Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia sehingga pemenuhannya menjadi salah

satu hak asasi yang harus dipenuhi secara bersama-sama oleh negara dan masyarakatnya. Pemerintah

Indonesia selalu berupaya untuk mencapai kemakmuran rakyat indonesia, salah satunya adalah

meningkatkan ketahanan pangan nasional. Pangan merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh

setiap manusia. Salah satunya adalah kebutuhan akan beras, di Indonesia beras merupakan salah satu

makanan pokok. Setelah beberapa tahun terakhir ini petani banyak yang mengalami gagal panen yang

diakibatkan oleh berbagai macam bencana seperti banjir, dan musim kemarau yang berkepanjangan, oleh

karena itu pemerintah melakukan kebijakan supaya warga indonesia tidak selalu bergantung pada beras

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang

berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan

sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku

pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan

makanan atau minuman.

Pangan dibedakan atas pangan segar dan pangan olahan :

a. Pangan segar

Pangan segar adalah pangan yang belu mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau

dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.

b. Pangan olahan tertentu

Makanan / pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu

dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.


c. Pangan siap saji

Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bisa langsung disajikan di tempat

usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat pangan

adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan masyarakat secara bersama-

sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut

disebutkan Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan,

sementara masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta

berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman,

bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan

pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus

berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan mengembangkan sistem

produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, mengembangkan

efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi produksi pangan, mengembangkan sarana dan

prasarana produksi pangan dan mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut

juga disebutkan dalam rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi

pangan melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan

keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.

Disamping itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan dilakukan diversifikasi pangan dengan

memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal melalui peningkatan teknologi pengolahan

dan produk pangan dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi anekaragam pangan

dengan gizi seimbang. PP Ketahanan Pangan juga menggarisbawahi untuk mewujudkan ketahanan
pangan dilakukan pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pendidikan dan pelatihan di bidang

pangan, penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan dan penyuluhan di bidang

pangan. Di samping itu, kerjasama internasional juga dilakukan dalam bidang produksi, perdagangan dan

distribusi pangan, cadangan pangan, pencegahan dan penanggulangan masalah pangan serta riset dan

teknologi pangan.

Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan banyak

sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat ditentukan tidak hanya oleh

performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor,

sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan

ketahanan pangan.

Menyadari hal tersebut di atas, Pemerintah pada tahun 2001 telah membentuk Dewan Ketahanan

Pangan ( DKP) diketuai oleh Presiden RI dan Menteri Pertanian sebagai Ketua Harian DKP. DKP terdiri

dari 13 Menteri termasuk Menteri Riset dan Teknologi dan 2 Kepala LPND. Dalam pelaksanaan sehari-

hari, DKP dibantu oleh Badan Bimas Ketahanan Pangan Deptan, Tim Ahli Eselon I Menteri Terkait

(termasuk Staf Ahli Bidang Pangan KRT), Tim Teknis dan Pokja.

Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang ketahanan pangan pasal 9 menyebutkan: (1)

penganekaragaman pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan

memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal, (2) penganekaragaman pangan

sebagaimana dimaksudkan dalam ayat1 dilakukan dengan a. Meningkatkan keragaman pangan, b.

Mengembangkan teknologi pengolahan dan produk pertanian dan c. Meningkatkan kesadaran masyarakat

untuk mengkonsumsi anekaragam pangan dengan prrinsip gizi berimbang.

Pemantapan pembangunan ketahanan pangan perlu terus diupayakan, antara lain melalui

penyediaan pangan setiap saat agar jumlah, mutu dan zat gizi yang mencukupi bagi setiap rumah tangga.

Penggunaan pangan pada saat ini cenderung tidak hanya digunakan untuk konsumsi manusia, namun juga
bersaing dengan penggunaan pangan untuk industri non pangan, sehingga perlu didukung dengan

ketersediaan data dan informasi yang akurat dalam hal penyediaan (supply), penggunaan (utilization) dan

ketersediaan (availability) pada akhirnya.

