Anda di halaman 1dari 5

PERTANIAN BERLANJUT ASPEK HPT

“Resume Jurnal”

Disusun oleh:
Nama : Navilla Miladya
NIM : 205040201111186
Kelas :F
Dosen : Dr. Ir. Mintarto Martodisuro

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2022
Jurnal 1: “The Ecological Role of Biodiversity in Agroecosystems”
Biodiversitas merupakan keanekargaman spesies makhluk hidup baik
tanaman, hewan, maupun mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu
ekosistem. Kenaekaragaman hayati telah menyediakan landasan bagi semua
tumbuhan dan hewan pertanian. Selain menyediakan tumbuhan dan hewan yang
bermanfaat, keanekaragaman hayati sangat berjasa dalam lingkup ekologis.
Dalam suatu ekosistem alami, tutupan vegetasi hutan dapat berfungsi untuk
mencegah terjadinya erosi tanah dan mengendalikan banjir dengan meningkatkan
infiltrasi serta mengurangi limpasan air. alam pertanian sistem, keanekaragaman
hayati melakukan jasa ekosistem di luar produksi makanan, serat, bahan bakar,
dan pendapatan. Contohnya termasuk daur ulang nutrisi, control iklim mikro
setempat, pengaturan hidrologi setempat proses, pengaturan kelimpahan yang
tidak diinginkan organisme, dan detoksifikasi bahan kimia berbahaya.
Penyederhanaan keanekaragaman hayati untuk tujuan pertanian adalah
ekosistem buatan yang membutuhkan campur tangan manusia secara konstan,
sedangkan dalam ekosistem alami pengaturan fungsi internal adalah produk
keanekaragaman hayati tanaman melalui aliran energi dan nutrisi, dan bentuk
kontrol ini semakin hilang di bawah intensifikasi pertanian. Pertanian modern
telah menjadi produktif, tetapi sangat bergantung pada eksternal input. Jenis dan
kelimpahan keanekaragaman hayati dalam agrikultur akan berbeda antar
agroekosistem yang berbeda dalam umur, keragaman, strukturm dan manajemen.
Secara umum, tingkat keanekaragaman hayati di agroekosistem tergantung pada
empat ciri utama agroekosistem, yaitu: (1) keragaman vegetasi di dalam dan di
sekitar agroekosistem; (2) kelanggengan berbagai tanaman di dalam
agroekosistem; (3) intensitas pengelolaan; dan (4) luasnya isolasi agroekosistem
dari tumbuh-tumbuhan alami. Komponen keanekaragaman hayati agroekosistem
dapat diklasifikasikan dalam kaitannya dengan peran yang mereka mainkan dalam
berfungsinya sistem tanam. Keanekaragaman hayati dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
- Biota produktif: tanaman, pohon dan hewan yang dipilih oleh petani yang
memainkan peran menentukan dalam keragaman dan kompleksitas
agroekosistem.
- Biota sumber daya: organisme yang berkontribusi pada produktivitas melalui
penyerbukan, kontrol biologis, dekomposisi, dan lain-lain.
- Biota perusak: gulma, hama, mikroba pathogen, dan lain-lain.
Mengidentifikasi jenis keanekaragaman hayati bertujuan untuk
mempertahankan dan/atau meningkatkan jasa ekologis, dan untuk menentukan
praktek terbaik yang akan mendorong komponen keanekaragaman hayati yang
diinginkan. Untuk menerapkan praktik pengelolaan terbaik untuk meningkatkan
atau meregenerasi jenis keanekaragaman hayati yang tidak hanya mensubsidi
keberlanjutan agroekosistem dengan menyediakan layanan ekologis seperti
pengendalian hama biologis, tetapi juga siklus hara, konservasi air dan tanah, dan
lain-lain. Keanekaragaman hayati dapat ditingkatkan melalui rotasi tanaman,
penggunaan tanaman penutup, tumpangsari, agroforestri, integrasi tanaman-
ternak, dan lain-lain. Biodiversitas yang benar akan dapat mengontrol populasi
hama dan penyakit.
Jurnal 2: “Agroecology and the Design of Climate Change-Resilient Farming
Systems”
Perubahan iklim berdampak pada produksi pangan dan serat di seluruh dunia
karena efek pada pertumbuhan dan hasil tanaman oleh peningkatan CO2, suhu
tinggi, perubahan enzim presipitasi dan transpirasi, dan peningkatan frekuensi
kejadian ekstrem, serta tekanan gulma, hama dan pathogen yang ekstrem.
Pertanian merupakan usaha manusia yang paling rentan terhadap dampak
perubahan iklim, karena pertanian sangat bergantung pada air yang cukup, suhu,
dan keseimbangan gas yang halus seperti karbondioksida. Sebagian besar
pertanian menggunakan cara budidaya monokultur, karena homogenitas
ekologisnya sangat rentan terhadap perubahan iklim serta tekanan biotik, suatu
kondisi yang merupakan ancaman besar bagi ketahanan pangan. Sistem produksi
monokultur yang dominan saat ini perlu beradaptasi untuk memenuhi tekanan
perubahan yang terkait dengan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem. Adaptasi
dianggap sebagai faktor kunci yang akan membentuk keparahan dampak
perubahan iklim di masa depan terhadap produksi pangan. Tapi ini akan
tergantung pada jenis strategi adaptasi yang akan digunakan. Perubahan yang
tidak akan secara radikal mengubah sifat monokultur agroekosistem dominan
seperti pergeseran tanggal tanam, mengganti atau memperkenalkan varietas
tanaman baru, dan memperluas dan memperbaiki irigasi dapat mengurangi
dampak negatif sementara.
Berlawanan dengan pertanian industri monokultur, banyak sistem pertanian
tradisional yang masih bertahan di berbagai negara berkembang, memiliki
beragam pilihan dan desain pengelolaan yang meningkatkan keanekaragaman
hayati fungsional di ladang tanaman dan dapat mendukung ketahanan
agroekosistem. Dalam menghadapi peristiwa cuaca ekstrem dan variabilitas iklim
secara terus menerus, para petani yang tinggal di lingkungan Afrikam dan
Amerika Latin telah mengembangkan dan/atau mewarisi sistem pertanian
kompleks yang sudah tua dengan cara yang cerdik. Sistem ini memungkinkan
keluarga petani kecil untuk memenuhi kebutuhan subsisten mereka di tengah
variabilitas lingkungan tanpa bergantung pada teknologi pertanian modern.
Pertanian yang kompleks dapat meningkatkan keanekaragaman hayati yang dapat
menambah fungsi ekosistem karena spesies yang berbeda menjalankan fungsi
yang sedikit berbeda dan karenanya memiliki relung yang berbeda. Ketika
perubahan lingkungan terjadi, redudansi sistem memungkinkan berlanjutnya
fungsi ekosistem dan penyediaan layanan ekosistem.
Strategi atau kunci dalam merancang pertanian berkelanjutan adalah
memasukkan kembali keragaman ke dalam lahan pertanian dan bentang lahan
sekitarnya dan mengelolanya secara lebih efektif. Diversifikasi terjadi dalam
bentuk: keanekaragaman genetik dan keanekaragaman spesies seperti dalam
campuran varietas dan polikultur, dan pada skala yang berbeda di dalam tingkat
lahan dan lanskap seperti agroforestri, integrasi tanaman-ternak, pagar tanaman,
dan lain-lain.
Terdapat banyak strategi agroekologi yang dapat diterapkan di tingkat petani
untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim, termasuk dibersifikasi
tanaman, menjaga keragaman genetik lokal, integrasi tanaman-ternak,
pengelolaan organik tanah, konservasi air dan pemanenan. Dengan melakukan
adaptasi melalui kerangka kerja agroekologi dan ketahanan pangan, penghidupan
lebih dari 1,5 miliar petani kecil tidak hanya akan terus bertahan, tetapi banyak
dari sistem mereka akan bertahan dan berfungsi sebagai contoh keberlanjutan
yang harus segera dipelajari oleh dunia. Transformasi dan demokratisasi sistem
pangan dunia adalah cara terbaik untuk beradaptasi dengan perubahan iklim,
sekaligus memberantas kelaparan dan kemiskinan, karena akar penyebab
ketidaksetaraan dan degradasi lingkungan dihadapi secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai