Anda di halaman 1dari 52

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan


pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumberdaya
manusia yang berkualitas. Undang-Undang tersebut telah mengamanatkan bahwa
negara wajib menjalankan kedaulatan pangan (hak rakyat atas pangan) dan
mengupayakan terpenuhinya kebutuhan pangan bagi penduduk. Kewajiban yang
dimaksud mencakup kewajiban menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan
pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang.

Ketahanan pangan, disamping sebagai prasyarat untuk memenuhi hak azasii


manusia, juga merupakan pilar bagi eksistensi dan kedaulatan suatu bangsa. Oleh
sebab itu, seluruh komponen bangsa baik pemerintah, masyarakat dan pihak swasta,
mulai dari pusat, daerah provinsi dan kabupaten/kota, telah sepakat untuk bersama-
sama membangun ketahanan pangan nasional maupun daerah.

Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai


dengan individu, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, bergizi, merata dan terjangkau serta sesuai dengan
keyakinan dan budaya, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Tujuan
pembangunan ketahanan pangan adalah untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi
pangan seluruh penduduk yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik
pada tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, desa, keluarga hingga perorangan.
Ketahanan pangan harus diwujudkan secara merata di seluruh wilayah sepanjang
waktu, yang didasarkan pada optimalisasi dan berbasis keragaman sumberdaya,
kelembagaan dan budaya lokal.

Pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan komitmennya untuk


senantiasa berperan aktif dalam berbagai bidang guna melaksanakan aksi

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 1


kemanusiaan, terutama dalam mengatasi masalah kekurangan pangan dan kelaparan,
kekurangan gizi serta kemiskinan di dunia. Kesepakatan tersebut antara lain tertuang
dalam Deklarasi Roma tahun 1996 pada KTT Pangan Dunia ( World Food Summit 1996)
dan ditegaskan kembali dalam World Food Summit: five years later tahun 2001, serta
dilanjutkan dengan deklarasi Millenium Development Goals (MDGs) yang isinya antara
lain menyepakati mengurangi angka kemiskinan ekstrem/ penduduk lapar dan
kerawanan pangan di dunia sampai setengahnya pada tahun 2015.

Berbagai peraturan dan perundangan yang ditetapkan oleh pemerintah guna


mendorong pembangunan ketahanan pangan, diantaranya yaitu: Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2012 tentang Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label dan Iklan Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu, dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 pada Pasal 2 dan
Pasal 3, menyatakan bahwa pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota wajib
membuat laporan mempertanggung jawabkan urusan ketahanan pangan; Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;
Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal.

Pemerintah Kabupaten Garut sebagai bagian integral dari pemerintah pusat


tentunya harus mampu untuk turut mensukseskan pembangunan ketahanan pangan di
daerah, dimana strategi dan arah kebijakannya harus berorientasi terhadap
peningkatan kualitas pelayanan ketahanan pangan yang berpedoman terhadap target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 65/PERMENTAN/OT.140/12/2010 tentang SPM Bidang Ketahanan
Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Adapun SPM bidang ketahanan pangan yang ditetapkan meliputi empat jenis
pelayanan dasar, yaitu:

1. Ketersediaan dan cadangan pangan;

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 2


2. Dsitribusi dan akses pangan;
3. Penganekaragaman dan keamanan pangan;
4. Penganganan kerawanan pangan.
Permasalahaan pangan dan gizi telah mengalami berbagai dinamika perubahan
yang dinamis dan kompleks. Perubahan lingkungan global seperti perubahan iklim dan
fluktuasi harga minyak dunia telah mendorong kompetisi terhadap pemanfaatan hasil
pertanian untuk pangan (food), untuk digunakan sebagai bahan sumber energi ( fuel)
dan pakan ternak (feed). Disamping itu, pengabaian terhadap penerapan pertanian
yang baik (good agricultural practices) dan sumber pangan lokal ( biodiversity)
dikhawatirkan akan mengancam ketahanan pangan dan gizi nasional. Pada sisi lain,
peningkatan populasi penduduk telah menyebabkan melonjaknya kebutuhan pangan
nasional yang apabila tidak diantisipasi secara tepat tentunya akan menimbulkan
permasalah serius dimasa yang akan datang.
Pemerintah Kabupaten Garut sebagai daerah yang bercorak agraris (pertanian),
memiliki motivasi yang tinggi untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan guna
menopang kehidupan masyarakatnya. Upaya tersebut tentunya harus dilakukan secara
terus-menerus (continue) dan memperoleh dukungan dan keterlibatan dari berbagai
pihak. Oleh sebab itu, guna mewujudkan harapan tersebut maka diperlukan suatu
sistematika perencanaan yang bersifat holistik, yaitu analisis perencanaan yang
dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan dan terintegrasi dengan
mempertimbangkan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan yang relevan. Pada
sisi lain dokumen perencanaan tersebut tentunya harus selaras dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Garut tahun 2014-2019
yang merupakan pedoman utama untuk perencanaan pembangunan di Kabupaten
Garut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya maka pokok
permasalahannya adalah saat ini Pemerintah Kabupaten Garut membutuhkan
Roadmap Ketahanan Pangan untuk periode tahun 2015-2019 sebagai pedoman bagi
berbagai pihak untuk berbagi peran satu sama lain guna menjaga kesinambungan

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 3


proses pembangunan ketahananan dalam rangka memenuhi berbagai sasaran yang
yang telah ditetapkan.

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan Kabupaten Garut ini
adalah untuk memberikan kerangka acuan bagi berbagai pihak pemangku kepentingan
dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Garut secara lebih
terintegrasi, sinergis, efektif dan efisien.
Adapun tujuan dari penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan Kabupaten Garut
ini adalah:
1. Menetapkan arah kebijakan dan strategi ketahanan pangan di Kabupaten garut.
2. Menetapkan program/ kegiatan serta pagu anggaran yang dibutuhkan.
3. Menetapkan tahapan dan strategi pelaksanaan program/ kegiatan.
4. Menetapkan sasaran dan waktu pencapaian masing-masing program/ kegiatan.
5. Meningkatkan komitmen dan memperkuat koordinasi antar seluruh pihak terkait,
dalam upaya mendorong peningkatan ketahanan pangan secara terpadu dan
berkelanjutan.

1.4 Ruang Lingkup dan Metodologi


Dokumen Penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan ini merupakan indikator
perencanaan ketahanan pangan di Kabupaten Garut untuk 4 tahun ke depan.
Substansi dasar yang disampaikan dalam dokumen ini adalah kebijakan dan strategi
serta target indikator kinerja ketahanan pangan dan keterkaitanya dengan
bidang/sektor pembangunan lainnya, komponen sistem Ketahanan Pangan, dan
keseimbangan antar berbagai komponen di dalamnya yang meliputi ketersediaan,
distribusi dan konsumsi, Selain itu, dokumen ini diharapkan mampu memberi
penjelasan tentang konsep dasar ketahanan pangan dan kondisi ketahanan pangan di
Kabupaten Garuti, kondisi lingkungan strategis pembangunan Ketahanan Pangan,
mencakup masalah, tantangan dan peluang hingga rencana aksi Ketahanan Pangan di
Kabupaten Garut

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 4


1.4.1 Metodologi Pendekatan
Penyusunan Roadmap ketahanan Pangan menggunakan pendekatan melalui
studi literatur, diskusi internal dengan tim kecil dan kemudian didiskusikan dalam
Focus Group Discussion (FGD).

1.4.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data informasi untuk Penyusunan Roadmap ketahanan Pangan
dilakukan dengan cara :
a. Studi Literatur
Studi literature dilakukan untuk mengkaji secara mendalam tentang teori dan
konsep dari strategis pangan Kajian teoritis dan telaah konsep ini penting untuk
membangun kerangka berfikir logis terhadap upaya pengembangan kebijakan
strategi ketahanan pangan. Selain itu studi literature juga dilakukan untuk
mengumpulkan informasi mendalam tentang pengalaman empiris dari
pengembangan aktivitas strategi pangan dan gizi. Dari pengalaman itu akan dapat
dianalisa faktor-faktor penting yang menjadi kunci keberhasilan penyusunan
Roadmap ketahanan pangan.

b. Wawancara dan Focus Group Discussion (FGD)


Penyusunan Konsep awal Penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan dikumpulkan
melalui wawancara dan diskusi, baik dengan SKPD, masyarakat maupun
stakeholder terkait di bidang pangan yang dipandang perlu untuk dimintai data
dan informasinya. Data yang dikumpulkan meliputi Dua pilar utama yaitu
ketersediaan pangan, Keterjangkauan pangan dan pemanfaatan pangan. Pada
pembahasan mengenai ketersediaan pangan meliputi pertanyaan seputar produksi
pangan, keanekaragaman pangan yang memenuhi syarat keamanan, mutu dan
gizi bagi konsumsi, dan tingkat kecukupan pangan. Pada pilar yang kedua
mengenai Keterjangkauan Pangan meliputi pertanyaan mengenai tingkat akses
pangan bagi masyarakat.
Tahap berikutnya adalah melakukan kegiatan FGD (focus Group Discussion)
dengan beberapa SKPD /instansi pemerintahan dan beberapa stakeholder terkait
di bidang pangani. Dengan demikian data dari FGD melahirkan konsep

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 5


Penyusunan Ketahanan Pangan yang kuat karena telah mendapat masukan kritis
dari diskusi yang dilakukan Data hasil FGD ini akan menjadi data primer. Secara
pararel, data-data sekunder diambil dari beberapa SKPD dilingkungan pemerintah
kabupaten Garut yang merupakan Anggota dari Dewan Ketahanan Pangan
Kabupaten Garut, antara lain : Badan Ketahanan Pangan, Dinas Tanaman Pangan
dan Hortikultura, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Perkebunan,
BP4K, Dinas Perindustrian Perdaganagn dan Pengelolaan Pasar, Dinas Sumber
Daya air dan Pertambangan, Dinas PU. Binamarga, Dinas Kesehatan, Perum
BULOG, BPS dan Bagian Administrasi Perekonomian Setda serta unsur perguruan
tinggi dll.

1.5 Indikator Keluaran

Adapun indikator keluaran penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan Kabupaten


Garut adalah sebagai berikut:

1. Mewujudkan ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau oleh seluruh


lapisan masyarakat;
2. Mewujudkan peningkatan distribusi dan produksi pangan strategis;
3. Mewujudkan peningkatan kesejahteraan para petani produsen pangan, melalui
produksi dan harga yang memadai;
4. Mewujudkan peningkatan mutu gizi masyarakat dalam mengkonsumsi aneka
pangan;
5. Mewujudkan peningkatan diversifikasi masyarakat dalam mengkonsumsi pangan
diluar beras;
6. Mewujudkan tersedianya cadangan pangan secara mencukupi untuk
menanggulangi masa darurat;
7. Menanggani kerawanan pangan pada masyarakat miskin.

1.6 Landasan Hukum

Landasan hukum untuk penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan Kabupaten


Garut ini adalah sebagai berikut:

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 6


1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 20009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
3. Peraturan pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi
Pangan;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk
Hayati Produk Rekayasa Genetik;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
7. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan;
8. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal;
9. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65 Tahun 2010 Tentang Standar Pelayanan
Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota.

1.7 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Menguraikan mengenai latar belakang, rumusan masalah, maksud dan


tujuan, indikator keluaran, landasan hukum dan sistematika pembahasan.

BAB 2 GAMBARAN KONDISI KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN


GARUT

Menguraikan mengenai kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Garut


meliputi ketersediaan pangan, penganekaragaman konsumsi pangan
berbasis sumber daya lokal, stabilitas harga, distribusi dan keamanan
pangan.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 7


BAB 3 TANTANGAN, PERMASALAHAN DAN PELUANG

Bagian ini membahas mengenai berbagai tantangan, permasalahan dan


peluang yang dihadapi dalam konteks ketahanan pangan di Kabupaten
Garut.

BAB 4 TUJUAN DAN SASARAN

Bagian ini menguraikan mengenai tujuan dan sasaran pembangunan


ketahanan pangan di Kabupaten Garut dengan mengacu pada SPM bidang
ketahanan pangan yang telah ditetapkan.

BAB 5 KEBIJAKAN, STRATEGI, PROGRAM DAN KEGIATAN

Bagian ini menguraikan mengenai kebijakan, strategi, program dan


kegiatan prioritas pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Garut.

BAB 6 DUKUNGAN DAN SINERGITAS LINTAS SEKTOR

Bagian ini diuraikan mengenai dukungan strategis/ sinergitas yang


dibutuhkan dari seluruh pemangku kepentingan, baik dari pemerintah,
swasta maupun masyarakat.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 8


BAB 2
GAMBARAN KONDISI KETAHANAN PANGAN
DI KABUPATEN GARUT

2.1 Produksi Pangan Nasional.

Secara umum kondisi ketahanan pangan nasional selama priode 2004-2014


cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari sisi produksi
maupun produktifitas . Meskipun demikian, jumlah petani/pelaku usaha tani
berdasarkan komoditas bervariasi dan cenderung mengalami penurunan. Produksi padi
Nasional menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata
peningkatan sebesar 3,1% menjadi 70,8 juta ton GKG meningkat sebesar 31%
menjadi 70,8 juta ton GKG pada tahun 2014. Upaya yang dilakukan Pemerintah untuk
meningkatkan produksi adalah pemyediaan sarana produksi, peningkatan
pendampingan teknis dan diseminsi teknologi budidaya untuk meminimalkan dampak
perubahan iklim ekstrim. Luas panen padi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir
relative tetap, namun produksi padi menunjukkan kecendrungan meningkat dari tahun
ke tahun produksi padi nasional pada tahun 2014 sedikit menurun dibandingkan tahun
2013. Tahun 2014 Pemerintah menetapkan target produksi padi sebesar 76,56 juta ton
gabah kering giling (GKG) yang kemudian direvisi menjadi 73 juta ton GKG.
Berdasarkan ARAM III BPS, Produksi padi mencapai 70,83 juta on GKG, turun sekitar
0,03 juta ton dibanding tahun 2013. Penurunan produksi padi pada tahun 2014 antara
lain disebabkan oleh penurunan areal tanam akibat alih fungsi lahan dan bencana
banjir. Luas tanam padi bulan Oktober 2013 hingga maret 2014 berkisar 8,03 juta ton
ha menyusut 154.000 ha dari priode yang sama tahun 2013. Bencana banjir dan
gangguan serangan hama wereng yang terjadi pada awal tahun 2014 mengakibatkan
penurunan produksi secara merata di hampir seluruh sentra produksi beras Nasional

Produksi jagung Nasional sepanjang priode 2004-2014 menunjukkan tren


meningkat meskipun pernah mengalami sedikit penurunan pada tahun 2006, 2011 dan
2013. Peningkatan produksi jagung dalam Negeri didorong oleh penggunaan benih
Hibrida dan produktivitas yang terus meningkat. Peningkatan produksi jagung pada

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 9


2004 dibandingkan 2014 mencapai 7,8 juta ton dengan rata-rata kenaikan sebesar 10
% per-tahun, Pada tahun 2004 produksi mencapai 11,225 juta ton pipilan kering,
meningkat menjadi 19,03 juta ton pipilan kering pada tahun 2014. Kenaikan ini
merupakan dampak kenaikan luas panen dan kenaikan Produktivitas jagung sepanjang
musim tanam 2014.

Produksi kedelai Nasional mengalami Fluktuasi selama periode 2004-2014.


peningkatan produksi kedelai dari tahun 2004 ke 2014 (grafik 3.4). Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik (BPS), Produksi kedelai nasional pada 2007 turun hingga 592.534
ton, diakibatkan oleh menurunnya luas panen menjadi 464.427 h ameskipun
produktivitas meningkat.

Peran strategis dari sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit adalah
berkontribusi terhadap pemasukkan devisa Negara yang cukup besar yang selanjutnya
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penyediaan pangan dalam negeri. Produksi
CPO dan turunnya pada 2014 mencapai 31,5 juta ton (temasuk Biodiesel dan
Oleochemical), jumlah ini menyumbang sekitar 50 persen produsi global. Volume ini
meningkat jauh dari 23,5 juta ton tahun 2011 yang saat ini setara dengan 44,5 persen
produk CPO global (Grafik 3.5). produk CPO Indonesia saat ini adalah yang terbesar di
dunia melebihi Malaysia. Berdasarkan data yang diolah GAPKI, total export CPO dan
turunannya asal Indonesia pada tahun 2014 mencapai 21,76 juta ton atau naik 2,5%
dibandingkan dengan total export 2013, 21, 22 juta ton. Sepanjang tahun 2014 Negara
tujuan export terbesar Indonesia dan India, Negara Uin Eropa dan Cina.

Selain penghasilan devisa, kebun sawit juga dapat dioptimalkan dalam


penyediian pangan melaui integrasi sapi sawit dan penanaman tanaman pangan
dibawah tegakkan sawit khususnya pada areal replating yang masih cukup terbuka.
Intergrasi sawit – Ternak memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak yaitu
produk dan kandungan nitrogen kotoran ternak cukup memadai untuk mensubtitusi
unsure hara yang membutuhkan tanaman apabila bahan tersebut dikomposkan
terlebih dahulu. Sedangkan kelapa sawit menghasilkan daun yang dimanfaatkan
sebagai pakan hijauan yang diperlukan oleh ternak.

Kedudukan gula sebagai bahan pemanis utama di Indonesia belum dapat


digantikan oleh bahan pemanis lainnya yang digunakan baik oeh rumah tangga

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 10


maupun industri makanan dan minuman. Dengan luas areal tebu rakyat sebesar
252.166 ha dan areal tebu swasta 198.131 ha, kemampuan produksi gula Indonesia
hanya 2,1 juta ton gula Kristal putih (GPK) per tahun. Angka tersebut belum dapat
memenuhi kebutuhan dalam negeri yang hampir berada di angka 3 juta ton/tahun.

Populasi ayam ras pedaging (yang memenuhi 80% total populasi ternak ayam),
meningkat dari 778.970.000 ekor menjadi 1.481.872 ekor. Tren peningkatan populasi
ini didukung oleh ketersediaan bibit ayam (DOC), pakan dan vaksin unggas yang
semakin mudah diperoleh serta meningkatnya permintaan dari industri kuliner
berbahan ayam yang menyerap hasil poduksi peternak lokal. Dari aspek teknis,
pengadaan bibit ayam sebagai mana bakalan sapi potong memang masih
mengandalkan dari impor. Penguatan perbibitan ayam dan sapi terus menjadi
perhatiaan dan terus diupayakan oleh Pemerintah melalui Kementrian Pertanian, agar
kebutuhan daging Nasional dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Jumlah ternak sapi pada tahun 2014 tercatat sebanyak 14,7 juta ekor. Angka
tersebut menunjukan upaya pemerintah untuk meningkatkan populasi ternak sapi
dalam rangka mewujudkan swasembada daging sapi. Jumlah ini juga menunjukkan
kenaikan sebesar 14% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 12,9 juta.
Peningkatan populasi ternak sapi terjadi sejak tahun 2009 setelah pemerintah
melaksanakan secara intensif Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014.

Dalam priode 2004-2013 produksi perikanan terus meningkat dengan nilai


peningkatan rata-rata sebesar 15% per tahun. Seperti diketahui bahwa potensi produk
perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun ; dimana hingga saat ini potensi
tersebut baru di manfaatkan sebesar 19 juta ton. Sebagian besar produksi perikanan
disumbang dari kegiatan budidaya meskipun pemanfaatannya baru sekitar 30%.
Sedangkan perikanan tangkap (laut dan perairan umum) diperkirakan telah
dimanfaatkan sebesar 70%, Kegiatan budidaya perikanan di kembangkan dengan
memanfaatkan potensi perairan yang ada seperti tambak, laut,kolam, dan sawah. Pada
priode 2004-2013, produk peningkatan budidaya meningkat pesat yaitu sekitar 26,64%
setiap tahun. Peningkatan pertumbuhan produksi rata-rata tersebut menunjukan
bahwa budi daya perikanan berkembang seiring dengan meningkatnya pembinaan
terhadap petabak yang disertai permintaan pasar yang cukup tinggi. Hal ini tidak

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 11


terlepas dari keberhasilan sosialsasi diversifikasi pangan sehingga berkembangnya
budaya konsunmsi ikan untuk meningkatkan Gizi semakin meluas. Tingginya
permintaan pasar menjadi lokomotif utama untuk menarik sekel hulu. Data yang
disampaikan kementrian kelautan dan perikanan menyebutkan bahwa produksi
perikanan tangkap pada tahu 2013 mencapai 19,41 juta ton atau melampaui 12% dari
target yang di tetapkan 17,42 juta ton. sementara produksi perikanan budidaya
mencapai 13,70 juta ton, melampaui 17 % dari target 11,63 juta ton.

2.2 Produksi Pangan Kabupaten Garut

Secara umum, kondisi ketahanan pangan Kabupaten Garut 2009-2013 cenderung


menunjukkan perkembangan yang positif, meskipun untuk salah satu Indikatornya,
yaitu kualitas konsumsi pangan masyarakat berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH)
pada tahun 2013 mengalami penurunan. Berikut ini disajikan mengenai perkembangan
dari beberapa indikator ketahanan pangan di kabupaten Garut:

1. Beberapa produksi komoditas pangan penting mengalami pertumbuhan positif dari


tahun 2009, khusus untuk beras mulai tahun 2012 telah mencapai swasembada;
2. Harga-harga pangan relatif stabil, baik pada hari-hari biasa maupun pada saat
menjelang hari-hari besar nasional (Puasa, Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru);
3. Berdasarkan nilai upah buruh tani dan upah pekerja informal di sektor industri,
telah terjadi peningkatan pendapatan masyarakat;
4. Telah terjadi peningkatan peran serta masyarakat yang ditunjukkan oleh semakin
meningkatnya kreativitas dan dukungan kerjasama yang diberikan oleh
masyarakat kepada pemerintah daerah dalam pemantapan ketahanan pangan;
5. Proporsi penduduk miskin dan rawan pangan semakin menurun.

Upaya Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Garut dalam mendorong


pemantapan ketahanan pangan telah dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi
perumusan kebijakan dan langkah-langkah implementasi pemantapan ketahanan
pangan masyarakat, pengembangan desa mandiri pangan, penanganan daerah rawan
pangan, pemberdayaan lumbung pangan masyarakat, penguatan lembaga ekonomi
pedesaan (LUEP), penguatan lembaga distribusi pangan masyarakat (LDPM) dan
percepatan penganekaragaman/diversifikasi konsumsi pangan. Pada sisi lain,

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 12


dukungan kegiatan dan anggaran baik yang bersumber dari pemerintah pusat, provinsi
dan kabupaten dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan.

2.1 Ketersediaan Pangan

Pada tabel berikut disajikan mengenai tingkat ketersediaan pangan Kabupaten


Garut Tahun 2012-2013.

Tabel 2.1
Ketersediaan Pangan Kabupaten Garut Tahun 2012-2013

2012 2013
Konsumsi
No Jenis Pangan Ketersediaan Konsumsi Perimbanga
Perimbangan Ketersediaan Aktual
Aktual n
(Ton) (+/-) (Ton) (Ton/
(Ton/Tahun) (+/-)
Tahun)
1 Beras 478.039 200.197,62 277.841,38 525.962,2 212.102,2 313.860
2 Jagung 372.620 4.549,95 368.070,05 452.778,5 5.258,7 447.519,8
3 Ubi Jalar 53.518 13.649,84 39.868,34 78.449,5 14.899,7 63.599,8
4 Ubi Kayu 353.547 56.874,33 296.672,67 478.632,9 60.475,4 418.157,5
6 Kacang 407.065 70.524 336.541 17.674,6 3.505,8 14.168,7
Tanah (Biji)
7 Kacang 27.431 4.549,95 22.881,05 19.041,8 18.405,6 636,2
Kedele
8 Kacang Hijau 20.296 18.199,78 2.096,22 1.946,5 1.752,9 193,6
9 Sayur- 1.659 2.274,97 -615,97 550.100,7 359.396 190.753,4
sayuran
10 Buah-buahan 863.516 166.073 697.443 142.209 85.892,6 56.316,4
11 Ikan 575.930 341.245,95 234.684,05 41.902,1 79.757,5 (37.855,4)
12 Daging 1.546.091 81.899,03 1.464.191,97 2.788,4 16.652,7 (13.869,3)
Unggas
13 Daging 28.692 75.074,11 -46.382,11 2.2788,3 8.764.6 (6476,3)
Ruminansia
14 Telur 3.444 15.924,81 -12.480,81 223 26.293,7 (26.070,3)
15 Susu 4.172 9.099,89 -4.928,39 7.968,5 70.992,9 (63.024,4)
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 2.1 diperoleh gambaran bahwa apabila ditinjau berdasarkan


perbandingan antara tingkat ketersediaan dan tingkat konsumsi aktual, maka pada
tahun 2013 terdapat beberapa jenis pangan yang mengalami surplus, yaitu: beras,
jagung, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah dan Kacang Kedele, sayur-sayuran dan buah-
buahan. Sedangkan yang mengalami defisit adalah kacang hijau, ikan, daging unggas,
daging ruminansia, telur dan susu.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 13


Selanjutnya, jumlah cadangan pangan Kabupaten Garut dari Tahun 2009-2013
mengalami peningkatan 126,95 ton atau 39,61% dari sebanyak 320,5 ton pada tahun
2009 menjadi sebanyak 447,45 ton pada tahun 2013 sebagaimana disajikan pada tabel
berikut ini:

Tabel 2.2
Cadangan Pangan Kabupaten Garut Tahun 2009-2013
Volume
Cadangan Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Pemerintah (DOLOG) 100 ton 100 ton 100 ton 100 ton 100 ton
Cadangan Pangan
- - - 13 ton 50 ton
Pemerintah
Kelompok Lumbung
220,5 ton 100 ton 125,25 ton 297,45 ton 297,45 ton
Pangan
Jumlah 320,5 ton 200 ton 225,25 ton 410,45 ton 447,45 ton
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

2.3 Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal


2.3.1 Konsumsi Pangan/Kelompok Pangan
Perkembangan tingkat konsumsi per kelompok pangan Kabupaten Garut selama
tahun 2009-2013, menunjukkan bahwa jumlah konsumsi pangan penduduk rata-rata
per orang per hari pada tahun 2013 secara umum mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2009, terkecuali untuk kelompok padi-padian, minyak dan lemak
serta kacang-kacangan.

Tabel 2.3
Konsumsi Pangan Kabupaten Garut Tahun 2011-2013

Konsumsi Ideal Konsumsi Aktual (gram/org/hari)


Kelompok Pangan
(gram/org/hari) 2009 2010 2011 2012 2013
Padi-padian 275 269,98 123, 8 189,5 189,5 189,5
Umbi-umbian 100 24,29 28 62,6 62,6 62,6
Hewani 150 65,51 46,4 110,7 110,7 110,7
Minyak dan Lemak 20 16,89 0,9 9,3 9,3 9,3
Kacang-kacangan 35 47,04 13,6 34,1 34,1 34,1
Buah/biji berminyak 10 1,17 1,3 3,3 3,3 3,3
Gula 30 5,94 0,8 5,3 5,3 5,3
Sayur dan buah 250 75,76 49,7 169,6 169,6 169,6
Lain-lain (bumbu-
0 1,45 1,45 12,8 12,8 12,8
bumbuan)
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 14


2.3.2 Perkembangan Konsumsi Gizi Per Kelompok Pangan
Perkembangan konsumsi gizi per kelompok pangan Kabupaten Garut selama
tahun 2009-2013 menunjukkan telah terjadi penurunan konsumsi energi dari 1.341,22
kkal/orang/hari pada tahun 2009 menjadi 1.312 kkal/orang/hari. Kondisi tersebut
masih dibawah Standar Angka Kecukupan Gizi Energi (AKG Energi) untuk tingkat
nasional rata-rata 2.000 kkal/orang/hari.
Tabel 2.4
Perkembangan Konsumsi Gizi Per Kelompok Pangan
Kabupaten Garut Tahun 2009-2013

Energi (kkal/orang/hari)
Kelompok Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Padi-padian 964,88 1193,99 682 682 682
Umbi-umbian 30,76 87 69 69 69
Hewani 95,27 147,21 229 229 229
Minyak dan Lemak 120,54 25,33 81 81 81
Kacang-kacangan 61,14 125,4 154 154 154
Buah/biji berminyak 2,12 4,1 6 6 6
Gula 21,89 15,38 19 19 19
Sayur dan buah 36,75 40,93 43 43 43
Lain-lain (bumbu-bumbuan) 7,86 9,66 29 29 29
Jumlah 1.341,22 1.649,00 1.312 1.312 1.312
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

2.3.3 Capaian Kecukupan Gizi Per Kelompok Pangan


Capaian kecukupan gizi per kelompok pangan selama tahun 2009-2013
menunjukkan telah terjadi penurunan presentasi capaian kecukupan gizi energi dari
sebesar 68,08% pada tahun 2009 menjadi sebanyak 66,4% pada tahun 2013.
Tabel 2.5
Prosentasi Capaian Kecukupan Gizi Per Kelompok Pangan
Kab. Garut Tahun 2009-2013

% AKG Energi
Kelompok Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Padi-padian 48,98 61,7 34,4 34,4 34,4
Umbi-umbian 1,56 4,2 3,6 3,6 3,6
Hewani 4,84 7,2 11,6 11,6 11,6
Minyak dan Lemak 6,12 1,1 4,1 4,1 4,1

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 15


% AKG Energi
Kelompok Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Kacang-kacangan 3,1 6,3 7,8 7,8 7,8
Buah/biji berminyak 0,11 0,1 0,3 0,3 0,3
Gula 1,11 0,4 1 1 1
Sayur dan buah 1,87 2,3 2,2 2,2 2,2
Lain-lain (bumbu-bumbuan) 0,4 0,5 1,4 1,4 1,4
Jumlah 68,08 83,8 66,4 66,4 66,4
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

2.3.4 Capaian Skor Pola Pangan Harapan (PPH)

1. Pengertian PPH
Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam
pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energi terhadap
total energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari
suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan yang mampu mencukupi
kebutuhan konsumi pangan penduduk secara kualitas, kuantitas maupun
keragamannya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial ekonomi, budaya,
agama dan cita rasa.
Dalam aplikasinya Pola Pangan Harapan (PPH) dikenal dengan pola konsumsi
Pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman atau dikenal dengan istilah
menu B2SA. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok
pangan sesuai dengan PPH maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga
terpenuhi. Oleh karena itu skor PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan
tingkat keragaman konsumsi pangan.
Sesuai dengan kegunaannya, makanan dikelompokan dalam tiga kelompok (Tri
Guna Makanan) yaitu makanan sebagai sumber zat tenaga, zat pembangunan
dan zat pengatur. Oleh karena itu pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus
dapat memenuhi fungsi makanan tersebut. Semua zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh dapat diperoleh dengan mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dalam
jumlah yang cukup dan seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis
bahan makanan yang dapat menyediakan zat gizi secara lengkap. Dengan
terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai PPH maka
secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga terpenuhi.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 16


Untuk tingkat Nasional telah disepakati susunan Pola Pangan Harapan (PPH)
berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004
sebagai acuan dalam pembangunan pangan dan gizi. Angka Kecukupan Energi
(AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.000 Kkal/kap/hari di tingkat ketersediaan.
Sedangkan Angka Kecukupan Protein (AKP) di tingkat konsumsi adalah sebesar 52
gram/kap/hari dan 57 gram/kap/hari di tingkat ketersediaan.

2. Penggunaan PPH
Tujuan dari penggunaan PPH adalah untuk memberikan gambaran situasi pola
konsumsi dari setiap komoditi pangan, dan mengetahui tingkat keragaman
produksi maupun konsumsi pangan dengan pendekatan norma gizi dan pola
pangan harapan(PPH).
Pada pengukuran PPH kementerian Pertanian menggunakan indikator sbb:
1. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan atau minuman yang dimakan
atau yang diminum oleh penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi
kebutuhan hayatinya.
2. Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi
penduduk dalam jangka waktu tertentu.
3. Pola Pangan Harapan
Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan
beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas`sumbangan
energi terhadap total energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut
maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan yang
mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk secara kualitas,
kuantitas maupun keragamannya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek
sosial ekonomi, budaya, agama dan cita rasa.
4. Konsumsi Energi
Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan dinyatakan dalam kalori yang
dikonsumsi penduduk rata-rata per orang per hari.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 17


5. Norma Kecukupan Gizi/Energi
Norma Kecukupan Gizi/Energi adalah sejumlah zat gizi/energi pangan yang
diperlukan oleh seseorang atau rata-rata kelompok orang per hari untuk
memenuhi kebutuhannya.
6. Ketersediaan pangan
Ketersediaan pangan adalah jumlah bahan pangan yang tersedia untuk
dikonsumsi pada tingkat pengecer.
7. Bobot (Rating)
Bobot (rating) adalah nilai yang diberikan untuk setiap kelompok bahan pangan
dengan mempertimbangkan kepadatan energi, zat gizi, serat, kuantitas dan
citarasa terhadap komoditas tersebut.
8. Skor Mutu Pangan
Skor Mutu pangan adalah ukuran/kualitas/mutu bahan pangan yang
berdasarkan pada kontribusi energi setiap kelompok pangan dikalikan dengan
bobot/ratingnya.
9. Target Taraf Konsumsi
Target Taraf Konsumsi adalah banyaknya pangan menurut jenis yang harus
disediakan oleh suatu wilayah dari produksi sendiri dan atau melalui pengadaan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk setempat, mengacu
pada target skor mutu konsumsi pangan pada periode tertentu.
10. Pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman atau yang dikenal dengan menu
B2SA adalah aneka ragam pangan baik sumber karbohidrat, vitamin, protein
dan mineral dan aman bagi kesehatan bila dikonsumsi dalam jumlah yang
berimbang dan dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 18


Perkembangan pencapaian skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kabupaten Garut
tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.6
Capaian Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Kab.Garut
Tahun 2009-2013

Skor PPH Skor


Kelompok Pangan
2009 2010 2011 2012 2013 Maksimal
Padi-padian 24,49 24,99 17,3 17,3 17,3 25
Umbi-umbian 0,78 1,836 1,7 1,7 1,7 2,5
Hewani 9,67 14,64 23,2 23,2 23,2 24
Minyak dan Lemak 3,06 0,57 2 2 2 5
Kacang-kacangan 6,21 9,31 10 10 10 10
Buah/biji berminyak 0,05 0,06 0,2 0,2 0,2 1
Gula 0,56 0,21 0,5 0,5 0,5 2,5
Sayur dan buah 9,33 11,38 11 11 11 30
Lain-lain (bumbu-bumbuan) 0 0 0 0 0 0
Jumlah 54,15 62,996 65,8 65,8 65,8 100
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

Pada Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa secara kumulatif, konsumsi pangan selama
tahun 2009-2013 mengalami peningkatan sebesar 21,51% dari sebesar 54,15 pada
tahun 2009 menjadi sebesar 65,8 pada tahun 2013. Kondisi tersebut dapat menjadi
indikasi dari keberhasilan berbagai intervensi yang dilakukan dalam upaya
mendongkrak capaian Pola Pangan Harapan (PPH), sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 22 Tahun 2010 tentang kebijakan percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan berbasis Sumber Daya Lokal, melalui kegiatan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) yang dilakukan di 10 Kecamatan dan 20 Desa/Kelurahan,
disamping itu ditunjang pula dengan kegiatan yang bersumber dari APBD Kabupaten
Garut melalui kegiatan Penyuluhan Sumber Pangan Alternatif dan kegiatan yang
bersumber dari APBD Provinsi melalui sosialisasi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dan
Lingkungan Bebas Rawan Pangan (LINGBASRANGAN).

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 19


2.4 Stabilitas Harga, Distribusi dan Keamanan Pangan
2.4.1 Kelembagaan
Kelembagaan Distribusi pangan yang dikembangkan hingga akhir tahun 2013
sebanyak sembilan gapoktan yang bergerak di bidang distribusi bahan pangan pokok
beras, yaitu: Desa Karangsari Kecamatan Leuwigoong, Desa Dungusiku Kecamatan
Leuwigoong, Desa Cigawir Kecamatan Selaawi, Desa Sakawayana Kecamatan
Malangbong, Desa Cintadamai Kecamatan Sukaresmi, Desa Mekarsari Kecamatan
Cibalong, Desa Jagabaya Kecamatan Mekarmukti, Desa Cangkuang Kecamatan Leles
dan Desa Cikarag Kecamatan Malangbong. Harga Pembelian gabah dan beras oleh
masing-masing gapoktan peserta LDPM tersebut dari petani anggota selalu di atas
HPP. Selama tahun 2012 rata-rata pembelian GKP Rp.3.650,-/kg, harga GKG
Rp.4.850,-/kg dan beras Rp.7.825,-/ kg.

2.4.2 Pemantauan Harga Pangan

Pemantauan harga pangan strategis tingkat pedagang pengecer dan pedagang


besar pada pasar-pasar kecamatan untuk komoditas pangan seperti beras, minyak
goreng, terigu, gula pasir, bawang merah, cabe merah, jagung, kedele, kacang tanah,
daging sapi, daging ayam, telur dan ikan, pada Tahun 2011 dilakukan pada 6
Kecamatan, selanjutnya pada tahun 2012 dan 2013 pemantauan dilakukan pada 15
pasar kecamatan, yaitu: Pasar Guntur Kec. Tarogong Kidul, Pasar Leles Kec. Leles,
Pasar Kadungora Kec. Kadungora, Pasar Limbangan Kec. BL. Limbangan, Pasar
Leuwigoong Kec. Leuwigoong, Pasar Malangbong Kec. Malangbong,Pasar Bandrek Kec.
Kersamanah, Pasar Cibatu Kec. Cibatu, Pasar Wanaraja Kec. Wanaraja, Pasar
Samarang Kec. Samarang, Pasar Bayongbong Kec. Bayongbong, Pasar Cisurupan Kec.
Cisurupan, Pasar Cikajang Kec. Cikajang, Pasar Bungbulang Kec. Bungbulang dan
Pasar Pameungpeuk Kec. Pameungpeuk.

Selama tahun 2009-2013, hampir seluruh komoditas pangan telah mengalami


peningkatan harga, informasinya disajikan pada tabel berikut:

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 20


Tabel 2.7
Perkembangan Harga Pangan Strategis Selama Tahun 2009-2013

Harga Rata-rata (Rp/Kg)


Komoditas Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Beras IR Kw I 5.057 7.000 6.736 7.915 8.175
Beras IR Kw II 4.875 6.500 6.304 7.531 7.724
Jagung Pipilan 4.000 3.000 - - 5.683
Kedele 8.000 8.000 8.018 7.641 10.346
Gula Pasir 9.500 11.000 10.191 11.494 11.740
Minyak Goreng (Curah) 8.000 10.500 6.240 10.279 9.855
Cabe Merah TW 19.500 40.000 23.209 23.094 32.924
Bawang Merah 8.000 8.000 10.706 9.317 13.746
Kacang Tanah (Polong) 12.500 15.000 - - 18.831
Daging Sapi 58.000 58.000 58.422 67.409 88.478
Daging Ayam Ras 20.000 22.000 21.646 21.644 27.341
Telur Ayam Ras 12.000 14.000 13.029 14.949 16.983
Terigu 7.500 7.500 7.410 7.410 7.497
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014

2.4.3 Pemantauan Pasokan Beras

Beras hasil produksi Garut termasuk kategori premium dan pada umumnya dijual
ke luar daerah, sedangkan beras yang dikonsumsi di Kabupaten Garut umumnya
berasal dari luar daerah dengan grade kualitas yang lebih rendah.

Daerah-daerah tujuan penjualan beras dan gabah dari kabupaten Garut adalah
Jakarta, Bandung, Sumedang dan Cianjur. Sedangkan daerah-daerah pemasok beras
dan gabah ke kabupaten Garut adalah Banjar, Sumedang, Tasikmalaya, Majenang,
Ciamis, Subang, Karawang dan Indramayu.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 21


BAB 3
TANTANGAN, PERMASALAHAN DAN PELUANG

Permasalahaan pangan dan gizi mengalami perkembangan yang sangat cepat


dan kompleks. Perkembangan lingkungan global seperti adanya perubahan iklim dan
peningkatan harga minyak dunia telah mendorong kompetisi penggunaan hasil
pertanian untuk pangan (food), bahan energi (fuel) dan pakan ternak (feed) yang
semakin tajam. Disamping itu, pengabaian terhadap penerapan pertanian yang baik
(good agricultural practices) dan sumber pangan lokal (biodiversity) dikhawatirkan
akan mengancam ketahanan pangan dan gizi nasional. Perkembangan ini tentu saja
memerlukan telaah dan respon kebijakan yang lebih menjamin terhadap pengamanan
aksesibilitas pangan masyarakat.
Di sisi lain, peningkatan populasi penduduk yang terus berlangsung membuat
bangsa kita menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan
pangan penduduknya, dan bila tidak diantisipasi dari sekarang, bukan tidak mungkin
akan terjadi krisis atau rawan pangan di masa mendatang. Pada 10 tahun terakhir,
persoalan pangan tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di wilayah terkecil
dalam artian wilayah Kelurahan atau Kecamatan, namun juga akan dipengaruhi oleh
kondisi iklim dan ekonomi global. Kabupaten Garut sebagai wilayah yang masih
bercorak agraris (pertanian) bertekad untuk mampu memenuhi tuntutan kedaulatan
pangan, kemandirian pangan pada beberapa sumber, ketahanan pangan dan
keamanan pangan untuk menopang kehidupan masyarakatnya.
Dalam upaya melanjutkan pembangunan ketahanan pangan yang mengarah pada
kemandirian pangan, masih banyak permasalahan yang dihadapi, baik dalam aspek:
ketersediaan pangan, kerawanan pangan, distribusi pangan, penyediaan cadangan
pangan, penganekaragaman konsumsi pangan, penanganan keamanan pangan,
kelembagaan ketahanan pangan, maupun manajemen ketahanan pangan.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 22


3.1 Tantangan

Tantangan utama yang dihadapi berkaitan dengan ketahanan pangan di


Kabupaten Garut adalah:

1. Peningkatan jumlah penduduk

Berdasarkan data BPS tahun 2013, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten


Garut adalah sebesar 1,6% per tahun, dimana jumlah penduduk Kabupaten Garut
pada tahun 2013 sebesar 2.502.410 jiwa. dengan komposisi penduduk laki-laki
sebanyak 1.262.697 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.239.713 jiwa, dengan
laju pertumbuhan 1,02 persen. Sementara Penduduk tahun 2012 tercatat sebanyak
2.477.114 jiwa, dengan komposisi laki-laki sebanyak 1.250.607 jiwa dan perempuan
sebanyak 1.226.507 jiwa, dengan pertumbuhan 1,09 persen. Laju pertumbuhan
penduduk yang relatif kecil merupakan gambaran berhasilnya sederetan program
Keluarga Kecil Sejahtera/Keluarga Berencana dengan tujuan utama untuk menekan
laju pertumbuhan penduduk yang diharapkan berimplikasi pada peningkatan
pendapatan perkapita untuk mewujudkan derajat kesejahteraan masyarakat yang
dapat dibanggakan.

Tabel 3.1.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Garut
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001 – 2013
Keadaan Pertengahan Tahun

Laki-laki Perempuan Jumlah LPP


Tahun
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (%)

(1) (2) (3) (4) (5)

2001 1.036.856 1.014.693 2.051.549 1.98


2002 1.057.270 1.034.671 2.091.941 1.97
2003 1.078.002 1.054.959 2.132.961 1.96
2004 1.099.026 1.075.534 2.174.560 1.95
2005 1.120.384 1.096.436 2.216.820 1.94
2006 1.142.107 1.117.694 2.259.801 1.94
2007 1.163.885 1.139.006 2.302.891 1.91
2008 1.185.829 1.160.481 2.346.310 1.89
2009 1.208.065 1.182.242 2.390.307 1.88
2010 1.224.092 1.198.234 2.422.326 1.34
2011 1.237.697 1.212.733 2.450.430 1.16
2012 1.250.607 1.226.507 2.477.114 1.09

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 23


2013 1.262.697 1.239.713 2.502.410 1.02

Sumber : BPS

Laju pertumbuhan jumlah penduduk tersebut tentunya menuntut adanya


ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, harga terjangkau dan tersedia di
setiap saat, hal ini memberikan tantangan yang cukup berat. Ditambah lagi dengan
kebijakan pemerintah yang masih lebih terfokus kepada penyediaan beras (pangan
pokok) tanpa disertai pertimbangan yang memadai bagi peningkatan produksi/
pengadaan pangan yang berbasis sumber daya lokal seperti jagung dan umbi-umbian
yang dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat alternatif, menyebabkan target
produksi beras menjadi sangat tinggi.

2. Globalisasi perdagangan dan pergeseran pola konsumsi pangan


masyarakat ke arah pangan yang bersifat instant

Semakin terbukanya perdagangan global dan dihapuskannya hambatan perdagangan


berakibat pada menjamurnya produk pangan impor dengan jenis-jenis pangan yang
tidak seluruhnya dapat dikembangkan di dalam negeri. Aneka pangan impor baik
bahan mentah (gandum, aneka sayuran, aneka buah, daging, ikan, susu, dan
sebagainya), hingga berbagai jenis pangan siap saji tinggi lemak dan gula namun
rendah serat dan karbohidrat kompleks membawa perubahan pada semakin
banyaknya jenis-jenis pangan yang tidak dapat diproduksi secara lokal namun masuk
dalam pola konsumsi pangan. Menjamurnya restoran yang menyajikan makanan siap
saji ini telah menggeser kebiasaan makan di rumah dan konsumsi pangan tinggi serat
rendah gula yang biasa disiapkan di rumah. Sejalan denga era Globalisasi dan
pemberlakuan pasar bebas ASEAN (MEA) 2015 oleh Asean Economic Community
(AEC), Produk pangan Indonesia berpeluang untuk diperdagangkan kepasar
internasional, baik produk segar maupun olahan. Apabila peluang pasar dalam negeri
dan luar negeri dapat dimanfaatkan secara optimal, akan menjadi pasar yang sangat
besar bagi produk pertanian Indonesia.
Disamping itu seiring dengan perkembangan/kemajuan teknologi, peningkatan
status sosial-ekonomi masyarakat yang diikuti dengan gaya hidup yang lebih “modern”
yang menuntut masyarakat untuk bergerak lebih cepat mendorong pemilihan konsumsi
makanan serba instant. Ditinjau dari pandangan ilmu gizi perubahan perilaku tersebut

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 24


dapat meningkatkan peluang terjadinya masalah gizi lebih, obesitas dan penyakit
degeneratif (Baliwati dkk, 2004).

3. Masih rendahnya tingkat konsumsi pangan sumber protein, vitamin dan


mineral serta tingginya konsumsi beras dan terigu

Kondisi pola konsumsi pangan masyarakat yang masih didominasi oleh


beras/padi, perlu mendapat perhatian dengan menurunkan konsumsi beras dan
meningkatkan konsumsi umbi-umbian dari kelompok sumber karbohidrat. Di samping
itu, perlu pula meningkatkan konsumsi produk ternak dan ikan sebagai sumber
protein; serta sayuran dan buah sebagai sumber vitamin, mineral dan zat gizi lainnya.

Kualitas konsumsi masyarakat di Kabupaten Garut pada tahun 2013 untuk


kelompok pangan hewani serta sayuran dan buah masih di bawah target Pola Pangan
Harapan (PPH). Sebagai contoh, kontribusi kelompok pangan sayuran dan buah
(sebagai salah satu sumber serat, vitamin dan mineral) terhadap skor PPH masih 11
sedangkan skor idealnya adalah sebesar 30. Rendahnya konsumsi sayuran dan buah
sangat erat hubungannya dengan tingkat kesadaran masyakat akan kebutuhan
konsumsi serat, vitamin dan mineral padahal kelompok pangan tersebut banyak
tersedia dan harganya relatif terjangkau.

Selanjutnya upaya atau Perbaikan kualitas pola konsumsi pangan dan gizi
masyarakat dilakukan melalui beberapa pendekatan, sebagai berikut :
a. Percepatan Diversifikasi/Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi
Diversifikasi/Penganekaragaman konsumsi pangan adalah upaya memantapkan
atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan
aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi
untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif yang diukur melalui nilai
capaian peningkatan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang menggambarkan
konsumsi pangan semakin beragam, bergizi, dan seimbang. Penganekaragaman
konsumsi pangan akan memberikan dorongan dan insentif pada penyediaan
produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi termasuk produk
pangan yang berbasis sumber daya lokal. Dari sisi aktivitas produksi,
penganekaragaman konsumsi pangan dapat meminimalkan resiko usaha pola
monokultur, meredam gejolak harga, mengurangi gangguan kehidupan biota

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 25


disuatu kawasan, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan pelestarian
sumber daya alam.
Pengembangan konsumsi pangan dapat juga dijadikan sebagai salah satu
momentum bagi pemerintah daerah untuk menstimulasi pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi baru di pedesaan. Disamping itu jika dilihat dari kepentingan kemandirian
pangan, maka penganekaragaman konsumsi pangan dapat mengurangi
ketergantungan konsumsi pada satu jenis pangan. Dengan demikian
penganekaragaman konsumsi pangan merupakan satu fondasi dari keberlanjutan
ketahanan pangan dan memiliki dimensi pembangunan yang sangat luas baik dari
aspek sosial, ekonomi, politik, maupun kelestarian lingkungan.
Upaya memperkuat penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya
pangan lokal, juga diamanahkan dalam Undang-Undang Pangan No. 18 Tahun
2012, bahwa penganekaragaman pangan sebagai upaya untuk meningkatkan
ketersediaan pangan yang beragam dan berbasis sumber daya lokal, ditujukan
untuk:
1) Memenuhi pola konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang, dan aman;
2) Mengembangkan usaha pangan; dan
3) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
b. Optimalisasi pemanfaatan pekarangan
Optimal memanfaatkan pekarangan dengan konsep Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL) sebagai sumber pangan dan gizi secara berkelanjutan, melalui
pemberdayaan wanita dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai
kebutuhan keluarga seperti aneka umbi, sayuran dan buah serta budidaya ternak
dan ikan sebagai tambahan untuk ketersediaan karbohidrat, protein, vitamin,
mineral, dan lemak bagi keluarganya atau masyarakat sekitarnya, sehingga dapat
menerapkan menu yang dikonsumsi menjadi beragam, bergizi, seimbang, dan
aman. Pendekatan dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture) dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan
sumber daya dan pengetahuan lokal (local wisdom).
Manfaat yang diperoleh ini diantaranya: (a) pemenuhan kebutuhan pangan
keluarga untuk sumber karbohidrat, vitamin, mineral, protein, maupun lemak dari
hasil pekarangan tersebut; (b) penghematan biaya belanja sehari-hari, berkisar

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 26


antara Rp150.000,- sampai Rp300.000,- per bulan; (c) perolehan keuntungan dari
penjualan kelebihan hasil pekarangan sebagai tambahan penghasilan keluarga
(antara Rp50.000,- sampai Rp200.000,- per bulan), dan (d)memberikan
pengetahuan dan kesadaran setiap individu, khususnya wanita sebagai ibu rumah
tangga yang dituangkan dalam praktek pola konsumsi pangan beragam, bergizi,
seimbang, dan aman berbasis sumber pangan lokal.
c. Pendidikan penganekaragaman konsumsi pangan dan gizi
Pendidikan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman melalui jalur
pendidikan non formal untuk seluruh lapisan masyarakat khususnya kelompok
wanita dan Tim Penggerak PKK dalam rangka mengubah perilaku sehingga mau
dan mampu melaksanakan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber
daya lokal. Penyuluhan kepada ibu rumah tangga dan remaja, terutama ibu hamil,
ibu menyusui, dan wanita usia subur tentang manfaat mengkonsumsi pangan
yang beragam, bergizi seimbang dan aman, pemanfaatan pekarangan dan potensi
pangan di sekitar lingkungan kita. Disamping itu pangan lokal juga perlu dibangun
melalui kurikulum sekolah (SD sampai dengan SMU) dengan mengembangkan
kebun sekolah untuk tanam sayur dan buah, dan juga pengembangan kantin
sekolah dengan pangan yang diolah dari pangan lokal.
d. Advokasi, kampanye, promosi dan sosialisasi tentang konsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang dan aman kepada aparat diberbagai tingkatan dan masyarakat.
Kegiatan advokasi dilaksanakan dalam rangka memberikan solusi untuk
mempercepat proses penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya
lokal, kampanye dalam rangka penyadaran/awareness kepada aparat dan
masyarakat untuk percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis
sumber daya lokal. Promosi dan sosialisasi dalam rangka membujuk, menghimbau
dan mengajak aparat dan masyarakat untuk melaksanakan percepatan
penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Contoh Baliho
untuk kampanye konsumsi pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman dan
gerakan dan kampanye pangan lokal dilakukan di beberapa daerah untuk
menyosialisasikan pemanfaatan pangan lokal kepada masyarakat

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 27


4. Penggunaan bahan baku pangan lokal masih terkendala dengan masalah
kontinuitas ketersediaan yang belum stabil dan mutunya sangat
beragam

Pada tataran produsen maupun petani, belum dapat menjamin secara penuh
untuk menjaga kesinambungan tersedianya bahan baku pangan lokal secara terus-
menerus sepanjang waktu. Ketersediaan bahan baku pangan lokal masih sangat
dipengaruhi oleh faktor musim panen. Pada saat panen tiba, bahan baku pangan lokal
melimpah dipasaran, namun sebaliknya jika bukan musimnya akan sangat sulit
didapatkan.

Pada kondisi tersebut diperlukan investasi untuk memproduksi bahan baku


pangan lokal secara lebih berkesinambungan dan menghasilkan produk yang
memenuhi kebutuhan standar yang diinginkan oleh industri dan mempunyai daya
simpan, sehingga ketersediaannya terdistribusi sepanjang tahun. Pola kemitraan
antara pihak industri dan petani produsen merupakan solusi saling menguntungkan
yang perlu dikembangkan. Perlu ada upaya membangun sinergitas di antara sektor hilir
(industri pengolah) dengan sektor hulu (produsen) agar suplai bahan baku dapat lebih
terjamin, dan industri pengolah dapat merencanakan produksi dengan standar kualitas
yang lebih baik.

5. Kebijakan produksi pertanian belum mempertimbangkan kecukupan gizi

Program pemerintah untuk meningkatkan produksi pangan masyarakat secara


luas yang dilaksanakan selama ini masih bersifat kuantitas, belum mempertimbangkan
kebutuhan gizi. Perencanaan produksi sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pola
konsumsi masyarakat. Pola Pangan Harapan harus menjadi patokan dalam
merencanakan produksi komoditas yang akan dikembangkan sesuai dengan sumber
daya setempat. Kebijakan yang ada selama ini masih mengacu pada peningkatan
swasembada yang hanya mempertimbangkan kondisi supply - demand secara agregat,
tanpa mempertimbangkan kebutuhan konsumsi pangan secara beragam dan bergizi
seimbang.

Pada perkembangan selanjutnya, pelaksanaan P2KP tahun 2012 mulai


memperkenalkan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Sebagai contoh
adalah beras analog yang diproduksi menggunakan berbagai jenis bahan baku lokal

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 28


seperti ubi kayu, sagu, sorgum, jagung, dan sebagainya yang sekaligus diperkaya
dengan zat gizi sumber vitamin dan mineral dalam proses fortifikasi, agar kandungan
gizinya tidak kalah dengan yang ada pada beras. Produk yang dihasilkan dari kegiatan
ini ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan pangan lokal sehingga dapat dijadikan
bahan pengganti beras dalam program subsidi pangan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah yang selama ini disebut RASKIN.

6. Perubahan iklim

Dampak pemanasan global yang menyebabkan perubahan iklim telah


mengancam ketersediaan bahan pangan di tingkat produksi. Pangan pokok yang
selama ini dikonsumsi masyarakat secara umum dikhawatirkan dapat mengalami
kegagalan panen akibat tidak dapat diprediksinya musim hujan yang dapat
menyebabkan sulitnya pengairan. Kondisi cuaca yang ekstrim juga dikhawatirkan dapat
mengganggu produksi pangan khususnya terhadap komoditas pangan yang selama ini
menjadi pangan pokok. Hal ini memerlukan strategi perencanaan produksi pangan
yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim tersebut. Ketergantungan pada satu
jenis komoditi seperti beras akan menimbulkan masalah karena harus mencari
varietas-varietas baru yang sesuai dengan kondisi perubahan iklim. Padahal banyak
spesies sumber karbohidrat selain beras yang diproduksi oleh masyarakat sesuai
dengan kearifan lokal.

7. Kemiskinan
Dari hasil pendataan dengan metode Garis Kemiskinan hasil SUSENAS, jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Garut mengalami kenaikkan dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebesar 6.300 jiwa, atau dari semula 314.600 jiwa menjadi 320.900
jiwa. Kenaikkan jumlah penduduk miskin tersebut menyebabkan naiknya persentase
penduduk di Kabupaten Garut yang berada dibawah garis kemiskinan, yakni dari 12,72
persen pada tahun 2012 menjadi 12,79 persen tahun 2013.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 29


Tabel 3.2
Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin
Di Kabupaten Garut 2003 - 2013

Garis Kemiskinan Jumlah


Jumlah
Tahun
Penduduk
(Rupiah/kapita/bulan Penduduk Persentase
) Miskin (000)

[1] [2] [3] [4] [5]

2003 2.132.961 - 338.7 15.48


2004 2.174.560 - 338.3 15.37
2005 2.216.820 111.974 386.1 17.43
2006 2.259.801 122.972 434.5 19.61
2007 2.302.891 134.031 435.5 19.31
2008 2.346.310 154.245 410.6 17.87
2009 2.390.307 167.197 365.4 15.70
2010 2.422.326 180.406 335.6 13.94
2011 2.450.430 202.350 330.9 13.47
2012 2.477.114 213.707 314.6 12.72
2013 2.502.410 226.308 320.9 12.79
Sumber BPS 2014

Akan tetapi tahun 2013 penduduk miskin mengalami kenaikkan sebesar 0,07
persen, menjadi 12,79 persen di tahun 2013 atau jumlah penduduk miskin
menjadi sebesar 320.9 ribu jiwa. Hal ini dipicu oleh kenaikan BBM dengan rata-
rata sebesar 45 persen pada awal triwulan II tahun 2013 telah memicu
kenaikan harga-harga (inflasi) di Kabupaten Garut, yang tercatat sampai
dengan level 6,89 persen pada tahun 2013. Kondisi tersebut mengakibatkan
peningkatan kembali jumlah penduduk miskin di Kabupaten Garut. Walaupun,
program BLT/SLT yang direalisasi sejak Juli 2013, tampak cukup efektif untuk
mempertahankan daya beli masyarakat terutama pada masyarakat lapisan
bawah, namun kenaikan penduduk miskin di Kabupaten Garut masih terjadi
sebesar 6.300 jiwa yakni dari 314.600 jiwa ditahun 2012 menjadi 320.900 jiwa
pada tahun 2013, sehingga persentase penduduk yang berada dibawah GK
menjadi sebesar 12,79 persen. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk miskin
disebabkan oleh meningkatnya tingkat pengangguran menjadi 81.722 jiwa.
Jenjang pendidikan dengan tingkat pengangguran yang juga cukup tinggi

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 30


tampak pada lulusan SLTP sederajat dengan tingkat pengangguran sebesar
33,03 persen atau 26.994 jiwa yang masih menganggur.

3.2 Permasalahan

Permasalahan utama terkait urusan ketahanan pangan di Kabupaten Garut


adalah:

1. Masih minimnya cadangan pangan dan lumbung pangan di daerah;


2. Pangan belum terdistribusikan dengan baik dan terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat;
3. Masih rendahnya ketahanan pangan rumah tangga di wilayah rawan pangan;
4. Masih terbatasnya aksesibilitas petani terhadap sarana produksi, pasar dan
sumber permodalan;
5. Tingginya alih fungsi lahan pertanian dan kerusakan lingkungan yang cenderung
meningkat dan sulit untuk dikendalikan;
6. Tingginya tingkat fluktuasi, baik terkait dengan biaya produksi dan harga
komoditas hasil;
7. Masih lemahnya dukungan infrastruktur penunjang ke sentra produksi;
8. Belum ada jaminan keamanan produk pangan lokal yang dihasilkan.

Upaya pemerintah dalam memenuhi hak konsumen untuk dapat mengakses


produk pangan lokal yang aman hingga saat ini belum dapat terpenuhi karena belum
adanya jaminan keamanan produk pangan lokal yang beredar. Padahal, jaminan
keamanan produk pangan merupakan hal yang sangat kompleks, mengingat faktor
yang berpotensi sebagai pembawa resiko dapat muncul dalam setiap titik pada rantai
pangan, mulai dari produksi, distribusi, dan pengolahan hingga siap untuk dikonsumsi.
Faktor keamanan produk pangan dapat dinilai dari sumber resiko dan dampaknya
terhadap kesehatan manusia. Secara umum, jaminan keamanan produk pangan harus
mampu melindungi masyarakat terutama dari pangan yang tidak aman atau tercemar
oleh cemaran kimia, biologi, dan fisik.

3.3 Peluang

Adapun peluang yang tersedia adalah sebagai berikut:

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 31


1. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jawa Barat, 81,39% wilayah di
Kabupaten Garut ditetapkan sebagai kawasan lindung hal tersebut dapat dimaknai
positif artinya pengembangan agroforesty, wana wisata, agro wisata dapat
dikembangkan dengan baik di Kabupaten Garut, hal tersebut tentunya menjadi
opportunity untuk pengembangan jenis usaha tersebut yang pada gilirannya akan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Kemudahan akses dari pusat kegiatan ekonomi nasional, baik dari Jakarta maupun
Bandung. Waktu tempuh dari Garut ke jakarta diperkirakan hanya 4 jam dengan
menggunakan akses jalan tol (Purbaleunyi). Sedangkan dari Garut ke Bandung
diperkirakan hanya 2 jam. Selanjutnya, apabila ditinjau dari kualitas jalan dan
fasilitas sarana transportasi, posisi Kab. Garut sangat mudah dijangkau dari pusat
bisnis nasional.
3. Kabupaten Garut dekat dengan kluster industri pangan kabupaten lainnya yang
bernilai tambah tinggi, sehingga dapat menjadi bagian kluster tersebut dalam
pertumbuhannya.
4. Kedekatan dengan perbatasan jalur laut pasar international dapat memberikan
kesempatan untuk terkait langsung ke jalur perdagangan international, jika
dibuka“gate/gerbang” perhubungan udara maupun perhubungan samudra/laut.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 32


BAB 4
STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN
KETAHANAN PANGAN

Penyelenggaraan pangan menurut Undang-undang Pangan Nomor 18 tahun


2012 dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat
secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan Kedaulatan Pangan, Kemandirian
Pangan, dan Ketahanan Pangan. Sedangkan tujuan dari penyelenggaraan pangan itu
sendiri adalah untuk : (i) Peningkatan produksi dan penyediaan pangan yang beraneka
ragam; (ii) Kecukupan dan harga pangan yang wajar dan terjangkau; (iii) Peningkatan
akses, nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan; (iv) Peningkatan pengetahuan
dan kesadaran masyarakat tentang Pangan aman, bermutu, dan bergizi bagi konsumsi
masyarakat ; (v) Peningkatan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
dan Pelaku Usaha Pangan.
Terkait penyelenggaraaan pangan tersebut, tantangan yang harus dihadapi
diantaranya perubahan iklim global yang kurang kondusif, kenaikan harga minyak bumi
yang menyebabkan ongkos produksi naik, dan konversi bahan pangan nabati menjadi
bahan bakar nabati yang mempengaruhi ketersediaan pangan sehingga berdampak
pada kenaikan harga pangan dunia. Selain itu, pertumbuhan permintaan dan kapasitas
produksi pangan nasional tidak berjalan seimbang. Hal tersebut disebabkan laju
pertumbuhan penduduk per tahun di Indonesia semakin meningkat, BPS mencatat laju
pertumbuhan penduduk di Indonesia sepuluh tahun terakhir adalah sebesar 1,49 %
per tahun. Pertumbuhan penduduk tersebut tidak diimbangi dengan produksi pangan
karena daya dukung alam untuk penyediaan produksi pangan cenderung menurun
akibat alih fungsi lahan dan degradasi agroekosistem.
Disamping itu, pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat menyebabkan
daya beli dan tingkat pengetahuan masyarakat juga semakin meningkat sehingga
masyarakat sadar akan pentingnya kualitas pangan dan kandungan gizi di dalam
pangan tersebut. Hal itu menyebabkan permintaan pangan bertambah bukan hanya

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 33


dalam hal kuantitas, akan tetapi juga dari segi kualitas dan keragamannya. Proporsi
jumlah penduduk di wilayah perkotaan terus meningkat sebagai akibat dari
meningkatnya urbanisasi, yang mengindikasikan adanya kecenderungan kaum muda
perdesaan makin tidak tertarik bekerja di sektor pertanian. Keterbatasan produksi dan
ketergantungan pada pasar dunia menimbulkan potensi ancaman ketahanan pangan.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan,
pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan baik ketersediaan pangan di
daerah maupun pengembangan produksi pangan lokal di daerah, sehingga pemerintah
dengan berbagai tantangan dan masalah tersebut tetap harus dapat mewujudkan
ketahanan pangan nasional.

4.1 Arah dan Tujuan Kebijakan


Sesuai arahan UU No. 17/2007 Tentang RPJPN 2005-2025, UU No. 18/2012
Tentang Pangan dan UU No. 19/2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani, maka arah kebijakan umum ketahanan pangan dalam RPJMN 2015-2019
adalah: pemantapan ketahanan pangan menuju kemandirian pangan dengan
peningkatan produksi pangan pokok, stabilisasi harga bahan pangan, terjaminnya
bahan pangan yang aman dan berkualitas dengan nilai gizi yang meningkat, serta
meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha pangan terutama petani, nelayan, dan
pembudidaya ikan.
Arah kebijakan pemantapan ketahanan pangan tersebut dilakukan dengan 4
strategi utama, yaitu: (1) Peningkatan ketersediaan melalui penguatan kapasitas
produksi dalam negeri; (2) Peningkatan Kualitas Distribusi Pangan dan Aksesibilitas
Masyarakat; (3) Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat; (4)
Mitigasi Gangguan Terhadap Ketahanan Pangan .
Peningkatan ketersediaan padi melalui penguatan kapasitas produksi dalam
negeri dilaksanakan secara bertahap melalui (a) Pengamanan lahan padi beririgasi
teknis dengan didukung pengendalian konversi dan perluasan areal baru terutama
memanfaatkan lahan terlantar, lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi, dan
memanfaatkan tumpang sari di lahan perkebunan; (b) Kebijakan harga serta perbaikan
ketepatan sasaran subsidi berdasar data petani; peningkatan produktivitas dengan: (i)
meningkatkan efektivitas dan ketersambungan jaringan irigasi dan sumber air serta

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 34


pembangunan baru, termasuk jaringan irigasi untuk tambak ikan dan garam; (ii)
revitalisasi penyuluhan sekaligus untuk meningkatkan layanan dan penerapan
teknologi serta perbaikan targetting dukungan/subsidi produksi padi; (iii) revitalisasi
sistem perbenihan nasional dan daerah yang melibatkan lembaga litbang, produsen
benih serta balai benih dan masyarakat penangkar; (c) Pengembangan produksi
pangan oleh swasta, terutama dengan mendayagunakan BUMN pangan dan Gerakan
Peningkatan Produksi Pangan yang Berbasis Korporasi (GP3K); (d) Pengembangan
pola produksi ramah lingkungandan sesuai perubahan iklim dengan penerapan
produksi organik, bibit spesifik lokal yang bernilai tinggi, pertanian hemat air dan
penggunaan pupuk organik; (e) Peningkatan teknologi dan pola penanganan pasca
panendalam mengurangi susut panen dan kehilangan hasil.
Sedangkan peningkatan ketersediaan pangan lainnya dilakukan dengan: (a)
Pengamanan produksi gula konsumsi melalui: (i) peningkatan produktivitas dan
rendemen tebu masyarakat, (ii) revitalisasi pabrik gula yang ada, dan (iii)
pembangunan pabrik gula baru beserta perkebunan tebunya; (b) Peningkatan
produksi daging sapi dan non sapi dalam negeri melalui: (i) penambahan populasi bibit
induk sapi, (ii) pengembangan kawasan peternakan dengan mendorong investasi
swasta dan BUMN dan peternakan rakyat non sapi; (iii) peningkatan kapasitas pusat-
pusat perbibitanternak untuk menghasilkan bibit-bibit unggul, penambahan bibit induk
sapi, penyediaan pakan yang cukup dan pengembangan padang penggembalaan, serta
memperkuat sistem pelayanan kesehatan hewan nasional untuk pengendalian
penyakit, khususnya zoonozis; (c) Peningkatan produksi tanaman pangan lainnya dan
hortikultura melalui peningkatan luas tanam dan produktivitas tanaman pangan dan
hortikultura terutama jagung, kedelai, cabai, bawang yang adaptif terhadap kondisi
iklim; (d) Perbaikan kapasitas petani dalam pemanfaatan sumber pembiayaan seperti
KKP-E, KUPS; dan (e) Penguatan sistem keamanan pangan melalui perkarantinaan
dan pengendalian zoonosis.

Peningkatan produksi Perikanan, dilaksanakan melalui: (a) Ekstensifikasi dan


Intensifikasi Usaha Perikanan untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Gizi, melalui:
(i) peningkatan produktifitas dan pengembangan kawasan sentra produksi perikanan
budidaya dan perikanan tangkap sesuai potensi dan keunggulan lokal dan tata ruang

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 35


wilayah; (ii) pengembangan budidaya (marikultur) dilokasi-lokasi potensial; (iii)
pendayagunaan perairan umum daratan (PUD) untuk perikanan dan didukung
penerapan teknologi budidaya yang berwawasan lingkungan; (iv) penguasaan dan
inovasi teknologi perbenihan, produksi induk unggul, dan pembesaran komoditas ikan
strategis; (v) melanjutkan revitalisasi tambak-tambak dan kolam yang tidak produktif;
(vi) pengembangan keterpaduan usaha hulu dan hilir, termasuk penguatan sentra-
sentra pengolahan produk perikanan berbasis keunggulan lokal; (vii) penyediaan dan
pengembangan teknologi penangkapan yang efisien dan ramah lingkungan; (b)
Penguatan Faktor Input dan Sarana Prasarana Pendukung Produksi, dengan: (i)
menjamin ketersediaan dan kemudahan rantai distribusi input, yang mencakup BBM,
benih ikan berkualitas, pakan murah, obat-obatan, dan pakan berbasis bahan baku
lokal (ii) penguatan sistem dan jaringan perbenihan di daerah dan sentra-sentra
produksi dengan induk unggul berstandar untuk ikan-ikan ekonomis penting; (iii)
pengembangan kapasitas manajemen dan infrastruktur pelabuhan perikanan dan
sarana penangkapan ikan dan pengembangan ecofishing portdi lokasi-lokasi terpilih
dan strategis termasuk restrukturisasi dan modernisasi armada perikanan untuk
peningkatan operasional kapal-kapal skala menengah dan besar (30 GT keatas); (iv)
melengkapi pasokan air bersih dan energi (listrik) di pelabuhan perikanan; (v)
pengembangan infrastruktur irigasi ke tambak dan kolam dengan kerjasama lintas
pelaku dan pemerintah daerah; (c) Penguatan keamanan produk pangan perikanan,
melalui: (i) peningkatan efektivitas karantina perikanan untuk pengendalian penyakit,
jaminan mutu produksi dan keamanan pangan melalui sistem karantina yang
terintegrasi (Integrated Quarantine and Safety Control Mechanism) dan pencegahan/
penanggulangan penyakit ikan (Biosecurity); (ii) penerapan Cara Budidaya Ikan yang
Baik (Good Aquaculture Practices) dan Cara Penanganan Ikan yang Baik(Good
Handling Practices); dan (iii) pengembangan produk perikanan berkualitas dan
memenuhi standar Hazard Analysis and Critical Control Point /HACCP untuk menjamin
keamanan produk dan mutu pangan olahan; (d) Pengembangan kesejahteraan dan
tata kelola perikanan yang baik, melalui: (i) pembentukan lembaga penjamin pelaku
dan usaha perikanan; (ii) penyediaan sumber pembiayaan yang murah dan aksesibel,
fasilitasi kredit dan pengembangan asuransi nelayan; (iii) pemberian pelatihan
kemampuan teknis untuk nelayan dan pembudidaya ikan; (iv) mengembangkan sistem

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 36


bagi hasil yang berkeadilan bagi para pelaku usaha perikanan tangkap; dan (v)
peningkatan kapasitas manajemen WPP untuk menjamin keberlanjutan stok
sumberdaya perikanan; (vi) dan penerapan prinsip-prinsip perikanan berkelanjutan dan
bertanggung jawab.

Peningkatan Kualitas Distribusi Pangan dan Aksesibilitas Masyarakat Terhadap


Pangan, dilakukan melalui : (a) Peningkatan kualitas distribusi:(i) peningkatan
penyediaan dan sinergi fasilitas transportasi, penguatan sistem logistik nasional untuk
input produksi dan produk pangan, termasuk wilayah-wilayah terpencil; (ii)
pengawasan gudang-gudang penyimpanan, pemantauan perkembangan harga pangan
dan pengendalian fluktuasi harga antara lain melalui operasi pasar; (iii) pemetaan dan
membangun ketersambungan rantai pasok komoditi hasil pertanian dengan industri
pangan; (iv) pengembangan SLIN untuk memperlancar distribusi produk perikanan
yang efisien dan efektif, dari daerah produsen sampai ke konsumen, sejalan dengan
upaya pemenuhan ketersediaan produk ikan yang berkualitas, mudah dan terjangkau
dalam rangka mendukung ketahanan pangan; (b) Peningkatan aksesibilitas pangan:(i)
penguatan cadangan pangan pokok terutama beras, kedelai dan gula; (ii) peningkatan
peranan Perum Bulog atau BUMN Pangan untuk stabilisasi pasokan dan harga pangan
pokok; (iii) harmonisasi kebijakan impor bahan pangan terkait dengan stabilisasi
pasokan dan harga pangan; (iv) penyediaan dan penyaluran bahan pangan bersubsidi
bagi masyarakat yang kurang mampu; (v) mendorong peran Pemerintah daerah dalam
pengembangan cadangan pangan lokal, penyediaan pangan lokal bersubsidi, dan
stabilisasi harga pangan.

Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui: (a)
Penguatan advokasi terkait diversifikasi konsumsi: (i) diversifikasi penyediaan dan
konsumsi pangan non beras bermutu, sehat dan halal; (ii) pendidikan gizi seimbang
untuk keluarga melalui posyandu; (iii) peningkatan konsumsi protein hewan (daging
dan telur); (iv) penggalakan minat dan konsumsi makan ikan dan produk olahan
berbasis ikan di masyarakat; (b) Peningkatan peran industri dan Pemerintah daerah
dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi: (i) Peningkatan komposisi
bahan pangan lokal dalam industri pangan; (ii) Pengembangan “beras” yang

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 37


menggunakan bahan tepung-tepungan lokal non beras dan non terigu didukung
fortifikasi mirkonutrien penting (misalnya vitamin A dan E, zat besi); (iii) Penguatan
pengawasan peredaran bahan pangan berbahaya dalam rangka keamanan pangan.

Mitigasi Gangguan Terhadap Ketahanan Pangan dilakukan terutama


mengantisipasi bencana alam dan dampak perubahan iklim dan serangan organisme
tanaman dan penyakit hewan, melalui: (a) Penyediaan dan penyaluran bantuan input
produksi bagipetani dan pembudidaya ikan yang terkena puso atau banjir; (b)
Pengembangan instrumen asuransi pertanian untuk petani dan nelayan yang diawali
dengan pilot project; (c) Pengembangan benih unggul tanaman pangan dan
jenis/varietas ikan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim dan penerapan
kalender tanam; (d) Perluasan penggunaan teknologi budidaya pertanian dan
perikanan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

Sedangkan menurut Rencana Strategis Kementerian Pertanian, arah kebijakan


pertanian yang mendukung penyediaan pangan dalam lima tahun ke depan (2015-
2019) meliputi (1) Kebijakan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman
pangan, perkebunan dan peternakan (padi, jagung, kedelai, gula dan daging) yang
berdampak bagi perekonomian; (2) Kebijakan peningkatan nilai tambah, daya saing,
ekspor dan substitusi impor produk pertanian melalui pengembangan multiproduk
dan sustainable commodity serta pengembangan komoditas bahan baku Bio-industri
dan Bioenergi; (3) Kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan; (4)
Kebijakan pengembangan kawasan komoditas unggulan; (5) Kebijakan mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim dan penanganan pasca bencana alam untuk pemulihan
usahatani.
Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi serta Tujuan Pembangunan Ketahanan
pangan, target utama diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan daerah
secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing
perekonomian daerah yang ditopang oleh kuatnya kemandirian dan keunggulan
daerah. Ini juga ditujukan untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Garut yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kontribusi Kabupaten
Garut terhadap pencapaian pembangunan baik dalam konteks Provinsi maupun

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 38


Nasional. Pada tahapan ini, fokus pembangunan lebih diorientasikan bagaimana
mewujudkan Kabupaten Garut keluar dari status sebagai daerah kantong kemiskinan
dan status sebagai daerah tertinggal di Jawa Barat.
Ada 2 (dua) target utama yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan
pangan, yaitu:
1. Peningkatan Diversifikasi Pangan berkaitan dengan Rencana Aksi Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Penanganan Keamanan Pangan Segar;
2. Peningkatan Kesejahteraan Petani berkaitan dengan Rencana Aksi Pengembangan
Desa Mandiri Pangan, Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat,
Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pemberdayaan Kelompok
Wanita/PKK/Dasa Wisma pada Desa P2KP.
Strategi dan arah Kebijakan Ketahanan Pangan Juga harus diselaraskan
dengan Peningkatan kualitas pelayanan ketahanan pangan yang dilaksanakan melalui
penerapan dan pencapaian target Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang ketahanan
pangan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor
65/PERMENTAN/OT.140/12/2010 Tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Berkaitan dengan pencapaian target indikator SPM bidang
ketahanan pangan, yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Menjamin ketersediaan Pangan dan Penanganan Kerawanan Pangan terkait
dengan penyediaan lumbung pangan ;
2) Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal;
3) Menjaga stabilisasi harga, distribusi serta keamanan pangan.
Selanjutnya strategi dan arah kebijakan ketahanan pangan diselaraskan
dengan beberapa Kebijakan sebagai berikut :
1) Penyusunan kebijakan terkait tindak lanjut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
tentang konversi lahan pertanian ke non Pertanian termasuk keperluan
pemukiman dan fasilitas umum termasuk fragmentasi lahan karena proses
pewarisan, serta mencantumkan Luas Lahan dan Lokasi Lahan Perlindungan Lahan
Pangan Berkelanjutan. Khusus lahan beragroekosistem sawah dan lahan kering
tanaman pangan (Konversi sawah menjadi lahan non pertanian), perlu pemberian
insentif perlindungan lahan pertanian produktif;

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 39


2) Pengembangan usaha penangkaran benih/bibit serta klinik konsultasi kesehatan
tanaman dan hewan secara luas sesuai dengan Kebutuhan Benih Lokal daerah,
sehingga benih/bibit dapat terjangkau petani, dan mencegah beredarnya
benih/bibit palsu di masyarakat sangat merugikan petani. Sertaa harus
memberikan insentif bagi petugas perbenihan/perbibitan;
3) Fasilitasi pemanfaatan skim kredit program yang sudah ada (Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi/KKP-E, Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
Perkebunan? KPEN-RP, Kredit Usaha Pembibitan Sapi/KUPS dan Kredit Usaha
Rakyat/KUR) melalui sosialisasi, koordinasi dan sinkronisasi di tingkat lapangan;
4) Memperkuat peran penting Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), Pengendali
Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), Pengawas Benih Tanaman (PBT) dan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) melalui peningkatan jumlah petugas
lapangan dan mendorong munculnya penyuluh swadaya; dan
5) Inventarisasi kelompok tani/gabungan kelompok tani, serta mengembang industri
perdesaan yang melibatkan kelompok tani/gabungan kelompok tani.

4.2 Strategi dan Arah Kebijakan

Kebijakan perkuatan kedaulatan ketahanan pangan sebagaimana termuat


dalam RPJMN 2015 - 2020, adalah sebagai berikut ;
1. Peningkatan produksi:
a. Beras, jagung, kedelai, garam, umbi-umbian dan bahan pangan pokok
lainnya melalui optimalisasi pemanfaatan lahan
b. Kedelai melalui percepatan optimasi Perluasan Areal Tanam untuk
Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP)
c. Gula melalui penyediaan benih tebu
2. Penyediaan pupuk dan benih untuk peningkatan produksi padi dan jagung yang
sedianya hanya untuk Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) diperluas diluar
lokasi PTT;
3. Peningkatan produksi ikan yang ditekankan pada perbaikan kualitas produksi
dan produksi ternak melalui inseminasi buatan dan penyediaan bibit dan
indukan;

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 40


4. Peningkatan Pembangunan Technopark di kabupaten/kota serta pembangunan
Science Park di Provinsi
5. Pembangunan, percepatan pembangunan dan revitalisasi waduk;
6. Pembangunan, peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi,
pembangunan/peningkatan jaringan irigasi rawa serta
pembangunan/peningkatan jaringan tata air tambak;
7. Serta Perkuatan dukungan terhadap peningkatan produksi pangan terutama
padi, jagung, dan kedelai yang akan dilakukan melalui transfer ke daerah (DAK)
a. Rehabilitasi dan pengembangan jaringan irigasi tersier
b. Pengembangan air tanah dangkal, air permukaan, embung, dan DAM parit
c. Pembangunan/rehabilitasi jalan usaha tani

Secara umum, kedaulatan pangan memiliki memiliki empat area prioritas, yaitu:
(1)hak terhadap pangan; (2) Akses terhadap sumberdaya produktif; (3)
pengurusutamaan produksi yang ramah lingkugan; dan (4) perdagangan dan pasar
lokal (IPC, 2006). Hak terhadap pangan berkaitan dengan pengembangan pendekatan
hak asasi manusia pada individu, serta pangan dan Gizi yang di terima secara kultural.
Sedangkan akses kepada sumber daya produktif berkaitan dengan akses kepada lahan,
air dan sumbr Genetik. Secara formal hal ini sesuai dangan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2012, pengertian kedaulatan pangan memiliki kesamaan dengan konpensi yang
dikembangkan oleh FAO maupun organisasi La Via Campesina yaitu hak setiap negara
dan masyarakat untuk menentukan sistem pangan sendiri sesuai potensi sumberdaya
masing-masing.
Pada dasarnya integrasi pendekatan kedaulatan pangan, kemandirian pangan,
dan ketahanan pangan dapat di simpulkan bahwa meski ketahanan pangan,
kemandirian pangan dan kedaulatan pangan berbicara soal pangan, pondasi dari
ketiga konsep tersebut sedikitnya berbeda. Ketahanan pangan lebih menitikberatkan
pada ketersediaan pangan bagi rakyat; sedangkan kedaulatan pangan lebih
menitikberatkan pada kemandirian pangan, perlindungan dan pemberdayaan kepada
petani, dan ekosistem lokal. Dalam hal ini, ketahanan pangan, kemandirian dan
kedaulatan pangan sejatinya adalah tiga konsep yang tidak dapat dipertukarkan (non-
interchangeable). Artinya, kebijakan ketahanan pangan fokus kepada sisi kecukupan

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 41


pemenuhan pangan, sedangkan kebijakan kemandirian pangan dan kedaulatan pangan
memperhatikan kecukupan pangan dan sumber produsinya.
Kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan bukanlah
konsep tandingan, tapi sebagai pelengkap dari konsep ketahanan pangan. Dalam
pandangan ini, kedaulatan pangan dan kemandirian pangan dapat diintegrasikan
kedalam kosep ketahanan pangan. Jika ketahanan pangan adalah tujuan, kedaualatan
pangan dan kemandirian pangan adalah prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut.
Sebagai mana diungkapkan menzenes (Aji, 2009), akses setiap individu terhadap
pangan yang berkualitas, yang merupakan intisari konsep ketahanan pangan, haruslah
didorong dengan upaya-upaya yang menjamin akses petani terhadap input pertanian
dan perlindungan terhadap sektor pertanian domestik yang memadai demi
terwujudnya kemandirian pangan dan kedaulatan pangan.

4.2.1 Strategi
Strategi yang akan ditempuh dalam pembangunan pangan Kabupaten Garut
2015-2019 yaitu :

1. Meningkatkan ketersediaan, akses pangan, kualitas, keragaman dan keamanan


pangan masyarakat;
2. Pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan ketahanan pangan;
3. Pengembangan jaringan kerja dengan stakeholders dalam pembangunan
ketahanan pangan;
4. Pengendalian pemanfaatan sumber daya alam;
5. Peningkatan produktivitas dan pengamanan produksi tanaman pangan dan
hortikultura;
6. Meningkatkan sistem dan jaringan distribusi barang dan jasa;
7. Meningkatkan produksi, inovasi dan nilai tambah hasil peternakan;
8. Meningkatkan kapasitas dan kapital produsen pangan baik untuk perluasan
pengusahaan maupun peningkatan kemampuan bersaing
9. Mengembangkan, mendorong dan memfasilitasi pengembangan kelompok
masyarakat (desa mandiri pangan, dan sebagainya);

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 42


10. Meningkatkan kapasitas dan kapital produsen pangan baik untuk perluasan
pengusahaan maupun peningkatan kemampuan bersaing ;
11. Memfasilitasi upaya pengembangan dan pemasaran;
12. Memfasilitasi dan mendorong berkembangnya lembaga-lembaga pembiayaan
masyarakat/lembaga keuangan mikro untuk meningkatkan akses terhadap
permodalan;
13. Pengembangan kapasitas produksi melalui rehabilitasi kemampuan dan
pembangunan baru jaringan irigasi dan optimalisasi pemanfaatan keragaman
sumberdaya alam (lahan, air dan perairan);
14. Menangani kerawanan pangan, termasuk penanganan ibu hamil anemia besi
dan balita gizi buruk;
15. Pengembangan industri pangan berbasis bahan baku tepung-tepungan non
beras;

4.2.2 Arah Kebijakan


Arah Kebijakan ketahanan pangan Kabupaten Garut dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2014-2019. Kebijakan
pembangunan ketahanan pangan antara lain :
1. Peningkatan ketersediaan, dan penguatan distribusi, akses cadangan pangan;
2. Pengembangan aneka ragam serta keamanan konsumsi pangan masyarakat;
3. Penanganan daerah rawan pangan;
4. Peningkatan pembangunan sistem ketahanan pangan;
5. Peningkatan luas areal tanam lahan basah dana lahan kering;
6. Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan;
7. Pengamanan produksi tanaman pangan dan hortikultura;
8. Peningkatan distribusi barang kebutuhan pokok masyarakat dan barang
strategis serta menata distribusi barang yang efektif dan efisien;
9. Peningkatan sistem dan jaringan informasi perdagangan;
10. Optimalisasi pelatihan dan pembinaan pelaku usaha peternakan, perikanan
dan kelautan;
11. Pengembangan kawasan usaha peternakan ( village breeding centre) dan
peningkatan sarana prasarana produksi ternak;

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 43


12. Pengembangan kawasan sentra perikanan dan peningkatan sarana prasarana
produksi.

4.2.3 Program Prioritas Tahun 2015 - 2019

1. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani;


2. Program Peningkatan Produksi Pertanian;
3. Program Peningkatan Ketahanan Pangan;
4. Peningkatan pembinaan sistem produksi konsumsi pangan masyarakat (segar
dan olahan) agar terhindar dari cemaran biologis, kimia dan fisik yang
berbahaya;
5. pemantapan penerapan standar keamanan dan mutu pangan (segar dan
olahan), termasuk penegakan hukum terhadap pelanggaran standar;
6. Pengembangan diversifikasi usaha melalui usahatani terpadu bidang pangan
untuk mengurangi resiko gagal panen dan fluktuasi harga;
7. Program Peningkatan Produksi Hasil Peternakan;
8. Program Pengembangan budidaya Perikanan;
9. Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan;
10. Program Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri;
11. Program Peningkatan dan Pengembangan Ekspor;
12. Program Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan;
13. Program Pemantauan harga pangan strategis secara harian, mingguan dan
bulanan
14. Program Pengembangan pasar untuk produk pangan lokal baik di dalam
maupun luar negeri;
15. Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa dan Jaringan
Pengairan lainnya;
16. Program Peningkatan efektivitas program beras untuk keluarga miskin
(Raskin);
17. Program Peningkatan Penerapan Teknologi Pertanian/ Perkebunan;
18. Program Pembangunan Prasarana dan Fasilitas Perhubungan;
19. Program Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
20. Program Pemanfaatan lahan pekarangan untuk peningkatan gizi keluarga;

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 44


21. Program Identifikasi dini dan pemantauan berkala terhadap gejala defisit dan
surplus pangan serta penguatan sistem isyarat dini kerawanan pangan dan
gizi;
22. Program Pemberian insentif bagi masyarakat/aparat yang berjasa pada
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi;
23. Program Penguatan sistem komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk
meningkatkan pemahaman tentang status gizi;
24. Program Pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan nilai tambah
dalam rangka diversifikasi pangan;
25. Program Pengenalan pangan beragam, bergizi dan seimbang, serta aman
berbasis pangan lokal sejak dini secara masif;
26. Program pengembangan pangan lokal untuk meningkatkan pendapatan
rumah tangga dan daya beli mayarakat untuk meningkatkan diversifikasi
konsumsi pangan.
27. Subsidi harga pupuk dan benih bagi petani kecil;
28. Pengembangan minapolitan di Kecamatan Tarogong Kaler dan daerah
sekitarnya;
29. Pembangunan lumbung pangan masyarakat di daerah rawan pangan;
30. Pengembangan desa mandiri pangan;
31. Pembangunan pasar desa di wilayah perbatasan Kabupaten Garut.

4.3 Sasaran Target Tahun 2015 - 2019

Kabupaten Garut mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup memadai
mewujudkan ketahanan pangan dengan ciri masyarakat yang sehat dan berkualitas
secara berkelanjutan. Sasaran pencapaian target ketahanan pangan 2015-2019 sacara
terukur mengacu pada sasaran RPJMD 2014 - 2019 yang telah ditetapkan, yaitu :

Tabel 4.1.
Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2014-2019
Indikator Kondisi Saat Ini Target 2019
Meningkatnya status Gizi dan
kesehatan mayarakat
a Cakupan Balita yang Naik Berat

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 45


Badannya (N/D) (%) 78,64 100

b Cakupan Gizi Buruk yang mendapat


perawatan (%) 100 100

c Cakupan Kecamatan bebas rawan gizi


(%) 87,69 100

Produksi Pangan Strategis


a. Padi (juta ton) 846,155 911,774
b. Jagung (Juta Ton) 299.910 372.253
c. Tebu (Juta Ton) 1.126
d. Daging Sapi (Ribu Ton) 1.587.423 1.623.463
e. Produksi Ikan (Juta Ton) 57.071 81.705
Pembangunan/Rehabilitas Irigasi
Rehabilitasi jaringan irigasi permukaan, 45.931 45.931
Air tanah dan rawa (ha)
Perlindungan Sosial bagi Penduduk
Kurang Mampu
Akses Terhadap RASKIN (Kg) 32.803.585 32.803.585

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 46


BAB 5
DUKUNGAN DAN SINERGITAS LINTAS SEKTOR

5.1 Penguatan Koordinasi Kelembagaan Pangan

Pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha (sektor swasta) dan


masyarakat merupakan pihak-pihak yang memiliki tanggungjawab sama dalam
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat dan sejahtera. Pemerintah telah
melaksanakan berbagai program dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar warga
Negara secara layak, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat miskin,
penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat serta melaksanakan percepatan
pembangunan daerah tertinggal dalam upaya mencapai masyarakat Indonesia yang
sejahtera, demokrasi dan berkeadilan. Namun keseluruhan upaya tersebut belum
maximal jika tanpa dukungan dari para pemangku kepentingan lainnya.
Perwujudan ketahanan pangan yang berkedaulatan pangan dan
berkemandirian pangan sangat kompleks memerlukan dukungan dari berbagai sektor
yang saling terkait, maka diperlukan dukungan kerjasama yang sinergis dari seluruh
stakeholder ketahanan pangan terutama masyarakat dan swasta. Peningkatan peran
swasta dan masyarakat dapat dilaksanakan melalui peningkatan kerjasama antara
pemerintah dan swasta, antara lain melalui CSR (Corporate Social Responsibility)
terkait dengan pemberdayaan masyarakat di daerah rawan pangan, meningkatkan
keterlibatan masyarakat secara partisipatif dalam penanganan kerawanan pangan, dan
mewujudkan ketahanan pangan di daerahnya masing-masing sesuai dengan budaya
setempat.
Sejalan dengan era Globalisasi dan pemberlakuan pasar bebas ASEAN (MEA)
2015 oleh Asean Economic Community (AEC), Produk pangan Indonesia berpeluang
untuk diperdagangkan kepasar internasional, baik produk segar maupun olahan.
Apabila peluang pasar dalam negeri dan luar negeri dapat dimanfaatkan secara
optimal, akan menjadi pasar yang sangat besar bagi produk pertanian Indonesia.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 47


5.2 Penguatan Dewan Ketahanan Pangan.
Pengelola pangan bersifat konpleks yang melibatkan multi sektor dan lintas
wilayah. Untuk itu perlu dikembangkan suatu komitmen dan kerjasama diantara semua
pihak terutama dalam bentuk kerjasama yang erat antara lembaga pemerintah ( pusat,
dan daerah ), swasta dan masyarakat (yang antara lain direpresentasikan oleh
kalangan LSM dan perguruan tinggi). Dewan Ketahanan Pangan (DKP) selaku lembaga
koordinasi pangan nasional yang diketuai oleh Presiden RI perlu diperkuat
kelemagaannya dan dilengkapi dengan forum yang lebih luas agar dalam
melaksanakan tugas menyusun rumusan kebijakan pangan nasional dapat lebih
konprehensif.
Dewan ketahanan Pangan berfungsi sebagai forum koordinasi lintas
kementrian/lembaga dan sektoral pada saat pemerintah menetapkan rekontruksi
kebijakan pangan yang memerlukan penyesuaian ditingkat operasional. Peran DKP
juga dioptimalkan untuk menjaga komunikasi dan komitmen pemerintah, legistatif dan
masyarakat dalam mendukung pembangunan pangan dan gizi.

5.3 Penguatan Kemitraan ABG Plus (Triple Helix Plus)


Pelaksanaan kerjasama antara Akademisi, Bisnis, Government, plus lembaga
masyarakat (ABG Plus) Akan memperkuat integrasi sistem pertanian dari hulu sampai
hilir sehingga lebih efisien dan efektif disertai ada jaminan pasar dan harga.
Pengelolaan secara terintegrasi dapat memaksimalkan potensi ( resources) yang
terdapat pada masing-masing pelaku, sehingga produksi dapat meningkat dan
memberikan nilai tambah kepada petani atau Poktan/Gapoktan. Kementrian ABG plus
juga dapat di Implementasikan dalam program perbaikan gizi dan kesehatan
masyarkat. Masing-masing stakeholders dapat dimaksimalkan seluruh potensinya
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang terukur dari peningkatan produksi,
manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat ataupun skor parameter gizi dan kesehatan.
Peningkatan partisipasi institusi pemerintah, perguruan tinggi, swasta dan
kelompok masyarakat dalam membangun pangan dan gizi juga dapat diarahkan untuk
meningkatkan efektifitas implementasi AEC Blueprint. Pada dasarnya AEC Blueprint
juga merupakan program reformasi bersama yang dapat dijadikan referensi bagi

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 48


seluruh stakeholders dalam menghadapi persaingan bebas yang mensyaratkan
kualitas, efisiensi dan kontinuitas produksi.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 49


BAB 6
PENUTUP
Sebagai bagian dari proses perencanaan pembangunan, tujuan dan sasaran
pembangunan ketahanan pangan tahun 2014 - 2019 akan diwujudkan dengan
mengimplementasikan secara utuh Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
ketahanan pangan sebagaimana Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/PERMENTAN/
OT.140/12/2010 Tentang SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan
Kabupaten/Kota. yang meliputi 7 indikator sebagai berikut :
1. Ketersediaan energi dan protein per kapita
Ketersediaan yang dhasilkan dari produksi lokal dan sumber lain yang berfungsi
menjamin pasokan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi
kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya minimalnya untuk energi 2.200
Kkal/kap/hari serta protein 57 gram/kap/hari
2. Penguatan cadangan pangan
Cadangan pangan pemerintah terdiri dari cadangan pangan pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah desa sedangkan
cadangan pangan masyarakat adalah cadangan pangan yang dikelola masyarakat
atau rumah tangga, termasuk petani, koperasi pedagang dan industry rumah
tangga adapun cadangan minimal kabupaten adalah sebesar 100 ton beras.
3. Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah
Informasi harga, pasokan, dan akses pangan adalah kumpulan data harga pangan,
pasokan pangan dan akses pangan yang dilakukan secara rutin, untuk dapat
digunakan sebagai bahan analisa perumusan kebijakan yang terkait dengan
distribusi pangan.
4. Stabilitas harga dan pasokan pangan
Stabilitas pasokan pangan adalah jika pasokan pangan dinyatakan stabil apabila
penurunan pasokan pangan disuatu wilayah berkisar Antara 5% - 25 %
5. Skor Pola Pangan Harapan (PPH)
Merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi
dari kelompok pangan utama baik secara absolut maupun dari suatu pola
ketersediaan atau konsumsi pangan.

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 50


6. Pengawasan dan Pembinaan keamanan pangan
Merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang menggangu, merugikan
dan membahayakan manusia.
7. Penanganan Daerah Rawan Pangan.
Merupakan suatu kondisi ketidakcukupan pangan yang dialami daerah, masyarakat
atau rumah tangga pada waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuham
fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan masyarakat
Selanjutnya untuk mewujudkan pembangunan ketahanan pangan, seluruh
stakeholder harus terlibat dalam fungsi dan peran masing - masing diantaranya :
1. Pemerintah berperan sebagai fasilitator dan regulator agar peduli terhadap petani
dan ketahanan pangan
2. Pelaku usaha (pemodal, pelaku pasar, pengusaha) untuk membangun kesadaran
pro petani tanpa melupakan kepentingan usaha dan menjadikan petani sebagai
mitra usaha
3. Masyarakat (petani) untuk membangun membebaskan diri dari kemiskinan dan
melestarikan sumberdaya alam
4. Akademisi / perguruan tinggi diharapkan mampu melahirkan inovasi dan teknologi
di bidang pembangunan ketahanan pangan.
Disadari pula bahwa untuk mencapai pembangunan ketahanan pangan
tidaklah mudah, dibutuhkan tekad dan kerjasama serta sinergitas antar Pemerintah,
Pelaku Usaha ,Masyarakat dan Akademisi, guna mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Garut.

5.1 Rekomendasi

Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dikabupaten Garut perlu


dilakukan langkah - langkah strategis sebagai berikut :
1. Mengoptimalkan keberadaan Dewan Ketahanan Pangan daerah serta harus
dilaksanakan rapat koordinasi secara regular untuk mengevaluasi pelaksanaan
dan pencapaianya serta perlu dibentuk kelompok kerja (Pokja) ketahanan
pangan ;

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 51


2. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 41 tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, pemerintah daerah perlu
menetapkan kebijakan dan regulasi yang terintegrasi dan sinergi serta tidak
saling tumpang tindih terutama untuk pengendalian lahan penyediaan
infrastruktur irigasi ;
3. Pemerintah Daerah perlu mengalokasikan anggaran yang memadai dan
mampu menggerakan masyarakat dan swasta secara bersinergi untuk
mewujudkan ketahanan pangan ;
4. Mengembangkan pemanfaatan sumber daya dan kearifan pangan lokal yang
dimiliki serta dapat diolah menjadi bahan setengah jadi untuk mendukung
Program Subsidi Pangan Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah ;
5. Pelaksanaan gerakan penganekaragaman konsumsi pangan seperti ‘ One Day
No Rice ‘ dan Gerakan Makan Malam Tanpa Nasi ;
6. Penyusunan Roadmap Ketahanan Pangan di kabupaten Garut periode 2015 -
2020 sebagai acuan untuk mewujudkan kemandiriaan pangan di kabupaten
Garut.

Tim Penyusun

Roadmap Ketahanan Pangam Kabupaten Garut 52

Anda mungkin juga menyukai