
pemasaran dan distribusinya (off-farm). Secara garis besar,
agribisnis terdiri dari empat subsistem, yaitu (1) subsistem
pengadaan dan penyaluran sarana dan prasarana produksi, (2)
subsistem produksi primer atau usaha tani (on-farm), (3) subsistem
pengolahan atau agroindustri, dan (4) subsistem pemasaran. Usaha
agribisnis mampu menggerakkan perekonomian melalui
mekanisme alokasi sumber daya yang terbatas untuk berbagai
kegunaan yang tidak terbatas. Untuk memahami cara kerja sistem
perekonomian, terdapat beberapa faktor yang harus diidentifikasi,
11 http://www.urbanhidroponik.com/2016/02/sejarah-pengertian-urban-farming-
indonesia.html (diakses pada jumat 14 April 2017 pk 20.00)
12 M.Hadi, Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengelolaan Lingkungan, Lab. Ekologi
15 E. Gumbira, Op.Cit
14
16 Ibid
15
19Ratna Indriasti, Analisis Usaha Sayuran Hidroponik pada PT Kebun Sayur Segar
Kabupaten Bogor, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, 2013, hlm 37-42
17
20Ibid.
21Rendy S, Strategi Pengembangan Usaha Cabai Paprika Hidroponik di Koperasi Petani
Mitra Sukamaju Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat, Skripsi, Institut Pertanian
Bogor, 2013, hlm. 12
23
Crop Management in Greenhouse, Food, Agriculture & Environment Vol.1(1): 2003. p. 80-86.
24
24 Prihmantoro H dan Indriani YH, Hidroponik Tanaman Buah Untuk Hobi dan Bisnis,
Hidroponik di PT Hero Supermarket Cabang Pajajaran Bogor [skripsi]. Bogor : Jurusan Ilmu-
Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2000
25
Ibid
27
28 Ratna Indriasti, Analisis Usaha Sayuran Hidroponik pada PT Kebun Sayuran Segar
Kabupaten Bogor, Skripsi, IPB, 2013, hlm. 55
26
29 ibid
30 ibid, hlm. 56
31 ibid
27
C. Kesimpulan
1. Pemenuhan kebutuhan sayuran dengan minimnya lahan dapat
dilakukan dengan cara hidroponik dan urban farming.
2. Pola budidaya sayuran hidroponik dengan cara persemaian benih,
pembesaran benih, pemeliharaan, panen, pasca panen, pemasaran
3. Dari perbandingan harga jual, produktivitas, dan siklus produksi
antara sayuran hidroponik dan sayuran konvensional dapat ditarik
kesimpulan bahwa sayuran hidroponik memiliki harga jual yang
baik dan jumlah produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sayuran konvensional. Tingginya harga jual dan jumlah produksi
sayuran hidroponik dapat menutupi tingginya biaya produksi yang
dikeluarkan
28
Daftar Pustaka
Buku
Onate, L. U. and J. S. Eusebio, Vegetables as food, In O. K. Bautista and R. C.
Mabesa (Eds.). Vegetable Production. University of The Philippines at
Los Banos College of Agriculture. 1986,Los Banos.
Prihmantoro H dan Indriani YH, Hidroponik Tanaman Buah Untuk Hobi dan
Bisnis, Jakarta : Penebar Swadaya, 2002
Sumber Lain
http://binaukm.com/2011/06/peluang-usaha-budidaya-tanaman-secara-
hidroponik-murah-dansederhana-bagian-2/ Diakses pada tanggal 14
April 2017 pukul 22.07