Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN OBSERVASI

EKOSISTEM PERSAWAHAN

Nama : Eksa Cendikiawan


NIM : 20160210144

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
Maret, 2017
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem sawah merupakan ekosistem yang mencirikan ekosistem pertanian
sederhana dan monokultur berdasarkan atas komunitas tanaman dan pemilihan vegetasinya.
Selain itu ekosistem yang berada di sawah bukanlah ekosistem alami, akan tetapi sudah
berubah sehingga akan sangat rentan terjadi ledakan suatu populasi di daerah tersebut.
Terdapat dua jenis ekosistem dilihat dari campur tangan manusia dalam ekosistem itu
yaitu ekosistem alami dan ekosistem binaan.
Ekosistem alami merupakan suatu bentuk ekosistem yang belum mendapat campur
tangan dari manusia sehingga struktur dan siklus yang terjadi berbeda dengan ekosistem
binaan. Misalnya saja, pada ekosistem binaan, manusia akan melakukan pemuliaan terhadap
tanaman yang dinilai produktivitasnya kurang. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa
ciri dari ekosistem yang dapat ditemukan dikedua jenis ekosistem seperti komponen ekosistem,
aliran energi, materi dan informasi, jaring-jaring makanan dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut
melahirkan sifat ekosistem bersangkutan yang terdiri atas produktivitas (productivity),
kebertahanan (stability), kemerataan (equitability), dan keberlanjutan (sustainability).
Ekosistem alami mempunyai produktivitas rendah sampai sedang, stabilitas sedang sampai
tinggi, serta kemerataan dan keberlanjutan yang tinggi. Sedangkan, ekosistem binaan
(agroekosistem) mempunyai produktivitas rendah sampai tinggi, kebertahanan rendah sampai
sedang, kemerataan rendah sampai sedang, dan keberlanjutan rendah sampai sedang.
Ekosistem binaan yang ada di sekitar kita sangatlah beragam seperti sawah, ladang
palawija, tegalan (lahan kering), perkarangan, sistem surjan, dan lahan berpasir pantai. Salah
satu ekosistem binaan yang kita ketahui dan kita kenal sejak lama yakni ekosistem sawah.
Sawah merupakan suatu bentuk lahan pertanian yang secara fisik berpermukaan rata dan
dibatasi oleh pematang. Mayoritas masyarakat Indonesia menggunakan sawah untuk bercocok
tanam padi.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Observasi
1. Keadaan umum
Lahan pertanian yang berupa sawah dapat dengan mudah ditemukan disekitar kita.
Salah satunya dapat kita temukan di Desa Mbangunjiwo, Bantul. Masyarakat di sana
mengandalkan sawahnya hanya untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari dan tidak
menjadikannya sebagai sumber pendapatan utama. Salah satu penyebabnya dikarenakan luas
sawah yang mereka miliki tidak terlalu luas dan juga hal ini telah turun menurun diwariskan
oleh generasi terdahulu.
Sawah yang ada di sana memiliki luasan 200 cm2, 300 cm2 dan 700 cm2. Dalam
jangka waktu satu tahun, sawah ditanami padi sebanyak dua kali dan satu kali ditanami dengan
tanaman palawija. Hal ini dilakukan petani untuk mengurangi hama tikus yang menyerang
sawah yang ada di sana. Selain tikus, hama yang sering menyerang sawah adalah ulat kecil
atau petani setempat menyebutnya dengan sendek. Selama musim penghujan tentu saja
sawah ditanami dengan padi namun pada saat musim kemarau petani biasanya menanam
palawija dan jagung. Padi yang sering ditanam adalah padi jenis in pari 13, cehera dan padi 64.
Dari beberapa jenis padi yang ditanam tersebut jenis padi 64 yang menurut petani memberikan
hasil yang paling bagus dibanding jenis padi yang lain. Untuk mendapatkan hasil yang bagus,
maka petani memberikan pupuk. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik maupun
pupuk kimia. Namun menurut petani penggunaan pupuk kimia akan memberikan hasil yang
lebih maksimal bagi hasil panen nantinya dibanding dengan menggunakan pupuk organik.
2. Interaksi Antar Komponen
a. Komponen Ekosistem
Ekosistem secara umum terdiri dari dua komponen dasar, yaitu komponen biotik dan
komponen abiotik, dimana kedua komponen tersebut saling berhubungan dan berkaitan. Dalam
ekosistem sawah ini tentu juga terdapat kedua komponen tersebut. Berikut merupakan
komponen-komponen biotik dan abiotik yang terdapat di sana :

Komponen biotik
Komponen biotik merupakan komponen yang terdiri dari makhluk hidup yang secara
langsung maupun tidak langsung berhubungan atau berinteraksi dengan komponen lainnya,
baik dengan komponen biotik lain maupun dengan komponen abiotik. Komponen biotik yang
secara umum dapat kita temui pada agroekosistem sawah yakni manusia, tanaman padi,
tanaman palawija, tanaman jagung, Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), burung dan
masih banyak lagi. Sedang komponen-komponen biotik yang ada dan ditemui pada
agroekosistem sawah tersebut yaitu tanaman produksi (padi, jagung,palawija), organisme
pengganggu (kupu-kupu, capung, tikus) dan manusia.Masing-masing dari komponen biotik
yang ada di sana pun akan memberikan pengaruh dan dampak bagi berjalannya siklus energi
yang ada dalam sawah.
Komponen abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen yang berkebalikan dengan komponen biotik.
Komponen ini terdiri dari sesuatu yang tak hidup dan merupakan bagian dari alam yang turut
mempengaruhi berjalannya siklus energi yang ada di sawah. Komponen abiotik yang berada di
sawah yakni cahaya matahari, air, tanah, dan udara. Masing-masing komponen tersebut sangat
penting bagi keberlangsungan siklus hidup yang ada di sawah.
b. Interaksi Antar Komponen
Ekologi merupakan aliran energi siklus nutrisi yang akan terus bergulir. Maksudnya
yaitu energi yang berasal dari matahari mengalir menuju tanaman, yang berguna untuk
pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tersebut nantinya akan menghasilkan nutrisi yang
disimpan dalam hasil produksi masing-masing tanaman.Ekosistem merupakan keterkaitan atau
interaksi antarkomponen dalam suatu lingkungan tertentu begitu pula yang terjadi pada
agroekosistem sawah.Komponen biotik dan komponen abiotik saling berinteraksi pada
lingkungan sawah baik interaksi yang menguntungkan kedua belah pihak maupun interaksi
yang hanya menguntungkan salah satu pihak atau satu komponen saja.
Interaksi antar komponen biotik
Komponen biotik yang satu dengan komponen biotik yang lain saling berhubungan atau
saling berinteraksi membentuk suatu siklus energi yang kita temui dan kita nikmati setiap
harinya. Misalnya interaksi antara manusia dengan tanaman padi. Interaksi yang terjadi
tersebut merupakan sebuah bentuk interaksi yang saling menguntungkan. Manusia membantu
padi untuk meningkatkan jumlah produksinya dengan memberi pupuk, melakukan
pemberantasan OPT, mengolah lahan dengan baik dan masih banyak lagi. Sedang sebagai
timbal baliknya padi atau jenis tanaman lain yang ditanam akan menghasilkan jumlah produksi
yang sepadan dengan apa yang telah diusahakan para petani sebelumnya. Selain manusia
dengan tanaman produksi seperti padi, terjadi pula interaksi antara tanaman produksi dengan
OPT. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sesuai dengan namanya akan mengganggu dan
bersifat kompetitif terhadap tanaman produksi. OPT yang dapat kita temui dalam
agroekosistem sawah ini adalah tikus, ulat kecil, gulma seperti rumput liar. Setiap OPT itu pun
memiliki bentuk penanganan yang berbeda-beda untuk membasminya. Penanganan OPT ini
dilakukan oleh manusia agar tanaman produksi tidak terganggu pertumbuhan dan
perkembangannya.
Interaksi antar komponen abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen dasar yang membentuk suatu ekosistem,
khususnya pada agroekosistem sawah yang menjadi tempat observasi. Interaksi yang terjadi
antar komponen biotik ini dapat kita lihat dari interaksi antara tanah dengan air, tanah dengan
sinar matahari, air dengan sinar matahari dan beberapa bentuk interaksi lain. Interaksi antara
tanah dengan air merupakan salah satu bentuk kerjasama yang menguntungkan sebab tanah
sangat membutuhkan air terlebih lagi keadaan tanah sawah itu harus selalu tergenang air.
