Oleh:
Kelompok 5
Arif Suprayogi I14150025
Yuni Sari Maghfirah I14150051
Hellen Setyawati I14150066
Virtuawalya Karlatonisa I14150089
Asisten Praktikum:
Digna Orwiantari
Nur Azizah I
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis situasi dan menyusun perencanaan program bidang pangan
dan gizi sesuai dengan potensi di Kota Tasikmalaya.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis situasi pangan dan gizi masyarakat berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) di Kota Tasikmalaya
2. Menyusun kebutuhan dan target penyediaan pangan wilayah berdasarkan Pola
Pangan Harapan (PPH) di Kota Tasikmalaya
3. Menyusun strategi dan program pangan dan gizi wilayah di Kota Tasikmalaya
METODE
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang telah tersedia dan
dapat diakses dari sumber resmi pemerintah Kota Tasikmalaya. Sumber data yang
digunakan terdiri atas: Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2017, susenas Kota
Tasikmalaya 2017, RPJMN 2014-2019, RPJMD Kota Tasikmalaya 2016 dan
beberapa dokumen pendukung lainnya, seperti Indikator Kinerja Umum BKP,
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BKP Kota Tasikmalaya. Jenis dan sumber
data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Analisis Data
Definisi Operasional
Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan merupakan sejumlah pangan yang tersedia secara
fisik di suatu daerah tanpa mempedulikan daerah asal dari pangan tersebut.
Ketersediaan pangan dapat ditentukan berdasarkan produksi pangan wilayah,
perdagangan pangan melalui mekanisme pasar wilayah tertentu berupa import
pangan, cadangan bahan pangan yang dimiliki oleh pedagang dan pemerintah,
serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (Hanani 2012).
Ketersediaan pangan pada daerah dan waktu tertentu dapat dipenuhi dari
tiga sumber, yaitu produksi dalam negeri, impor pangan, dan cadangan pangan.
Target pencapaian angka ketersediaan pangan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat, meningkatkan kuantitas, serta kualitas konsumsi
pangan. Target pencapaian ketersediaan pangan dapat dinyatakan dalam bentuk
persentase Angka Kecukupan Energi (AKE). Hasil perhitungan AKE tersebut
digunakan sebagai dasar dalam menganalisis ketersediaan pangan di suatu
wilayah termasuk Kota Tasikmalaya secara kuantitatif dan dapat dipertanggung
jawabkan untuk dapat mengetahui apakah ketersediaan pangan yang ada telah
menyejahterakan masyarakat terutama dari aspek gizi dan pangan. Hasil analisis
ketersediaan pangan Kota Tasikmalaya pada Tahun 2017 yang diperoleh dari
pengolahan data produksi pangan yang tercantum dalam Kota Tasikmalaya Dalam
Angka 2017 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Persentase AKE ketersediaan pangan Kota Tasikmalaya
No Golongan pangan AKE* (%)
1 Padi-padian 28.3
2 Umbi-umbian 0.0
3 Pangan hewani 1.8
4 Minyak dan lemak 0.1
5 Buah/biji bermiyak 0.1
6 Kacang-kacangan 0.0
7 Gula 0.0
8 Sayur dan buah 9.4
9 Lain-lain 0.0
Total 39.8
*AKE: Angka Kecukupan Energi dengan perbandingan 2150 kkal
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase angka kecukupan energi Kota
Tasikmalaya sebesar 39.8%. Berdasarkan hal tersebut, persentase AKE
belum mencapai AKE idealnya yaitu 100% dan juga AKE<90% menunjukkan
kecukupan energi masyarakat Kota Tasikmalaya dilihat dari ketersediaan dapat
dikatakan defisit. Persentase tersebut berdasarkan AKG 2017 merupakan
pencapaian angka kecukupan energi sebesar 954 kkal/kap/hari dari AKE
ketersediaan pada umumnya yaitu 2 150 kkal/kap/hari.
Berdasarkan Kota Tasikmalaya dalam Angka (2017), tingginya persentase
ketersediaan AKE yang mencapai <90% AKE didukung dengan cukup tingginya
produksi pangan pokok seperti jenis padi-padian, kemudian disusul dengan
produksi dari jenis pangan buah dan sayur. Pangan pokok jenis padi-padian
tersebut berasal dari Kecamatan Kawalu dan Kecamatan Mangkubumi yang
menembus angka produksi sebesar 15 081 ton dan 15 796 ton. Pangan sayur yang
dimiliki Kota Tasikmalaya cukup beragam, sperti cabai, jamur, ketimun, dan
petsai. Jenis sayuran yang memiliki jumlah produksi terbanyak adalah sayuran
cabai mencapai angka 3 687 ton semetara sayuran dengan jumlah produksi
terendah jatuh kepada sayuran petsai yaitu hanya mencapai angka 330 ton.
Sedangkan untuk jenis buah yang dimiliki diantaranya mangga, durian, pisang,
salak, pepaya, dan rambutan. Jenis buah yang memiliki jumlah produksi
terbanyak adalah buah salak, mencapai angka produksi 9 832 ton, sementara jenis
buah paling kecil jumlah produksinya yaitu buah pepaya yang hanya memenuhi
276 ton. Program Peningkatan Produksi Hasil Pertanian, baik yang dilaksanakan
oleh pemerintah, petani/peternak maupun swasta terus menjadi faktor yang
diperhatikan selama masih adanya beberapa pangan seperti pangan hewani, umbi-
umbian, kacang-kacangan, dan gula yang hharus ditingkatkan ketersediaannya
(RPJMD 2014).
Analisis ketersediaan pangan secara kualitatif dilakukan melalui pendekatan
skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan gambaran
keberagaman jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan energi. Semakin tinggi skor PPH suatu wilayah, pangan wilayah
tersebut semakin beragam. Pola pangan harapan dapat ditentukan dari
ketersediaan dan atau konsumsi pangan (Pusat PKKP BKP 2013). Kualitas dan
kuantitas ketersediaan pangan dapat membantu pemerintah dalam menentukan
arah kebijakan pangan di wilayah tersebut demi memenuhi kesejahteraan
masyarakat dari aspek pangan dan gizi. Hasil analisis skor PPH ketersediaan
pangan Kota Tasikmalaya disajikan pada Tabel 3.
Kemandirian Pangan
Kemandirian pangan menurut UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang
beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
pangan yang cukup sampai di tingkat perorangan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara
bermartabat. Abrar (2009) menyatakan bahwa suatu wilayah dikatakan mandiri
pangan apabila dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya seminimalnya
90% dilihat dari Angka Kecukupan Energi. Tingkat kemandirian pangan Kota
Tasikmalaya dapat dilihat dari analisis perbandingan %AKE ketersediaan
dibandingkan dengan %AKE Ideal. Cut off dan kategori kemandirian pangan
disajikan pada tabel 4.
Distribusi Pangan
Ketahanan pangan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi dan saling
berhubungan satu sama lainnya. Hubungan yang erat kaitannya dengan ketahanan
pangan suatu wilayah diantaranya adalah distribusi pangan. Distribusi pangan
merupakan salah satu rangkaian penting dalam penyaluran pangan dari produsen
kepada konsumen. Panjangnya rantai distribusi pangan dapat menjadi salah satu
faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya harga pangan yang berdampak
pada menurunnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat dapat diukur dari
tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat Kota
Tasikmalaya diukur dari jumlah penduduk miskin dan tingkat penganggurannya.
Tingkat kesejahteraan rumah tangga akan mempengaruhi rumah tangga tersebut
terhadap konsumsi pangan. Hal tersebut dapat diukur dengan besaran pengeluaran
rumah tangga terhadap pangan atau alokasi rumah tangga terhadap pangan (Arifin
dan Bustanul 2004). Jumlah penduduk miskin di Kota Tasikmalaya pada tahun
2016 sebesar 15.60% dengan jumlah penduduk sebesar 102.79 ribu jiwa.
Persentase tersebut berada diatas rata-rata penduduk miskin kabupaten/kota di
Jawa Barat yaitu sebesar 9.89% dan Nasional sebesar 11.66%.
Tingkat pengangguran terbuka merupakan perbandingan antara banyaknya
orang yang mencari pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, baik yang sudah
pernah bekerja maupun belum pernah bekerja berdasarkan angkatan kerja usia
diatas 15 tahun. Jumlah tingkat pengangguran terbuka di Kota Tasikmalaya
sebesar 3.61%, sedangkan TPT Jawa Barat yaitu sebesar 8.45% (Jawa Barat
Dalam Angka 2015). Berdasarkan data tersebut, angka TPT Kota Tasikmalaya
tidak melebihi angka TPT Jawa Barat dan masih belum melebihi setengah dari
anga TPT Jawa Barat. Terdapatnya pengangguran terbuka tersebut
mengindikasikan bahwa angkatan kerja di Kota Tasikmalaya masih belum
terserap secara optimal oleh sektor-sektor produksi baik di hulu maupun industri
di hilir, sebagai akibat lapangan pekerjaan yang masih kurang dan tingkat
kompetensi angkatan kerja yang masih rendah.
Tingkat kemiskinan dan pengangguran akan mempengaruhi ketersediaan
dan akses terhadap pangan. Hal tersebut terkait dengan daya beli penduduk
tersebut. Daya beli yang rendah terhadap pangan menyebabkan rendahnya akses
dan ketersediaan pangan penduduk tersebut sebab para petani enggan untuk
membudidayakan jenis pangan tertentu yang akan memengaruhi ketersediaan
pangan jenis tertentu yang langka dan menyebabkan sulitnya mendapatkan akses
terhadap pangan tersebut. Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh harga-
harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau
menaikkan nilai daya beli. Dengan demikian, kemampuan daya beli masyarakat
antara satu wilayah dengan wilayah lain berbeda. Harga bahan pangan di Kota
Tasikmalaya akan menentukan daya beli masyarakat terhadap pangan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Konsumsi Pangan
Indonesia sebagai negara majemuk dengan beragam suku budaya tentu
akan menghasilkan pola konsumsi pangan antara daerah satu dengan daerah
lainnya yang berbeda, sesuai dengan lingkungannya termasuk sumber daya,
selera, dan pendapatan masyarakat. Demikian pula pola konsumsi pangan juga
akan berubah dari waktu ke waktu seiring exposure dari luar budaya yang masuk
ke dalam tatanan masyarakat. Konsumsi pangan masyarakat dapat dilihat dalam
segi kualitas dan kuantitas. Kuantitas konsumsi pangan yang berarti banyaknya
porsi makanan yang dikonsumsi dalam sehari. Penilaian kuantitas konsumsi
pangan masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan Tingkat Konsumsi
Energi (TKE).
Beberapa kajian menunjukkan bahwa jika konsumsi energi dan protein
terpenuhi sesuai dengan angka kecukupan gizi dan keberagamannya, zat-zat gizi
lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan. Kuantitas dan kualitas konsumsi
pangan dan gizi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,
pengetahuan, dan budaya masyarakat. Keragaman sumberdaya alam dan
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat menuju
pangan yang beragam dan bergizi seimbang sesuai amanat dari pedoman gisi
seimbang. Analisis kuantitas konsumsi pangan Kota Tasikmalaya disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Persentase AKE konsumsi pangan Kota Tasikmalaya tahun 2017
No Kelompok Pangan Angka Kecukupan Energi (%)
1 Padi-padian 65.8
2 Umbi-umbian 0.8
3 Pangan Hewani 7.5
4 Minyak dan Lemak 9.5
5 Buah/Biji Berminyak 0.4
6 Kacang-kacangan 2.4
7 Gula 1.8
8 Sayur dan Buah 2.9
9 Lain-lain 1.8
Total 92.8
Tabel 6 menujukkan bahwa persentase angka kecukupan energi konsumsi
pangan Kota Tasikmalaya pada tahun 2017 sebesar 92.8%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa angka kecukupan energi di Kota Tasikmalaya tergolong
cukup baik atau normal. Hal ini sesuai dengan pengkategorian tingkat kecukupan
energi menurut Gibson (2005). Menurut Gibson (2005), tingkat kecukupan energi
dikatakan cukup jika persentasenya berada pada rentang 90-120%.
