Disusun oleh
KELOMPOK - IV
Ketahanan Pangan
Sebagai Pilar Utama Ketahanan Nasional
1. Pendahuluan
Haruslah kita pahami bersama bahwasannya letak geografis Indonesia terletak pada
garis lintang katulistiwa yang terletak di antara 6 LU 11 LS dan 95 BT - 141 BT,
antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindi, antarabenua Asia dan benua Australia, dan pada
pertemuan dua rangkaian pergunungan, iaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterranean.
Dari hasil data empiris tersebut merupakan kondisi yang sangat eksotis dan strategis
dalam kancah percaturan perkembangan dunia, dengan keberadaannya tersebut Negara
Indonesia diberkahi iklim yang sangat menguntungkan yang nantinya sangat
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian penduduk Indonesia.
Pertumbuhan produksi pangan nasional pada saat ini rata-rata berprosentase negatif
dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang
berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari
tahun ke tahun pada ketiga komoditas pangan utama di atas menunjukkan kesenjangan
yang terus melebar; khusus pada kedelai sangat memprihatinkan. Kesenjangan yang
terus meningkat ini jika terus di biarkan konsekuensinya adalah peningkatan jumlah
impor bahan pangan yang semakin besar, dan kita semakin tergantung pada negara asing.
Menempatkan pangan sebagai pokok kepentingan rakyat, bangsa dan negara serta
rasa nasionalisme untuk melindungi, mencintai dan memperbaiki produksi pangan lokal
harus terus dikembang-majukan. Pertanian pangan termasuk di kawasan transmigrasi
hendaknya tidak dipandang sebagai lahan untuk menyerap tenaga kerja atau petani yang
dikondisikan untuk terus memberikan subsidi bagi pertumbuhan sektor ekonomi lain
dengan tekanan nilai jual hasil yang harus rendah dan biaya sarana produksi terus
melambung. Namun sudah selayaknyalah petani pangan mendapatkan prioritas
perlindungan oleh pemerintah melalui harga jual dan subsidi produksi karena petani
membawa amanah bagi ketahanan pangan karena petani pangan perlu mendapatkan
kesejahteraan yang layak. Dalam hal ini adalah wajar jika pemerintah berpihak kepada
petani dan pelaku produksi pertanian pangan karena merupakan golongan terbesar dari
masyarakat Indonesia.
Ketahanan pangan pada saat ini menjadi isu yang sangat krusial dalam tataran
regional maupun internasional karena ketahanan pangan merupakan salah satu elemen
yang menyangkut kebutuhan pokok bagi manusia. ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. oleh karena itu
ketahanan pangan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia dan stabilitas politik sebuah negara..
Ketahanan pangan haruslah mampu dijadikan salah satu pilar dalam mempertahankan
kedaulatan Negara, hal ini disebabkan sektor pangan merupakan elemen primer dalam
menyokong ketahanan nasional kita, pada prinsipnya semua orang yang ada direpublik
ini merupakan manusia yang dengan fitrahnya memakan makanan sebagai asupan daya
tenaga dalam tumbuh kembangnya sebagai manusia, setelah manusia tersebut terpuaskan
akan kebutuhan pangannya dan dapat terjangkau oleh semua kalangan akan sangat
banggalah dirinya akan keberkahan bangsa yang dicintaainya yang nantinya akan
tumbuh dalam dirinya semangat memperjuangkan tanah yang dicintainya sampai titik
darah penghabisan. Sehingga ketahanan pangan merupakan salah satu alas an logis dan
sangat mendasar yang harus disiapkan dalam mengatur ketahanan suatu bangsa.
2. Rumusan masalah
a. Perubahan iklim mengancam ketahanan pangan
b. Teknologi dan alat yang masih minim digunkan oleh petani
c. Harga pangan nasional yang masih merugikan petani
d. Peranan pemuda yang kurang dalam peningkatan ketahanan pangan
e. Kebijakan pemerintah terkait ketahanan pangan
e. Kebijakan
Strategi dan kebijakan untuk menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani adalah sebagai berikut (lihat
Irawan, 2002a)Pertama, kebijakan yang berorientasi untuk memacu pertumbuhan
ekonomi pedesaan (petani) sekaligus meningkatkan produksi pangan nasional.
Kebijakan tersebut meliputi land reform policy. Land reform policy ini bertujuan
agar para petani memiliki luas lahan yang memberikan keuntungan untuk dikelola
sekaligus meningkatkan produktivitas usaha taninya. Dalam konteks Indonesia,
kebijakan ini dapat direalisasikan dalam wujud pembangunan areal pertanian baru
yang luas di luar Jawa untuk dibagikan kebada buruh-buruh tani (petani tanpa
lahan), para petani guram (petani berlahan sempit), para peladang berpindah, dan
perambah hutan yang diikuti dengan bimbingan budi daya pertanian secara modern
serta mekanisasi pertanian berorientasi komersial (agrobisnis).
Dalam skala makro, pemerintah juga harus mendorong kebijakan harga yang
fair. Dalam hal ini sangat penting adanya kebijakan harga dasar yang efektif dan
penerapan tarif impor secara simultan. Tetapi, tidak cukup hanya itu. Hendaknya
semua parasit ekonomi pertanian seperti penyelundup, tengkulak, pengijon, preman
dosa, rentenir, elite desa dan kota, serta para birokrat yang terlibat dalam aktivitas
langsung dan kebijakan di lapangan supaya dibersihkan, baik keberadaan maupun
perilaku mereka. Sebab, kalau tidak, kenaikan harga pangan tidak akan dinikmati
petani, tetapi oleh para parasit ekonomi tersebut.
Kebijakan berikutnya adalah peningkatan akses petani terhadap kredit dan
perbaikan kualitas pelayanan kredit, menghilangkan lembaga pencari rente dan
kelompok free rider, serta sebanyak mungkin memberikan dana berputar atau
pinjaman lunak untuk perbaikan sarana penyimpanan, transportasi, dan pemasaran
hasil pertanian. Sedangkan akses terhadap input produksi penting seperti pupuk
dapat diwujudkan dengan tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk. Kebijakan
kedua adalah kebijakan yang berorientasi menjaga aspek keterjangkauan pangan
yang meliputi pemetaan wilayah-wilayah yang potensial rawan pangan dan
perbaikan akses serta ketersediaan logistik ke wilayah-wilayah tersebut. Juga sangat
penting untuk menerapkan program perlindungan sosial berkala berupa program
OPK (operasi pasar khusus) dan raskin (beras untuk rakyat miskin) sebagai sarana
indirect income transfer untuk berkelompok-kelompok miskin kronis di pedesaan.
Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan perdaerah tingkat II tentang jumlah dan sebaran
kelompok tersebut. Pemetaan ini penting agar program perlindungan sosial ini dapat
tepat sasaran.
Kemudian juga harus dilakukan kebijaksanaan diversifikasi pangan. Kebijakan
ini bertujuan membiasakan rakyat mengkonsumsi makanan sehari-hari dari berbagai
jenis pangan. Dengan terwujudnya kebiasaan makan yang baru tersebut,
ketergantungan terhadap salah satu komoditas pangan dapat direduksi. Di era
desentralisasi ini, untuk mengaplikasi kebijakan ini pemerintah pusat perlu
berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar terwujud kebijakan
penganekaragaman pangan nasional yang berbasis lokal. Alternatif kebijakan ini,
antara lain, pertama, pengembangan resource untuk produksi beragam pangan lokal
termasuk dukungan kebijakan harga, riset dan pengembangannya untuk memacu
produktivitas komoditas lokal nonberas di daerah. Kedua, pemberdayaan masyarakat
lokal dengan pembinaan kretivitas masyarakat dalam memproduksi, memanfaatkan,
dan mengkonsumsi berbagai jenis pangan lokal. Ketiga, pengolahan dan penyediaan
berbagai jenis bahan pangan dalam bentuk siap olah untuk masyarakat daerah.
Kebijakan ketiga adalah kebijakan yang berorientasi menjaga stabilitas
ketahanan pangan antar waktu (musim). Kebijakan ini meliputi, pertama, impor
yang selektif dengan impor pangan tertentu hanya diizinkan untuk daerah-daerah
yang bukan kategori sentra produksi pangan tersebut dan tidak dilakukan dalam
keadaan panen raya. Kedua, kebijakan yang bertujuan bagaimana melibatkan
masyarakat dalam fungsi mekanisme penyeimbang logistik tradisional yang dikenal
dengan nama lumbung desa. Hal ini penting mengingat di era mendatang
kemampuan badan logistik nasional (Bulog) yang semakin berkurang sebagai
penyeimbang logistik antarmusim. Lumbung desa adalah institusi stok pangan lokal
yang dulu cukup efektif sebagai penyangga ketahanan pangan (buffer stock)
masyarakat.
4. Rekomendasi
a) Diharapkan kepada pemerintah melakukan pengembangan penelitian dibidang
pertanian khusunya pengembangan sektor tekhnonologi terapan tepat guna pertanian
sehingga pada nantinya pemerintah dapat memberikan standar benih-benih yang
berkwalitas bagi kalangan petani sehingga upaya menuju swasembada pangan dapat
berlangsung lebih cepat.
b) Sumber energy yang terbarukan: diharapkan adanya alokasi khusus penelitian-
penelitian dari hasil-hasil sumber daya alam Indosesia, agar ditemukan sumber-
sumber energy baru yang terbarukan, agar perimbangan terhadap penggunaan
energy fosil dapat ditekan, sehingga penerapan green energy dapat memberikan
sumbangan yang sangat besar dalam memperbaiki kwalitas udara di Indonesia.
c) Perubahan iklim memberikan kerugianpada masyarakat nelayan, perlulah kiranya
pemerintah memberikan advokasi pendidikan pada keluarga masyarakat nelayan,
sehingga kwalitas pendidikan masyarakat pesisir akan terangkat dan pemerataan
pendidikan akan tercapai, hal ini dikarenakan dalam prakteknya kwalitas pemerataan
pendidikan masih tebang pilih dalam penerapannya.
d) Kurangnya perlindungan terhadap masyarakat adat menjadikan food security
menjadi terancam, hal ini dikarenakan maraknya alih fungsi lahan produktif menjadi
lahan konta produktif dalam sektor ketahanan pangan, hal ini dikarenakan lemahnya
perlindungan pemerintah dalam mengendalikan permasalahan perizinan-perizinan
alih fungsi lahan dan masih banyaknya mafia-mafia tanah yang masih bermain
dalam pengendalian lahan.
e) Diaktifkannya kembali penyuluhan-penyuluhan dan advokasi pertanian oleh sarjana-
sarjana pertanian yang kita miliki, sehingga pemanfaatan potensi sarjana menjadi
optimal dan pengangguran sarjana pertanian menjadi tertanggulangi, selain itu
dengan memberikan wadah bagi para sarjana pertanian akan adanya aktualisasi akan
kesempatan mengembangkan potensi dan mempertanggung jawabkan secara praktek
lapangan, hal ini merupakan solusi pembenahan permasalahan dalam sektor
pertanian kembali kepada para ahlinya dalam upaya pengembangan kwalitas
produksinya, yaitu optimalisasi sarjana pertanian yang terlatih.