PENDAHULUAN
Adapun SPM bidang ketahanan pangan yang ditetapkan meliputi empat jenis
pelayanan dasar, yaitu:
BAB 1 PENDAHULUAN
Peran strategis dari sub sektor perkebunan khususnya kelapa sawit adalah
berkontribusi terhadap pemasukkan devisa Negara yang cukup besar yang selanjutnya
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penyediaan pangan dalam negeri. Produksi
CPO dan turunnya pada 2014 mencapai 31,5 juta ton (temasuk Biodiesel dan
Oleochemical), jumlah ini menyumbang sekitar 50 persen produsi global. Volume ini
meningkat jauh dari 23,5 juta ton tahun 2011 yang saat ini setara dengan 44,5 persen
produk CPO global (Grafik 3.5). produk CPO Indonesia saat ini adalah yang terbesar di
dunia melebihi Malaysia. Berdasarkan data yang diolah GAPKI, total export CPO dan
turunannya asal Indonesia pada tahun 2014 mencapai 21,76 juta ton atau naik 2,5%
dibandingkan dengan total export 2013, 21, 22 juta ton. Sepanjang tahun 2014 Negara
tujuan export terbesar Indonesia dan India, Negara Uin Eropa dan Cina.
Populasi ayam ras pedaging (yang memenuhi 80% total populasi ternak ayam),
meningkat dari 778.970.000 ekor menjadi 1.481.872 ekor. Tren peningkatan populasi
ini didukung oleh ketersediaan bibit ayam (DOC), pakan dan vaksin unggas yang
semakin mudah diperoleh serta meningkatnya permintaan dari industri kuliner
berbahan ayam yang menyerap hasil poduksi peternak lokal. Dari aspek teknis,
pengadaan bibit ayam sebagai mana bakalan sapi potong memang masih
mengandalkan dari impor. Penguatan perbibitan ayam dan sapi terus menjadi
perhatiaan dan terus diupayakan oleh Pemerintah melalui Kementrian Pertanian, agar
kebutuhan daging Nasional dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri.
Jumlah ternak sapi pada tahun 2014 tercatat sebanyak 14,7 juta ekor. Angka
tersebut menunjukan upaya pemerintah untuk meningkatkan populasi ternak sapi
dalam rangka mewujudkan swasembada daging sapi. Jumlah ini juga menunjukkan
kenaikan sebesar 14% dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 12,9 juta.
Peningkatan populasi ternak sapi terjadi sejak tahun 2009 setelah pemerintah
melaksanakan secara intensif Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014.
Tabel 2.1
Ketersediaan Pangan Kabupaten Garut Tahun 2012-2013
2012 2013
Konsumsi
No Jenis Pangan Ketersediaan Konsumsi Perimbanga
Perimbangan Ketersediaan Aktual
Aktual n
(Ton) (+/-) (Ton) (Ton/
(Ton/Tahun) (+/-)
Tahun)
1 Beras 478.039 200.197,62 277.841,38 525.962,2 212.102,2 313.860
2 Jagung 372.620 4.549,95 368.070,05 452.778,5 5.258,7 447.519,8
3 Ubi Jalar 53.518 13.649,84 39.868,34 78.449,5 14.899,7 63.599,8
4 Ubi Kayu 353.547 56.874,33 296.672,67 478.632,9 60.475,4 418.157,5
6 Kacang 407.065 70.524 336.541 17.674,6 3.505,8 14.168,7
Tanah (Biji)
7 Kacang 27.431 4.549,95 22.881,05 19.041,8 18.405,6 636,2
Kedele
8 Kacang Hijau 20.296 18.199,78 2.096,22 1.946,5 1.752,9 193,6
9 Sayur- 1.659 2.274,97 -615,97 550.100,7 359.396 190.753,4
sayuran
10 Buah-buahan 863.516 166.073 697.443 142.209 85.892,6 56.316,4
11 Ikan 575.930 341.245,95 234.684,05 41.902,1 79.757,5 (37.855,4)
12 Daging 1.546.091 81.899,03 1.464.191,97 2.788,4 16.652,7 (13.869,3)
Unggas
13 Daging 28.692 75.074,11 -46.382,11 2.2788,3 8.764.6 (6476,3)
Ruminansia
14 Telur 3.444 15.924,81 -12.480,81 223 26.293,7 (26.070,3)
15 Susu 4.172 9.099,89 -4.928,39 7.968,5 70.992,9 (63.024,4)
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014
Tabel 2.2
Cadangan Pangan Kabupaten Garut Tahun 2009-2013
Volume
Cadangan Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Pemerintah (DOLOG) 100 ton 100 ton 100 ton 100 ton 100 ton
Cadangan Pangan
- - - 13 ton 50 ton
Pemerintah
Kelompok Lumbung
220,5 ton 100 ton 125,25 ton 297,45 ton 297,45 ton
Pangan
Jumlah 320,5 ton 200 ton 225,25 ton 410,45 ton 447,45 ton
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014
Tabel 2.3
Konsumsi Pangan Kabupaten Garut Tahun 2011-2013
Energi (kkal/orang/hari)
Kelompok Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Padi-padian 964,88 1193,99 682 682 682
Umbi-umbian 30,76 87 69 69 69
Hewani 95,27 147,21 229 229 229
Minyak dan Lemak 120,54 25,33 81 81 81
Kacang-kacangan 61,14 125,4 154 154 154
Buah/biji berminyak 2,12 4,1 6 6 6
Gula 21,89 15,38 19 19 19
Sayur dan buah 36,75 40,93 43 43 43
Lain-lain (bumbu-bumbuan) 7,86 9,66 29 29 29
Jumlah 1.341,22 1.649,00 1.312 1.312 1.312
Sumber: BKP Kabupaten Garut Tahun 2014
% AKG Energi
Kelompok Pangan
2009 2010 2011 2012 2013
Padi-padian 48,98 61,7 34,4 34,4 34,4
Umbi-umbian 1,56 4,2 3,6 3,6 3,6
Hewani 4,84 7,2 11,6 11,6 11,6
Minyak dan Lemak 6,12 1,1 4,1 4,1 4,1
1. Pengertian PPH
Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan beragam
pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas sumbangan energi terhadap
total energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari
suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan yang mampu mencukupi
kebutuhan konsumi pangan penduduk secara kualitas, kuantitas maupun
keragamannya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial ekonomi, budaya,
agama dan cita rasa.
Dalam aplikasinya Pola Pangan Harapan (PPH) dikenal dengan pola konsumsi
Pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman atau dikenal dengan istilah
menu B2SA. Dengan terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok
pangan sesuai dengan PPH maka secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga
terpenuhi. Oleh karena itu skor PPH mencerminkan mutu gizi konsumsi pangan dan
tingkat keragaman konsumsi pangan.
Sesuai dengan kegunaannya, makanan dikelompokan dalam tiga kelompok (Tri
Guna Makanan) yaitu makanan sebagai sumber zat tenaga, zat pembangunan
dan zat pengatur. Oleh karena itu pangan yang dikonsumsi sehari-hari harus
dapat memenuhi fungsi makanan tersebut. Semua zat gizi yang diperlukan oleh
tubuh dapat diperoleh dengan mengkonsumsi pangan yang beranekaragam dalam
jumlah yang cukup dan seimbang. Hal ini disebabkan karena tidak ada satu jenis
bahan makanan yang dapat menyediakan zat gizi secara lengkap. Dengan
terpenuhinya kebutuhan energi dari berbagai kelompok pangan sesuai PPH maka
secara implisit kebutuhan zat gizi lainnya juga terpenuhi.
2. Penggunaan PPH
Tujuan dari penggunaan PPH adalah untuk memberikan gambaran situasi pola
konsumsi dari setiap komoditi pangan, dan mengetahui tingkat keragaman
produksi maupun konsumsi pangan dengan pendekatan norma gizi dan pola
pangan harapan(PPH).
Pada pengukuran PPH kementerian Pertanian menggunakan indikator sbb:
1. Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah sejumlah makanan dan atau minuman yang dimakan
atau yang diminum oleh penduduk/seseorang dalam rangka memenuhi
kebutuhan hayatinya.
2. Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan
jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi
penduduk dalam jangka waktu tertentu.
3. Pola Pangan Harapan
Pola Pangan Harapan (PPH) atau Desirable Dietary Pattern adalah susunan
beragam pangan atau kelompok pangan yang didasarkan atas`sumbangan
energi terhadap total energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut
maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan yang
mampu mencukupi kebutuhan konsumsi pangan penduduk secara kualitas,
kuantitas maupun keragamannya, dengan mempertimbangkan aspek-aspek
sosial ekonomi, budaya, agama dan cita rasa.
4. Konsumsi Energi
Konsumsi energi adalah sejumlah energi pangan dinyatakan dalam kalori yang
dikonsumsi penduduk rata-rata per orang per hari.
Pada Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa secara kumulatif, konsumsi pangan selama
tahun 2009-2013 mengalami peningkatan sebesar 21,51% dari sebesar 54,15 pada
tahun 2009 menjadi sebesar 65,8 pada tahun 2013. Kondisi tersebut dapat menjadi
indikasi dari keberhasilan berbagai intervensi yang dilakukan dalam upaya
mendongkrak capaian Pola Pangan Harapan (PPH), sesuai dengan Peraturan Presiden
Nomor 22 Tahun 2010 tentang kebijakan percepatan Penganekaragaman Konsumsi
Pangan berbasis Sumber Daya Lokal, melalui kegiatan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan (P2KP) yang dilakukan di 10 Kecamatan dan 20 Desa/Kelurahan,
disamping itu ditunjang pula dengan kegiatan yang bersumber dari APBD Kabupaten
Garut melalui kegiatan Penyuluhan Sumber Pangan Alternatif dan kegiatan yang
bersumber dari APBD Provinsi melalui sosialisasi Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dan
Lingkungan Bebas Rawan Pangan (LINGBASRANGAN).
Beras hasil produksi Garut termasuk kategori premium dan pada umumnya dijual
ke luar daerah, sedangkan beras yang dikonsumsi di Kabupaten Garut umumnya
berasal dari luar daerah dengan grade kualitas yang lebih rendah.
Daerah-daerah tujuan penjualan beras dan gabah dari kabupaten Garut adalah
Jakarta, Bandung, Sumedang dan Cianjur. Sedangkan daerah-daerah pemasok beras
dan gabah ke kabupaten Garut adalah Banjar, Sumedang, Tasikmalaya, Majenang,
Ciamis, Subang, Karawang dan Indramayu.
Tabel 3.1.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Garut
Menurut Jenis Kelamin Tahun 2001 – 2013
Keadaan Pertengahan Tahun
Sumber : BPS
Selanjutnya upaya atau Perbaikan kualitas pola konsumsi pangan dan gizi
masyarakat dilakukan melalui beberapa pendekatan, sebagai berikut :
a. Percepatan Diversifikasi/Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Gizi
Diversifikasi/Penganekaragaman konsumsi pangan adalah upaya memantapkan
atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan
aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi
untuk mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif yang diukur melalui nilai
capaian peningkatan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang menggambarkan
konsumsi pangan semakin beragam, bergizi, dan seimbang. Penganekaragaman
konsumsi pangan akan memberikan dorongan dan insentif pada penyediaan
produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi termasuk produk
pangan yang berbasis sumber daya lokal. Dari sisi aktivitas produksi,
penganekaragaman konsumsi pangan dapat meminimalkan resiko usaha pola
monokultur, meredam gejolak harga, mengurangi gangguan kehidupan biota
Pada tataran produsen maupun petani, belum dapat menjamin secara penuh
untuk menjaga kesinambungan tersedianya bahan baku pangan lokal secara terus-
menerus sepanjang waktu. Ketersediaan bahan baku pangan lokal masih sangat
dipengaruhi oleh faktor musim panen. Pada saat panen tiba, bahan baku pangan lokal
melimpah dipasaran, namun sebaliknya jika bukan musimnya akan sangat sulit
didapatkan.
6. Perubahan iklim
7. Kemiskinan
Dari hasil pendataan dengan metode Garis Kemiskinan hasil SUSENAS, jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Garut mengalami kenaikkan dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni sebesar 6.300 jiwa, atau dari semula 314.600 jiwa menjadi 320.900
jiwa. Kenaikkan jumlah penduduk miskin tersebut menyebabkan naiknya persentase
penduduk di Kabupaten Garut yang berada dibawah garis kemiskinan, yakni dari 12,72
persen pada tahun 2012 menjadi 12,79 persen tahun 2013.
Akan tetapi tahun 2013 penduduk miskin mengalami kenaikkan sebesar 0,07
persen, menjadi 12,79 persen di tahun 2013 atau jumlah penduduk miskin
menjadi sebesar 320.9 ribu jiwa. Hal ini dipicu oleh kenaikan BBM dengan rata-
rata sebesar 45 persen pada awal triwulan II tahun 2013 telah memicu
kenaikan harga-harga (inflasi) di Kabupaten Garut, yang tercatat sampai
dengan level 6,89 persen pada tahun 2013. Kondisi tersebut mengakibatkan
peningkatan kembali jumlah penduduk miskin di Kabupaten Garut. Walaupun,
program BLT/SLT yang direalisasi sejak Juli 2013, tampak cukup efektif untuk
mempertahankan daya beli masyarakat terutama pada masyarakat lapisan
bawah, namun kenaikan penduduk miskin di Kabupaten Garut masih terjadi
sebesar 6.300 jiwa yakni dari 314.600 jiwa ditahun 2012 menjadi 320.900 jiwa
pada tahun 2013, sehingga persentase penduduk yang berada dibawah GK
menjadi sebesar 12,79 persen. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk miskin
disebabkan oleh meningkatnya tingkat pengangguran menjadi 81.722 jiwa.
Jenjang pendidikan dengan tingkat pengangguran yang juga cukup tinggi
3.2 Permasalahan
3.3 Peluang
Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui: (a)
Penguatan advokasi terkait diversifikasi konsumsi: (i) diversifikasi penyediaan dan
konsumsi pangan non beras bermutu, sehat dan halal; (ii) pendidikan gizi seimbang
untuk keluarga melalui posyandu; (iii) peningkatan konsumsi protein hewan (daging
dan telur); (iv) penggalakan minat dan konsumsi makan ikan dan produk olahan
berbasis ikan di masyarakat; (b) Peningkatan peran industri dan Pemerintah daerah
dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi: (i) Peningkatan komposisi
bahan pangan lokal dalam industri pangan; (ii) Pengembangan “beras” yang
Secara umum, kedaulatan pangan memiliki memiliki empat area prioritas, yaitu:
(1)hak terhadap pangan; (2) Akses terhadap sumberdaya produktif; (3)
pengurusutamaan produksi yang ramah lingkugan; dan (4) perdagangan dan pasar
lokal (IPC, 2006). Hak terhadap pangan berkaitan dengan pengembangan pendekatan
hak asasi manusia pada individu, serta pangan dan Gizi yang di terima secara kultural.
Sedangkan akses kepada sumber daya produktif berkaitan dengan akses kepada lahan,
air dan sumbr Genetik. Secara formal hal ini sesuai dangan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2012, pengertian kedaulatan pangan memiliki kesamaan dengan konpensi yang
dikembangkan oleh FAO maupun organisasi La Via Campesina yaitu hak setiap negara
dan masyarakat untuk menentukan sistem pangan sendiri sesuai potensi sumberdaya
masing-masing.
Pada dasarnya integrasi pendekatan kedaulatan pangan, kemandirian pangan,
dan ketahanan pangan dapat di simpulkan bahwa meski ketahanan pangan,
kemandirian pangan dan kedaulatan pangan berbicara soal pangan, pondasi dari
ketiga konsep tersebut sedikitnya berbeda. Ketahanan pangan lebih menitikberatkan
pada ketersediaan pangan bagi rakyat; sedangkan kedaulatan pangan lebih
menitikberatkan pada kemandirian pangan, perlindungan dan pemberdayaan kepada
petani, dan ekosistem lokal. Dalam hal ini, ketahanan pangan, kemandirian dan
kedaulatan pangan sejatinya adalah tiga konsep yang tidak dapat dipertukarkan (non-
interchangeable). Artinya, kebijakan ketahanan pangan fokus kepada sisi kecukupan
4.2.1 Strategi
Strategi yang akan ditempuh dalam pembangunan pangan Kabupaten Garut
2015-2019 yaitu :
Kabupaten Garut mempunyai potensi sumber daya alam yang cukup memadai
mewujudkan ketahanan pangan dengan ciri masyarakat yang sehat dan berkualitas
secara berkelanjutan. Sasaran pencapaian target ketahanan pangan 2015-2019 sacara
terukur mengacu pada sasaran RPJMD 2014 - 2019 yang telah ditetapkan, yaitu :
Tabel 4.1.
Sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2014-2019
Indikator Kondisi Saat Ini Target 2019
Meningkatnya status Gizi dan
kesehatan mayarakat
a Cakupan Balita yang Naik Berat
5.1 Rekomendasi
Tim Penyusun