Anda di halaman 1dari 24

Dampak lingkungan dari pertanian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Aliran permukaan dari lahan pertanian mengandung pupuk dantanah yang mampu
menyebabkaneutrofikasi dan pendangkalan sungai

Dampak aktivitas pertanian terhadap lingkungan sifatnya sangat bervariasi dari pencemaran
air, perubahan iklim, hingga pencemaran genetika. Solusi untuk menghindari dampak ini
beragam muali dari penerapan pertanian berkelanjutan hingga kembali ke sistem pertanian
subsisten.

Daftar isi
[sembunyikan]

1Perubahan iklim

2Deforestasi

3Pencemaran genetik

4Irigasi

5Polutan

6Lihat pula

7Referensi

8Pranala luar

Perubahan iklim[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: perubahan iklim dan pertanian
Perubahan iklim dan pertanian merupakan proses yang saling terkait di mana keduanya terjadi
pada skala global. Pertanian mempengaruhi perubahan iklim, dan perubahan iklim
mempengaruhi pertanian. Pemanasan global diketahui dapat mempengaruhi pertanian karena
peningkatan temperatur, perubahan pola iklim dan presipitasi, dan pelelehangletser. Hal ini
mempengaruhi kapasitas biosfer dalam memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan populasi
manusia yang terus meningkat. Peningkatan level karbon dioksidaakan memiliki efek baik
maupun buruk terhadap hasil pertanian. Penilaian efek perubahan iklim pada pertanian akan
membantu antisipasi dan adaptasi usaha pertanian.
Di saat yang sama pertanian diketahui memberikan pengaruh terhadap perubahan iklim karena
menyumbang gas rumah kaca seperti karbon dioksida dari mesin pertanian danpembakaran
hutan, metan dari pelapukan sampah pertanian dan kotoran ternak, dan NO2. Selain itu,
pertanian juga memberikan pengaruh dari aktivitas pengubahan fungsi lahan.[1]

Deforestasi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Deforestasi
Salah satu penyebab deforestasi adalah sistem tebang habis untuk mengubah hutan menjadi
lahan pertanian. Berdasarkan Norman Myers, diketahui bahwa 5% lahan hutan yang mengalami
deforestasi digunakan sebagai lahan peternakan, 19% diakibatkan oleh penebangan
hutan berlebih, 22% karena perluasan lahan perkebunan kelapa sawit, dan 54% karena
parktek tebang dan bakar.[2]
Pada tahun 2000, PBB melalui FAO menemukan bahwa deforestasi mampu menyebabkan
tekanan terhadap populasi dan stagnasi ekonomi, sosial, dan teknologi." [3]

Pencemaran genetik[sunting | sunting sumber]

Protes anti GMO di Washington

Kontroversi dari bahan pangan termodifikasi secara genetika (genetically modified, GM)
melibatkan berbagai pihak dari konsumen, perusahaan bioteknologi, pembuat
kebijakan, organisasi nirlaba, dan ilmuwan. Bidang yang diperdebatkan diantaranya apakah
makanan GM harus diberikan label, peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan, dampak
makanan GM pada kesehatan dan lingkungan, efek resistansi pestisida,
dampak tanaman pertanian GM terhadap petani, dan peran tanaman pertanian GM sebagai
penghasil bahan pangan bagi populasi dunia.
Organisme termodifikasi secara genetik juga mengundang risiko terjadinya pencemaran
genetika akibat penyerbukan antara tanaman GM dan tanaman non GM di lokasi pertanian.
Selain itu, benih tanaman GM yang tersebar ke alam liar juga mengundang keresahan serupa.
Fenomena ini disebut dengan kontaminasi benih. Sebagian besar proses penyerbukan terjadi
oleh angin dan serangga yang tidak mampu dikendalikan secara penuh oleh manusia.

Irigasi[sunting | sunting sumber]


Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dampak lingkungan dari irigasi
Irigasi dapat memicu berbagai masalah, diantaranya:[4]

Berkurangnya akuifer air tanah secara drastis karena pengambilan air tanah berlebihan

Subsiden tanah karena ruang di antara bebatuan di bawah tanah yang seharusnya diisi
air tanah, menjadi kosong sehingga berpotensi runtuh

Tanah yang tidak diirigasi secara cukup dapat menyebabkan meningkatnya kadar garam
tanah yang mengakibatkan salinisasi tanah. Tanah dengan kadar garam yang tinggi sulit
untuk ditanami kembali.
Irigasi dengan air asin akan menyebabkan tanah rusak

Irigasi berlebihan menyebabkan polusi air karena tercucinya pupuk dan pestisida dari
tanah pertanian ke ekosistem sekitar

Aliran permukaan yang tidak ditata dengan baik mampu menyebabkan pencemaran air
tanah dan air permukaan

Polutan[sunting | sunting sumber]


Lihat pula: Dampak lingkungan dari pestisida dan Residu pestisida
Sejumlah besar penggunaan bahan kimia pertanian mampu menjadi polutan bagi lingkungan jika
tidak dikelola dengan baik. Pupuk dan pestisida mampu terbawa air hujan dan mengendap di
sungai dan badan air lainnya hingga terserap menuju ke air tanah. Pestisida kimia juga mampu
mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia, terutama
pestisida organoklorida. Kontaminasi tanah juga bisa terjadi akibat penggunaan bahan kimia
pertanian yang berlebihan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Dampak_lingkungan_dari_pertanian