Angka kecukupan energi untuk setiap golongan bahan pangan memiliki
nilai ideal yang menjadi acuan untuk dicapai. Berikut merupakan perbandingan
AKE aktual dan AKE ideal Kota Tasikmalaya tahun 2017.
Tabel 7 Perbandingan AKE aktual dan AKE ideal Kota Tasikmalaya tahun
2017
No Kelompok Pangan %AKE Aktual %AKE Ideal
1 Padi-padian 65.8 50
2 Umbi-umbian 0.8 6
3 Pangan Hewani 7.5 12
4 Minyak dan Lemak 9.5 10
5 Buah/Biji Berminyak 0.4 3
6 Kacang-kacangan 2.4 5
7 Gula 1.8 5
8 Sayur dan Buah 2.9 6
9 Lain-lain 1.8 3
Total 92.8 100
Tabel 7 menunjukkan bahwa golongan padi-padian sudah mencapai AKE
idealnya. Hal tersebut menandakan asupan energi dan zat gizi dari golongan
pangan tersebut sudah terpenuhi dengan baik. Akan tetapi, golongan pangan
selain padi-padian belum sesuai dengan %AKE ideal. Berdasarkan tabel
persentase AKE, padi-padian memiliki kontribusi tersebesar dalam pencapaian
%AKE Kota Tasikmalaya. Data diatas juga menunjukkan pangan jenis minyak
dan lemak hampir mencapai % AKE idealnya, yaitu hanya terpaut 0.5% saja.
Semua bahan pangan memiliki nilai %AKE aktual lebih kecil dibandingkan
dengan %AKE idealnya. AKE aktual golongan umbi-umbian yang lebih rendah
dibandingkan dengan AKE idealnya menandakan bahwa penduduk Kota
Tasikmalaya mengalami kekurangan asupan energi yang berasal dari pangan non
padi seperti umbi yang sebenarnya berperan sebagai alternatif pangan sumber
energi yaitu karbohidrat. Faktor utama dari rendahnya angka kecukupan energi
adalah rendahnya atau kurangnya konsumsi pangan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi konsumsi pangan adalah kurangnya pengeluaran penduduk
terhadap jenis pangan tertentu untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi
dalam sehari. Pengetahuan masyarakat yang rendah untuk mengonsumsi makanan
yang beraneka ragam diduga juga menjadi faktor yang menyebabkan angka
kecukupan energi penduduk Kota Tasikmalaya tidak mencapai nilai idealnya.
Hamid et al. (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi
pangan, seperti harga barang itu sendiri, pendapatan per kapita, jumlah anggota
rumah tangga, pendidikan, dan distribusi pendapatan dalam rumah tangga yang
belum memerhatikan aspek gizi.
Pola Pangan Harapan (PPH) melibatkan banyak orang dalam proses
penilaiaannya. PPH adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang
didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap
total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan, yang mampu
mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi,
budaya, agama, dan cita rasa (Kemenkes RI 2005). Semakin tinggi skor mutu
pangan yang dihitung menggunakan pendekatan PPH menunjukkan konsumsi
pangan semakin beragam dan komposisinya semakin baik. Berikut merupakan
analisis kualitas konsumsi pangan Kota Tasikmalaya yang dinyatakan dalam skor
PPH.
Tabel 8 Skor PPH konsumsi pangan berdasarkan kelompok bahan pangan di
Kota Tasikmalaya tahun 2017
No Kelompok Pangan PPH
1 Padi-padian 25.0
2 Umbi-umbian 0.4
3 Pangan Hewanh 15.0
4 Minyak dan Lemak 4.7
5 Buah/Biji Berminyak 0.2
6 Kacang-kacangan 4.8
7 Gula 0.9
8 Sayur dan Buah 14.3
9 Lain-lain 0.0
Total 65.4
Skor PPH untuk konsumsi pangan di Kota Tasikmalaya pada tahun 2017
sebesar 65.4. Berdasarkan Tabel 7 tersebut, konsumsi pangan masyarakat di Kota
Tasikmalaya belum beragam karena suatu wilayah dapat dikatakan memiliki
konsumsi pangan yang beragam apabila memiliki skor PPH >90. Skor PPH per
golongan bahan pangan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ada golongan bahan
pangan yang konsumsinya sudah baik, seperti padi-padian, karena telah mencapai
skor PPH maksimal untuk golongan bahan pangan. Adapun golongan bahan
pangan lainnya masih jauh dari skor PPH maksimal untuk tiap golongan bahan
pangannya. Peningkatan skor PPH bahan pangan yang masih rendah dapat
dilakukan dengan menerapkan diversifikasi pangan agar pola makan masyarakat
Kota Tasikmalaya dapat lebih beragam dan seimbang sesuai dengan
meningkatkan konsumsi pangan lokal yang ada (BKP 2013).
Kesempatan
kerja berkurang
Kuantitas
Produksi ↑ Kemiskinan ↓
Pendapata
n↑
Visi
Mewujudkan ketahanan pangan melalui pembangunan kualitas dan
kuantitas pangan dan gizi.
Misi
1. Meningkatkan ketersediaan serta kualitas infrastruktur berbasis
pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
2. Mewujudkan perekonomian yang tangguh di bidang agribisnis.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan dan infrastruktur kesehatan.
Strategi
Misi 1
a. Memaksimalkan potensi sumber daya manusia melalui pendidikan dan
penganekaragaman pekerjaan.
b. Meningkatkan fasilitas, teknologi, dan sistem infomasi di bidang
pertanian.
c. Mempermudah akses distribusi pangan dari produsen ke konsumen di
tingkat rumah tangga.
Misi 2
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam
mengembangkan usaha di bidang agribisnis dengan cara penyuluhan dan
pembinaan terhadap angkatan kerja.
b. Memperluas lapangan pekerjaan di bidang pertanian dengan cara
meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
c. Meningkatkan nilai jual pangan lokal dengan cara mempromosikan
diversifikasi pangan.
Misi 3
a. Meningkatkan jumlah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di setiap
kecamatan di Kota Tasikmalaya
b. Menambah jumlah tenaga kesehatan di setiap puskesmas kecamatan
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelayanan
kesehatan
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Laju pertumbuhan
Jumlah penduduk (ribu) penduduk per tahun
No Kecamatan
(%)
2010 2015 2016 2010-2016 2015-2016
1. Kawalu 84.930 87.973 88.255 0.64 0.32
2. Tamansari 63.073 65.606 65.856 0.72 0.38
3. Cibeureum 61.238 63.171 63.359 0.57 0.30
4. Purbaratu 38.130 39.243 39.324 0.52 0.21
5. Tawang 62.641 65.082 65.355 0.71 0.42
6. Cihideung 71.507 63.934 74.170 0.61 0.32
7. Mangkubumi 85.193 88.346 88.605 0.66 0.29
8. Indihiang 47.554 49.238 49.396 0.64 0.32
9. Bungursari 45.733 47.432 47.595 0.67 0.34
10. Cipedes 74.949 77.454 77.691 0.60 0.31
Kota
634.948 657.477 659 606 0.64 0.32
Tasikmalaya
Sumber: Kota Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2017 halaman 33.
Lampiran 2 Luas lahan sawah
Produksi Padi-Padian
Produksi Sayuran
Produksi Buah-Buahan
Produksi Hasil Perkebunan