Dengan mencermati NBM dari tahun ke tahun dapat diketahui adanya perubahan jenis dan

ketersediaan serta tingkat kecukupan menurut kebutuhan gizi bahan makanan yang harus tersedia untuk

konsumsi penduduk secara keseluruhan. NBM juga berguna untuk menganalisis situasi pangan suatu

negara. Metode penghitungan NBM Nasional mengacu pada metode dari Food and Agriculture

Organization (FAO).

Data dan informasi yang digunakan bersumber dari data resmi yang dikeluarkan oleh instansi

yang berwenang. Namun demikian proses pengolahan data seringkali menemui kendala sehingga

informasi yang dihasilkan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini akan berujung pada tersedianya

data yang kurang tepat, tidak informatif dan tertinggal.

Masalah utama penyusunan tabel NBM adalah terbatasnya ketersediaan data-data pokok sehingga

menjadi kendala dalam pengisian kolom-kolom dalam tabel NBM. Untuk mengatasi hal tersebut, maka

dilakukan penghitungan dengan menggunakan pendekatan, yaitu menggunakan faktor konversi dan data

sekunder lain, seperti data konsumsi. Faktor konversi diperoleh dari hasil kajian yang dilakukan oleh

instansi terkait maupun hasil analisis tabel inputoutput. Dengan digunakannya pendekatan tersebut,

diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam melakukan langkah-langkah perhitungan untuk setiap

komoditas dalam tabel NBM. Proses penyempurnaan dalam penghitungan NBM sampai saat ini terus

dilakukan dalam rangka menyajikan informasi ketersediaan pangan yang tepat dan relevan.

Di Kabupaten Kolaka
RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada makalah ditujukan untuk merumuskan permasalahan yang akan dibahas pada

pembahasan dalam makalah . Ada pun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah , sebagai

berikut :

1. Bagaimana strategi Pemerintah Daerah dalam upaya pembangunan ketahanan pangan di

Kabupaten Kolaka ?
2. Bagaimanakah aspek-aspek tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Kolaka dalam mencapai ketahanan pangan ?

TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan dalam makalah ditujukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya pembahasan atas

rumusan masalah dalam makalah . Ada pun tujuan penulisan makalah , sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui strategi Pemerintah Daerah dalam upaya pembangunan ketahanan pangan di

Kabupaten Kolaka.
2. Untuk mengetahui aspek-aspek tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh

Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka dalam mencapai ketahanan pangan


Metode Penelitian

1. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini, desain penelitian yang digunakan penulis bersifat deskriptif. Dipilihnya

desain penelitian ini karena metode deskriptif adalah suatu metode yang meneliti status sekelompok

manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki (Nazir, 1988: 63).

Merujuk pada desain penelitian deskriptif tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan kualitatif. Menurut Nasution (1988: 5), Penelitian kualitatif pada hakikatnya adalah

mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka serta berusaha memahami

bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya. Pendapat lain yang dikemukakan oleh

Sugiyono(1994: 4), Metode kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada

kondisi objek yang dialami dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

2. Sumber Data

Sumber data merupakan subyek dan obyek yang dijadikan sebagai sumber informasi dalam

penelitian. Menurut Lonfland dan Lonfland (dalam Moleong, 2007), sumber data utama pada penelitian

kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan seperti dokumen dan lain-

lain. Sementara itu, Amirin (2000) berpendapat bahwa data terdiri dari data primer dan sekunder. Data ini

dikumpulkan dengan teknik dan prosedur yang sistematis dan standar.

Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber asli yang

memberikan informasi atas data tersebut (Amirin, 2000). Dalam penelitian ini, data primer adalah data

yang diperoleh langsung dari sumbernya melalui wawancara yang dilakukan peneliti terhadap informan.

Informan adalah orang yang mampu memberikan data/informasi yang sebenar-benarnya mengenai diri

orang lain atau lingkungannya (Rusidi, 2006:28). Informan ini dipilih dengan teknik purposive (purposive

sampling technique).

Data Sekunder

Menurut Amirin (2000), data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli

memuat informasi atau data tersebut. Data sekunder ini dikumpulkan untuk melengkapi data primer, yaitu

seluruh data yang berhubungan dengan tema penulisan, yaitu strategi Pemerintah Daerah Kabupaten

Kolaka dalam membangun ketahanan pangan. Data ini juga diperoleh dari observasi terhadap dokumen,

laporan, dan berkas yang berkaitan dengan penulisan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data, digunakan teknik Penelitian Lapangan sebagai berikut :

Teknik Dokumenter : yaitu mengumpulkan data dengan cara meneliti dokumen-dokumen tentang

gejala-gejala atau fenomena yang akan diteliti di lapangan, dalam hal ini penulis mengumpulkan

data dengan cara meneliti dokumen-dokumen yang ada kaitannya dengan objek yang diteliti, baik

di kantor Pemerintah Daerah maupun pustaka.

Teknik Wawancara : Untuk lebih melengkapi data yang diperoleh maka penulis juga menggunakan

teknik wawancara. Menurut Kartini (1991: 39), Wawancara adalah suatu percakapan, tanya jawab

lisan antara dua orang atau lebih secara fisik dan diarahkan pada suatu masalah tertentu. Tujuan

wawancara ini adalah untuk mengetahui apa yang terkandung dalam hati orang lain dan bagaimana
pandangannya tentang sesuatu, yaitu hal-hal yang tidak dapat kita ketahui melalui sekedar

observasi.
BAB II

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Luas Wilayah daratan Kabupaten Kolaka adalah 3.283,64 km2 dan perairan laut seluas 15.000

km2 dengan panjang garis pantai 293,45 km. Kecamatan Samaturu adalah kecamatan dengan wilayah

terluas yaitu 543,90 km2 atau 16,75 % dari total luas Kabupaten Kolaka sedangkan Kecamatan

Polinggona merupakan kecamatan dengan wilayah terkecil yaitu 46,65 km2 atau 1,44 % dari total luas

Kabupaten Kolaka. Persentase luas wilayah kecamatan di Kabupaten Kolaka ditunjukkan pada pictogram

di bawah ini.

Secara administratif wilayah Kabupaten Kolaka terdiri atas 12 kecamatan, 33 kelurahan dan 102 desa.

Selain itu, Kabupaten Kolaka mempunyai beberapa buah pulau baik besar maupun kecil, yaitu : Pulau
Padamarang, Lambasina Kecil, Lambasina Besar, Buaya, Pisang, Maniang dan Pulau Lemo. Batas-batas

wilayah Kabupaten Kolaka dengan wilayah di sekitarnya adalah sebagai berikut :

- Utara : Kabupaten Kolaka Utara dan Kolaka Timur.

- Timur : Kabupaten Kolaka Timur.

- Selatan : Kabupaten Bombana.

- Barat: Teluk Bone.

Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka.

Sumber: BPS, 2014

Kabupaten Kolaka terletak di bagian barat Provinsi Sulawesi Tenggara dengan posisi memanjang dari

Utara ke Selatan, tepatnya berada pada 3o37-4o38 Lintang Selatan dan 121o05-121o46 Bujur Timur.
Terletak 165 km dari Kota Kendari ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Kolaka merupakan

pintu gerbang ekonomi sebelah barat Provinsi Sulawesi Tenggara yang dapat diakses dengan mudah

melalui transportasi darat (Trans Sulawesi), laut (feri Bajoe-Kolaka dan kapal cepat Siwa-Kolaka) serta

transportasi udara (Bandara Sangia Nibandera).

BAB III
PEMBAHASAN

1. STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN

KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN KOLAKA

Setidaknya terdapat delapan jenis tanaman bahan makanan yang diusahakan di Kolaka yaitu:

padi sawah, padi ladang, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang hijau.

Dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang semakin meningkat setiap tahunnya, maka

selain memanfaatkan produksi lokal, Depot Logistik (Dolog) Kabupaten Kolaka telah memasok beras

dari luar wilayah.

Adapun Strategi yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka dalam upaya

pembangunan ketahanan pangan adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas produksi pangan secara berkelanjutan (minimum setara dengan laju

pertumbuhan penduduk) melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi.


2. Revitalisasi industri hulu produksi pangan (benih, pupuk, pestisida dan alat dan mesin pertanian) .
3. Revitalisasi Industri Pasca Panen dan Pengolahan Pangan.
4. Revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada ; koperasi, UKM dan lumbung

desa.
5. Pengembangan kebijakan yang kondusif untuk terciptanya kemandirian pangan yang melindungi

pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliput penerapan technical barrier for Trade (TBT)

pada produk pangan.

Ketahanan pangan Kabupaten Kolaka diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri

dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan

subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut

merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan,
budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien oleh adanya partisipasi

masyarakat dan fasilitasi pemerintah daerah.

Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi dan

pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah daerah diimplementasikan dalam

bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta

intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian

pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi.

Jumlah penduduk Kabupaten Kolaka yang banyak dan terus bertambah memerlukan produk

pangan dalam jumlah yang terus meningkat, sehingga keberadaan lahan sawah dalam jumlah yang cukup

dan layak untuk mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan mutlak diperlukan. Disamping itu perlu

upaya peningkatan produksi pangan (terutama padi) secara berkelanjutan. Mengandalkan pangan dari

daerah lain untuk ketahanan pangan tentu riskan terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk

ekonomi,sosial dan politik.

Upaya peningkatan produksi harus diimbangi dengan peningkatan pendapatan petani, kemudahan

aksebilitas konsumen, dan aktualisasi keamanan pangan. Sebaliknya komoditas non pangan yang

umumnya bersifat komersial dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar mampu meraih pangsa

pasar secara optimal. Oleh karena itu produktivitas tinggi, efisiensi sistem produksi, serta peningkatan

mutu dan nilai tambah produk menjadi tumpuan utama dalam menjaga ketahanan pangan Kabupaten

Kolaka.

Untuk mencapai berbagai target dalam mewujudkan ketahanan pangan daerah dan untuk

mempertahankan ketahanan pangan, diperlukan strategi dan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan

sumber daya lahan, baik lahan pertanian (sawah yang sudah dimanfaatkan saat ini maupun lahan

cadangan ). Strategi tersebut adalah :


1. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya lahan eksisting agar lebih produktif dan lestari baik

secara kuantitas dan kualitas, yaitu dengan intensifikasi dan peningkatan intensitas tanam,

pengembangan inovasi tekhnologi, dan pengendalian konversi lahan.


2. Perluasan areal pertanian, seperti ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan potensial.
3. Percepatan penyiapan dan pelaksanaan beberapa kebijakan dan regulasi kelembagaan untuk

melindungi lahan pertanian tanaman pangan/sawah.

2. ASPEK-ASPEK TENTANG PERMASALAHAN DAN TANTANGAN YANG

DIHAPADI OLEH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KOLAKA DALAM

MENCAPAI KETAHANAN PANGAN

Adapun aspek-aspek tentang permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah

Kabupaten Kolaka dalam mencapai Ketahanan Pangan yaitu :

A. Aspek Ketersediaan Pangan

Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas

produksi. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial - ekonomi;

1. Teknis

a) Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti

industri dan perumahan.


b) Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
c) Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
d) Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin

menurun.
e) Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen

2. Sosial- ekonomi

a) Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.


b) Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali

beras.

B. Aspek Distribusi Pangan

1. Teknis

a) Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi.


b) Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi

pangan , kecuali beras.

c) Sistem distribusi pangan yang belum efisien.

2. Sosial-ekonomi

a. Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga

kestabilan distribusi dan harga pangan.


b. Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah daerah serta berbagai

pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi

yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.

C. Aspek Pemberdayaan Masyarakat


a. Keterbatasan prasarana dan belum adanya mekanisme kerja yang efektif di masyarakat dalam

merespon adanya kerawanan pangan, terutama dalam penyaluran pangan kepada masyarakat

yang membutuhkan.
b. Keterbatasan keterampilan dan akses masyarakat miskin terhadap sumber daya usaha seperti

permodalan, teknologi, informasi pasar dan sarana pemasaran meyebabkan mereka kesulitan

untuk memasuki lapangan kerja dan menumbuhkan usaha.


c. Kurang efektifnya program pemberdayaan masyarkat yang selama ini bersifat top-down karena

tidak memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan kemampuan masyarakat yang bersangkutan.


d. Belum berkembangnya sistem pemantauan kewaspadaan pangan dan gizi secara dini dan akurat

dalam mendeteksi kerawanan panagan dan gizi pada tingkat masyarakat.

D. Aspek Manajemen

Keberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian pangan dipengaruhi oleh efektifitas

penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanan, pelaksanaan,

pengawasan dan pengendalian serta koordinasi berbagai kebijakan dan program. Masalah yang dihadapi

dalam aspek manajemen adalah:

1. Terbatasnya ketersediaan data yang akurat, konsisten , dipercaya dan mudah diakses yang

diperlukan untuk perencanaan pengembangan kemandirian dan ketahanan pangan.


2. Belum adanya jaminan perlindungan bagi pelaku usaha dan konsumen kecil di bidang pangan.
3. Lemahnya koordinasi dan masih adanya iklim egosentris dalam lingkup instansi dan antar

instansi, subsektor, sektor, lembaga pemerintah daerah dan antar daerah.


Permasalahan itu tentunya menjadi permasalahan utama di Kabupaten Kolaka karena pada

dasarnya perkembangan daerah sangat bergantung pada kualitas kehidupan warganya. Oleh sebab itu,

memang kondisi ketahanan pangan baik secara nasional maupun lokal yang masih tergolong dalam

kondisi rawan pangan, diperlukan upaya yang terintegrasi dan berkesinambungan dalam usaha

peningkatan ketahanan pangan masyarakat. Sekalilagi patut ditegaskan bahwa ketahanan pangan

merupakan kondisi dimana masyarakat memiliki daya beli terhadap pangan dan mampu mengakses

kebutuhan pangan mereka.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ketahanan pangan Kabupaten Kolaka diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang

terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem

distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga

subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input

sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan

dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah daerah.
Upaya peningkatan produksi harus diimbangi dengan peningkatan pendapatan petani, kemudahan

aksebilitas konsumen, dan aktualisasi keamanan pangan. Sebaliknya komoditas non pangan yang

umumnya bersifat komersial dituntut untuk memiliki daya saing yang tinggi agar mampu meraih

pangsa pasar secara optimal. Oleh karena itu produktivitas tinggi, efisiensi sistem produksi, serta

peningkatan mutu dan nilai tambah produk menjadi tumpuan utama dalam menjaga ketahanan

pangan Kabupaten Kolaka.

Saran

Untuk mewujudkan ketahanan pangan di Kabupaten Kolaka hendaknya harus ada sinergi yang

baik antara Pemerintah melalui Dinas Ketahanan Pangan dengan Masyarakat ( Petani ), agar

kebijakan-kebijakan yang di terapkan Pemerintah dapat dilakukan oleh masyarakat agar

ketahanan pangan di Kabupaten Kolaka dapat terwujud.

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN WILAYAH

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KOLAKA


DALAM MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN
OLEH :

NAMA : FANDY ARCANGGIH RAHIM


NO. STAMBUK : G2F1 16 062
KELAS : PPW B ( PPW )

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2016
tesis analisis neraca pangan di setiap wilayah kecamatan Di kabupaten
kolaka

Anda mungkin juga menyukai