Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KETAHANAN PANGAN SEBAGAI PILAR UTAMA


KETAHANAN NASIONAL

Disusun oleh

KELOMPOK - IV
Ketahanan Pangan
Sebagai Pilar Utama Ketahanan Nasional

1. Pendahuluan
Haruslah kita pahami bersama bahwasannya letak geografis Indonesia terletak pada
garis lintang katulistiwa yang terletak di antara 6 LU 11 LS dan 95 BT - 141 BT,
antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindi, antarabenua Asia dan benua Australia, dan pada
pertemuan dua rangkaian pergunungan, iaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterranean.
Dari hasil data empiris tersebut merupakan kondisi yang sangat eksotis dan strategis
dalam kancah percaturan perkembangan dunia, dengan keberadaannya tersebut Negara
Indonesia diberkahi iklim yang sangat menguntungkan yang nantinya sangat
berpengaruh terhadap kondisi perekonomian penduduk Indonesia.
Pertumbuhan produksi pangan nasional pada saat ini rata-rata berprosentase negatif
dan cenderung menurun, sedangkan laju pertumbuhan penduduk selalu positif yang
berarti kebutuhan terus meningkat. Keragaan total produksi dan kebutuhan nasional dari
tahun ke tahun pada ketiga komoditas pangan utama di atas menunjukkan kesenjangan
yang terus melebar; khusus pada kedelai sangat memprihatinkan. Kesenjangan yang
terus meningkat ini jika terus di biarkan konsekuensinya adalah peningkatan jumlah
impor bahan pangan yang semakin besar, dan kita semakin tergantung pada negara asing.
Menempatkan pangan sebagai pokok kepentingan rakyat, bangsa dan negara serta
rasa nasionalisme untuk melindungi, mencintai dan memperbaiki produksi pangan lokal
harus terus dikembang-majukan. Pertanian pangan termasuk di kawasan transmigrasi
hendaknya tidak dipandang sebagai lahan untuk menyerap tenaga kerja atau petani yang
dikondisikan untuk terus memberikan subsidi bagi pertumbuhan sektor ekonomi lain
dengan tekanan nilai jual hasil yang harus rendah dan biaya sarana produksi terus
melambung. Namun sudah selayaknyalah petani pangan mendapatkan prioritas
perlindungan oleh pemerintah melalui harga jual dan subsidi produksi karena petani
membawa amanah bagi ketahanan pangan karena petani pangan perlu mendapatkan
kesejahteraan yang layak. Dalam hal ini adalah wajar jika pemerintah berpihak kepada
petani dan pelaku produksi pertanian pangan karena merupakan golongan terbesar dari
masyarakat Indonesia.
Ketahanan pangan pada saat ini menjadi isu yang sangat krusial dalam tataran
regional maupun internasional karena ketahanan pangan merupakan salah satu elemen
yang menyangkut kebutuhan pokok bagi manusia. ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. oleh karena itu
ketahanan pangan mempunyai peranan penting dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia dan stabilitas politik sebuah negara..
Ketahanan pangan haruslah mampu dijadikan salah satu pilar dalam mempertahankan
kedaulatan Negara, hal ini disebabkan sektor pangan merupakan elemen primer dalam
menyokong ketahanan nasional kita, pada prinsipnya semua orang yang ada direpublik
ini merupakan manusia yang dengan fitrahnya memakan makanan sebagai asupan daya
tenaga dalam tumbuh kembangnya sebagai manusia, setelah manusia tersebut terpuaskan
akan kebutuhan pangannya dan dapat terjangkau oleh semua kalangan akan sangat
banggalah dirinya akan keberkahan bangsa yang dicintaainya yang nantinya akan
tumbuh dalam dirinya semangat memperjuangkan tanah yang dicintainya sampai titik
darah penghabisan. Sehingga ketahanan pangan merupakan salah satu alas an logis dan
sangat mendasar yang harus disiapkan dalam mengatur ketahanan suatu bangsa.

2. Rumusan masalah
a. Perubahan iklim mengancam ketahanan pangan
b. Teknologi dan alat yang masih minim digunkan oleh petani
c. Harga pangan nasional yang masih merugikan petani
d. Peranan pemuda yang kurang dalam peningkatan ketahanan pangan
e. Kebijakan pemerintah terkait ketahanan pangan

3. Gambaran Keadaan dan Analisis


Harus kita ketahui bersama, bahwasannya setrengah dari total jumlah rakyat
Indonesia bergantung kepada sektor pertanian yang dimana digunakan dalam mencukupi
kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut data statistikBPSpada tahun 2008, jumlah petani
mencapai kisaran44% dari total jumlah angkatan kerja yang ada di Indonesia, atau
sekitar 46,7 juta jiwa. Dari prosentase statistic tersebut separuh dari total jumlah petanidi
Indonesia merupakan bagian dari petani kecil dan buruh tani, dimanatotal kepemilikan
lahan hanya dibawah kisaran 0,5 hektar atau hanya mencapai kisaran 38 juta. Dari data
tersebut tergambar sebuah tantangan tersendiri yang harus dihadapi oleh seluruh
masyarakat Indonesia dalam menyukseskan ketahanan pangan,yang nantinya dijadikan
landasandasar dari kebutuhan utama mensejahteraan masyarakat Indonesia dan
mewujudkan ketahanan pangan secara optimal.
a. Perubahan Iklim
perubahan iklim (climate change) sudah menjadi topik pembicaraan hangat
dalam kurun waktu sekitar 3 dekade terakhir oleh masyarakat dunia. Dampaknya
menjadi semakin buruk terhadap seluruh sektor kehidupan termasuk disektor
pertanian. Pada dasarrnya perubahan iklim disebabkan karena menipisnya lapisan
ozon dan meningkatnya penggunaan karbondioksida (CO2) oleh negara-negara
industri. Menipisnya lapisan ozon (O3) karena penggunaan CFC yang
mengakibatkan terurainya O3 di udara. Berkurangnya O3 mengakibatkan radiasi
matahari yang mencapai permukaan bumi meningkat, sehingga suhu permukaan
bumi meningkat. Peningkatan penggunaan CO2 juga menyebabkan meningkatnya
suhu bumi karena CO2 yang tertahan lapisan atmosfer akan menimbulkan efek
rumah kaca. Meningkatnya suhu bumi akan mempengaruhi anasir-anasir iklim
lainnya seperti curah hujan dan angin. Iklim merupakan komponen abiotik dari suatu
lingkungan produksi yang mempengaruhi komponen lainnya khususnya komponen
biotik seperti manusia, hewan dan tumbuhan dimana tumbuhan merupakan
komponen yang paling sensitif terhadap perubahan karakteristik suatu iklim. Iklim
merupakan koponen yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia, khususnya dalam
skala global.
Perubahan iklim yang tidak menentu dan tidak terkontrol akan berdampak
pada produksi pertanian yang tidak menentu pula. Dampak terburuk adalah jika
produksi pertanian semakin menurun yang akhirnya berdampak pada masalah
ketahan pangan. Sebagai contoh, kita bisa melihat dampak ekstrim adanya
perubahan iklim terhadap produksi tanaman padi. Adanya peningkatan temperatur
bumi, maka evaporasi dari permukaan bumi ataupun dari permukaan air laut akan
meningkat pula sehingga kandungan uap air akan meningkat dibandingkan pada
keadaan normal. Adanya perubahan suhu yang ekstrim mengakibatkan perbedaan
tekanan yang ekstrim pula sehingga memicu pergerakan angin yang tak terkendali
dan tidak bisa diprediksi (unpredictable) dengan pasti. Munculnya angin yang
bersifat merusak dan Hujan dengan intensitas tinggi bisa terjadi kapan dan dimana
saja yang mengakibatkan kerusakan. Banjir melanda hampir diseluruh wilayah
Indonesia yang tidak hanya merusak pemukiman warga, tetapi juga merusak
tanaman pangan termasuk tanaman padi. Komoditi pertanian lainyapun seperti
perikanan dan peternakan ikut menjadi korban adanya musibah banjir ataupun angin.
Perubahan iklim telah memberikan ancaman yang sangat serius terhadap
ketahan pangan nasional. Kita tentu harus secepatnya mengkritisi masalah ini untuk
menemukan solusi terbaik dari permasalahan ini. Pengamatan terhadap karakteristik
iklim pada saat ini merupakan hal yang sangat penting, sehingga kita bisa mengtahui
trend yang terjadi. Dengan mengetahui karakter iklim saat ini, tentu kita telah
memiliki kerangka dasar untuk merumuskan solusi.

Gambar 3.1 Bodiversitas, perubahan iklim, mata pencarian


merupakan siklus yang saling berhubungan dan tidak bisa
dipisahkan secara parsial satu dengan lainnya.

