Anda di halaman 1dari 5

Nama : Shynthya Ratu Shyma

Kelas/Jurusan : 3-c/ Tadris Biologi


NIM : 12208193126
Matkul : Dasar-dasar Ekologi (tugas paper ekosistem pertanian)

Ekosistem pertanian (agroekosistem)

A.G. Tansley seorang ahli ekologi berkebangsaan Inggris merupakan orang yang pertama kali
memperkenalkan istilah ekosistem. Ekosistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Memiliki sumber energi yang konstan, umumnya cahaya matahari atau panas bumi
pada ekosistem yang ditemukan di dasar laut yang dangkal.
 Populasi makhluk hidup mampu menyimpan energi dalam bentuk materi organik.
 Terdapat daur materi yang berkesinambungan antara populasi dan lingkungannya.
 Terdapat aliran energi dari satu tingkat ke tingkat yang lainnya. Contoh-contoh ekosistem
diantaranya:
 Ekosistem alami : hutan
 Ekosistem binaan : agroekosistem atau ekosistem pertanian
 Ekosistem buatan: aquarium

Agroekosistem atau ekosistem pertanian merupakan satu bentuk ekosistem binaan manusia
yang perkembangannya ditujukan untuk memperoleh produk pertanian yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan manusia.

Sifat-sifat Agroekosistem atau ekosistem pertanian

- Agroekosistem tidak memiliki kontinyuitas temporal (tidak stabil). Keberadaannya hanya


dalam waktu yang terbatas dan sering mengalami perubahan iklim mikro secara mendadak
akibat tindakan manusia, seperti pencangkulan, penyiangan, pengairan dan sebagainya.
- Struktur agroekosistem didominasi oleh jenis tanaman tertentu yang dipilih oleh manusia dan
sering merupakan tanaman baru yang dimasukkan ke dalam ekosistem tersebut
- Agroekosistem pada umumnya tidak memiliki keragaman biotik dan genetik yang tinggi
sehingga kurang stabil
- Umur tanaman yang ada dalam agroekosistem relatif seragam
- Terdapat masukan berupa pupuk, pestisida dan air irigasi, sehingga jaringan tanaman menjadi
kaya akan unsur hara dan air
- Akibat dari sifat-sifat tersebut di atas, dalam agroekosistem sering terjadi letusan populasi
organisme pengganggu tumbuhan (OPT)

Ekosistem pertanian (agroekosistem) memegang faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan


pangan suatu bangsa. Keanekaragaman hayati (biodiversiy) yang merupakan semua jenis tanaman,
hewan, dan mikroorganisme yang ada dan saling berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat
menentukan tingkat produktivitas pertanian. Ekosistem pertanian dapat dikatakan produktif jika
terjadi keseimbangan antara sinar matahari, kelembaban udara, tanah, hara, dan organisme-
organisme yang ada, sehingga dihasilkan suatu pertanaman yang sehat dan hasil pertanian yang
berkelanjutan. Gangguan-gangguan terhadap ekosistem pertanian (agroekosistem) tersebut dapat
diatasi, karena sudah ada sistem yang dapat mengatasi atau mentoleransi adanya cekaman biotik
dan abiotik yang ada. Jika terdapat gangguan pada suatu Ekosistem pertanian (agroekosistem) oleh
serangga hama atau degradasi lahan dan juga patogen, maka untuk mencegah terjadinya kerentanan
pada Ekosistem pertanian (agroekosistem) tersebut perlu dilakukan pengembalian keseimbangan
(resiliance), yaitu dengan mengembalikan fungsi dari masing-masing komponen yang ada dalam
Ekosistem pertanian (agroekosistem) tersebut.

Keanekaragaman dalam ekosistem pertanian (agroekosistem) dapat berupa variasi dari gulma,
tanaman, anthropoda, dan mikroorganisme yang terlibat beserta faktor-faktor iklim, lokasi geografi,
manusia, edafik, dan sosioekonomi. Tingkat keanekaragaman hayati dalam ekosistem pertanian
(agroekosistem) bergantung pada 4 ciri utama, yaitu:

- Kekuatan atau keutuhan manajemen

- Keragaman tanaman di dalam dan sekitar agroekosistem

- Perluasan agroekosistem terisolasi dari tanaman alami

- Keragaman tanaman yang sifatnya permanen di dalam agroekosistem

Komponen keanekaragaman hayati dalam ekosistem pertanian (agroekosistem) dapat


dikelompokkan berdasarkan hubungan peranan, system pertanian, dan fungsi, yang terdiri:

- Biota produktif: tanaman, hewan atau ternak yang dipilih oleh petani, pepohonan, memiliki
peranan penting dalam keanekaragaman hayati dan kekompleksan agroekosistem
- Sumber-sumber biota: yaitu makhluk hidup yang memiliki kontribusi terhadap pengendalian
hayati, penyerbukan, dekomposisi, dan lain-lain.
- Biota perusak: serangga hama, gulma, mikroba patogen dan lain-lain, yang dikendalikan oleh
petani melalui manajemen budidaya.
Komponen penting keanekaragaman hayati yang dikenal dalam ekosistem pertanian
(agroekosistem) ada dua. Komponen pertama yaitu keanekaragaman hayati yang terencana,
meliputi hewan dan tanaman yang secara sengaja dimasukkan oleh petani ke dalam ekosistem
pertanian (agroekosistem), variasinya tergantung dari manajemen dan pengaturan tanaman secara
sementara. Komponen kedua adalah gabungan keanekaragaman hayati, yang terdiri dari seluruh
hewan, herbivora, carnivora, pengurai, tumbuhan dan lain-lain, dari lingkungan sekitar yang
berkoloni dalam ekosistem pertanian (agroekosistem), yang saling berhubungan atau berinteraksi.
Hal ini melibatkan manajemen dan perencanaan yang baik dalam ekosistem pertanian
(agroekosistem) karena banyak hubungan penting antara mikroorganisme, tanaman, tanah, serangga
herbivora, dan musuh alami.

Sifat optimal ekosistem pertanian (agroekosistem) bergantung pada tingkat interaksi antara
berbagai komponen biotik dan juga abiotik. Gabungan antara fungsi-fungsi keanekaragaman hayati
akan memicu sinergisitas yang dapat membantu di dalam ekosistem pertanian (agroekosistem)
dengan meningkatkan faktor-faktor yang berpengaruh, antara lain: siklus nutrisi, aktivitas biologi
tanah, peningkatan arthropoda dan antagonis yang menguntungkan dan lain-lain, yang seluruhnya
penting untuk memelihara kestabilan maupun keutuhan ekosistem pertanian (agroekosistem).
Apabila perencanaan dilakukan dengan baik, hasil penelitian akan membuktikan bahwa populasi
serangga hama di dalam ekosistem pertanian (agroekosistem) dapat diturunkan di bawah ambang
ekonomi yakni dengan meningkatkan populasi musuh alami (yang memiliki efek pencegahan
langsung terhadap serangga herbivora). Oleh sebab itu perlu dilakukan identifikasikan tipe-tipe
keanekaragaman hayati untuk memelihara atau meningkatkan pengaruh-pengaruh ekologis, dan
memberikan perlakuan yang terbaik dalam peningkatan komponen keanekaragaman hayati sesuai
yang diinginkan.
(Gambar ekosistem pertanian (agroekosistem))

Komponen Ekosistem Pertanian (agroekosistem)

a. Komponen Biotik
Ekosistem merupakan suatu sistem yang saling berbuhungan antara organisme
hidup dan organisme tidak hidup (lingkungan fisiknya). Komponen tersebut merupakan
bagian hidup dari lingkungan, termasuk seluruh populasi yang berinteraksi dengannya.
Komponen biotik berdasarkan fungsinya antara lain:
 Produsen adalah semua makhluh hidup yang dapat membuat makanannya sendiri.
Contohnya: makhluk hidup autotrof, seperti tumbuhan berklorofil.
 Konsumen adalah semua makhluk hidup yang bergantung pada produsen sebagai
sumber energinya. Berdasarkan jenis makannya konsimen dibagi menjadi:
 Herbivor adalah konsumen yang memakan tumbuhan
Contohnya: sapi, domba, kambing, dan kelinci, belalang.
 Karnivor adalah konsumen yang memakan hewan lain.
Contohnya: harimau, ular, serigala, dan macan.
 Omnivor adalah konsumen yang memakan tumbuhan dan hewan.
Contohnya: manusia
 Dekomposer atau pengurai adalah semua makhluk hidup yang memperoleh nutrisi
dengan cara menguraikan senyawa-senyawa organik yang berasal dari makhluk hidup
yang telah mati.
Contohnya: jamur, bakteri, dan cacing
b. Komponen Abiotik
Komponen Abiotik adalah semua bagian yang tidak hidup dari ekosistem. Peranan
komponen abiotik untuk makhluk hidup diantaranya adalah:
 Kemampuan organisme untuk hidup dan berkembang biak bergantung pada
beberapa faktor fisika dan kimia di lingkungannya.
 Sebagai faktor pembatas, faktor yang membatasi kehidupan organisme.
Contohnya yaitu jumlah kadar air sebgai faktor pembatas yang menentukan jenis
organisme yang hidup di padang pasir. Yang termasuk komponen abiotik pada
ekosistem pertanian (agroekosistem) diantaranya: air, oksisgen, suhu, cahaya
matahari, dan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Nurindah. 2006. Pengelolaan Agroekosistem dalam Pengendalian Hama. volume 5 nomor 2.


hlm:79

Tobing, Maryani Ciccu. 2009. Keanekaragaman Hayati dan Pengelolaan Serangga Hama dalam
Agroekosistem. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai