Anda di halaman 1dari 16

swasembada pangan kabupaten ende

Rabu, 23 April 2014

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7
tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara
masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan,
distribusi serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang
cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh
daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan
pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan
dilakukan dengan mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada
sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha
pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan
prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan
produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan
pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan melalui upaya pengembangan
sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan keamanan, mutu dan
gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan
dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui
peningkatan teknologi pengolahan dan produk pangan dan peningkatan kesadaran
masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan gizi seimbang. PP
Ketahanan Pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan pangan
dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan
pelatihan di bidang pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
pangan dan penyuluhan di bidang pangan. Di samping itu, kerjasama internasional
juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan distribusi pangan, cadangan
pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan teknologi
pangan.
Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan
banyak sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat
ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor
lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat
(termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan
pangan.
Menyadari hal tersebut di atas, Pemerintah pada tahun 2001 telah membentuk Dewan
Ketahanan Pangan ( DKP) diketuai oleh Presiden RI dan Menteri Pertanian sebagai
Ketua Harian DKP. DKP terdiri dari 13 Menteri termasuk Menteri Riset dan Teknologi
dan 2 Kepala LPND. Dalam pelaksanaan sehari-hari, DKP dibantu oleh Badan Bimas
Ketahanan Pangan Deptan, Tim Ahli Eselon I Menteri Terkait (termasuk Staf Ahli
Bidang Pangan KRT), Tim Teknis dan Pokja.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan pasal 9
menyebutkan: (1) penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan
ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya
lokal, (2) penganekaragaman pangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat1
dilakukan dengan a. Meningkatkan keragaman pangan, b. Mengembangkan teknologi
pengolahan dan produk pertanian dan c. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
mengkonsumsi anekaragam pangan dengan prrinsip gizi berimbang.

B. RUMUSAN MASALAH

I. Pengertian swasembada pangan


II. Kebijakan pemerintah dalam swasembada pangan
III. Program pemerintah saat ini dalam swasembada pangan
IV. Hambatan dalam program swasembada pangan
V. Proses perencanaan kegiatan swasembada pangan kabupaten ende
VI. Potensi umum kabupaten ende
VII. Kebijakan dan program serta komitmen kegiatan swasembada pangan kabupaten
ende

C. RUMUSAN MASALAH
I. Mengetahui pengertian swasembada pangan
II. Kebijakan apa yang digunakan pemerintah dalam kegiatan swasembada pangan
III. Program apa saja yang dibuat pemerintah
IV. Apa saja kendala yang di alami dalam program swasembada pangan
V. Bagaiman proses perencanaan kegiatan swasembada pangan di kabupaten ende
VI. Apa saja potensi asli yang dimiliki kabupaten ende
VII. Kebijakan apa yang di buat oleh pemerintahan kabupaten ende agar kegiatan tersebut
dapat berjalan dengan lancar

BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SWASEMBADA PANGAN

Swasembada pangan berarti kita mampu untuk mengadakan sendiri kebutuhan


pangan dengan bermacam-macam kegiatan yang dapat menghasilkan kebutuhan yang
sesuai diperlukan masyarakat Indonesia dengan kemampuan yang dimilki dan
pengetauhan lebih yang dapat menjalankan kegiatan ekonomi tersebut terutama di
bidang kebutuhan pangan.Yang kita ketahui Negara Indonesia sangat berlimpah
dengan kekayaan sumber daya alam yang harusnya dapat menampung semua
kebutuhan pangan masyarakat Indonesia slah satu cara yaiutu dengan berbagai
macam kegiatan seperti ini :
Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.
Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi &
jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum,
kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.
Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik
pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.
Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu
pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia
yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya Indonesia timur).

Jadi diversifikasi adalah bagian dr program swasembada pangan yg memiliki


pengembangan pilihan/ alternatif lain makanan pokok selain padi/nasi (sebab di
indonesia makanan pokok adalah padi/nasi). Salah satu caranya adalah dengan
sosialisasi ragam menu yang tidak mengharuskan makan nasi seperti yang
mengandung karbohidrat juga seperti nasi yaitu : singkong,ubi,kentang.

B. KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SWASEMBADA PANGAN

Penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber


pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan,
perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi
kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain.
Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang
dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam
menyusun strategi pembangunan nasional.
Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional.
Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk:
meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional
menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja
non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan
setengah terbuka
meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang
dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor
pertanian.

Selama periode 2004-2008 pertumbuhan produksi tanaman pangan secara konsisten


mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi padi meningkat rata-rata 2,78% per
tahun (dari 54,09 juta ton GKG tahun 2004 menjadi 60,28 juta ton GKG tahun 2008
(ARAM III), bahkan bila dibanding produksi tahun 2007, produksi padi tahun 2008
meningkat 3,12 juta ton (5,46%). Pencapaian angka produksi padi tersebut merupakan
angka tertinggi yang pernah dicapai selama ini, sehingga tahun 2008 Indonesia kembali
dapat mencapai swasembada beras, bahkan terdapat surplus padi untuk ekspor sebesar
3 juta ton. Keberhasilan tersebut telah diakui masyarakat international, sebagaimana
terlihat pada Pertemuan Puncak tentang Ketahanan Pangan di Berlin bulan Januari
2009. Beberapa negara menaruh minat untuk mendalami strategi yang ditempuh
Indonesia dalam mewujudkan ketahan pangan.

Demikian pula produksi jagung meningkat 9,52% per tahun (dari 11,23 juta ton pipilan
kering tahun 2004 menjadi 15,86 juta ton tahun 2008). Bahkan dibanding produksi
jagung tahun 2007, peningkatan produksi jagung tahun 2008 mencapai 19,34% (naik
2,57 juta ton). Pencapaian produksi jagung tahun 2008 juga merupakan produksi
tertinggi yang pernah dicapai selama ini.
Peningkatan produksi tanaman pangan yang spektakuler tahun 2008 (terutama padi,
jagung, gula, sawit, karet, kopi, kakao dan daging sapi dan unggas), dapat dijelaskan
oleh beberapa faktor. Pertama, Tingginya motivasi petani/pelaku usaha pertanian
utnuk berproduksi karena pengaruh berbagai kebijakan dan program pemerintah
meliputi penetapan harga, pengendalian impor, subsidi pupuk dan benih, bantuan
benih gratis, penyediaan modal, akselerasi penerapan inovasi teknologi, dan
penyuluhan.. Kedua, perkembangan harga-harga komoditas pangan di dalam negeri
yang kondusif sebagai refleksi dari perkembangan harga di pasar dunia dan efektifitas
kebijakan pemerintah. Ketiga, kondisi iklim memang sangat kondusif dengan curah
hujan yang cukup tinggi dan musim kemarau relatif pendek.
Masalah pangan sebenarnya telah diantisipasi oleh pemerintah melalui berbagai
macam kebijakan. Sejarah telah menyebutkan pada awal kemerdekaan Indonesia
pemerintahan Soekarno pernah mengeluarkan Progam Kesejahteraan Kasimo untuk
mencapai swasembada beras. Pemerintahan Soekarno juga pernah mengeluarkan
Progam Sentra padi untuk mencapai swasembada pangan. Namun akibat turbulensi
politik dan disertai dengan pemberontakan maka pada masa itu terjadi krisis pangan
yang cukup parah.
indonesia sebenarnya memiliki sarana dan prasarana lengkap dan dapat diandalkan
untuk mendukung swasembada beras. Terlebih bila memperhitungkan lahan pertanian
padi yang masih potensial dan luas, di samping jumlah sumber daya manusia (petani)
banyak, produksi pupuk dan benih memadai, serta sistem irigasi yang sudah terbentuk
sejak lama.

Namun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda) serta seluruh pihak
terkait malah terkesan memandang sebelah mata sektor pertanian tanaman pangan.
Fakta paling gamblang tentang itu: lahan pesawahan termasuk yang beririgasi teknis
terus menyusut secara signifikan akibat tergusur aneka kepentingan nonpertanian,
terutama permukiman dan industri.
Maka jangan sesali kalau produksi beras nasional cenderung menurun. Bahkan
kalaupun berbagai faktor amat menunjang seperti iklim, pengendalian hama, juga
penyediaan berbagai input produksi beras nasional sulit sekali ditingkatkan lagi.
Produksi beras nasional boleh dikatakan sudah stagnan di level 50-an juta ton per
tahun. Padahal konsumsi nasional, sebagai konsekuensi pertambahan penduduk, terus
meningkat pasti dan begitu signifikan.

Di lain pihak, negara-negara seperti Thailand dan Vietnam terus berupaya keras
meningkatkan produksi beras secara intensif. Upaya mereka sungguh tak mengenal
lelah, termasuk mengembangkan dan menerapkan inovasi pertanian. Target mereka
bukan lagi sekadar mencapai swasembada, melainkan tampil menjadi negara produsen
beras terbesar di dunia.

Dalam konteks seperti itu pula, Thailand dan Vietnam sering tampil menjadi
penyelamat bagi Indonesia ketika persediaan beras di dalam negeri menyusut. Bagi
Indonesia, Thailand dan Vietnam kini menjadi sumber andalan bagi impor beras.
Tapi celakanya, impor beras kini terkesan bukan lagi sekadar alternatif sementara.
Impor beras seolah sudah menjadi andalan untuk mengamankan kebutuhan nasional.
Di tengah produksi beras di dalam negeri yang cenderung stagnan atau bahkan terus
menurun, sementara kebutuhan konsumsi mencatat grafik yang kian menanjak,
pemerintah tidak cukup terlecut untuk bertindak habis-habisan menggerakkan upaya
peningkatan produksi beras nasional. Pemerintah terkesan lebih merasa aman dan
nyaman mengandalkan impor.
Untuk mendukung salah satu program revitalisasi pertanian tersebut, pemerintah
seharusnya menyiapkan lebih banyak lagi bibit unggul untuk para petani, sehingga
produksi pertanian dari tahun ke tahun akan semakin membaik. Untuk mewujudkan
swasembada yang dimaksud, maka diperlukan peningkatan produksi beras sebanyak 2
juta ton tahun 2007 dan peningkatan lima persen per tahun hingga tahun 2009.
Kunci keberhasilan peningkatan produksi padi, antara lain optimalisasi sumber daya
pertanian, penerapan teknologi maju dan spesifik lokasi, dukungan sarana produksi
dan permodalan, jaminan harga gabah yang memberikan insentif produksi serta
dukungan penyuluhan pertanian dan pendampingan.
Sementara strategi yang dilakukan untuk mewujudkan keberhasilan itu, yakni dengan
peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, pengamanan produksi, dan
pemberdayaan kelembagaan pertanian serta dukungan pembiayaan usaha tani.
Sedangkan upaya peningkatan produktivitas padi antara lain melalui pengelolaan
tanaman terpadu (PTT) di 33 provinsi seluas 2,08 juta hektare, penanaman padi
hibrida di 14 provinsi seluas 181.000 hektare, dan perbaikan intensifikasi non-PTT di
33 provinsi seluas 10,3 juta hektare.

Setelah Soekarno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto,
Indonesia mengalami masa transisi antara tahun 1965 sampai 1967. Masa transisi
tersebut merupakan awal dari cikal bakal dari Bulog. Pada tahun 1966 dibentuk
Komando Logistik Nasional (KOLOGNAS), namun pada tahun 1967 KOLOGNAS
dibubarkan dan diganti dengan Badan Urusan Logistik (BULOG).