b. Teknologi dan alat yang masih minim digunkan oleh petani


Faktor dominan penyebab rendahnya produktivitas tanaman pangan adalah (a)
Penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah; (b)Tingkat kesuburan
lahan yang terus menurun (Adiningsih, S, dkk., 1994), (c) Eksplorasi potensi genetik
tanaman yang masih belum optimal (Guedev S Kush, 2002).
Rendahnya penerapan teknologi budidaya tampak dari besarnya kesenjangan
potensi produksi dari hasil penelitian dengan hasil di lapangan yang diperoleh oleh
petani. Hal ini disebabkan karena pemahaman dan penguasaan penerapan paket
teknologi baru yang kurang dapat dipahami oleh petani secara utuh sehingga
penerapan teknologinya sepotong-sepotong (Mashar, 2000). Seperti penggunaan
pupuk yang tidak tepat, bibit unggul dan cara pemeliharaan yang belum optimal
diterapkan petani belum optimal karena lemahnya sosialisasi teknologi, sistem
pembinaan serta lemahnya modal usaha petani itu sendiri. Selain itu juga karena cara
budidaya petani yang menerapkan budidaya konvensional dan kurang inovatif seperti
kecenderungan menggunakan input pupuk kimia yang terus menerus, tidak menggunakan
pergiliran tanaman, kehilangan pasca panen yang masih tinggi 15 20 % dan memakai air
irigasi yang tidak efisien. Akibatnya antara lain berdampak pada rendahnya produktivitas
yang mengancam kelangsungan usaha tani dan daya saing di pasaran terus menurun.
Rendahnya produktivitas dan daya saing komoditi tanaman pangan yang diusahakan
menyebabkan turunnya minat petani untuk mengembangkan usaha budidaya pangannya,
sehingga dalam skala luas mempengaruhi produksi nasional.
Untuk mengatasi permasalahan di atas pemerintah harus memberikan subsidi
teknologi kepada petani dan melibatkan stakeholder dalam melakukan percepatan
perubahan (Saragih, 2003). Subsidi teknologi yang dimaksud adalah adanya modal bagi
petani untuk memperoleh atau dapat membeli teknologi produktivitas dan pengawalannya
sehingga teknologi budidaya dapat dikuasai secara utuh dan efisien sampai tahap pasca
panennya. Sebagai contoh petani dapat memperoleh dan penerapan teknologi produktivitas
organik hayati (misal : Bio P 2000 Z), benih/pupuk bermutu dan mekanisasi pasca panen
dan sekaligus pengawalan pendampingannya.
Tingkat kesuburan lahan pertanian produktif terus menurun; revolusi hijau dengan
mengandalkan pupuk dan pestisida memiliki dampak negatif pada kesuburan tanah
yang berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan pathogen yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh lahan yang terus dipupuk dengan Urea (N) cenderung menampakkan
respon kesuburan tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya bahan
organik tanah karena memacu berkembangnya dekomposer dan bahan organik
sebagai sumber makanan mikroba lain habis (< 1%). Pemakaian pupuk kimia, alkali
dan pestisida yang terus menerus menyebabkan tumpukan residu yang melebihi daya
dukung lingkungan yang jika tidak terurai akan menjadi racun tanah dan tanah
menjadi Sakit. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali keseimbangan
daya dukung kesuburan tanah, ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-
mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan
sawah/irigasi dengan berbagai upaya program revolusi hijau yang telah ada tidak
lagi memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah mencapai
titik jenuh (Levelling Off) dan produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun.
Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management untuk
mengembali-kan kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba
pengendali yang mempercepat keseimbangan alami dan membangun bahan organik
tanah, kemudian diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan
berimbang serta teknik pengolahan tanah yang tepat. Telah diketahui bahwa mikro-
organisme unggul berguna dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat diberdayakan
agar mereka berfungsi mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah sebagaimana
mestinya. Selain itu, sekumpulan mikro-organisme diketahui menghuni permukaan
daun dan ranting. Sebagian dari mereka ada yang hidup mandiri, bahkan dapat
menguntungkan tanaman (Mashar, 2000). Prinsip-prinsip hayati yang demikian telah
diungkapkan dalam kaidah-kaidah penerapan pupuk hayati (misal : Bio P 2000 Z).
Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal tampak pada
kesenjangan hasil petani dan hasil produktivitas di luar negeri atau hasil dalam
penelitian. Dalam hal ini teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan yang
cukup berarti dalam menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi produksi
tinggi. Meskipun upaya breeding modern, teknologi transgenik dan hibrida
dirancang agar tanaman yang dikehendaki memiliki kemampuan genetik produksi
tinggi (Gurdev S Kush, 2002), tetapi jika dalam menerapkannya di lapangan asal-
asalan, maka performa keunggulan genetiknya tidak nampak. Hasil penggunaan
varietas unggul di lapangan seringkali masih jauh dari harapan. Penyebabnya adalah
masih belum dipahaminya teknik budidaya sehingga hasil yang didapat belum
menyamai potensinya, apalagi melebihi.
Untuk mendapatkan performa hasil maksimal dari tanaman unggul baru yang
diharapkan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus Presisi dalam
budidayanya seperti kesuburan lahan, pemupukan, mengamankan dari OPT
(Anonim, 2003) dan/atau perlakuan spesifik lainnya. Pada kenyataannya baik
tanaman unggul seperti padi VUB, Hibrida dan PTB; dan kedelai serta Jagung
hibrida akan mampu berproduksi tinggi jika pengawalan manajemen budidayanya
dipenuhi dengan baik, tetapi jika tidak justru terjadi sebaliknya. Hasilnya lebih
rendah dari varietas lokal. Hal ini berarti bakal calon penerapan varietas unggul
berproduktivitas tinggi harus dilakukan pengawalan dan manajemen teknologi
penyerta dengan baik dan diterapkan secara paripurna. Untuk hal tersebut petani
harus diberikan dampingan dan memanejemen budidaya secara intensif.