Interaksi antara komponen biotik dan abiotik
Interaksi antara komponen biotik dan abiotik di sawah dapat kita lihat dari interaksi
antara tanah dengan tanaman produksi. Tanah merupakan media tanam yang penting di sawah
sebab tanaman produksi seperti padi, palawija dan beberapa jenis sayuran membutuhkan unsur
hara yang terdapat di dalam tanah. Selain membutuhkan tanah, tanaman produksi juga
membutuhkan air agar siklus hidup atau metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman tetap
berjalan. Tanaman-tanaman tersebut juga sangat membutuhkan sinar matahari dalam proses
fotosintesis. Sebab tanpa sinar matahari, tanaman tidak akan dapat berfotosintesis dan
menghasilkan energi.
B. Siklus ekosistem sawah
a. Padi
Padi merupakan sumber energi utama dalam ekosistem sawah, sehingga berperan
sebagai produsen. Habitat dari padi adalah rawa (ladang berair). Relungnya adalah di tanah
yang berair atau lumpur.
b. Belalang
Belalang menduduki posisi konsumen tingkat satu pada ekosistem sawah karena
belalang memakan tanaman padi. Habitatnya adalah di sawah dan relungnya adalah di tanaman
padi dan rumput. Selain sebagai konsumen tingkat satu belalang juga menjadi sumber energi
bagi predatornya, misalnya katak. Olehkarena itu belalang juga membantu dalam menjaga
keseimbangan antarorganisme yang ada di sawah sehingga tidak terjadi ledakan populasi.
c. Katak
Katak berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen tingkat kedua. Habitatnya
adalah di tempat yang lembab. Relungnya adalah di atas tanah, rerumputan atau celah di
pematang sawah atau tebing saluran air.
d. Ular
Ular merupakan konsumen tingkat 3 di sawah. Habitat dari ular adalah sawah
sedangkan relungnya adalah di dalam tanah. Bila masih banyak ular di sawah dan ladang, kita
tidak usah berburu tikus karena mereka akan bisa membunuh sekitar 10.000 ekor tikus setahun.
Peran ular ini sangat membantu, karena dapat menekan jumlah populasi tikus yang menyerang
padi.
e. Gulama
Sama seperti tanaman padi, gulma juga berperan sebagai produsen. Habitat dari gulma
adalah ladang atau persawahan. Sedangkan relungnya adalah di tanah yang berair atau lumpur.
Keberadaan gulma dapat menurunkan produksi tanaman, karena mereka mengganggu proses
pertumbuhan tanaman padi dengan kompetisi.
f. Dekomposer
Dekomposer disebut juga perombak, yaitu organisme yang bertugas merombak sisa-
sisa organisme lain untuk memperoleh makanannya. Habitat dari organisme pengurai ini
adalah sawah, sedangkan relungnya adalah di dalam tanah.
g. Tanah
Meskipun tanah merupakan komponen abiotik, namun peranannya sangat penting bagi
ekosistem sawah karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan
air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah yang berongga-rongga juga menjadi tempat
yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh. Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai
mikroorganisme.
h. Air
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan. Dalam ekosistem
sawah, air berperan dalam memberikan nutrisi terlarut dalam bentuk cairan yang diserap oleh
makhluk hidup. Semua komponen biotik yang ada di sawah tidak akan dapat hidup tanpa
mengkonsumsi air, karena sebagian besar penyusun tubuh makhluk hidup adalah air. Oleh
karenanya air memiliki fungsi yang sangat penting.
i. Cahaya Matahari
Cahaya matahari adalah sumber utama kehidupan. Tanpa adanya cahaya matahari
tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis, sehingga rantai makanan akan terputus karena
konsumen tidak bisa mendapatkan sumber makanan utama.
C. Komponen Dasar Agroekologi Sawah
Dalam agroekologi, suatu sistem pertanian harus memiliki 4 komponen dasar
agroekologi agar nantinya sistem pertanian tersebut dapat dikatakan baik dan layak. Keempat
komponen dasar tersebut yakni produktivitas (productivity), kebertahanan (stability),
kemerataan (equitability), dan keberlanjutan (sustainability). Masing-masing komponen
memegang peran yang penting dan berbeda-beda untuk menilai sistem pertanian yang diamati.
Pada ekosistem sawah ini juga terdapat 4 komponen dasar tersebut yang akan dianalisis sebagai
berikut :
a. Productivity (Produktivitas)
Productivity (produktivitas) merupakan salah satu dari komponen dasar yang berguna
untuk mengukur kemampuan lahan untuk menghasilkan hasil per satuan luas. Sawah memiliki
produktivitas yang lebih tinggi dibanding dengan ladang palawija pada luasan yang sama.
Tetapi terdapat pula pada suatu luasan lahan sawah yang ditanami padi berdampingan dengan
tanaman sayuran seperti kangkung. Hal ini dikarenakan menurut petani dengan berdampingan
seperti itu akan meningkatkan produktivitas mereka. Tanaman sayuran akan cepat dipanen
tidak seperti padi yang membutuhkan waktu kurang lebih tiga bulan. Dengan siklus yang
seperti itu, maka petani dalam jangka waktu yang lebih pendek akan terus mendapatkan hasil
dari lahan sawah yang mereka miliki.
b. Stability (Kebertahanan)
Stability (kebertahanan) merupakan salah satu komponen dasar agroekologi yang
digunakan untuk memprediksi hasil dari suatu sistem pertanian yang nantinya berguna untuk
mengambil kebijakan-kebijakan yang sekiranya diperlukan.
Kestabilanproduksisawahditentukanoleh proses penanamandanperawatan yang
baiksertakondisilahan yang tidakselaluberubahsehinggakestabilanakanlebihterkendali.
Makadariituuntukmenjagakestabilanproduksipetanimelakukanmetodemenggantitanamantiapd
uamusimsekalidanmenyesuaikantanaman yang ditanamdenganmusim yang
sedangterjadiuntukmencegahkemerosotanhasilproduksi.
c. Equitability (Kemerataan)
Equitability (kemerataan) merupakan komponen yang menunjukkan distribusi antara
produsen dengan konsumen. Maksudnya adalah bagaimana suatu sistem pertanian dapat
diterima oleh semua lapisan penggerak pertanian. Dalam pembahasan mengenai sawah ini
tentu kita tahu bahwa sistem ini merupakan salah satu sistem pertanian andalan bagi sebagian
besar masyarakat Indonesia khususnya bagi masyarakat Indonesia yang berada di Pulau Jawa.
Sawah tentu sudah menjadi satu bagian penting dari sekian banyak sistem pertanian
yang banyak dimiliki dan dikelola oleh masyarakat.Dari segi pemeliharaan pun, sawah
merupakan salah satu sistem pertanian yang pola pemeliharaannya telah dipahami dan dikenal
masyarakat sehingga mudah untuk menanganinya. Meskipun mungkin akan lebih sulit
dibanding dengan pekarangan. Apabila di pekarangan biasanya masyarakat tidak melakukan
banyak perawatan terhadap tanaman yang mereka tanam meski beberapa pemilik pekarangan
tetap melakukan perawatan maksimal terhadap lahan pekarangannya.
d. Sustainability (Keberlanjutan)
Keberlanjutan disini merupakan kemampuan bertahan suatu agroekosistem dalam
jangka waktu yang panjang atau juga dapat dikatakan kemampuan suatu lahan untuk bertahan
dalam jangka waktu yang lama. Pada ekosistem sawah, keberlanjutan sistem ini sekarang
masih mungkin berlanjut mengingat kebutuhan pangan (beras) yang cukup tinggi. Apabila
sawah yang ada di Indonesia semakin lama semakin tergerus dan menjadi pemukiman atau
perumahan maka keberlanjutan sawah tentu menjadi terancam. Tetapi apabila petani dan
seluruh komponen masyarakat mau menyadari betapa pentingnya keberadaan sawah mungkin
tidak akan ada lagi pengurangan luas lahan sawah yang ada saat ini dan mungkin lebih baik
lagi terjadi penambahan lahan dalam bentuk fisik yang lain.
Namun untuk hasil observasi sawah yang telah dilakukan kemarin, petani mengatakan
bahwa sawah yang mereka miliki akan tetap bertahan.Sebab menurut penuturan mereka apabila
sawah mereka dijual maka setelah itu mereka tidak akan memiliki sumber pemenuhan
kebutuhan secara berkala lagi. Namun untuk mempertahankan produktivitas lahan sawah
tersebut maka petani dibantu dengan dinas terkait perlu melakukan berbagai tindakan atau
langkah teknis agar lahan tersebut tidak mengalami penurunan jumlah produksi. Misalnya saja
dilakukan peremajaan lahan agar tanah tidak jenuh. Selain itu juga dapat dilakukan pergiliran
tanaman, seperti pada musim hujan ditanami dengan padi dan pada musim kering ditanami
dengan tanaman palawija. Hal ini telah dilakukan petani di desa Mbangunjiwo tersebut.
D. Perbandingan dengan system lain
a. Sawah dengan lading palawija
Produktivitas sawah tidak selalu di pengaruhi oleh iklim saja. Karena tekstur tanah yang
dominan lempung dapat menunjang keberlangsungan pertumbuhan tanaman sehingga
produktivitas mudah di kendalikan. Sedangkan produktivitas dari ladang palawija sangat
produktif pada saat musim penghujan. Curah hujan sangat berpengaruh terhadap hasil
pertanian. Suplai air tersedia selama masa pertumbuhan tanaman. Produksi dari ladang
palawija dapat di tentukan berdasarkan iklimnya.
b. Sawah dengan tegalan
System tegalan kebanyakan menggantungkan pengairan hanya pada air hujan yang
dikarenakan tanah yang di tinggikan. Tetapi sawah tidak hanya mengandalkan pada hujan saja,
dikarenakan lahan sawah biasanya dilengkapi dengan irigasi air.
c. Sawah dengan surjan
System surjan membutuhkan pori sumur untuk menampung / sebagai sumber air, dan
bentuk lahan yang tidak rata. Sedangkan sawah tidak memerlukan pori sumur karena pengairan
sudah ada pengirigasian, serta kondisi lahan yang merata/landai.
III. KESIMPULAN
Dari hasil observasi lahan sawah yang di lakukan di daerah Bangunjiwo, Bantul, sawah
yang ada di sana memiliki luasan 200 m2, 300 m2 dan 700 m2dan memiliki ekosistem sawah
yang beragam.
Ekosistem sawah di pengaruhi oleh dua komponen, yaitu biotik dan abiotik. Dari kedua
komponen ini masing-masing mempunyai unsur-unsur diantaranya:
a. Komponen biotik
Komponen biotik yang secara umum dapat kita temui pada agroekosistem sawah yakni
manusia, tanaman padi, tanaman palawija, tanaman jagung, Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT), burung dan masih banyak lagi.
Sedang komponen-komponen biotik yang ada dan ditemui pada agroekosistem sawah
tersebut yaitu tanaman produksi (padi, jagung,palawija), organisme pengganggu (kupu-kupu,
capung, tikus) dan manusia.
b. Komponen abiotik
Komponen ini terdiri dari sesuatu yang tak hidup dan merupakan bagian dari alam yang
turut mempengaruhi berjalannya siklus energi yang ada di sawah. Komponen abiotik yang
berada di sawah yakni cahaya matahari, air, tanah, dan udara.
Dari semua komponen ini selalu berinteraksi, baik biotik dengan abiotik, Ada yang
saling menguntungkan dan ada juga yang merugikan salah satu pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Prayitno, D. 1997. Karakterisasi Agroekosistem Zone. Departemen Pertanian. Yogyakarta
Amril, R. 2012. Ekosistem Sawah. http://reizkyamril.blogspot.com/2012/10/ekosistem-
sawah.html. Diakses tanggal 22 Maret 2017
Lopes, Y. F. 2011. Analisis Agroekosistem Padi Sawah.
http://aranthasclub1.blogspot.com/2011/03/analisis-agro-ekosistem-padi-
sawah.html. Diakses tanggal 24 Maret 2017
Prayitno, D. 1997. Karakterisasi Agroekosistem Zone. Departemen Pertanian. Yogyakarta
Tohir, K.A. 1991. Usaha Tani Indonesia. Rineka Cipta. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai