Anda di halaman 1dari 10

KEANEKARAGAMAN HAYATI PANGAN DAN HUBUNGAN DENGAN KETAHANAN

PANGAN

KESIMPULAN MESKIPUN INDONESIA MEMILKI BANYAK KEANEKARAGAMAN


HAYATI PANGAN, INDONESIA MASIH BANYAK PRODUK PANGAN YANG DI
IMPOR. DISINILAH PERAN KITA SEBAGAI PRODI THP MENGENAL
KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN MELAKUKAN PENELITIAN UNTUK
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PANGAN INDONESIA

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen
manusia, termasuk bahan tambahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan atau minuman

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan
adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara
bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan.
Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan,
pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan
penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh
pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh
daya beli mereka.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki cakupan luas yang bervariasi, dari yang
sempit hingga yang luas, dari yang datar, berbukit serta bergunung tinggi, dimana di dalamnya
hidup flora, fauna dan mikroba yang sangat beranekaragam. Berdasarkan pembagian kawasan
biogeografi, Indonesia memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan
keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya. Data IBSAP (2003) memperkirakan
terdapat 38.000 jenis tumbuhan (55% endemik) di Indonesia, sedangkan untuk keanekaragaman
hewan bertulang belakang, di antaranya 515 jenis hewan menyusui (39% endemik), 511 jenis
reptilia (30% endemik), 1531 jenis burung (20% endemik), dan 270 jenis amphibi (40%
endemik). Tingginya keanekaragaman hayati dan tingkat endemisme itu tadi menempatkan
Indonesia sebagai laboratorium alam yang sangat unik untuk tumbuhan tropik dengan berbagai
fenomenanya.

Ketahanan pangan merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya
memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, dan aman yang didasarkan
pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik.
Internasional Confrence in Nutrition, (FAO/WHO, 1992) mendefenisikan ketahanan pangan
sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu
untuk keperluan hidup sehat.

untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan memperhatikan


sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan dan
produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan
dengan gizi seimbang.

- Produksi pangan adalah kegiatan atau proses menghasilkan, menyiapkan, mengolah,


membuat, mengawetkan, mengemas, mengemas kembali, dan atau mengubah bentuk pangan.

Menurut FAO jumlah penduduk dunia yang menderita kelaparan pada tahun 2010 mencapai 925
juta orang. Situasi ini diperparah dengan semakin berkurangnya investasi di sektor pertanian
yang sudah berlangsung selama 20 tahun terakhir, sementara sektor pertanian menyumbang 70%
dari lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung.

Aspek-aspek Tentang Permasalahan dan Tantangan Yang Dihadapi Pemerintah dalam


Mencapai Ketahanan Pangan

a. Aspek Ketersediaan Pangan

Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya
kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis
dan sosial – ekonomi.

1. Faktor Teknis

§ Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke industri dan
perumahan (laju 1%/tahun).

§ Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.

§ Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.


§ Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya
semakin menurun.

§ Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).

§ Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering
yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .

2. Faktor sosial-ekonomi

§ Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.

§ Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya
jumlah petani ( 21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan
terfragmentasi (laju 0,5 % /tahun).

§ Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah
kecuali beras.

§ Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang
melindungi kepentingan petani.

§ Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan pangan.

b. Aspek Distibusi Pangan

1. Faktor Teknis

§ Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat
menjangkau seluruh wilayah konsumen.

§ Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi


pangan kecuali beras.

§ Sistem distribusi pangan yang belum efisien.

§ Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut
kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu
diseluruh wilayah konsumen.

2. Faktor Sosial – Ekonomi

§ Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga
kestabilan distribusi dan harga pangan.
§ Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta
berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya
distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.

c. Aspek Konsumsi Pangan

1. Faktor Teknis

§ Belum berkembangnya teknologi dan industri pangan berbasis sumber daya pangan local.

§ Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.

2. Faktor Sosial – Ekonomi

§ Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun.

§ Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak
mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi
pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangga.

§ Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang
sehat dan aman.

§ Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang
memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.

d. Aspek Pemberdayaan Masyarakat

1. Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat
dalam merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada
masyarakat yang membutuhkan.

2. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down
karena tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan.

3. Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan
akurat dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.

4. Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha
seperti permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka
kesulitan untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.

e. Aspek Manajemen
Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas
penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan,
pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program.
Masalah yang dihadapi dalam aspek manajemen adalah:

1. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang
pangan.

2. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar
instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah dan non pemerintah, pusat dan daerah dan antar
daerah.

3. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten, dipercaya dan mudah diakses yang
diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.

2.2.5 Strategi dan Program dalam Upaya Ketahanan Pangan

Dengan memperhatikan pedoman dan ketentuan hukum, serta tujuan dan strategi untuk
mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan dan program yang akan ditempuh
dikelompokkan dalam :

a. Program jangka pendek (sampai dengan 5 tahun)

Program jangka pendek ditujukan untuk peningkatan kapasitas produksi pangan nasional dengan
menggunakan sumberdaya yang telah ada dan teknologi yang telah teruji. Komponen utama
program ini adalah :

1. Ekstensifikasi atau perluasan lahan pertanian (140.000 Ha/tahun)

Ekstensifikasi lahan pertanian ditujukan untuk memperluas lahan produksi pertanian, sehingga
produksi pangan secara nasional yang sekarang dapat ditingkatkan. Ekstensifikasi dilakukan
terutama untuk kedelai, gula dan garam karena rasio impor terhadap produksi besar (30-70%).
Lahan yang diperluas diperuntukkan bagi petani miskin dan tunakisma (< 0.1 Ha), tetapi
memiliki keahlian/pengalaman bertani. Lahan kering yang potensial seluas 31 juta Ha dapat
dimanfaatkan menjadi lahan usahatani.

2. Intensifikasi

Program ini diarahkan untuk peningkatan produksi melalui peningkatan produktifitas pertanian.
Intensifikasi ditujukan pada lahan-lahan pertanian subur dan produktif yang sudah merupakan
daerah lumbung pangan seperti Kerawang, Subang dan daerah pantura lainya di Jawa Barat,
Jawa Timur, Jawa Tengah, dan propinsi lainnya.
3. Diversifikasi

Kegiatan diversifikasi ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif selain
beras, penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang
berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Diversifikasi dilakukan dengan
mempercepat implementasi teknologi pasca panen dan pengolahan pangan lokal yang telah
diteliti ke dalam industri.

4. Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan

Revitalisasi/restrukturisasi industri pasca panen dan pengolahan pangan diarahkan pada :

§ Penekanan kehilangan hasil dan penurunan mutu karena teknologi penanganan pasca panen
yang kurang baik.

§ Pencegahan bahan baku dari kerusakan.

§ Pengolahan bahan baku menjadi bahan setengah jadi dan produk pangan.

5. Revitalisasi dan Restrukturisasi Kelembagaan Pangan

Keberadaan, peran dan fungsi lembaga pangan seperti kelompok tani, UKM, Koperasi perlu
direvitalisasi dan restrukturisasi untuk mendukung pembangunan kemandirian
pangan. Kemitraan antara lembaga perlu didorong untuk tumbuhnya usaha dalam bidang
pangan. Koordinator kegiatan ini adalah Meneg Koperasi dan UKM dan Deptan dibantu oleh
Depperindag. Alokasi dana untuk kegiatan ini berupa koordinasi antar departemen dan instansi
untuk melahirkan kebijakan baru untuk kelembagaan pangan. Kebutuhan dana dibebankan pada
anggaran masing-masing departemen

6. Kebijakan Makro

Kebijakan dalam bidang pangan perlu ditelaah dan dikaji kembali khususnya yang mendorong
tercapainya ketahanan pangan dalam waktu 1-5 tahun. Beberapa hal yang perlu dikaji seperti
pajak produk pangan, retribusi, tarif bea masuk, iklim investasi, dan penggunaan produksi dalam
negeri serta kredit usaha.

b. Program jangka menengah (5-10 tahun)

Program jangka menengah ditujukan pada pemantapan pembangunan ketahanan pangan yang
lebih efisien dan efektip dan berdaya saing tinggi. Beberapa program yang relevan untuk
dilakukan adalah :
1. Perbaikan undang-undang tanah pertanian termasuk didalamnya pengaturan luasan lahan
pertanian yang dimiliki petani, pemilikan lahan pertanian oleh bukan petani. Sistem bawon atau
pembagian keuntungan pemilik dan penggarap, dsb.

2. Modernisasi pertanian dengan lebih mendekatkan pada pada peningkatan efisiensi dan
produktivitas lahan pertanian, penggunaan bibit unggul, alat dan mesin pertanian dan
pengendalian hama terpadu dan pasca panen dan pengolahan pangan.

3. Pengembangan jaringan dan sistem informasi antar instansi, lembaga yang terkait dalam
bidang pangan serta pola kemitraan bisnis pangan yang berkeadilan.

4. Pengembangan prasarana dan sarana jalan di pertanian agar aktivitas kegiatan pertanian
lebih dinamis.

c. Program jangka panjang (> 10 tahun)

1. Konsolidasi lahan agar lahan pertanian dapat dikelola lebih efisien dan efektip, karena
masuknya peralatan dan mesin dan menggiatkan aktivitas ekonomi dan pedesaan.

2. Perluasan pemilikan lahan pertanian oleh petani.

Bagi Indonesia, masalah ketahanan pangan sangatlah krusial. Pangan merupakan basic human
need yang tidak ada substitusinya. Indonesia memandang kebijakan pertanian baik di tingkat
nasional, regional dan global perlu ditata ulang. Persoalan ketahanan pangan dan pembangunan
pertanian harus kembali menjadi fokus dari arus utama pembangunan nasional dan global. Oleh
karena itu Indonesia mengambil peran aktif dalam menggalang upaya bersama mewujudkan
ketahanan pangan global dan regional.

Program utama dalam usaha untuk meningkatkan produksi pangan adalah:

1. Ekstensifikasi, merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil panen, perluasan hasil
pertanian, hasil peternakan, perikanan, perluasan areal peternakan, areal penangkapan ikan lewat
budi daya ikan dan lain sebagainya.

2. Diversifikasi, merupakan sebuah usaha yang digunakan untuk penganekaragaman.

3. Intensifikasi, merupakan sebuah usaha guna meningkatkan sumber daya alam dengan
memanfaatkan segala macam sarana produksi dan teknologi tepat guna, sehingga dapat
menghasilkan produksi sesuai yang kita harapkan.

4. Rehabilitasi, merupakan suatu usaha untuk memulihkan kembali kemampuan untuk


berproduksi sumber daya pertanian yang kritis dan memulihkan usaha tani di daerah-daerah yang
masih rawan, sehingga dapat menghasilkan hasil yang memadai dan mutu yang baik.
Usaha peningkatan produksi pangan

Usaha manusia untuk meningkatkan produksi pangan dapat melalui beberapa cara antara lain
dengan pemanfaatan teknologi
dalam produksi pangan, pemilihan bibit unggul, pengolahan tanah pertanian,dan pencarian sumb
er makanan baru. Pemanfaatan teknologi dalam produksi pangan, faktornya antara lain:

Faktor dalam, yang berupa keadaan tumbuhan atau hewan itu sendiri.

Faktor luar, yang berupa tanah dan hama pengganggu atau penyakit yang menyerang.

, teknologi pangan diharapkan mampu memfasilitasi program pasca panen dan pengolahan hasil
pertanian, serta dapat secara efektif mendukung kebijakan strategi ketahanan pangan.

Mengacu pada permasalahan dan program pengolahan dan pemasaran hasil pertanian serta
kebijakan strategi ketahanan pangan (ketersediaan, distribusi dan konsumsi), dan keberhasilan
swasta (kasus Garudafood) dan daerah (kasus Pemerintah Daerah Gorontalo) dalam
pengembangan agribisnis jagung dapat dirumuskan kebijakan strategis pengembangan teknologi
pangan. Kebijakan strategis tersebut mencakup aspek pengembangan kualifikasi teknologi;
keterpaduan pengolahan dan pemasaran; relevansi dan efektivitas teknologi; pemberian otonomi
luas kepada daerah; pelibatan swasta/pemilihan komoditas prospektif berbasis
pemberdayaan/dan pengembangan jaringan kerja secara luas; pengembangan program kemitraan
berawal/berbasis pemasaran; dan pengembangan program Primatani berbasis industri pengolahan.

Dalam hal kekayaan jenis tumbuhan, hewan dan mikrobia, Indonesia merupakan salah satu pusat
kekayaannya. Sebanyak 28.000 jenis tumbuhan, 350.000 jenis binatang dan 10.000 mikrobia
diperkirakan hidup secara alami di Indonesia. Luas daratan Indonesia yang hanya 1,32% luas
seluruh daratan di bumi, ternyata menjadi habitat 10% jenis tumbuhan berbunga, 12% binatang
menyusui, 16% reptilia dan amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga yang ada di
dunia. Dari 515 jenis mamalia besar dunia, 36% endemik di Indonesia, dari 33 jenis primata, 18%
endemik, dari 78 jenis burung paruh bengkok, 40% endemik, dan dari 121 jenis kupu-kupu dunia,
44% endemik di Indonesia (Mc Neely et al., 1990). Dalam hal keanekaragaman di dalam jenis,
Indonesia pun menjadi unggulan dunia dan dianggap sebagai salah satu pusat keanekaragaman
tanaman ekonomi dunia. Jenis-jenis kayu perdagangan, buah-buahan tropis (durian, duku, salak,
rambutan, pisang ASTIRIN - Permasalahan Kehati di Indonesia 37 dan sebagainya), anggrek,
bambu, rotan, kelapa dan lain-lain sebagian besar berasal dari Indonesia. Beberapa jenis
tumbuhan, seperti pisang dan kelapa telah menyebar ke seluruh dunia. Oleh karena itu Indonesia
dikenal sebagai salah satu negara dengan keanekarangaman hayati terbesar di dunia
(megadiversity) dan merupakan pusat keanekaragaman hayati dunia (megacenter of biodiversity)
(Mac Kinnon, 1992).

jenis-jenis pangan yaitu :

a. Jenis Gandum

· Beras putih

· Beras merah

b. Umbi-umbian

· Kentang

· Umbi garut

· Umbi talas

· Singgkong

· Gadung

· Ubi jalar

c. Kacang-kacangan

· Kacang tanah

· Kacang merah

· Kedelai

· Kacang hijau

· Jagung

d. Daging/ikan

· Belut

· Daging sapi

· Daging ayam

· Ikan tongkol
· Ikan teri

e. Sayur-sayuran

· Bayam

· Kangkung

· Kubis

· Tomat wartel

Penyediaan pangan adalah Pengadaan bahan makanan dari proses memilih dan pengolahan
makanan. Upaya mencapai status gizi masyarakat yang baik atau optimal dimulai dengan
penyediaan pangan yang cukup. Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi
pangan dalam negeri melalui upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk
pauk, sayur-mayur, dan buah-buahan

Penyediaan pangan yang cukup diartikan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap
individu untuk memenuhi asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, lemak) dan zat gizi mikro
(vitamin dan mineral) yang bermanfaat bagi pertumbuhan, kesehatan, daya tahan jasmani dan
rohani. Dengan demikian ketahanan pangan tidak hanya berupa pemenuhan konsumsi pangan
saja tapi harus memperhatikan kualitas dan keseimbangan konsumsi gizi.

Walaupun Indonesia pernah mengalami swasembada beras, namun kebutuhan pangan lainnya
masih banyak yang perlu di import, semisal kedelai, jagung, gandum, bawang putih. Tidak luput
berbagai komoditas buah dan sayur, Indonesia masih tetap kebanjiran produk-produk import.
Kenyataan bahwa penduduk Indonesia dalam soal pangan masih mengandalkan pada
tumbuhtumbuhan. Padahal sumber protein nabati ini jika dibandingkan dengan proten hewani,
dari segi kualitas, sumber protein hewani lebih tinggi. Sayangnya penyediaan protein hewani
belum sepenuhnya dapat dipenuhi. Kalaupun tersedia, seringkali harganya juga belum terjangkau
oleh masyarakat kebanyakan. Ini disebabkan terbatasnya jenis binatang yang dibudidayakan.

Anda mungkin juga menyukai