c. Harga pangan nasional yang masih merugikan petani


Pertanian Nasional dewasa ini harus mampu bersaing secara global.Berbeda
pada masa-masa jauh sebelum memasuki era perdagangan global, atau pada abad ke
19, dimana para petani, nelayan dan peternak hanya masih bersaing dengan sesama
mereka di tataran daerah saja.Memasuki abad ke 20 persaingan secara global mulai
dirasakan.Beberapa disebabkan oleh kurangnya hasil pertanian nasional yang
mampu menopang kebutuhan nasional, dan akhirnya pemerintahpun mengambil
kebijakan impor dari Negara-negara tetangga untuk memenuhi kebutuhan pangan
secara nasional.
Munculnya kebijakan pemerintah untuk mengimpor pangan dari luar negeri
tentunya diikuti dengan resiko yang memanjang. Pembelian harga pangan dari luar
negeri seperti Vietnam dan Thailand dengan harga yang murah dengan kualitas yang
sama di Indonesia sangat menimbulkan persaingan harga yang mencolok dengan
harga hasil tani di Indonesia, khususnya padi. Dalam keadaan yang demikian,
spekulasi yang diambil oleh para petani ini adalah harus menurunkjan harga jual
hasil pangan juga untuk menyaingi harga pangan impor.Secara langsung
perekonomian rakyatpun sangat menunjukkan penurunan yang signifikan.Dibarengi
juga dengan permodalan dan pemeliharaan lahan pertanian, sistem pertanian secara
menyeluruh semakin hari semakin meningkat.Berbanding terbalik dengan penjualan
hasil tani.
Permasalahan pertanian nasional tidak hanya berhenti dipersaingan harga
dengan harga impor saja. Polemik pertanian nasional pun ditimbulkan pula dari
egosentris pihak pihak yang ingin mencari keuntungan yang lebih dari permasalahan
pertanian ini. Ada beberapa hal yang harus di ketahui dan di kaji oleh pelaku
pertanian ini, yakni :
1) Lemahnya pengawasan
Pengawasan kinipun tentunya secara umum adalah berasal dari pemerintah,
baik dari sistem pengelolaan, pemasaran, sampai dengan pasca produksi selain dari
masyarakat yang secara langsung terjun dalam pertanian ini.Dalam hal ini yang
paling banyak terjadi penyimpangan adalah didalam sistem pemasaran produk, baik
itu dari tani, ternak dan laut. Artinya dimana, adanya oknum pelaku yang secara
sengaja membeli produk/hasil tani dalam negeri dengan harga yang murah (akibat
persaingan harga impor tadi) kemudian dijual ke branding pasar Vietnam ataupun
Thailand tanpa harus diekspor kemudian dijual lagi di Indonesia sudah dengan
branding asing tadi. Secara tidak langsung ini sangat merugikan petani, masyarakat
dan pemerintah juga.Hal ini yang kami sebut dengan timbulnya mafia pertanian
dengan lemahnya pengawasan-pengawasan pemerintah.
2) Kurangnya Solusi Pengganti
Hal ini muncul dari lemahnya kualitas SDM petani petani kita, ditambah lagi
tidak adanya sosialisasi peningkatan pengetahuan petani hingga menjadi petani yang
kreatif. Sehingga ketika pertanian yang dilaksnakan mandek atau terhenti tidak ada
solusi mandiri dari para petani tersebut, dan secara tidak langsung merubah total
perekonomian masyarakat setempat. Petani harus mempunyai kreatifitas dalam
menghadapi resiko yang terjadi dalam pelaksanaan maupun pasca pelaksanaan
pertanian dimaksud.
Dalam pengembangan tujuan pertanian dalam hal ini pangan nasional tentu
harus mempunyai pondasi, pilar dan atap yang kokoh.Sebagai pondasi, seperti yang
telah dijelaskan di atas adalah Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia
pangan nasional harus dalam kondisi siap dalam kondisi fisik, dan terdidik dan
berpendidikan.Sebagai pilar, inilah yang merupakan sarana dan prasarana yang
mendukung peningkatan pangan nasional, terdiri dari :
a. Persiapan pelaksanaan yakni sistem pelaksanaan pertanian
b. Infrastruktur yang memadai, mulai dari infrastruktur premier (lahan, laut,
modal, dan ide), dan skunder yakni (peralatan pertanian/nelayan, bahan
bakar minyak, pupuk, koperasi)
kedua hal ini dalam infrastruktur pangan harus terpenuhi dengan baik,
terutama infrastruktur dalam bentuk fisik yang berkualitas. Penopang produksi dan
hasil yang baik harus mutlak dilaksanakan untuk dapat bersaing dengan produk luar.
Negara Indonesia melalui pemerintah tentunya akan mengurangi impor produksi
pangan dengan catatan bahwa Negara Indonesia mampu berswasembada pangan.
Tentunya dengan infrastruktur yang sangat memadai dan mendukung terlaksananya
pangan nasional yang berkualitas.Karena secara garis besar nanti, bahwa pangan
nasional merupakan sebuah dasar untuk memperkuat kesatuan bangsa. Dengan
bahasa awam bahwa negara tidak akan sejahterah jika urusan perutpun belum
terpenuhi dengan baik. Dalam hal ini sandang pangan rakyat secara nasional.
Serta sebagai atap, pemerintah nasional dan daerah adalah payung yang
sentral dalam melindungi dan mengayomi pelaku pelaku pangan serta mengkontrol
sistem pangan.Dengan berlansungnya secara baik ketiga bidang di atas tersebut,
kekuatan pangan nasional bisa dilaksanakan dengan tertata dan terarah.

d. Peranan pemuda yang kurang dalam peningkatan ketahanan pangan


Generasi muda di Indonesia lebih menyukai hal-hal yang bersifat teknologi,
kreasi, seni dan olahraga dibandingkan harus berkotor-kotoran turun kesawah untuk
mencangkul atau membajak sawah, karena mereka lebih berfikiran soal gengsi dan
harga diri lebih tinggi harganya dari pada hanya untuk meningkatkan kualitas
pertanian di Indonesia.
Pemuda harus mampu berperan dalam upaya pemecahan masalah ketahanan
pangan, bahkan dapat berperan sebagai mitra sosial masyarakat demi mencapai cita-
cita ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Pemuda dapat berperan aktif dalam
aspek produksi dengan melaksanakan kegiatan bermanfaat, sebagai berikut:
1. Melakukan upaya pemberdayaan petani untuk meningkatkan produktivitas
tanaman pangan
Pemuda dapat melakukan upaya pemberdayaan petani, baik dengan cara
memberikan pendidikan dan pelatihan mengenai bercocok tanam, dan
sebagainya ataupun melakukan penyuluhan mengenai hal-hal yang
menyangkut pertanian, perkebunan, dan sebagainya.
2. Melakukan penelitian mengenai pertanian dan perkembangan IPTEK
Mengadakan kajian atau penelitian mengenai pertanian dengan mengundang
para pakar, mahasiswa, siswa serta masyarakat umum lainnya mengenai
penanggulangan permasalahan hama, permasalahan alih fungsi lahan, varietas
baru, irigasi (pengairan sawah), pemupukan serta pada bidang lainnya dengan
bimbingan khusus para ahli bidang pertanian.
3. Melakukan upaya advokasi terhadap isu ketahanan pangan
Pemuda dapat melakukan kajian terhadap suatu permasalahan yang timbul di
bidang pangan sehingga dihasilkan rekomendasi serta membantu
usaha advokasi jika memang diperlukan. Misalnya terhadap kasus alih fungsi
lahan.
4. Pengawas Kebijakan Pemerintah
Beberapa kebijakan pemerintah mengenai ketahanan pangan sudah diatur
didalam Undang-undang. Namun, kenyataan di lapangan seringkali terjadi
penyalahgunaan atau pelanggaran kebijakan tersebut oleh masyarakat. Pemuda
mampu bertindak sebagai Lembaga Pengawasan Independen yang aktif
terhadap isu tersebut.
5. Memberikan gagasan mengenai inovasi mikro untuk motivasi pelaku
pertanian
Pemuda dapat memberikan gagasan atau pendapat mengenai inovasi sistem
yang memungkinkan untuk meningkatkan semangat petani dalam kegiatannya.
Misalnya pemberiaan penghargaan atau reward kepada petani yang mampu
mengembangkan dan memproduksi serta berhasil memasarkan padi unggul
sehingga menarik perhatian petani lain untuk ikut andil dalam kegiatan
berprestasi yang erat kaintannya dengan peningkatan ketahanan pangan.
Pada aspek distribusi ada banyak hal yang dapat dilakukan para pemuda demi
menjaga kestabilan ketahanan pangan, usaha-usaha tersebut antara lain:
1. Kontrol Ekonomi Petani
Kontrol Ekonomi Petani merupakan sistem yang menganalisa cash flow rumah
tangga petani sehingga didapat data mengenai perekonomian mikro rumah
tangga. Berdasarkan pada data tersebut kemudian dibuat sistem tabungan rutin
yang sewaktu-waktu bisa diambil oleh petani untuk pemenuhan kebutuhannya
sehingga petani tidak perlu menjual dengan cepat hasil panennya demi
memenuhi kebutuhan rumah tangga.
2. Bank Gabah
Pengelolaan buffer stock berupa bank gabah merupakan solusi menarik pada
aspek distribusi ini. Pengaturan periode penjualan gabah adalah salah satu
sistem yang mampu menstabilkan harga pangan serta ketersediaan pangan di
pasaran.
3. Pendidikan Rutin Agribisnis
Kelompok pemuda dapat berperan dengan memfasilitasi pendidikan agribisnis
ini dengan mengundang pakar dalam bidang agribisnis dan kemudian
memberikan ilmu-ilmu keagribisnisan ke masyarakat.
Selain aspek poduksi dan distribusi, aspek konsumsi memainkan peranan
penting dikarenakan selera masyarakat terhadap beras lokal yang tak tergantikan
dengan beras unggul. Upaya yang bisa dilakukan kelompok pemuda ialah:
1. Memberikan pemahaman tentang pentingnya diversifikasi pangan kepada
masyarakat.
2. Melakukan consuming test bekerjasama dengan pemerintahan dengan cara
membagikan beras unggul dalam jumlah tertentu kepada masyarakat secara
rutin sehingga masyarakat akan terbiasa.
Pemuda merupakan agen kreatif yang mampu menghasilkan ide-ide baru serta
mampu membawa isu yang dianggap tradisional menjadi perhatian public modern
dan menjadi sangat penting. Kepedulian terhadap pertanian sejauh ini hanya
dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan, para ahli, pelaku pertanian, pelajar
serta gapoktan, kelompok tani dan perangkat desa. Youth Empowerment belum
pernah dicoba dimanfaatkan secara maksimal dikarenakan isu tentang pertanian
dianggap tabu bagi sebagian besar masyarakat terutama pemuda-pemuda modern
yang terpegaruh banyak oleh globalisasi.
Gerakan pemuda peduli pertanian haruslah dibentuk mengingat potensi yang
dimilikinya bersifat jangka panjang. Faktor pengaruh modernisasi atau kurangnya
pengetahuan di bidang ilmu pertanian pada pemuda dapat menjadi alasan utama
keengganan mereka untuk membuat kelompok tersebut. Namun hal itu dapat diatasi
dengan peran serta mahasiswa pertanian, kelompok ahli dan lembaga pemerintahan
yang perduli terhadap pemberdayaan pemuda untuk ketahanan pangan masa depan.
Gerakan pemuda peduli pertanian haruslah dibentuk mengingat potensi yang
dimilikinya bersifat jangka panjang. Faktor pengaruh modernisasi atau karena
kurangnya pengetahuan di bidang ilmu pertanian pada pemuda dapat menjadi alas an
utama keengganan mereka untuk membuat kelompok tersebut. Namun hal itu dapat
diatasi dengan peran serta mahasiswa pertanian, kelompok ahli dan lembaga
pemerintahan yang perduli terhadap pemberdayaan pemuda untuk ketahanan pangan
masa depan.

e. Kebijakan
Strategi dan kebijakan untuk menjaga ketahanan pangan nasional sekaligus
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani adalah sebagai berikut (lihat
Irawan, 2002a)Pertama, kebijakan yang berorientasi untuk memacu pertumbuhan
ekonomi pedesaan (petani) sekaligus meningkatkan produksi pangan nasional.
Kebijakan tersebut meliputi land reform policy. Land reform policy ini bertujuan
agar para petani memiliki luas lahan yang memberikan keuntungan untuk dikelola
sekaligus meningkatkan produktivitas usaha taninya. Dalam konteks Indonesia,
kebijakan ini dapat direalisasikan dalam wujud pembangunan areal pertanian baru
yang luas di luar Jawa untuk dibagikan kebada buruh-buruh tani (petani tanpa
lahan), para petani guram (petani berlahan sempit), para peladang berpindah, dan
perambah hutan yang diikuti dengan bimbingan budi daya pertanian secara modern
serta mekanisasi pertanian berorientasi komersial (agrobisnis).
Dalam skala makro, pemerintah juga harus mendorong kebijakan harga yang
fair. Dalam hal ini sangat penting adanya kebijakan harga dasar yang efektif dan
penerapan tarif impor secara simultan. Tetapi, tidak cukup hanya itu. Hendaknya
semua parasit ekonomi pertanian seperti penyelundup, tengkulak, pengijon, preman
dosa, rentenir, elite desa dan kota, serta para birokrat yang terlibat dalam aktivitas
langsung dan kebijakan di lapangan supaya dibersihkan, baik keberadaan maupun
perilaku mereka. Sebab, kalau tidak, kenaikan harga pangan tidak akan dinikmati
petani, tetapi oleh para parasit ekonomi tersebut.
Kebijakan berikutnya adalah peningkatan akses petani terhadap kredit dan
perbaikan kualitas pelayanan kredit, menghilangkan lembaga pencari rente dan
kelompok free rider, serta sebanyak mungkin memberikan dana berputar atau
pinjaman lunak untuk perbaikan sarana penyimpanan, transportasi, dan pemasaran
hasil pertanian. Sedangkan akses terhadap input produksi penting seperti pupuk
dapat diwujudkan dengan tetap menerapkan kebijakan subsidi pupuk. Kebijakan
kedua adalah kebijakan yang berorientasi menjaga aspek keterjangkauan pangan
yang meliputi pemetaan wilayah-wilayah yang potensial rawan pangan dan
perbaikan akses serta ketersediaan logistik ke wilayah-wilayah tersebut. Juga sangat
penting untuk menerapkan program perlindungan sosial berkala berupa program
OPK (operasi pasar khusus) dan raskin (beras untuk rakyat miskin) sebagai sarana
indirect income transfer untuk berkelompok-kelompok miskin kronis di pedesaan.
Untuk itu, perlu dilakukan pemetaan perdaerah tingkat II tentang jumlah dan sebaran
kelompok tersebut. Pemetaan ini penting agar program perlindungan sosial ini dapat
tepat sasaran.
Kemudian juga harus dilakukan kebijaksanaan diversifikasi pangan. Kebijakan
ini bertujuan membiasakan rakyat mengkonsumsi makanan sehari-hari dari berbagai
jenis pangan. Dengan terwujudnya kebiasaan makan yang baru tersebut,
ketergantungan terhadap salah satu komoditas pangan dapat direduksi. Di era
desentralisasi ini, untuk mengaplikasi kebijakan ini pemerintah pusat perlu
berkoordinasi dengan pemerintah daerah agar terwujud kebijakan
penganekaragaman pangan nasional yang berbasis lokal. Alternatif kebijakan ini,
antara lain, pertama, pengembangan resource untuk produksi beragam pangan lokal
termasuk dukungan kebijakan harga, riset dan pengembangannya untuk memacu
produktivitas komoditas lokal nonberas di daerah. Kedua, pemberdayaan masyarakat
lokal dengan pembinaan kretivitas masyarakat dalam memproduksi, memanfaatkan,
dan mengkonsumsi berbagai jenis pangan lokal. Ketiga, pengolahan dan penyediaan
berbagai jenis bahan pangan dalam bentuk siap olah untuk masyarakat daerah.
Kebijakan ketiga adalah kebijakan yang berorientasi menjaga stabilitas
ketahanan pangan antar waktu (musim). Kebijakan ini meliputi, pertama, impor
yang selektif dengan impor pangan tertentu hanya diizinkan untuk daerah-daerah
yang bukan kategori sentra produksi pangan tersebut dan tidak dilakukan dalam
keadaan panen raya. Kedua, kebijakan yang bertujuan bagaimana melibatkan
masyarakat dalam fungsi mekanisme penyeimbang logistik tradisional yang dikenal
dengan nama lumbung desa. Hal ini penting mengingat di era mendatang
kemampuan badan logistik nasional (Bulog) yang semakin berkurang sebagai
penyeimbang logistik antarmusim. Lumbung desa adalah institusi stok pangan lokal
yang dulu cukup efektif sebagai penyangga ketahanan pangan (buffer stock)
masyarakat.

4. Rekomendasi
a) Diharapkan kepada pemerintah melakukan pengembangan penelitian dibidang
pertanian khusunya pengembangan sektor tekhnonologi terapan tepat guna pertanian
sehingga pada nantinya pemerintah dapat memberikan standar benih-benih yang
berkwalitas bagi kalangan petani sehingga upaya menuju swasembada pangan dapat
berlangsung lebih cepat.
b) Sumber energy yang terbarukan: diharapkan adanya alokasi khusus penelitian-
penelitian dari hasil-hasil sumber daya alam Indosesia, agar ditemukan sumber-
sumber energy baru yang terbarukan, agar perimbangan terhadap penggunaan
energy fosil dapat ditekan, sehingga penerapan green energy dapat memberikan
sumbangan yang sangat besar dalam memperbaiki kwalitas udara di Indonesia.
c) Perubahan iklim memberikan kerugianpada masyarakat nelayan, perlulah kiranya
pemerintah memberikan advokasi pendidikan pada keluarga masyarakat nelayan,
sehingga kwalitas pendidikan masyarakat pesisir akan terangkat dan pemerataan
pendidikan akan tercapai, hal ini dikarenakan dalam prakteknya kwalitas pemerataan
pendidikan masih tebang pilih dalam penerapannya.
d) Kurangnya perlindungan terhadap masyarakat adat menjadikan food security
menjadi terancam, hal ini dikarenakan maraknya alih fungsi lahan produktif menjadi
lahan konta produktif dalam sektor ketahanan pangan, hal ini dikarenakan lemahnya
perlindungan pemerintah dalam mengendalikan permasalahan perizinan-perizinan
alih fungsi lahan dan masih banyaknya mafia-mafia tanah yang masih bermain
dalam pengendalian lahan.
e) Diaktifkannya kembali penyuluhan-penyuluhan dan advokasi pertanian oleh sarjana-
sarjana pertanian yang kita miliki, sehingga pemanfaatan potensi sarjana menjadi
optimal dan pengangguran sarjana pertanian menjadi tertanggulangi, selain itu
dengan memberikan wadah bagi para sarjana pertanian akan adanya aktualisasi akan
kesempatan mengembangkan potensi dan mempertanggung jawabkan secara praktek
lapangan, hal ini merupakan solusi pembenahan permasalahan dalam sektor
pertanian kembali kepada para ahlinya dalam upaya pengembangan kwalitas
produksinya, yaitu optimalisasi sarjana pertanian yang terlatih.

Masalah keamanan pangan


(food safety)
masih merupakan masalah utama dibidang pangan dan gizi diIndonesia. Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 ditegaskan bahwa salah satu sasaran
pembangunandibidang pangan dalam Pembangunan Jangka Panjang (PJP)
II adalah terjamin keamanan pangan yangdicirikan oleh terbebasnya masyarakat
dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan manusia dantidak sesuai dengan
keyakinan masyarakat (Seto, 2001).Pangan atau makanan merupakan kebutuhan
primer setiap manusia. Keamanan serta kebersihanmakanan tersebut menjadi
faktor yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh masyarakat. Haltersebut
dimaksudkan untuk menghindari adanya efek samping yang ditimbulkan dari
beragam makananseperti terjadinya kontaminasi, penyalahgunaan bahan
makanan, dan keracunan makanan. Kasuskeracunan makanan sering terjadi pada
anak usia sekolah mulai dari anak TK, SD, SLTP bahkan anak usiaremaja yaitu
SMA (Depkes, 2007).Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat baik
konsumen maupun produsen tentang keamananpangan perlu perhatian dari semua
pihak baik pemerintah maupun masyarakat sendiri. Salah satu upayauntuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat pada umumnya dan anak sekolah
khususnya dapatdilakukan melalui program Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
(KIE). Program KIE penyampaian materidapat dilakukan melalui beberapa
metode dan media. Media yang digunakan sangat bervariasi, mulaidari yang
tradisional yaitu mulut (lisan), bunyi-bunyian (kentongan), tulisan (cetak),
3
sampai denganelektronik yang modern yaitu televisi dan internet (Notoatmodjo,
2007).
Keamanan pangan juga menjadi masalah yang terjadi di negara-negara
berkembang. Tantangan yangdihadapi oleh negara-negara berkembang seperti
pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, perubahan polamakan, intensifikiasi dan
industrialisasi produk pertanian dan pangan. Hal tersebut berimplikasi pada
sistemproduksi pangan. Kondisi iklim, sanitasi dan infrastruktur publik yang
buruk menambah kesulitan ini.Perundang-undangan mengenai keamanan pangan
di banyak negara berkembang sering tidak lengkap danusang atau tidak sejalan
dengan persyaratan internasional. Tanggung jawab keamanan pangan
danpengendaliannya cenderung terpecah pada banyak institusi. Sementara itu,
banyak laboratorium kekuranganperalatan regular dan peralatan penting. Sistem
keamanan pangan yang lemah dapat menyebabkan kejadianpermasalahan
keamanan pangan yang lebih sering dan penyakit akibat mikroorganisme seperti
Salmonella, E.Coli, Campylobacter dan Listeria, melalui residu bahan kimia (pestisida,
obat ternak dan lain-lain) sertapenggunaan pangan tambahan yang tidak berizin.
Diare saja, yang terutama disebabkan air dan pangan yangtidak aman,
menyebabkan 1,8 jita anak meninggal setiap tahun.Untuk menjamin produksi
pangan yang aman bagi konsumen dan untuk memenuhi persyarataninternasional
tentang kebersihan dan phytosanitary bagi eksport pangan, otoritas keamanan
pangan nasionalharus lebih waspada. Produsen dan pedagang harus
bertanggungjawab terhadap produksi pangan yang amanpada seluruh rantai atau
jaringan pangan. Di Indonesia sendiri masalah keamanan pangan menjadi hal
yangperlu mandpat perhatian khusus dari semua pihak. Dalam beberapa tahun
terakhir, kita dapat melihatmencuatnya kasus keracunan makanan seperti adanya
kasus keracunan sari buah di Surabaya (Mei 2004),

Anda mungkin juga menyukai