Pada masa SBY, pemerintah mengeluarkan progam perencanaan revitalisasi pertanian


yang mencoba menempatkan kembali sektor pertanian secara proporsional dan
kontekstual dengan meningkatkan pendapatan pertanian untuk GDP, pembangunan
agribisnis yang mampu meyerap tenaga kerja dan swasembada beras, jagung dan
palawija. Sampai tulisan ini dibuat baru satu target yang telah dicapai oleh pemrintah
yaitu swasembada beras pada tahun 2008 yang lalu.
C.PROGRAM PEMERINNTAH SAAT INI DALAM SWASEMBADA PANGGAN
Laju pertumbuhan penduduk yang positif membuat Indonesia harus terus menerus
memacu produksi berasnya agar tetap swasembada beras. Sementara, fenomena banjir
dan kekeringan yang semakin tidak terkendali dan tingginya laju konversi fungsi lahan
sawah ke penggunaan yang lain di luar produksi beras akhir-akhir ini, mengisyaratkan
bahwa resiko akan terjadinya kegagalan produksi beras di negeri ini telah semakin
meningkat dari waktu ke waktu. Merosotnya kemampuan finansial pemerintah dalam
melakukan rehabilitasi dan perluasan jaringan irigasi bahkan telah membuat kondisi
resiko produksi semakin buruk.Sehingga, ke depan sangatlah mungkin terjadi pada
suatu periode waktu tingkat produksi beras nasional jatuh pada level yang jauh di
bawah target yang dibutuhkan untuk mencapai swasembada beras. Artinya, pada saat
itu Indonesia akan kekurangan beras dalam jutaan ton. Bagi Indonesia, jelas kiranya
bahwa jalan menuju ketahanan pangan nasional yang lestari bukanlah swasembada
beras, tetapi swasembada pangan. Artinya, suka tidak suka, senang tidak senang
penduduk negeri ini harus melakukan diversifikasi pangan apabila tidak mau
berhadapan dengan kiamat' pangan di masa depan. Sesungguhnya, pemerintah sudah
lama menyadari pentingnya diversifikasi pangan, bahkan telah mempunyai berbagai
program untuk mempromosikannya. Namun, suatu hal penting yang telah lama
diabaikan oleh pemerintah adalah bahwa program swasembada beras tidak
compatible' dengan program diversifikasi pangan. Selama beras tersedia di mana saja,
kapan saja dengan harga yang relatif murah seperti sekarang ini, masyarakat
Indonesia tidak akan tertarik mengurangi konsumsi beras dan mengkompensasinya
dengan penambahan konsumsi pangan lainnya, seperti jagung dan sagu.Hal inilah
sesungguhnya yang membuat penduduk negeri ini doyan beras, bukanlah karena
seleranya kaku. Sebab, faktanya, setiap harinya masyarakat Indonesia mengkonsumsi
paket pangan yang merupakan campuran dari nasi dan bukan nasi. Artinya, ada
ruangan untuk terjadinya substitusi beras dengan non-beras dalam paket konsumsi
pangan masyarakat Indonesia. Namun, ruangan subsitusi ini telah menjadi sangat
sempit saat ini. Sebagai akibatnya, nasi (beras) telah menjadi sangat dominan dalam
paket konsumsi harian penduduk negeri ini. Hal ini terjadi karena pemerintah telah
sejak lama mengimplementasikan kebijakan pangan yang keliru.
Mestinya, pemerintah segera melakukan koreksi atas kebijakan pangan yang keliru ini.
Kelihatannya, kita sulit mengharapkan koreksi seperti itu terjadi dalam waktu yang
dekat. Swasembada beras telah menjadi arena untuk memuaskan berbagai kepentingan
yang berbeda. Ada pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan politik, sementara
berbagai pihak lainnya memanfaatkannya untuk mendapatkan rente ekonomi
(economic rent). Bagi industri yang membayar buruhnya dengan upah murah,
swasembada beras yang menjamin ketersediaan beras dengan harga murah jelas
sangat penting. Sebab, buruh yang dibayar murah tidak mungkin produktif apabila
kebutuhan pangannya tidak cukup. Agar buruh tetap produktif meskipun dibayar
murah, maka harga pangan harus murah. Sementara, bagi negara-negara maju yang
mempunyai surplus bahan pangan dalam kuantitas yang sangat besar adalah penting
untuk mendukung Indonesia terus mengejar swasembada beras dengan memberikan
bantuan teknis dan finansial. Soalnya, dengan mengutamakan produksi beras,
Indonesia akan tertinggal dalam produksi pangan lainnya, meskipun sesungguhnya
permintaan dalam negerinya meningkat, seperti halnya dengan permintaan beras
nasional. Defisit produksi nasional yang terjadi akan menjadi pasar eksport yang
empuk bagi surplus produksi pangannya. Sejatinya, hal inilah yang merupakan
penjelasan mengapa Indonesia saat ini sangat tergantung pada pasar import pangan
non-beras, seperti jagung dan kedele, sebagaimana diungkapkan oleh media massa
nasional pada akhir tahun 2009 lalu.
Tidak ada jalan keluar dari jebakan swasembada beras ini, selain ketegasan politik
pemerintah untuk memberhentikan program swasembada beras dan menggantinya
dengan program swasembada pangan yang berbasis aneka bahan pangan.
D. HAMBATAN DALAM PROGRAM SWASEMBADA PANGAN
Program swasembada pangan masih bergantung pada luasan lahan yang
tersedia.Dalam menuju swasembada pangan nasional seperti kedelai, jagung, padi,
gula, semuanya masih bergantung pada luas lahan yang ada. Tanpa ada realisasi
perluasan lahan, mustahil target swasembada pangan 2014 terwujud.Dalam memenuhi
swasembada pangan, Indonesia masih membutuhkan lahan sekitar 3 juta Ha. Target
produksi padi (GKG) pada 2014 adalah 75 juta ton dari 64 juta ton sekarang. Jagung
dari 17 juta ton menjadi 29 juta ton, kedelai pada 2014 ditargetkan 2,7 juta ton. Begitu
industri gula sekarang baru 2,3 juta ton ditargetkan naik menjadi 3,6 juta ton pada
tahun 2014.Target semua di atas tentu memerlukan tambahan lahan yang cukup
signifikan. Apakah semuanya bisa tercapai, jika moratorium dilaksanakan. Secara
teknis pemberlakuan moratorium, sejatinya tidak menguntungkan dalam menuju
swasembada pangan. Pelaksanaan ini juga berimbas padakomoditas lain, seperti sektor
perkebunan (CPO) dan kehutanan (HTI). Memang komoditas pangan ini
diprioritaskan untuk pemenuhan domestik, sedangkan kedua sektor di atas masih
menjadi andalan ekspor nasional.
Dengan terbatasnya lahan yang tersedia, pemberlakuan moratorium dikhawatirkan
akan mengganggu target swasembada pangan 2014. Moratorium tidak hanya
menghambat masalah teknis, tetapi menambah potensi kerugian dan uncertain dalam
berinvestasi. Bandingkan "hadiah" yang diberikan dengan nilai kerugiannya ekonomi
akibat moratorium. Pemberian dalam bentuk grant atau hibah ini juga belum tentu
disetujui Stortinget (parlemen) di negaranya.Adapun, masa moratorium selama 2 (dua)
tahun, tidak menjamin hutan tidak dijarah atau rusak, tapi akan malah menderukan
suara chainsaw semakin kencang. Jadi dalam hal ini, siapa yang untung dan buntung?
Akhirnya pemerintah telah menandatangani LoI dan segera melaksanakan 1 Januari
2011. Ini pertanda apa. Industri kita akan kiamat (buntung) atau industri mereka akan
selamat (untung). Notabene negara pemberi hadian ini adalah kompetitor besar
Indonesia pada komoditas hasil kehutanan.

pencapaian swasembada pangan, terutama padi, jagung, kedelai dan gula masih
menghadapi kendala karena keterbatasan lahan pertanian di dalam negeri.

Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada


pangan masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang
kemampuan pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga
setiap tahun justru terjadi pengurangan luas lahan pertanian.
Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan
keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk
strategis itu.

Swasembada pangan terkendala pada keterbatsan lahan, swasembada pangan


berkelanjutan pemerintah telah menetapkan peningkatan produksi. Untuk jagung 10
persen per tahun, kedelai 20 persen, daging sapi 7,93 persen, gula 17,56 persen dan
beras 3,2 persen per tahun.
Dalam Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010, dia mengatakan,
mencapai target ini diperlukan peningkatan areal pertanaman. Dia mencontohkan,
pada swasembada gula dibutuhkan lahan tambahan 350.000 hektare (ha), kedelai
500.000 ha. Tapi ada kendala. Hingga saat ini, pun belum ada kepastian soal lahan,
katanya dalam kegiatan yang diikuti para Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan
Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia.
Kondisi ini, menjadikan satu lahan pertanian terpaksa untuk menanam berbagai
komoditas tanaman pangan secara bergantian. Akibatnya, Indonesia selalu
menghadapi persoalan dilematis dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman.
Jika menggenjot produksi kedelai, produksi jagung akan turun. Sebab, lahan diambil
kedelai. Juga sebaliknya, karena kedua komoditas ini ditanam saling menggantikan.
Sebenarnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menjanjikan lahan 2 juta ha dari
total lahan terlantar 7,3 juta ha untuk pertanaman pangan. Namun hingga saat ini
belum ada kejelasan soal lahan itu.
Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada pangan
masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang kemampuan
pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga setiap tahun justru
terjadi pengurangan luas lahan pertanian.
Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan keterbatasan
anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis itu.
Menyinggung upaya pemerintah mengatasi persoalan keterbatasan anggaran,
pemerintah mengembangkan program food estate atau kawasan pertanian skala luas
dengan merangkul swasta, BUMN dan BUMD. Food estate itu sebagai akselerasi,
karena anggaran APBN terbatas. Orientasi ekspor, tetapi kalau kebutuhan dalam
negeri berkurang, diutamakan mengisi kebutuhan dalam negeri.

Masih rendahnya peningkatan produksi pangan di Indonesia dan terus menurunnya


laju peningkatan produksi pangan dari tahun ke tahun secara teknis lebih di dominasi
oleh dua penyebab utama yaitu: (1) Produktivitas pangan yang masih rendah dan terus
menurun; dan (2) Peningkatan luas areal penanaman/panen yang stagnan bahkan terus
menurun khususnya di lahan pertanian produktif di pulau Jawa.
Kombinasi kedua faktor di atas mempertajam penurunan laju pertumbuhan produksi
dari tahun ke tahun. Kondisi ini akan terus menjadi endemic ke daerah-daerah dan
tentunya akan semakin parah dengan seringnya diberitakan kondisi rawan pangan.

Disamping dua masalah klasik di atas, hambatan produksi pangan dipacu pula oleh
beberapa isu nasional yang merupakan bagian dari propaganda dagang para
importir pangan dan lemahnya pranata pertanian sehingga menurunkan gairah
produksi oleh petani, antara lain:

1. Misalnya pada Kedelai, bahwa rata-rata kedelai nasional rendah yaitu 1,28 ton/ha,
sedangkan di Amerika mampu mencapai 2,3 ton/ha yang kemudian banyak para ahli
pertanian latah dan menjustifikasi bahwa tanaman kedelai identik sebagai tanaman
subtropik yang hanya cocok tumbuh dan berproduksi tinggi di Negara-negara
subtropik dan kurang cocok jika di tanam di Indonesia.Hal ini tidak sepenuhnya benar
karena di India dan Cina ternyata rata-rata produktivitas nasionalnya sama dengan
Indinesia bahkan lebih rendah. Pada kenyataannya dengan teknologi yang tepat
tanaman kedelai di Indonesia mampu mencapai produksi lebih dari 3 ton/ha dan
bahkan dalam beberapa pengujian sekala lapangan produksi kedelai di Indonesia dapat
melampaui 4,5 ton/ha. Beberapa jenis kedelai temuan baru saat ini telah berhasil pula
ditanam dan berproduksi dengan baik pada ketinggian 1.300 m dpl dengan
produktivitas lebih dari 3 ton/ha yang selama ini dan selama ini banyak ahli dan pihak-
pihak pesimis.

2. Hama dan penyakit komoditi pangan cukup besar karena kondisi iklim di Indonesia
yang tropis (panas dan lembab) dan atas dasar teori dan fenomena parsial tersebut
diklaim bahwa bertani pangan tidak efisien dan rugi ditanam di Indonesia. Padahal hal
di Negara sub tropis sendiri dahulu mengalami masalah yang sama sebelum
menerapkan tanaman GMO (genetically modified organism) dan Hibrida. Di negara
maju seperti Amerika, Canada dan Australia, lebih dari 80 % tanaman Jagung dan
Kedelai yang ditanam adalah GMO. Teknik pengendalian hamanya dilakukan secara
total dengan penyemprotan pestisida dalam hamparan yang luas (dengan pesawat)
sehingga kemungkinan hama di areal hamparan tersebut musnah termasuk burung
dan satwa alam lainnya ikut musnah.

3. Negara maju lebih banyak memberikan produk dan teknologi olahan pangan yang
berbasis pada bahan baku impor seperti Biji kedelai, gandum dan kentang, untuk
memacu pemakaian konsumsinya, tetapi segi teknologi budidaya pangan kurang
diperkenalkan sehingga dalam produksi komoditi pangan di dalam negeri tidak lebih
efisien dan kalah bersaing, dan impor semakin besar. Kondisi ini justru tidak memihak
ke pembangunan pertanian rakyat dan jika scenario kebijakan pemerintah berpihak
kepada kepentingan industri Negara maju di atas, maka Indonesia menjadi pasar
produk pangan mereka dan makin besar ketergantungannya dan terjajah pangannya.

4. Sentra perbenihan pangan kurang di kembangkan sebagai industri benih Nasional


yang utama dan berkelanjutan. Para produsen benih baik swasta maupun petani
penangkar kuang mampu menghasilkan benih yang unggul dan berdaya hasil tinggi
dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu perlu perhatian yang serius terhadap
jaminan ketersediaan benih, pemberian insentif produsen benih, teknologi produksi,
keterjaminan akan konsumsi benih dan tata perbenihan komoditi pangan yang
bermutu (pengadaan, persebaran dan ketersediaan, dll.) merupakan titik awal untuk
memulai bangkit Pangan.

5. Permasalah lain adalah lemahnya permodalan petani untuk menanam dalam lahan
yang lebih luas. Kredit yang dapat menjamin usaha di sektor ini tidak ada. Kalaupun
ada hanya sebatas diwacanakan, milsalnya kebijakan KKP kedelai. Lemahnya modal
untuk membiayai usaha tani kedelai berdampak langsung pada rendahnya
produktivitas dimana ketiadaan modal petani tidak melakukan budidaya dengan tepat
seperti tidak dipupuk (tidak mampu beli benih unggul, pupuk dan pestisida), tidak
diurus/diberi air irigasi, tidak mampu menahan saat harga turun (stock gudang),
bahkan petani terbelilit ijon (tanaman dijual/digadai sebelum panen) dengan harga
murah.

Dari banyaknya persoalan dalam produksi pangan nasional serta isu-isu yang makin
menjatuhkan posisi produsen (petani), sebenarnya masih ada optimisme jika Negara,
pemerintah dan para pelaku bisnis pangan serius untuk membangun produksi dan
membangun Agribisnis yang berbasis pada ketahanan pangan.
Salah satu hal yang dapat diharapkan dalam percepatan kemandirian pangan nasional
adalah adanya hasil-hasil penelitian di dalam negeri yang cukup memberikan harapan.
Seperti telah ditemukannya teknologi Bio P 2000 Z oleh anak bangsa telah
membuktikan bahwa teknologi ini mampu
meningkatkan produktivitas seperti kedelai, padi dan tanaman pangan lain. Hasil
sementara ini pada berbagai kedelai unggul lokal dan unggul Nasional yang dapat
dicapai adalah rata-rata di atas 3 ton/ha, dan bahkan dalam riset, potensi kedelai
Indonesia yang diperlakukan dengan teknologi Bio P
2000 Z ini secara akademik mampu mencapai 20 ton/ha suatu hasil yang belum pernah
terjadi pada hasil riset di Negara maju manapun. Teknologi ini telah dipatenkan di
National Patent maupun pada International Patent Organization (International Beureu
(IB) , World Intellectual Property Organization (WIPO)) serta telah di Industrikan
dalam fabrikasi dan diperdagangkan secara komersial. Pusat Penelitian Bioteknologi
LIPI juga telah berhasil mendapatkan berbagai jenis bakteri yang bekerja sangat
efektif untuk meningkatkan
produktivitas seperti kedelai. Bakteri ini adalah bakteri penambat nitrogen (Rhizobium
dan Azospirillum, Spirillum) serta bakteri pengurai pelarut fosfat. Berbagai jenis
bakteri ini telah berhasil disisipkan ke dalam benih kedelai. Dengan teknik yang
dikembangkannya, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI ini berhasil mengembangkan
benih kedelai plus dan mensinergikan penemuan teknologinya dengan teknologi seperti
Bio P 2000 Z untuk lebih mendongkrak produksi. Sementara itu, berbagai varitas
kedelai unggul telah berhasil dirakit oleh BATAN, DEPTAN, Perguruan Tinggi dan
riset perusahaan swasta menunjukkan kemajuan yang positif: potensi produktivitas
varietas/galur meningkat, keseragaman dan ukuran lebih disukai pasar, lebih toleran
terhadap cekaman anasir biotic dan abiotik seperti kemasaman lahan, keracunan Al3+
dan kekeringan atau genangan air sementara.
Melihat peluang dan harapan di atas maka tidak diragukan lagi bahwa pengembangan
pertanian pangan di daerah transmigrasi yang selama ini terkendala karena rendahnya
produktivitas di daerah transmigrasi akan dapat segera diatasi. Banyaknya anasir
penghambat produksi pada lahan bukaan baru seperti pH yang rendah, tanah beracun,
bahan organik yang tidak seimbang maupun lingkungan mikro ekosistem yang kurang
ideal bagi tanaman yang bersangkutan bukan lagi sebagai permasalahan utama.
Tentunya untuk mendapatkan hasil maksimal, dalam budidaya tanaman pangan ini
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus yang Presisi dalam pengelolaannya.
Diyakini melalui pemanfaatan dan pengembangan lahan- lahan transmigrasi yang telah
ada dan yang baru/akan dibuka, jika didukung teknologi, modernisasi (mekanisasi),
infrastruktur dan tataniaga produksi yang jelas melalui pola baru pembangunan
transmigrasi (KTM Trans) akan memberikan kontribusi yang berarti bagi percepatan
swasembada pangan dan ketahanan pangan nasional.

E. PROSES PRENCANAAN KEGIATAN SWASEMBADA PANGAN KABUPATEN


ENDE
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah/Musrenbang
RKPD adalah forum antar pemangku dan pelaku kepentingan dalam rangka menyusun
rencana
pembangunan daerah. Pelaksanaannya harus terjadi pada bulan Maret tahun berjalan.
Untuk
Kabupaten Ende, pelaksanaan Musrenbang diawali dengan tahapan penyusunan
rancangan
awal yang materinya bersumber dari hasil Musrenbang RKPD Desa/Kelurahan dan
Kecamatan.
Mekanisme ini kemudian berlanjut dengan Forum gabungan SKPD sebagai bentuk
keterpaduan Reancangan Renja antar SKPD dan antar Rencana Pembangunan
Kecamatan
yangf dikenal dengan nama pagu indikatif Kecamatan. Pagu Indikatif Kecamatan ini
sudah
dilalui pada tanggal 11,13 dan 14 Maret yang lalu. Kemudian perencanaan
pembangunan
melewati tahap pelaksanaan Musrenbang RKPD Tingkat Kabupaten. Tahap ini dikenal
dengan
nama tahapan perumusan akhir dan tahapan penetapan RKPD dengan Peraturan
Kepala
Daerah. Hal ini terungkap dalam laporan Ketua Tim Penyelenggara Forum
Musrenbang RKPD
Kabupaten Ende tahun 2013, Constantinus Djara ketika menyampaikan laporanya
pada acara
pembukaan Musrenbang RKPD sabtu pagi/23-03-2013, di lantai 2 Kantor Bupati
Ende.- Tujuan
yang akan dicapai dari pelaksanaan Musrenbang RKPD ini, kata Cons adalah
meningkatkan
konsistensi antar kebijakan yang dilakukan berbagai organisasi publik serta antara
kebijakan
maksro dna mikro maupun antara kebijakan dan pelaksanaannya. Selain itu bertujuan
meningkatkan transparansi dan partisipasi dalam proses perumusan kebijakan dan
perencanaan program serta menyelaraskan perencanaan program dan
penganggarannya.
Sementara keluaran yang diharapkan mencakup kesepakatan tentang rumusan yang
menjadi
masukan utama untuk pemutakhiran rancangan RKPD menjadi RKPD dan
Rancangan renja
Satuan kerja Perangkat daerah/SKPD. Mendapatkan daftar prioritas program dan
kegiatan pembangunan serta alokasi anggaran indikatif berdasarkan program dan
SKPD. Daftar prioritas
program dan kegiatan pembangunan yang sudah dipilah berdasarkan sumber
pembiayaan dari
APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN dan sumber pendanaan lainnya.
Kesemuanya itu
dituangkan dalam berita Acara Musrenbang RKPD Kabupaten yang ditanda-tangani
oleh
perwakilan tokoh masyarakat, SKPD, Camat , tokoh agama dan unsur DPRD Ende.
Musrenbang RKPD Kab.Ende tahun 2013 kali ini tidak seperti biasanya. Jika pada
tahun-tahun
sebelumnya memakan waktu 2 hari kerja. Namun tahun 2013 hanya 1 hari yang
ditandai
telecomference dengan Direktur Dana Perimbangan Keuangan Daerah Kementrian
keuangan
RI selama 1 jam, kemudia dilanjutkan dengan pemaparan dan diskusi dengan nara
sumber
serta pemaparan program/kegiatan prioritas Tahun 2014 berdasarkan prioritas
pembangunan
hasl foruim SKPD.
Dalam telecomference dengan Direktur dana perimbangan keuangan
Daerah,Ir.Adijanto,MPH
banyak hal yang terungkap dan dapat menjadi informasi berharga dalam upaya
mendapatkan
peluang dana yang bersumber dari APBN. Secara gamblang Direktur Dana
perimbangan
keuangan Daerah KemKeu ini menstresing sejumlah program atau kegiatan yang
dilaksanakan
oleh Pemkab Ende, diantaranya Gerakan Swasembada Pangan/GSP.Menurut ia
program atau
kegiatan itu sudah baik dan menjawab tuntutan serta memberdayakan masyarakat.
Apalagi
kelihatannya sudah ada sinergisitas antara program/kegiatan Kabupaten Ende dengan
program/kegiatan Kementrian/pusat. Saya mendengar apa yang dikatakan Pak Bupati
tadi
dan pertanyaan dari DPRD serta Kepala SKPD pada sesi pertama dialog, itu program dan
kegiatan sudah bisa menjawab kebutuhan masyarakat kecil dan itu bagus. Makanya
program
dan kegiatan Kabupaten harus searah dengan apa yang ada atau kebijakan pusat
jelas Adijanto.
Musrenbang RKPD berjalan tertib, lancar dan dalam suasana kekeluargaan serta
demokratis.
Dimeirahkan dengan lagu-lagu daerah Ende-Lio oleh Bappeda Voice dibawah komando
Aurelis Dhajo yang merupakan binaan Kepala Bappeda Ende drg.Dominikus Minggu.
Kegiatan Musrenbang RKPD ini diikuti Pejabat yang mewakili Gubernur NTT/kepala
Dinas
Infokom Prop.NTT, Richard Djami, Bupati Ende, unsur Forum Komunikasi Pimpinan
Daerah,
anggota DPRD Ende, pimpinan SKPD, Camat , Lurah dan kepala BPP, Dewan
Evaluasi
Kota/DE, tokoh agama/masyarakat, pimpinan Perguruan Tinggi, para kepala
SMA/SMK, LSM,
BUMN dan kalangan perbankan serta dunia usaha.

F. TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM SWASEMBADA PANGAN KABUPATEN


ENDE
1. Tujuan1
n--Meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian secara umum,,melalui
swasembada tanaman, swasembada ternak dan swasembada perikanan dan
kelautan.tan .
- Terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, ketahanan pangan tercapai dan terwujud
pula kedaulata pangan

. panga
.2. SasaranSasaran
:
gerakan swasembada pangan perlu adanya tekad, komitment bersama dan tindakan
tindakan nyata untuk mencapai Swasembada Pangan menuju Ende Lio Sare Pawe,
dengan sasaran :sasaran
:a. Swasembada komoditas pertanian dalam arti luas (tanaman pangan, ternak,
tanaman perkebunan dan perikanan yang di konversikan setara/equivalen beras))..
b. b.Pencapaianya dapat diukur berdasarkan kenaikan periodik area populasi usaha,
areal populasi panen, produktifitas nilai juallserta komoditi dari periode ke
periode.komoditi dari periode ke periode.
G. PERMASALAHAN DAN KENDALA SWASEMBADA PANGAN KABUPATEN ENDE

Berdasarkan hasil analisis data kondisi ketersediaan pangan kabupaten ende saat ini
sebesar 74,99 % dalam kategori level cukup. Indicator ini menunjukan bahwa dalam
rangka pencapaian swasembada pangan secara matematik mengalami kekurangan
sebesar 25,01 % dalam interval waktu 2 tahun sampai dengan tahun 2012 sangat
diperlukan optimalisasi.
- Untuk mencapai optimalisasi ketersediaan pangan, perlu identifikasi berbagai
permasalahan atau kendala mendasar antara lain :
1. Curah hujan minim ( musim basah 3 bulan )
2. Penguasaan lahan atau tanah secara komunal oleh mosalaki atau pemangku adat
3. Kecendrungan mentalis priyayi tanpa prestasi kerja dan mengharapkan bantuan
pemerintah ( raskin, BLT, dan lain lain )
4. Bercocok tanam secara pindah-pindah, tradisional dan konvensional.
5. Kecendrunggan semangat gotong royong mulai hilang
6. Pengalihan fungsi lahan dari tanaman semusim ke tanaman perdagangan
7. Kecenderungan pola konsumsi serba instan dan enggan konnsumsi pangan local
merupakan warisan leluhur yang memiliki kadar gizisangat tinggi seperti jewawut,
umbi-umbian, jagung, kacang-kacangan, dan lain-lain.
8. Hilangnya lumbunng pannggan desa dan keluarga
9. Terjadinya penebangan hutan secara liar ( illegal loging ) di derah hulur dan mata air.
10. Penangkapan ikan masih menggunakan bahan peledak atau racun
11. Lemahnya system kelembagaan ( koperasi, UBSP, dll.)

H. POTENSI UMUM KABUPATEN ENDE

Sumber daya kekuatan yang dijadikan peluang dalam menyukseskan gerakan


swasembada pangan antara lain :
1. Potensi sumber daya manusia
Sumber daya manusia asset dan salah satu factor produksi. Secara kuantitaf kabupaten
ende memiliki sumber daya manusia yang terbilang besar dengan jumlah penduduk
sebesar 254.653 jiwa.
Dari jumlah penduduk diatas dapat dideskripsikan dalam status kerja dan lapangan
usaha sebagai berikut :

A. Status kerja
- Angkatan kerja : 133.365 jiwa ( 52,38 % )
Yang bekerja : 129.179 jiwa ( 50,74 % )
Pengangguran : 4.189 jiwa ( 1,65 % )
- Bukan angkatan kerja : 42.681 ( 16,76 % )

B. Bekerja menurut lapangan usaha :


a. Bekerja di sector pertanian, kehutanan, perkebunan, dan perikanan : 68.355 jiwa
b. Bekerja di sector industry pengolahan : 18.259 jiwa
c. Bekerja di sector perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel sebanyak :
9.958 jiwa
d. Bekerja pada jasa kemasyarakatan : 12.237 jiwa
e. Sector lainnya sebesar : 15.215 jiwa

2. Sumber daya alam


Pada umumnya kondisi wilayah kabupaten ende masih di dominasi oleh lahann
pertanian dan luas areal sebagai berikut :
1. Lahan kering : 43.800 ha
2. Lahan basah
- potensi : 6.950 ha
- fungsional : 3.950 ha
- belum di kerjakan : 3.000 ha

3. Sumber daya buatan atau teknologi


Secara umum kabupaten ende sudah tersedia sumber daya buatan antara lain :
1. Adanya regulasi pendukung
2. Sarana dan prasarana pertanian
3. Lembaga koperasi
4. Infrastruktur pasar
5. Akses pasar
6. Informasi dan komunikasi
7. Infrastruktur lainnya

I. KEBIJAKAN DAN PROGRAM SERTA KOMITMEN


Kebijakan gerakan swasembada pangan terimplementasi melalui RPJMD 2009-2014
yang dijabarkan pada Misi ke4 yakni: Meningkatkan Perekonomian Misi ke4
yakni: Meningkatkan PerekonomianMasyarakatMasyarakatdengan tujuan
adalah :dengan tu
--Meningkatkan perluasan kesempatan kerja dan kualitas angakatan
kerja.Meningkatkan
--Meningkatkan produksi dan produktifitas pertanian, peternakan, perikanan dan
perkebunan dalam menopang ketersediaan pangan.dan perkebunan dalam menopang
ke --Meningkatkan efektifitas pengelolaan sumber daya kehutanan,pertambangan dan
energi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. pertambangan dan energi ngan
mempe --Meningkatnya perekonomian masyarakat yang ditopang berkembangnya
usaha kecil dan menengah, koperasi, industri dan perdagangan serta meningkatnya
penanaman modal.meningkatnya penana
Untuk mewujudkan misi guna mensukseskan GSP 2012 dilakukan melalui 5 (lima)
tindakan / program, berupa :5 (lima) tindakan / program, berup
1.1.Pemberdayaan Masyarakat ;Pemberdayaan Masyarakat ;
2.2.Optimalisas pemanfaatan lahan ( melalui Intensifikasi, Ekstensifikas, ,Diversifikasi
dan Rehabilitasi) iversifikasi dan Rehabilitasi) ;
3.3.Peningkatan sarana dan prasarana pertanian serta penunjangingkatan sarana dan
prasarana
4. optimalisasi konversasi lahan
5. promosi, distribusi dan pemasaran
Kelima program diatas terealisasi melalui kelompok kerja atau pokja yang di bentuk
dengan surat keputusan bupati ende tentang tim koordinasi gerakan swasembada
pangan.
- Usaha pertanian sesungguhnya manajemen interaksi sumber daya manusia dengan
sumber daya alam dengan mengunakan sumber daya teknologi
- Kualitas sumber daya manusia, ketersediaan sumber daya teknologi dan kemampuan
manajemen serta pengelolaan sumber daya alam tersebut kan menentukan hasil yang
di capai.

BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Gerakan swasembada pangan merupakan program yang digagas oleh Bupati Ende
sejak tahun 2009, dan hingga saat ini sudah 3 tahun berjalan. Dalam laporan penelitian
ini disebutkan 4 dasar kebijakan Gerakan Swasembada Pangan, diantaranya :
1. kondisi ketahanan pangan Kabupaten Ende pada tahun 2009 masih sangat rapuh hal
ini dikarenakan jumlah pangan yang diproduksikan belum sebanding dengan jumlah
yang dibutuhkan
2. keberhasilan pembanguna SDM di Kabupaten Ende sangat ditentukan oleh
keberhasilan pemenuhan kebutuhan akan pangan yang di dalamnya terkandung zat
gizi untuk hidup sehat dan produktif
3. Ketahanan pangan merupakan pilar utama alam mewujudkan ketahanan daerah yang
pada akhirnya menentukan ketahanan nasional.
4. Pemeritah melihat bahwa Kabupaten Ende memiliki potensi pertanian yang
menjanjikan, karena itu dengan potensi yang ada pemerintah terdorong untuk
meningkatkan hasil produksi di Kabupaten Ende untuk memenuhi keutuhan
masyarakat secara sendiri tanpa bergantung pada pihak luar.

Dalam berbagai sosialisai Gearakan swasembada pangan, target yang hendak dicapai
adalah tercapainya swasembada komoditas pertanian (dalam arti luas tanaman
pangan, ternak, tanaman perkebunan) dan perikanan yang kemudian dialihnilaikan
atau dikonversikan setara dengan beras (equivalen beras) yang tersebar di 217
desa/kelurahan, targetnya adalah mencapai swasmbada pangan pada tahun 2012.

B. SARAN
Adapun saran yang bisa saya berikan adalah sebaiknya pemerintah lebih
memperhatikan masalah ketahanan pangan yang ada di Indonesia. Karena
masih banyak masyarakat yang belum memahami bagaimana cara atau
strategi yang baik guna menjaga ketahanan pangan mereka

DAFTAR PUSTAKA
http://uptd-jayakerta.blogspot.com/2009/06/faktor-pendukung-kemajuan-
pertanian.htm
http://www.floresbangkit.com/2012/08/p3m-st-ursula-ende-ungkapkan-hasil-penelitian-
tentang-rawan-pangan/
http://ooyi.wordpress.com/2010/07/24/peran-pengairan-dalam-mendukung-
swasembada-pangan-2012-di-kabupaten-ende/
http://www.scribd.com/doc/97407868/Makalah-kelangkaan-pangan-di-Indonesia
http://www.scribd.com/doc/27036834/Gerakan-Swasembada-Pangan-2012-Gsp-2012-
KabPutra, Yulesta. 2004. Perencanaan Dengan Konsep Sustainable
Building (Faktor Penting dalam Penerapan Sustainable
Development)Ende

Anda mungkin juga menyukai