PENCEMARAN AKIBAT LIMBAH PETERNAKAN


DAN PENANGANANNYA
Posted Apr.03, 2012 under Peternakan

4 Votes
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena tingginya
permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi
keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak
masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha
lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi
sumber pencemaran. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka
pemgembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah
peternakan perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga
kenyamanan permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya kearah itu adalah
dengan memanfaatkan limbah peternakan sehingga dapat memberi nilai tambah
bagi usaha tersebut.
Kebijakan otonomi daerah perlu diantisipasi oleh aparat pemerintah daerah,
khususnya di kabupaten/kota yang menjadi ujung tombak pembangunan,
sehingga kabupaten/kota dapat berbenah diri dalam menggali segala potensi
baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia. Dengan
demikian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di
daerah tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan
pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
Kebanyakan masyarakat yang berada di pedesaan semuanya menyatu dengan
kegiatan-kegiatan yang ada kaitannya dengan pertanian secara luas kerena
memang itulah keahlian mereka yang dapat digunakan untuk mempertahankan
kehidupannya. Tidak heran seorang petani selain mengolah sawahnya, mereka
juga memelihara ternak misalnya ternak bebek, ayam kampung atau yang sering
dikenal ayam buras, ada juga yang memelihara domba, kambing, sapi ataupun
kerbau.
Dilain pihak krisis ekonomi yang telah melanda bangsa Indonesia sejak
pertengahan tahun 1997 telah memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi
kita semua, dimana betapa rapuhnya pondasi perekonomian yang tidak dilandasi
oleh potensi sumber daya lokal.
Sejauh ini kebijakan pemerintah yang lebih berorentasi pada sistem pertanian
konvensional di mana banyak mengandalkan input produksi seperti pupuk
organik ataupun pestisida dalam jumlah tinggi untuk memacu target produksi.
Dalam kenyataan hal tersebut justru telah memberikan dampak negatif terhadap
ekosistem lahan pertanian yang ada sehingga lambat laun akan menurunkan
produktivitas pertanian dan akibatnya akan berdampak pada pendapatan dan
kesejahteraan petani. Namun pada kenyataannya sektor pertanian ternyata
telah mampu menunjukan ketangguhannya dalam mengahadapi badai krisis.
Negara kita adalah negara agraris, di mana sebagian besar penduduknya
mengandalkan sektor pertanian, namun rata-rata kepemilikan penduduk atas
lahan pertanian kurang dari 0,3 hektar, terutama di pulau Jawa. Dari kondisi
kepemilikan lahan yang sempit ditambah dengan sistem pertanian yang masih
mengandalkan input produksi tinggi menyebabkan petani berada dalam
lingkaran kemiskinan yang tiada putus-putusnya. Petani dengan pendapatan
rendah tidak akan mampu menabung, meningkatkan pendidikan dan
keterampilan apalagi meningkatkan investasinya guna meningkatkan produksi.
Dalam keterbatasan yang dilematis tersebut diperlukan jalan keluar yang
bijaksana dengan membangun paradigma baru, yaitu sistem pertanian yang
berwawasan ekologis, ekonomis dan berkesinambungan, ini sering juga disebut
sustainable mix farming atau mix farming.
Sistem mix-Farming, ini diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis
dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan
atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru
yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga dengan sistem ini diharapkan
pemberdayaan dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah
(kabupaten/kota) dapat lebih dioptimalkan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mendukung kebijakan pemerintah dalam hal kecukupan pangan dengan cara
mengembangkan sistem pertanian yang terintegrasi misalnya tanaman pangan
pakan dan ternak, juga dapat memanfaatkan hasil samping atau hasil ikutan
peternakan seperti kompos (manure), dimana dapat digunakan sebagai bahan
baku pupuk organik dan limbah pertaniannya dapat dipakai sebagai pakan
ternak.
Sehubungan hal tersebut di atas konsep pertanian masa depan harus
dirumuskan secara komprehenship, dimana dapat mengantisipasi berbagai
tantangan, seperti pasar global dan otonomi daerah, salah satu model yang
dapat mengantisipasi tantangan pasar global adalah pengembangan sistem
pertanian yang berkelanjutan (sustainable mixed farming) dengan berbagai
industri peternakan. Bagi masyarakat pedesaan ternak-ternak seperti kerbau,
sapi potong, sapi perah, kambing, domba, itik, bebek ataupun ayam buras
memilki peranan strategis karena ternak-ternak tersebut dapat digunakan
sebagai tabungan hidup, sumber tenaga kerja bagi ternak kerbau dan sapi
potong. Ternak juga dapat dipakai sebagai penghasil pupuk organik dimana
sangat baik untuk meningkatkan produksi pertanian, selain itu ternak juga dapat
dijadikan dalam meningkatkan status sosial.
Dalam presfektif ekonomi makro, peternakan merupakan sumber pangan yang
berkualitas, misalnya daging ataupun susu merupakan bahan baku industri
pengolahan pangan, di mana dapat menghasilkan abon, dendeng, bakso, sosis,
keju, mentega ataupun krim dan juga dapat menghasilkan kerajinan-kerajinan
kulit tanduk ataupun tulang. Jadi dari semua kegiatan-kegiatan yang ada
kaitannya dengan pertanian dan peternakan dapat menciptakan lapangan kerja.
Pembangunan pertanian dalam konteks otonomi daerah yang disesuaikan
dengan permintaan pasar global sehingga pengembangan sistem pertanian
terpadu sangatlah menjanjikan, meskipun tetap harus memperhatikan aspek
agro ekosistem wilayah dan sosio kultur masyarakatnya (Sofyadi, 2005).
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan usaha
peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah
dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai,
sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan
oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari
pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu
protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai
keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang
selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran
lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi
manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut.
Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan
yang nyaman tetapi juga karena pengembangan peternakan mutlak
memperhatikan kualitas lingkungan, sehingga keberadaannya tidak menjadi
masalah bagi masyarakat di sekitarnya.
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menelaah lebih jauh tentang
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah usaha peternakan serta upaya
penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya.
1.3. Metode Penulisan
Penulisan dilakukan secara diskriptif dengan mengambil bahan dari pustakan
maupun dari sumber lain yang berkaitan dengan judul makalah.
II. LIMBAH TERNAK
2.1. Jenis Limbah Usaha Peternakan
Limbah ternak adalah sisa buangan dari suatu kegiatan usaha peternakan
seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan, pengolahan produk
ternak, dan sebagainya. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair
seperti feses, urine, sisa makanan, embrio, kulit telur, lemak, darah, bulu, kuku,
tulang, tanduk, isi rumen, dan lain-lain (Sihombing, 2000). Semakin
berkembangnya usaha peternakan, limbah yang dihasilkan semakin meningkat.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar
usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Kotoran sapi yang terdiri dari feces dan
urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar
manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan
domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi
menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang
dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan
cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang
berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati,
atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang
berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian
alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau
dalam fase gas.
Pencemaran karena gas metan menyebabkan bau yang tidak enak bagi
lingkungan sekitar. Gas metan (CH4) berasal dari proses pencernaan ternak
ruminansia. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung jawab
terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1 % per tahun dan
terus meningkat. Apppalagi di Indonesia, emisi metan per unit pakan atau laju
konversi metan lebih besar karena kualitas hijauan pakan yang diberikan rendah.
Semakin tinggi jumlah pemberian pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi
metan (Suryahadi dkk., 2002).
2.2. Dampak Limbah Peternakan
Limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Suatu
studi mengenai pencemaran air oleh limbah peternakan melaporkan bahwa total
sapi dengan berat badannya 5.000 kg selama satu hari, produksi manurenya
dapat mencemari 9.084 x 10 7 m3 air. Selain melalui air, limbah peternakan
sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk
berkembang biaknya lalat. Kandungan air manure antara 27-86 % merupakan
media yang paling baik untuk pertumbuhan dan perkembangan larva lalat,
sementara kandungan air manure 65-85 % merupakan media yang optimal
untuk bertelur lalat.
Kehadiran limbah ternak dalam keadaan keringpun dapat menimbulkan
pencemaran yaitu dengan menimbulkan debu. Pencemaran udara di lingkungan
penggemukan sapi yang paling hebat ialah sekitar pukul 18.00, kandungan debu
pada saat tersebut lebih dari 6000 mg/m3, jadi sudah melewati ambang batas
yang dapat ditolelir untuk kesegaran udara di lingkungan (3000 mg/m3)
Salah satu akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah
meningkatnya kadar nitrogen. Senyawa nitrogen sebagai polutan mempunyai
efek polusi yang spesifik, dimana kehadirannya dapat menimbulkan konsekuensi
penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses eutrofikasi,
penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi yang
terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan biota air
(Farida, 1978).
Hasil penelitian dari limbah cair Rumah Pemotongan Hewan Cakung, Jakarta
yang dialirkan ke sungai Buaran mengakibatkan kualitas air menurun, yang
disebabkan oleh kandungan sulfida dan amoniak bebas di atas kadar maksimum
kriteria kualitas air. Selain itu adanya Salmonella spp. yang membahayakan
kesehatan manusia.
Tinja dan urine dari hewan yang tertular dapat sebagai sarana penularan
penyakit, misalnya saja penyakit anthrax melalui kulit manusia yang terluka atau
tergores. Spora anthrax dapat tersebar melalui darah atau daging yang belum
dimasak yang mengandung spora. Kasus anthrax sporadik pernah terjadi di
Bogor tahun 2001 dan juga pernah menyerang Sumba Timur tahun 1980 dan
burung unta di Purwakarta tahun 2000 (Soeharsono, 2002).
III. PENANGANAN LIMBAH PETERNAKAN
Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi
limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah
ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk
dimanfaatkan. Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein,
lemak, bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau
biota, dan zat-zat yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat
dimanfaatkan untuk bahan makanan ternak, pupuk organik, energi dan media
pelbagai tujuan (Sihombing, 2002).
3.1. Pemanfaatan Untuk Pakan dan Media Cacing Tanah
Sebagai pakan ternak, limbah ternak kaya akan nutrien seperti protein, lemak
BETN, vitamin, mineral, mikroba dan zat lainnya. Ternak membutuhkan sekitar
46 zat makanan esensial agar dapat hidup sehat. Limbah feses mengandung 77
zat atau senyawa, namun didalamnya terdapat senyawa toksik untuk ternak.
Untuk itu pemanfaatan limbah ternak sebagai makanan ternak memerlukan
pengolahan lebih lanjut. Tinja ruminansia juga telah banyak diteliti sebagai
bahan pakan termasuk penelitian limbah ternak yang difermentasi secara
anaerob.
Penggunaan feses sapi untuk media hidupnya cacing tanah, telah diteliti
menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah
bahan organik lain, seperti feses 50% + jerami padi 50%, feses 50% + limbah
organik pasar 50%, maupun feses 50% + isi rumen 50% (Farida, 2000).
3.2. Pemanfaatan Sebagai Pupuk Organik
Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak sebagai pupuk
organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai pupuk
organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan unsur
hara pada tanah juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan
memperbaiki struktur tanah tersebut.
Kotoran ternak dapat juga dicampur dengan bahan organik lain untuk
mempercepat proses pengomposan serta untuk meningkatkan kualitas kompos
tersebut .
3.3. Pemanfaatan Untuk Gasbio
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan
memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu
bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut
sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar gasbio. Kotoran ternak
ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
biogas. Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan khusus yang
menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi
untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi.
Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai
kandungan selulosa yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil analisis diperoleh
bahwa tinja sapi mengandung 22.59% sellulosa, 18.32% hemi-sellulosa, 10.20%
lignin, 34.72% total karbon organik, 1.26% total nitrogen, 27.56:1 ratio C:N,
0.73% P, dan 0.68% K .
Gasbio adalah campuran beberapa gas, tergolong bahan bakar gas yang
merupakan hasil fermentasi dari bahan organik dalam kondisi anaerob, dan gas
yang dominan adalah gas metan (CH4) dan gas karbondioksida (CO2)
(Simamora, 1989). Gasbio memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu kisaran
4800-6700 kkal/m3, untuk gas metan murni (100 %) mempunyai nilai kalor 8900
kkal/m3. Produksi gasbio sebanyak 1275-4318 I dapat digunakan untuk
memasak, penerangan, menyeterika dan mejalankan lemari es untuk keluarga
yang berjumlah lima orang per hari.
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi
tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik.
Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan
pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan
struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman
komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan
menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-
gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format,
laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak.
Model pemroses gas bio yang banyak digunakan adalah model yang dikenal
sebagai fixed-dome. Model ini banyak digunakan karena usia pakainya yang
lama dan daya tampungnya yang cukup besar. Meskipun biaya pembuatannya
memerlukan biaya yang cukup besar.
Untuk mengatasi mahalnya pembangunan pemroses biogas dengan model
feixed-dome, tersebut sebuah perusahaan di Jawa Tengah bekerja sama dengan
Balai Pengkajian dan Penerapan Teknolgi Ungaran mengembangkan model yang
lebih kecil untuk 4-5 ekor ternak, yang siap pakai, dan lebih murah karena
berbahan plastic yang dipendam di dalam tanah.
Di perdesaan, gasbio dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan
memasak sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah
ataupun listrik dan kayu bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang
memadai, biogas juga dapat untuk menggerakkan mesin.
3.4. Pemanfaatan Lainnya
Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau gasbio, kotoran ternak juga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya menjadi briket
dan kemudian dijemur/dikeringkan. Briket ini telah dipraktekkan di India dan
dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar.
Pemanfaatan lain adalah penggunaan urin dari ternak untuk campuran dalam
pembuatan pupuk cair maupun penggunaan lainnya.
IV. KESIMPULAN
1. Limbah usaha peternakan berpeluang mencemari lingkungan jika tidak
dimanfaatkan. Namun memperhatikan komposisinya, kotoran ternak masih
dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan, media pertumbuhan cacing, pupuk
organik, gas bio, dan briket energi.
2. Pemanfaatan limbah ternak akan mengurangi tingkat pencemaran lingkungan
baik pencemaran air, tanah, maupun udara. Pemanfaatan tersebut juga
menghasilkan nilai tambah yang bernilai ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
Farida E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah Organik
Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa Cacing Tanah
Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. IPB,
Bogor.
Sofyadi Cahyan, 2003. Konsep Pembangunan Pertanian dan Peternakan Masa
Depan. Badan Litbang Departemen Pertanian. Bogor.
Sihombing D T H. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian, Institut Pertanian Bogor
Soehadji, 1992. Kebijakan Pemerintah dalam Industri Peternakan dan
Penanganan Limbah Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen
Pertanian. Jakarta.
Widodo, Asari, dan Unadi, 2005. Pemanfaatan Energi Biogas Untuk Mendukung
Agribisnis Di Pedesaan. Publikasi Balai Besar Pengembangan Mekanisasi
Pertanian Serpong.
Soeharsono, 2002. Anthrax Sporadik, Tak Perlu Panik. Dalam kompas, 12
September 2002, http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0209/12/iptek/anth29.htm
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis uraikan
dari BAB 1 BAB 2 ada
beberapa kesimpulan
yaitu :
1. Bahwa
boleh
apalagi
Untuk
peranannya
diharapkan
menymbang
energi
2. kita
membuang
disekitar
lingkungan. tidak
peternak,
untuklimbah
sumber
alternative
seharusnya
dan
3. Pihak
pedesaan
untuk puskesmas
meneliti lebih
sekitar
menuju peka
lingkungan
Indonesia
sehat yang berawal dari
lingkungan.
pedesaan
Peranan
tatasangat
dibutuhkan,
untuk
lingkungan
4.
yang lebih aparatur
letak
karena
baik.
B. Saran
Untuk para peternak
diharapkan bisa
meminimalisisr limbah
peternakan yang berada
di daerah lingkungan
masyarakat. Minimalisir
sekecil mungkin akibat
limbah tersebut
agar tidak ada pihak
yang dirugikan.
Terhadap
7 Makalah
Oleh Lingkungan
Dampak
Dwi Nur Peternakan
Halimah XII IPA 5
Daftar Pustaka
-
kimhyahya.blogspot.co
m/2013/05/karya-ilmiah-
b-indonesia-kelas-
9.html!?m=1
8
Terhadap
Makalah
Oleh Lingkungan
Dampak
Dwi Nur Peternakan
Halimah XII IPA 5
of 8
MAKALAH DAMPAK PETERNAKAN TERHADAP LINGKUNGAN

by ninik-idayanti

on Oct 09, 2015

Report

Category:

DOCUMENTS

Download: 16

Comment: 0

317

views

Comments
Description

makalah tentang peternakan yang mempunyai efek negativ dan posotif

Download Makalah dampak peternakan terhadap lingkungan

Transcript

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan sendiri merupakan kegiatan


mengembangbiakan dan membudidayakan hewan tanah untuk mendapatkan manfaat dan hasil
dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakanan tidak terbatas pada pemeliharaan saja,
memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan
peternakan adalah mencari keuntungan dengan menerapkan prinsip-prinsip managemen pada
factor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Kegiatan dibidang peternakan
dapat dibagi atas 2 golongan yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau, kuda, sedang
kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil yaitu seperti ayam, kelinci, dan lain-lain. System
peternakan diperkirakan telah ada sejak 9,000 SM yang dimulai dengan domestisi anjing,
kambing, dan domba. Peternakan semaking berkembang pada masa Neolitikum, yaitu masaa
ketika manusia mulai tinggal menetap dalam sebuah perkampungan. Pada masa ini pula domba
dan kambing yang semula hanya diambil hasil dagingnya, mulai dimanfaatkan juga hasil susu
dan hasil lainnya. Setelah itu manusia juga memelihara sapid an kerbau untuk diambil hasil kulit
dan hasil susunya serta memanfaatkan tenaganya untuk membajak tanah. Ilmu pengetahuan
tentang peternakan dianjurkan dibanyak universitas dan perguruan tinggi diseluruh dunis.
Dengan segala keterbatasan peternak, perlu dikembangkan sebuah system peternakan yang
berwawasan ekologis, ekonomis serta berkesinambungan sehingga peternakan industry dan
peternakan rakyat dapat mewujudkan ketahanan pangan dan mengatasi kemiskinan. Salah satu
usaha agribisnis seperti peternakan harus mempunyai tujuan, yang berguna sebagai evaluasi
kegiatan yang dilakukan selama beternak salah atau benar. Contoh tujuan peternakan yauti
tuuan komersial sebagai cara memperoleh keuntungan. Bila tujuan ini yang ditetapkan maka
segala prinsip ekonomi perusahaan, ekonomi mikro dan makro, konsep akuntansi dan
manajemen harus ditetapkan. Namun apabila peternakan dibuka untuk tujuann utama memang
bukan merupakan aspek komersial, namun harus tetap mengharapkan modal yang ditanam
dapat kembali. Manajemen pemeliharaan ternak diperkenalkan sebagai upaya untuk dapat
memberikan keuntungan yang optimal bagi pemilik peternakan. Dalam manajemen
pemeliharaan ternak dipelajari, antara lain : seleksi bibit, pakan, kandang, system perkawinan,
kesehatan hewan, tata laksana pemeliharaan dan pemasaran, pakan yang berkualitas baik /
mengandung gizi cukup akan berpengaruh baik terhadap yaitu tumbuh sehat, cepat gemuk,
berkembangbiak dengan baik, jumlah ternak yang mati atau sakit akan berkurang, serta jumlah
anak yang lahir dan hidup sampai disapih meningkat. Singkatnya, pakan dapat menentukan
kualitas ternak. Selain itu berdasarkan penelitian, hasil dari kualitas pupuk dari ternak potong
dengan ternak perah berbeda. Ternak yang diberi makan bermutu (se
DAMPAK KEGAIATAN PERTANIAN BAGI LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat
energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai
dengan peruntukannya
Pencemaran dapat timbul sebagai akibat kegiatan manusia ataupun disebabkan oleh
alam (misal gunung meletus, gas beracun akibat penggunaan pestisida dalam pertanian). Ilmu
lingkungan biasanya membahas pencemaran yang disebabkan perbuatan manusia yang sulit
untuk dicegah, Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari, Yang dapat dilakukan
adalah mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran, dan meningkatkan kesadaran
dan kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan
terkhusus dalam sektor pertanian.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang pembahasan makalah ini, kelompok kami akhirnya
berinisiatif membahas beberapa persoalan dalam tema ini, yaitu :
a. Apa dampak kegiatan pertanian bagi lingkungan?
b. Bagaimana solusi terhadap dampak kegiatan pertanian tersebut?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Dengan pemilihan tema dan penyusunan makalah ini diharapkan para pembaca dan
penulis sendiri mampu memahami apa saja dampak kegiatan pertanian bagi
lingkungsn,dimana teknologi untuk pertanian menjadi sebuah keharusan pada saat ini,serta
semoga melalui makalah ini kita menjadi memikirkan dan melaksanankan teknologi yang
memajukan pertanian dengan penerapan teknologi yang memberi dampak positif pada
lingkungan
BAB II METODE PENULISAN
2.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikemukakan dalam Makalah ini diperoleh melalui berbagai berbagai cara.
Pertama, dengan membaca buku-buku sumber yang ada hubungannya dengan pemilihan
umum. Kecuali buku, ada juga majalah, koran , dan berbagai brosur terbitan Lembaga
Pemilihan Indonesia ( LPI ). Di samping itu, data juga diperoleh melalui artikel di internet
yang telah dicantumkan sumbernya.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Dampak kegiatan pertanian bagi lingkungan
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang
dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau
sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Bagian terbesar penduduk dunia
bermata pencaharian dalam bidang-bidang di lingkup pertanian.Kegiatan pertanian dilakukan
secara turun-temurun,sebagai salah satu bentuk mencari atau memperoleh hasil dari kegiatan
tersebut.Pada awlanya kegiatan pertanian ini dilakukan tanpa terlalu campur tangan
teknologi,namun memberi hasil yang maksimal. Namun ketika tahun berganti dimana
kesuburan tanah pun semakin menurun,diperlukan bantuan teknologi agar kegiatan pertanian
tetap bisa memberi hasil yang baik.Bantuan teknologi dalam kegiatan pertanian tersebut
dimana dari pengolahan tanah,pemilihan bibit,sistem perairan,sistem penanaman ,pemupukan
dan pengolah pasca tanaman. Tapi ada banyak dampak negatif baik kesuburan tanah maupun
dampak terhadap lingkungan lainnya.
Siapa yang akan mengira ketika teknologi ikut serta,pemberantasan hama tanam
menggunakan insektisida buatan,pengolahan tanam dan sistem penanaman menggunakan
teknologi,pemupukan mengunakan pupuk buatan,kondisi dan kesuburan tanah justru semakin
menurun tajam.Memang tidak bisa dipungkiri bila hasil panen bisa jauh lebih baik.Tapi ada
banyak dampak negatif baik kesuburan tanah maupun dampak terhadap lingkungan lainnya.
Dan kondisi ini semakin dilematis ketika penambahan lahan baru justru tidak sebanyak dan
semudah dulu.Petani dihadapakan pada situasi terjepit antara kesulitan lahan baru ,tanah dan
tidak subur seta hasil pertanian yang harus tetap optimal .Pada kondisi ini teknologi pertanian
selalu menjadi solusi paling jutu,sekalipun pengaruhnya terhadap lingkungan secara umun
justru semakin membahayakan.
Memang benar bahwa kegiatan pertanian adalah semua bentuk budidaya juga
bercocok tanam dan pemeliharaan ternak yang dimaksud untuk memporleh hasil.Karena
tujuan utamanya adalah memperoleh hasil maka sebagai ciri kegiatan pertanian adalah
adanya lapangan produksi,pengolahan yang terencana,memiliki minat untuk mencapai
produksi maksimum dengan menerapakan teknologi dan ilmu pertanian.
Sesuatu yang nampaknya sangat biasa saja sebab memang biasanya idealnya seperti
itu yang memanfaatkan semua faktor produksi agar memperoleh hasil yang maksimum,
namun pernakah kita berpikir bahwa bentuk kegiatan pertanian yang kita lakukan berdampak
lain bagi lingkungan.Inilah salah satu kondisi yang sebenarnya tidak diharapkan,bahwa
kegiatan pertanian bisa berdampak pada lingkungan.
Dampak Bagi Lingkungan
Lapang produksi
Sudah dipahami bersama bahwa berusaha di bidang pertanian menghendaki adanya
lapang produksi entah itu lahan datar,miring ataupun model yang lain.Keseluruhan kegiatan
pertanian berpusat pada lapang produksi yang diupayakan agar berdaya hasil tinggi.
Untuk hasil yang tinggi,tak segan kita mengunakan mekanisasi agar lahan menjadi
datar atau menggunakan pupuk agar lahan dapat subur dan hasil melimpah,menggunakan
perstisida agar tanaman kita terlindung dari hama perusak. Peningkatan kegiatan agroindustri
selain meningkatkan produksipertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut.
Penggunaanpestisida, disamping bermanfaat untuk meningkatkan produksi pertanian tapi
juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan pertanian dan juga terhadap
kesehatan manusia.Dalam penerapan di bidang pertanian, ternyata tidak semua
pestisida mengenai sasaran. Kurang lebih hanya 20 persen pestisida
mengenai sasaran sedangkan 80 persen lainnya jatuh ke tanah.
Akumulasi residu pestisida tersebut mengakibatkan pencemaran lahan pertanian.
Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan
berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat,CAIDS (Chemically Acquired
Deficiency Syndrom) dan sebagainya
Pada masa sekarang ini dan masa mendatang, orang lebih menyukaiproduk pertanian
yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat
dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida.Pestisida
yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia
adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin.
Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi
dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak
mudah terurai Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanianselalu
berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahanbahan kimia tersebut
dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar bahanbahan kimia pertanian yang disemprotkan
jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di
atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke
tanah Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dandanau yang dibawa
oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan
tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah.
Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahanbahan kimia yang berlebihan
pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi
oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya,
dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan
diserap oleh partikel-partikel tanah.
Berdasarkan data yang diperoleh di Indonesia kasus pencemaran oleh pestisida
menimbulkan berbagai kerugian. Di Lembang dan Pengalengan tanah disekitar kebun wortel,
tomat, kubis dan buncis telah tercemar oleh residu organoklorin yang cukup tinggi. Juga telah
tercemar beberapa sungai di Indonesia seperti air sungai Cimanuk dan juga tercemarnya
produk-produk hasil pertanian.
Tapi sadarkah kita bahwa kesemuanya itu sesungguhnya sama artinya mengubah
ekosistem yang alami menjadi ekosistem buatan atau dapat pula kita katakan mengeksploitasi
sumberdaya alam yang ada.Perlahan tapi pasti bila berpatokan pada pola pikir seperti
itu,perubahan dan dampak buruk terhadap lingkungan akan semakin besar.
Coba saja kita bayangkan bagaimana pestisida buatan yang setiap musim
disemprotkan agar padi dan tanaman palawija terbebas dari hama yang mengganggu.Pestisida
itu kemudian masuk kedalam tanah,terus terjadi secar terus-menerus sehingga kesempatan
tanah untuk disuburkan kembali sebenarnya sudah tidak ada.Dan pada saat itulah muncul
kembali teknologi untuk menyuburkan tanah dengan menambah berbagai unsur hara buatan.
Kondisi sangat tergantung kepada teknologi seperti ini kemudian telah menggugah
pihak yang ingin mengupayahkan agar melakukan kegiatan pertanian secara alami,agar alam
sendiri yang mengoptimalkan untuk menghadapi hama,kalau dibutuhkan bantuan maka
sedapat mungkin harus berasal dari alam,sehingga tidak akan menjadi polutan bagi
lingkungan.Namun pada kenyataannya,melakukan kegiatan pertanian seperti ini ternyata jauh
lebih mahal yang berdampak pada melambungnkan harga pertanian yang kemudian dikenal
sebagai hasil pertanian organik.
Perubahan iklim
Perubahan iklim dan pertanian merupakan proses yang saling terkait di mana keduanya
terjadi pada skala global. Pertanian mempengaruhi perubahan iklim, dan perubahan iklim
mempengaruhi pertanian. Pemanasan global diketahui dapat mempengaruhi pertanian karena
peningkatan temperatur, perubahan pola iklim dan presipitasi, dan pelelehan gletser. Hal ini
mempengaruhi kapasitas biosfer dalam memproduksi bahan pangan untuk kebutuhan populasi
manusia yang terus meningkat. Peningkatan level karbon dioksida akan memiliki efek baik maupun
buruk terhadap hasil pertanian. Penilaian efek perubahan iklim pada pertanian akan membantu
antisipasi dan adaptasi usaha pertanian.Di saat yang sama pertanian diketahui memberikan
pengaruh terhadap perubahan iklim karena menyumbang gas rumah kaca seperti karbon dioksida
dari mesin pertanian dan pembakaran hutan, metan dari pelapukan sampah pertanian dan kotoran
ternak, dan NO2. Selain itu, pertanian juga memberikan pengaruh dari aktivitas pengubahan fungsi
lahan
Pemanfaatan lahan
(bahasa Inggris: land use) adalah modifikasi yang dilakukan oleh manusia terhadap
lingkungan hidup menjadi lingkungan terbangun seperti lapanga, pertanian, danpermukiman.
Pemanfaatan lahan didefinisikan sebagai "sejumlah pengaturan, aktivitas, dan input yang dilakukan
manusia pada tanah tertentu" (FAO, 1997a; FAO/UNEP, 1999). Pemanfaatan lahan memiliki efek
samping yang buruk seperti pembabatan hutan, erosi,degradasi tanah, pembentukan gurun, dan
peningkatan kadar garam pada tanah.
3.2 Solusi terhadap dampak kegiatan pertanian
3.2.1 Pengolahan yang terencana
Pertaniaan apapun akan selalu mepunyai dampak pada lingkungan.Oleh karena itu ada
baiknya perencanaan usaha tani dengan lebih baik untuk mengurangi dampak negatifnya
.Seperti telah disebutkan sebelumnyam kalaupun harus menggunakan pupuk sedapat
mungkin dengan menggunakan pupuk alami sehingga akan bercampur dengan tanah tanpa
membuat tercemar.Demikian pula untuk menjaga agar tanaman terbebas dari berbagai macam
hama,sedapat mungkin diberantas secara alami pula.Hal ini bisa tercapai apabila pola pikir
para ahli teknologi pertanian berpikir yang sama,memanfaatkan alam untuk jangka waktu
yang panjang,bukan semata-mata mengeruk hasil pertanian semaksimal mungkin.
Bila kegiatan pertanian dilakukan secara bijaksana atau dalam arti kata berwawasa
lingkungan maka dampak yang ditimbulkan akan relatif kecil namun potensi berdampak
besar bisa saja ada bila kita salah dalam pengolahan.
Memajukan pertanian dengan penerapan teknologi yang memberi dampak positif
pada lingkungan menjadi suatu keharusan saat ini.Dengan demikian pertanian yang
berkelanjutan mungkin akan menjadi pilihan.Hal ini bisa terjadi apabila alam atau lahan
pertanian masih mungkin di tanami.Sebaliknya bila keadaaan lahan tanah makin lama makin
menurun,tentu saja akan sulit mencapai hasil optimal dari lahan pertanian ini.
Pertanian berkelanjutan adalah bentuk kegiatan pertanian yang menerapkan konsep-
konsep pertanian yang sangat sesuai dengan alam,menggunakan bahan-bahan input pertanian
yang atau mengurangi campuran komponen kima dalam usah tani sehingga memaksimalkan
pemeliharaan kesuburan tanah dan keseimbangan ekosistem.Bila hal ini dilakukan secara
bersama-sama dengan seminimal mungkin terhindar menghindari dari penggunaan komponen
kimia,tentu saja sebenarnya akan bisa menanggulangi berbagai macam hambatan yang
terjadi ketika kegiatan pertanian dilakukan . Semakin berkembang biaknya hama tanaman
sebenarnya salah satu dampak meratanya waktu melakukan kegiatan pertanian.Bila waktu
menanam dan waktu memanen dilakukan secara serentak,maka hama tanaman akan
mengalami satu pase dimana tidak ada lagi tanaman di sawah atau di ladang yang
dimakan.Bagi pentani sendiri,waktu jeda ini bisa dilakukan untuk mengembalikan kondisi
tanah terutaman dari kekurangan unsur hara yang bisa diambil dari alam sendiri.
Berbeda bila waktu tanam dan waktu panen tidak dilakukan serentak,maka hama
tanaman tidak akan mengalami pase tidak ada makanan,sehingga hama tanaman tersebut
akan berkembang biak selama setahun penuh secara terus-menerus.Kalaupun dibasmi dengan
manggunakan insektisida atau berbagai zat yang mengandung kimiawi ,pada generasi sekian
hama itu sendiri akan resisten.Ketika hama resisten,upayah yang dilakukan adalah dengan
menambah dosis,begitu seterusnya.Sehingga makin lama dampak terhadap lingkungan pun
semakin tinggi.

3.3.2 Pengendalian Hayati/Biologi


Peningkatan pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanianberkelanjutan,
dimana makna dari berkelanjutan adalah mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat
digunakan secara berkesinambungan serta meminimalisasi dampak negatif yang timbul.
Dengan adanya pertanian berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat secara teliti
dan bertanggung jawab.
Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan metode
produksi yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam
kacangan dan rumput untuk mengisi persediaan, merawat tanah dengan pupuk dan kompos,
serta mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan
mencegah pencemaran dan pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai.
Dengan semakin ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia,pengendalian hayati atau
biokontrol merupakan salah satu strategi untukmengatasi dampak pencemaran lingkungan
akibat pemakaian bahan kimiauntuk proteksi pertanian. Pengendalian suatu penyakit melalui
biokontrol membutuhkan pengetahuan yang rinci mengenai interaksi patogen inang dan
antara patogen dengan mikroba-mikroba sekitarnya.
Pengetahuan ini sangat penting karena prinsip biokontrol adalah pengendalian dan
bukan pemberantasan patogen.Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh kemampuan
hidup agen biokontrol tersebut dalam lingkungannya. Salah satu agensia pengendalian hayati
yang efektif yaitu jamur Trichoderma spp yang mempu menangkal pengaruh negatif jamur
patogen pada tanaman kedelai (tanaman inang). Species Trichoderma harzianum dan
Trichoderma viridae dapat mengendalikan aktifitas jamur pathogen Rhizoctonia solanii yang
memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan berkecambah biji kedelai dan
pertumbuhan biomassa tanaman.

3.3.3 Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna Pestisida


Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para pengguna
perlu dilakukan, karena banyak dari pada pengguna yang tidak mengetahui bahaya dan
dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu
penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan. Kesalahan dalam pemakaian dan
pengguna pestisida akan menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi
pada lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan
mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah
populasinya.
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam
khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka
peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan .Pemerintah
No.7 Tahun 1973,Standar keamanan untukpengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk
penggunaan yang aman dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi
dan periode dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu
tidak melebihi dari standar yang telah ditetapkan.
Keamanan dari produk-produk pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia
pertanian diaplikasikan berdasarkan standar keamanan untuk pengaplikasian
pestisida,Mengarakan kursus-kursus kepada para pengguna pada penggunaan yang aman dari
pestisida, dengan penggunaan yangbijaksana dari pestisida yang akan menghasilkan
perbaikan dalam produksi dan kualitas pertanian tanpa meninggalkan dampak negatif pada
lingkungan. Kursus kursus ini dapat diadakan oleh organisasi industri-industri bahan-bahan
kimia pertanian.Setiap kemasan dari bahan-bahan kimia pertanian
haruslengkapi/menggunakan keterangan perlindungan bagi keamanan pengguna.
Jenis dan tingkat perlindungan berbeda tergantung pada tingkatkeracunan dari
masing-masing bahan kimia pertanian. Penyimpanan yangtepat dari bahan-bahan kimia
pertanian dan keterangan mengenai pelepasandari bahan kimia pertanian ke lingkungan
termasuk tingkat yang dapatmeracuni dan digambarkan pada label dari kemasan tersebut.
Denganmemperhatikan keterangan-keterangan ini, keamanan para pengguna,keamanan dari
pangan, keamanan dari konsumen pangan dan keamananlingkungan dapat diwujudkan.
BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan
Demikianlah salah satu dampak dari kegiatan pertanaian yang tidak secara
berkesinambungan dan bertanggung jawab.Sebaliknya bila kegiatan pertanian dilakukan
secara berkesinambungan dan bertanggung jaeab,maka penggunaan lahan pertanian pun akan
semakin lama dan panjang.Tingkat kesuburan tanah bisa dipertahankan lebih lama karena
tidak tergrogoti dengan pengaruh atau dampak penggunan berbagai macam yang
mengandung komponen kimia.Namun sekali lagi hal ini harus dilakukan serentak dan
menjadi tanggung jawab bersama.

http://kuliaharsitekturlanskap.blogspot.co.id/2015/04/agronomi.html

Anda mungkin juga menyukai