Anda di halaman 1dari 31

Laporan Akhir Tanggal : 21 Mei 2018

MK. Perencanaan Pangan dan Gizi Ruangan Kelas : RK. X 3.04

LAPORAN ANALISIS SITUASI DAN PERENCAAN


PROGRAM PANGAN DAN GIZI WILAYAH
DI KOTA TASIKMALAYA

Oleh:
Kelompok 5
Arif Suprayogi I14150025
Yuni Sari Maghfirah I14150051
Hellen Setyawati I14150066
Virtuawalya Karlatonisa I14150089

Asisten Praktikum:
Digna Orwiantari
Nur Azizah I

Penanggung Jawab Praktikum:


Dr Ir Yayuk Farida Baliwati, MS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Istilah pangan sudah banyak tersebar diberbagai perundang-undangan


negara republik Indonesia termasuk dalam beberapa program pemerintah yang
langsung melibatkan masyarakat luas mulai dari hulu (produksi) hingga ke hilir
(konsumen), semua sistem tersebut memainkan peran dalam berlangsungnya
pangan yang menjadi kebutuhan mendasar setiap manusia. Secara formal,
pengertian pangan dimuat dalam Pasal 1 Angka (1) UU Pangan bahwa pangan
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun yang tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman
bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, atau
pembuatan makanan dan minuman. Pangan yang aman, bermutu, bergizi,
beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus
dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan
perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta semakin berperan dalam
peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat
(23) PP Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan dan pada Pasal 1 Ayat (14) UU
Pangan, Gizi Pangan adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam pangan yang
terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta turunanya yang
bermaanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia. Sehingga pangan
merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan untuk kelangsungan hidup
manusia (Purwaningsih 2008).
Ketahanan pangan merupakan keadaan tercukupinya pangan bagi negara
sampai pada tingkat rumah tangga (RT) bahkan hingga perseorangan, yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,
aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan
agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan. Secara umum ketahanan pangan adalah adanya
jaminan bahwa kebutuhan pangan dan gizi setiap penduduk adalah sebagai syarat
utama dalam mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan yang tercukupi
(Sitanggang dan Marbun 2007). Sementara itu, kedaulatan pangan adalah hak
negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang
menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat
untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal
(UU RI No. 18 Tahun 2012).
Permasalahan ketahanan pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor utama,
diantaranya luas lahan, infrastruktur, dan teknologi serta keahlian sumber daya
manusia yang ada. Faktor pertama yang menyebabkan masalah tersebut adalah
sempitnya penguasaan lahan petani (kurang dari 0,5 Ha) yang mempersulit
berbagai upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kesehjahteraan petani serta
kesenjangan. Faktor selanjutnya yaitu kondisi infrastruktur, hal ini sangat
mendasar dalam berlangsungnya kegiatan pertanian mulai dari akses jalan untuk
distribusi pangan hasil panen, tempat pengolahan bahan mentah menjadi bahan
setengah jadi atau bahkan bahan jadi, dan infrastuktur pasar sebagai media untuk
memasarkan produk pangan kepada masyarakat. Faktor yang tak kalah pentingnya
adalah teknologi dan SDM yang ada, tanpa adanya keahlian yang didukung
dengan teknologi semua kegiatan pertanian tidak memiliki nilai jual yang baik dan
gagal bersaing dengan produk pangan dari luar negeri. Selain faktor utama tadi
terdapat faktor lainnya, yaitu kejadian bencana alam dan perubahan iklim akan
terus menjadi tantangan bagi ketahanan pangan di Indonesia dan kondisi tingkat
kerentanan terhadap kerawanan pangan yang masih sangat beragam sesuai kondisi
geografis kewilayahan. Oleh karena itu, upaya pencapaian ketahanan pangan tidak
hanya dicapai melalui upaya peningkatan ketersediaan pangan saja, tetapi juga
dilakukan melalui berbagai upaya secara bersamaan seperti upaya peningkatan
akses kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia, serta akses infrastruktur untuk
memperlancar distribusi pangan Indonesia (DKP 2016).
Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan UU No 10 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Kota Tasikmalaya, memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56
km2, terdiri dari dari delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Cihideung, Cipedes,
Tawang, Indihiang, Kawalu, Cibeureum, Tamansari, dan Mangkubumi. Kota
Tasikmalaya masih memiliki beberapa permasalahan di bidang pangan dan gizi.
Berdasarkan beberapa data, faktor penyebab rendahnya konsumsi dan skor PPH
masyarakat di Kota Tasikmalaya bukan hanya terkait dengan masalah
ketersediaan, namun ada faktor ekonomi, geografis wilayah, pendidikan, akses
dan faktor lainnya. Oleh karena itu, diperlukan berbagai upaya strategis untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan peran aktif dari berbagai lapisan
masyarakat maupun lembaga pemerintah dalam upaya pencapaian ketahanan
pangan yang mandiri dan berkelanjutan.

Tujuan

Tujuan Umum
Menganalisis situasi dan menyusun perencanaan program bidang pangan
dan gizi sesuai dengan potensi di Kota Tasikmalaya.

Tujuan Khusus
1. Menganalisis situasi pangan dan gizi masyarakat berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG) di Kota Tasikmalaya
2. Menyusun kebutuhan dan target penyediaan pangan wilayah berdasarkan Pola
Pangan Harapan (PPH) di Kota Tasikmalaya
3. Menyusun strategi dan program pangan dan gizi wilayah di Kota Tasikmalaya

METODE

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan merupakan data sekunder yang telah tersedia dan
dapat diakses dari sumber resmi pemerintah Kota Tasikmalaya. Sumber data yang
digunakan terdiri atas: Kota Tasikmalaya Dalam Angka 2017, susenas Kota
Tasikmalaya 2017, RPJMN 2014-2019, RPJMD Kota Tasikmalaya 2016 dan
beberapa dokumen pendukung lainnya, seperti Indikator Kinerja Umum BKP,
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah BKP Kota Tasikmalaya. Jenis dan sumber
data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data


No. Data Jenis data Sumber data
Gambaran umum
1 Data sekunder Tasikmalaya Dalam Angka 2017
wilayah
2 Demografi Data sekunder Tasikmalaya Dalam Angka 2017
3 Kemiskinan Data sekunder Tasikmalaya Dalam Angka 2017
4 Pendidikan Data sekunder BPS Kota Tasikmalaya 2017
5 Luas lahan Data sekunder Tasikmalaya Dalam Angka 2017
6 Produksi pangan Data sekunder Tasikmalaya Dalam Angka 2017
7 Konsumsi pangan Data sekunder Susenas Kota Tasikmalaya 2017

Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer Microsoft


Excel 2007 for Windows yang telah dilengkapi dengan Program Aplikasi
Perencanaan Pangan dan Gizi Wilayah. Data yang diolah pada program tersebut
meliputi data produksi pangan, data konsumsi pangan, data jumlah penduduk dan
laju pertumbuhan penduduk. Analisis situasi dan potensi pangan wilayah diukur
secara kuantitif menggunakan pendekatan persentase Angka Kecukupan Energi
(AKE) dan secara kualitatif menggunakan skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Sementara itu, data kemisikinan dan pendidikan hanya diolah secara deskriptif
sebagai data pendukung yang dapat menjadi faktor terkait dengan masalah pangan
dan gizi yang terjadi di Kota Tasikmalaya.

Definisi Operasional

Distribusi pangan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam proses


penyaluran pangan dari produsen ke konsumen di Kota Tasikmalaya.
Kemandirian pangan adalah kemampuan pemerintah Kota Tasikmalaya untuk
memproduksi Pangan yang beraneka ragam sehingga dapat menjamin
pemenuhan kebutuhan pangan penduduk Kota Tasikmalaya sampai pada
tingkat individu/perorangan per hari yang sesuai dengan potensi sumber
daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal.
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi suatu wilayah
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan
produktif secara berkelanjutan.
Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga adalah jumlah pangan yang
tersedia di suatu rumah tangga yang diperuntukan untuk konsumsi
pangan setiap anggota keluarga per hari baik yang diperoleh dari
pembelian, pemberian maupun produksi sendiri.
Ketersediaan pangan tingkat wilayah adalah jumlah pangan yang tersedia di
Kota Tasikmalaya yang diperuntukkan untuk konsumsi pangan penduduk
(tidak termasuk untuk bibit, benih, pakan, bahan baku industri pangan
dan non pangan, penyusutan/tercecer).
Konsumsi pangan adalah kegiatan mengonsumsi pangan untuk memenuhi angka
kecukupan energi dan zat gizi untuk hidup sehat, aktif dan produktif.
Penilaian konsumsi pangan secara kuantitatif menggunakan pendekatan
persentase Angka Kecukupan Energi (AKE) dan secara kualitatif
menggunakan skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Masalah pangan adalah keadaan yang tidak seimbang antara konsumsi dan
kebutuhan pangan yang terjadi di Kota Tasikmalaya bisa berupa
kelebihan ataupun kekurangan.
Neraca Bahan Makanan adalah tabel yang menyajikan data yang dapat
menggambarkan situasi dan kondisi ketersediaan pangan untuk konsumsi
penduduk di Kota Tasikmalaya pada waktu tertentu (satu tahun).
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian,
perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik
yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan
pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
Pola Pangan Harapan (PPH) adalah jumlah dan konsumsi pangan yang secara
agregat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi menurut kuantitas
dan kualitas maupun keberagamannya dengan mempertimbangkan aspek
sosial, ekonomi, budaya, agama, daya terima dan cita rasa.
Produksi pangan adalah kegiatan menghasilkan pangan yang dilakukan oleh
berbagai lembaga (pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan,
kehutanan dan industri) yang ada di Kota Tasikmalaya.
Skor PPH Konsumsi adalah angka yang menunjukkan mutu pangan secara
kualitas dan keragamannya yang dikonsumsi penduduk berdasarkan hasil
survei SUSENAS Kota Tasikmalaya.

ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI


DI KOTA TASIKMALAYA

Keadaan Umum Kota Tasikmalaya

Geografi dan Ekologi


Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan UU No 10 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Kota Tasikmalaya, memiliki luas wilayah 17.156,20 ha atau 171,56
km2, terdiri dari dari delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Cihideung, Cipedes,
Tawang, Indihiang, Kawalu, Cibeureum, Tamansari, dan Mangkubumi. Secara
geografis Kota Tasikmalaya terletak di bagian tenggara wilayah Provinsi Jawa
Barat, yaitu pada 108° 08’ 51,62” - 108° 18’ 31,77” BT dan 7° 14’14,64” - 7° 27’
2,5” LS, sehingga cukup strategis karena berada pada poros lalu lintas di bagian
selatan pulau Jawa. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi
dan RTRW Kota Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya berfungsi sebagai Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) di Priangan Timur (BPS Kota Tasikmalaya 2016).
Karakteristik topografi Kota Tasikmalaya cukup beragam. Berdasarkan
bentang alamnya, Kota Tasikmalaya termasuk dalam kategori dataran sedang,
dengan ketinggian wilayah berada pada ketinggian 201 mdpl (di kelurahan Urug
Kecamatan Indihiang). Kota Tasikmalaya juga memiliki dua daerah aliran sungai
(DAS), di sebelah utara hingga timur laut merupakan DAS Citanduy dan di
sebelah barat hingga barat daya merupakan DAS Ciwulan. Kondisi ini menjadi
potensi utama dalam fungsi pengairan area pertanian yang dilalui oleh DAS
tersebut (BPS Kabupaten Garut 2016).
Luas Wilayah Kota Tasikmalaya ditinjau dari kemiringan, mempunyai
kemiringan lereng yang bervariasi antara 17 – 45% sebesar 10.85% dari total luas
wilayah (sebagian besar berada di pinggiran sungai dan berbentuk hutan),
kemiringan lahan antara 9 – 17% sebesar 17.56% dari total luas wilayah, dan
kemiringan lahan dibawah 9% adalah sebesar 71.59% dari total luas wilayah.
Kondisi demikian masih mungkin untuk perkembangan kota dengan
menggunakan sedikit teknologi yang tidak terlalu sulit dan mahal. Berdasarkan
analisis kemungkinan lahan terbangun, maka di Kota Tasikmalaya masih mungkin
untuk berkembang seluas 5 181,3 Ha (sekitar 30.2% dari total luas wilayah,
dengan asumsi bahwa hutan (16.8%) sebagai daerah konservasi dan sawah irigasi
(29.96%) tidak akan terkonversi sebagai akibat pengembangan kota di masa yang
akan datang (BPS Kabupaten Garut 2016).

Demografi dan Sosial Ekonomi


Kota Tasikmalaya sebagai wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten
Tasikmalaya merupakan wilayah yang terdiri dari hanya delapan kecamatan
dengan jumlah populasi penduduk pada tahun 2016 sebesar 659 606 jiwa
meningkat 0.32% dari tahun 2015 sebesar 657 477 jiwa, yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 331 885 jiwa dan perempuan sebanyak 327 721 jiwa dapat dikatakan
bahwa Kota Tasikmalaya masih cukup terkendali ditinjau dari aspek
kependudukan yang umumnya dapat menjadi faktor penghambat pembangunan
daerah. Persebaran penduduk antar kecamatan di Kota Tasikmalaya menunjukan
hanya Kecamatan Cihideung dan Kecamatan Tawang yang memiliki densitas
populasi per km2 lebih dari 9 000 jiwa/km2. Sementara kecamatan lain relatif lebih
kecil dan yang terendah ada pada Kecamatan Kawalu dan Tamansari yang
masing-masing memiliki densitas populasi 2 063 jiwa/km 2 dan 1 830 jiwa/km2.
Selama (BPS Kota Tasikmalaya 2016).
Asumsi laju pertumbuhan penduduk yang tetap menunjukkan bahwa
tingginya jumlah penduduk dapat menjadi potensi sekaligus beban pembangunan.
Pada satu sisi, penduduk yang berkualitas (produktif) merupakan potensi atau
kekuatan pembangunan, sementara di sisi lain penduduk dengan kualitas rendah
(non produktif) merupakan beban pembangunan. Permasalahan lain terkait
kependudukan yaitu, masalah urbanisasi yang menyebabkan penduduk perkotaan
terus bertambah sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Intensitas mobilitas
penduduk yang semakin tinggi tentu saja akan menuntut jaringan prasarana yang
semakin makin baik dan luas yang dapat berdampak secara jangka panjang
terhadap perubahan sosial budaya masyarakat. Pembangunan daerah perlu adanya
keseimbangan pembangunan perkotaan dan perdesaan untuk mengantisipasi
meningkatnya urbanisasi diantaranya melalui peningkatan pembangunan
infrastruktur perdesaan (Bappeda Kota Tasikmalaya 2014).

Keragaan Ketahanan Pangan dan Gizi

Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan merupakan sejumlah pangan yang tersedia secara
fisik di suatu daerah tanpa mempedulikan daerah asal dari pangan tersebut.
Ketersediaan pangan dapat ditentukan berdasarkan produksi pangan wilayah,
perdagangan pangan melalui mekanisme pasar wilayah tertentu berupa import
pangan, cadangan bahan pangan yang dimiliki oleh pedagang dan pemerintah,
serta bantuan pangan dari pemerintah atau organisasi lainnya (Hanani 2012).
Ketersediaan pangan pada daerah dan waktu tertentu dapat dipenuhi dari
tiga sumber, yaitu produksi dalam negeri, impor pangan, dan cadangan pangan.
Target pencapaian angka ketersediaan pangan diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat, meningkatkan kuantitas, serta kualitas konsumsi
pangan. Target pencapaian ketersediaan pangan dapat dinyatakan dalam bentuk
persentase Angka Kecukupan Energi (AKE). Hasil perhitungan AKE tersebut
digunakan sebagai dasar dalam menganalisis ketersediaan pangan di suatu
wilayah termasuk Kota Tasikmalaya secara kuantitatif dan dapat dipertanggung
jawabkan untuk dapat mengetahui apakah ketersediaan pangan yang ada telah
menyejahterakan masyarakat terutama dari aspek gizi dan pangan. Hasil analisis
ketersediaan pangan Kota Tasikmalaya pada Tahun 2017 yang diperoleh dari
pengolahan data produksi pangan yang tercantum dalam Kota Tasikmalaya Dalam
Angka 2017 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Persentase AKE ketersediaan pangan Kota Tasikmalaya
No Golongan pangan AKE* (%)
1 Padi-padian 28.3
2 Umbi-umbian 0.0
3 Pangan hewani 1.8
4 Minyak dan lemak 0.1
5 Buah/biji bermiyak 0.1
6 Kacang-kacangan 0.0
7 Gula 0.0
8 Sayur dan buah 9.4
9 Lain-lain 0.0
Total 39.8
*AKE: Angka Kecukupan Energi dengan perbandingan 2150 kkal
Tabel 2 menunjukkan bahwa persentase angka kecukupan energi Kota
Tasikmalaya sebesar 39.8%. Berdasarkan hal tersebut, persentase AKE

belum mencapai AKE idealnya yaitu 100% dan juga AKE<90% menunjukkan
kecukupan energi masyarakat Kota Tasikmalaya dilihat dari ketersediaan dapat
dikatakan defisit. Persentase tersebut berdasarkan AKG 2017 merupakan
pencapaian angka kecukupan energi sebesar 954 kkal/kap/hari dari AKE
ketersediaan pada umumnya yaitu 2 150 kkal/kap/hari.
Berdasarkan Kota Tasikmalaya dalam Angka (2017), tingginya persentase
ketersediaan AKE yang mencapai <90% AKE didukung dengan cukup tingginya
produksi pangan pokok seperti jenis padi-padian, kemudian disusul dengan
produksi dari jenis pangan buah dan sayur. Pangan pokok jenis padi-padian
tersebut berasal dari Kecamatan Kawalu dan Kecamatan Mangkubumi yang
menembus angka produksi sebesar 15 081 ton dan 15 796 ton. Pangan sayur yang
dimiliki Kota Tasikmalaya cukup beragam, sperti cabai, jamur, ketimun, dan
petsai. Jenis sayuran yang memiliki jumlah produksi terbanyak adalah sayuran
cabai mencapai angka 3 687 ton semetara sayuran dengan jumlah produksi
terendah jatuh kepada sayuran petsai yaitu hanya mencapai angka 330 ton.
Sedangkan untuk jenis buah yang dimiliki diantaranya mangga, durian, pisang,
salak, pepaya, dan rambutan. Jenis buah yang memiliki jumlah produksi
terbanyak adalah buah salak, mencapai angka produksi 9 832 ton, sementara jenis
buah paling kecil jumlah produksinya yaitu buah pepaya yang hanya memenuhi
276 ton. Program Peningkatan Produksi Hasil Pertanian, baik yang dilaksanakan
oleh pemerintah, petani/peternak maupun swasta terus menjadi faktor yang
diperhatikan selama masih adanya beberapa pangan seperti pangan hewani, umbi-
umbian, kacang-kacangan, dan gula yang hharus ditingkatkan ketersediaannya
(RPJMD 2014).
Analisis ketersediaan pangan secara kualitatif dilakukan melalui pendekatan
skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan gambaran
keberagaman jenis pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan energi. Semakin tinggi skor PPH suatu wilayah, pangan wilayah
tersebut semakin beragam. Pola pangan harapan dapat ditentukan dari
ketersediaan dan atau konsumsi pangan (Pusat PKKP BKP 2013). Kualitas dan
kuantitas ketersediaan pangan dapat membantu pemerintah dalam menentukan
arah kebijakan pangan di wilayah tersebut demi memenuhi kesejahteraan
masyarakat dari aspek pangan dan gizi. Hasil analisis skor PPH ketersediaan
pangan Kota Tasikmalaya disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Skor PPH ketersediaan pangan Kota Tasikmalaya tahun 2017


No Golongan pangan Skor PPH
1 Padi-padian 14.1
2 Umbi-umbian 0.0
3 Pangan hewani 3.6
4 Minyak dan lemak 0.1
5 Buah/biji bermiyak 0.1
6 Kacang-kacangan 0.0
7 Gula 0.0
8 Sayur dan buah 30.0
9 Lain-lain 0.0
Total 47.9
Tabel 3 menunjukkan skor PPH ketersediaan pangan di Kota Tasikmalaya.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan pangan di Kota Tasikmalaya
belum mencukupi harapan dan kurang beragam, karena memiliki skor PPH <90
yaitu sebesar 47.9. Ketersediaan pangan buah dan sayur telah mencukupi
ketersediaan idealnya. Hal ini terlihat dari skor AKE yang telah cukup mendekati
skor maksimum, sementara skor pangan lain masih kurang dari harapan. Bahan
pangan yang harus ditingkatkan ketersediaannya adalah pangan jenis padi-padian,
umbi-umbian, pangan hewani, minyak/berlemak, buah/biji berminyak, kacang-
kacangan, dan gula. Hal seperti kurangnya ketersediaan beberapa jenis pangan ini
bukan berarti produksi beberapa kelompok pangan tersebut memang rendah,
melainkan karena tidak tersedianya data produksi secara lengkap. Oleh karena itu,
diharapkan pemerintah Kota Tasikmalaya kedepannya dapat menyediakan data
secara lengkap dan terstruktur, sehingga evaluasi ketersediaan pangan di Kota
Tasikmalaya dapat dilakukan dengan baik.

Kemandirian Pangan
Kemandirian pangan menurut UU No 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang
beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan
pangan yang cukup sampai di tingkat perorangan dengan memanfaatkan potensi
sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara
bermartabat. Abrar (2009) menyatakan bahwa suatu wilayah dikatakan mandiri
pangan apabila dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakatnya seminimalnya
90% dilihat dari Angka Kecukupan Energi. Tingkat kemandirian pangan Kota
Tasikmalaya dapat dilihat dari analisis perbandingan %AKE ketersediaan
dibandingkan dengan %AKE Ideal. Cut off dan kategori kemandirian pangan
disajikan pada tabel 4.

Tabel 4 Kategori kemandirian pangan


No. % AKE Aktual : % AKE Ideal Kategori kemadirian pangan
1 <= 90 Defisit
2 90 – 110 Mandiri pangan
3 >= 110 Surplus
Dilihat dari pedoman kategori kemandirian pangan terdapat pada Tabel 4,
maka hasil analisis kemandirian pangan di Kota Tasikmalaya per kelompok
pangan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Analisis Kemandirian Pangan Kota Tasikmalaya Tahun 2017


% AKE Aktual Kategori
% AKE % AKE
No. Kelompok pangan : % AKE kemandirian
Aktual Ideal
Aktual pangan
1 Padi-padian 28.3 50 56.6 Defisit
2 Umbi-umbian 0.0 6 0 Defisit
3 Pangan Hewani 1.8 12 15 Defisit
4 Minyak dan Lemak 0.1 10 1 Defisit
Buah/Biji
5 0.1 3 3.3 Defisit
Berminyak
6 Kacang-kacangan 0.0 5 0 Defisit
7 Gula 0.0 5 0 Defisit
8 Sayur dan Buah 9.4 6 156.7 Surplus
9 Lain-lain 0.0 3 0 Defisit
Total 39.8 100 39.8 Defisit
Hasil analisis pada Tabel 5 menunjukkan bahwa status kemandirian pangan
di Kota Tasikmalaya secara keseluruhan termasuk kategori defisit dengan nilai
perbandingan %AKE aktual dibandingkan ideal adalah 39.8. Tujuh dari delapan
kelompok pangan yang dianalisis status kemandiriannya adalah defisit dengan
nilai <90. Sedangkan kelompok pangan yang termasuk kategori surplus adalah
sayur dan buah. Status defisit pada analisis tersebut dikarenakan belum tersedia
data lengkap mengenai produksi aktual dari kelompok pangan di atas, walaupun
bisa saja pada kenyataannya memang terjadi defisit pada jenis pangan tersebut.
Status kemandirian pangan yang surplus menjadi potensi besar dalam upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat Kota Tasikmalaya. Bila berpikiran ekonomi,
hasil berlebih dapat di ekspor ke luar daerah untuk meningkatkan status ekonomi
masyarakat. Sementara status kemandirian pangan yang defisit menjadi masalah
utama yang harus menjadi perhatian penuh dalam pembuatan program ketahanan
pangan dan gizi Kota Tasikmalaya. Hasil defisit tersebut menyatakan bahwa Kota
Tasikmalaya belum sepenuhnya mandiri terhadap pangan. Hal ini disebabkan oleh
faktor geografis Kota Tasikmalaya yang terdiri dari daerah perkotaaan, sehingga
cukup minim dalam hal luas lahan pertanian.
Ketidakmandirian Kota Tasikmalaya disebabkan oleh kurang tersedianya
lahan pertanian yang cukup luas dan dataran yang cenderung homogen sehingga
kurang baik bagi pembudidayaan pertanian. Berdasarkan data dari Kota
Tasikmalaya dalam Angka 2017, rata-rata lahan di Kota Tasikmalaya
dipergunakan untuk kawasan perumahan, pabrik industri, toko, dan lainnya dapat
berpotensi untuk mengurangi lahan-lahan produktif pertanian dan mengurangi
produksi pertanian. Akan tetapi, kemandirian pangan jenis buah dan sayur dapat
disebabkan cara penanaman dari sayuran yang dapat dibudidayakan di pekarangan
rumah dan lahan perkebunan sehingga lebih memungkinkan untuk diproduksi
dalam jumlah yang lebih banyak tanpa adanya batasan luas lahan.
Fakta yang ada terkait degradasi luas lahan pertanian menjadi hal yang
memprihatinkan di tengah kebutuhan terhadap pangan yang terus meningkat. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah upaya untuk mengubah citra pertanian menjadi lebih
baik dan bergengsi dan merupakan hal penting dalam pembangunan agar alih
fungsi lahan tidak terus menerus dilakukan. Upaya pengembangan teknologi
pertanian pada lahan terbatas harus dilakukan karena luas daratan di bumi ini
tidak akan bertambah, tidak seperti populasi manusia yang terus bertambah dan
semuanya memerlukan pangan. Pertanian merupakan kunci utama pemenuhan
kebutuhan manusia pada masa lampu, masa ini dan masa yang akan datang.

Distribusi Pangan
Ketahanan pangan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi dan saling
berhubungan satu sama lainnya. Hubungan yang erat kaitannya dengan ketahanan
pangan suatu wilayah diantaranya adalah distribusi pangan. Distribusi pangan
merupakan salah satu rangkaian penting dalam penyaluran pangan dari produsen
kepada konsumen. Panjangnya rantai distribusi pangan dapat menjadi salah satu
faktor yang dapat menyebabkan meningkatnya harga pangan yang berdampak
pada menurunnya daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat dapat diukur dari
tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat Kota
Tasikmalaya diukur dari jumlah penduduk miskin dan tingkat penganggurannya.
Tingkat kesejahteraan rumah tangga akan mempengaruhi rumah tangga tersebut
terhadap konsumsi pangan. Hal tersebut dapat diukur dengan besaran pengeluaran
rumah tangga terhadap pangan atau alokasi rumah tangga terhadap pangan (Arifin
dan Bustanul 2004). Jumlah penduduk miskin di Kota Tasikmalaya pada tahun
2016 sebesar 15.60% dengan jumlah penduduk sebesar 102.79 ribu jiwa.
Persentase tersebut berada diatas rata-rata penduduk miskin kabupaten/kota di
Jawa Barat yaitu sebesar 9.89% dan Nasional sebesar 11.66%.
Tingkat pengangguran terbuka merupakan perbandingan antara banyaknya
orang yang mencari pekerjaan dalam jangka waktu tertentu, baik yang sudah
pernah bekerja maupun belum pernah bekerja berdasarkan angkatan kerja usia
diatas 15 tahun. Jumlah tingkat pengangguran terbuka di Kota Tasikmalaya
sebesar 3.61%, sedangkan TPT Jawa Barat yaitu sebesar 8.45% (Jawa Barat
Dalam Angka 2015). Berdasarkan data tersebut, angka TPT Kota Tasikmalaya
tidak melebihi angka TPT Jawa Barat dan masih belum melebihi setengah dari
anga TPT Jawa Barat. Terdapatnya pengangguran terbuka tersebut
mengindikasikan bahwa angkatan kerja di Kota Tasikmalaya masih belum
terserap secara optimal oleh sektor-sektor produksi baik di hulu maupun industri
di hilir, sebagai akibat lapangan pekerjaan yang masih kurang dan tingkat
kompetensi angkatan kerja yang masih rendah.
Tingkat kemiskinan dan pengangguran akan mempengaruhi ketersediaan
dan akses terhadap pangan. Hal tersebut terkait dengan daya beli penduduk
tersebut. Daya beli yang rendah terhadap pangan menyebabkan rendahnya akses
dan ketersediaan pangan penduduk tersebut sebab para petani enggan untuk
membudidayakan jenis pangan tertentu yang akan memengaruhi ketersediaan
pangan jenis tertentu yang langka dan menyebabkan sulitnya mendapatkan akses
terhadap pangan tersebut. Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh harga-
harga riil antar wilayah karena nilai tukar yang digunakan dapat menurunkan atau
menaikkan nilai daya beli. Dengan demikian, kemampuan daya beli masyarakat
antara satu wilayah dengan wilayah lain berbeda. Harga bahan pangan di Kota
Tasikmalaya akan menentukan daya beli masyarakat terhadap pangan untuk
memenuhi kebutuhannya.

Konsumsi Pangan
Indonesia sebagai negara majemuk dengan beragam suku budaya tentu
akan menghasilkan pola konsumsi pangan antara daerah satu dengan daerah
lainnya yang berbeda, sesuai dengan lingkungannya termasuk sumber daya,
selera, dan pendapatan masyarakat. Demikian pula pola konsumsi pangan juga
akan berubah dari waktu ke waktu seiring exposure dari luar budaya yang masuk
ke dalam tatanan masyarakat. Konsumsi pangan masyarakat dapat dilihat dalam
segi kualitas dan kuantitas. Kuantitas konsumsi pangan yang berarti banyaknya
porsi makanan yang dikonsumsi dalam sehari. Penilaian kuantitas konsumsi
pangan masyarakat dapat dilakukan dengan menggunakan Tingkat Konsumsi
Energi (TKE).
Beberapa kajian menunjukkan bahwa jika konsumsi energi dan protein
terpenuhi sesuai dengan angka kecukupan gizi dan keberagamannya, zat-zat gizi
lain juga akan terpenuhi dari konsumsi pangan. Kuantitas dan kualitas konsumsi
pangan dan gizi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi,
pengetahuan, dan budaya masyarakat. Keragaman sumberdaya alam dan
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan konsumsi masyarakat menuju
pangan yang beragam dan bergizi seimbang sesuai amanat dari pedoman gisi
seimbang. Analisis kuantitas konsumsi pangan Kota Tasikmalaya disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Persentase AKE konsumsi pangan Kota Tasikmalaya tahun 2017
No Kelompok Pangan Angka Kecukupan Energi (%)
1 Padi-padian 65.8
2 Umbi-umbian 0.8
3 Pangan Hewani 7.5
4 Minyak dan Lemak 9.5
5 Buah/Biji Berminyak 0.4
6 Kacang-kacangan 2.4
7 Gula 1.8
8 Sayur dan Buah 2.9
9 Lain-lain 1.8
Total 92.8
Tabel 6 menujukkan bahwa persentase angka kecukupan energi konsumsi
pangan Kota Tasikmalaya pada tahun 2017 sebesar 92.8%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa angka kecukupan energi di Kota Tasikmalaya tergolong
cukup baik atau normal. Hal ini sesuai dengan pengkategorian tingkat kecukupan
energi menurut Gibson (2005). Menurut Gibson (2005), tingkat kecukupan energi
dikatakan cukup jika persentasenya berada pada rentang 90-120%.
Angka kecukupan energi untuk setiap golongan bahan pangan memiliki
nilai ideal yang menjadi acuan untuk dicapai. Berikut merupakan perbandingan
AKE aktual dan AKE ideal Kota Tasikmalaya tahun 2017.
Tabel 7 Perbandingan AKE aktual dan AKE ideal Kota Tasikmalaya tahun
2017
No Kelompok Pangan %AKE Aktual %AKE Ideal
1 Padi-padian 65.8 50
2 Umbi-umbian 0.8 6
3 Pangan Hewani 7.5 12
4 Minyak dan Lemak 9.5 10
5 Buah/Biji Berminyak 0.4 3
6 Kacang-kacangan 2.4 5
7 Gula 1.8 5
8 Sayur dan Buah 2.9 6
9 Lain-lain 1.8 3
Total 92.8 100
Tabel 7 menunjukkan bahwa golongan padi-padian sudah mencapai AKE
idealnya. Hal tersebut menandakan asupan energi dan zat gizi dari golongan
pangan tersebut sudah terpenuhi dengan baik. Akan tetapi, golongan pangan
selain padi-padian belum sesuai dengan %AKE ideal. Berdasarkan tabel
persentase AKE, padi-padian memiliki kontribusi tersebesar dalam pencapaian
%AKE Kota Tasikmalaya. Data diatas juga menunjukkan pangan jenis minyak
dan lemak hampir mencapai % AKE idealnya, yaitu hanya terpaut 0.5% saja.
Semua bahan pangan memiliki nilai %AKE aktual lebih kecil dibandingkan
dengan %AKE idealnya. AKE aktual golongan umbi-umbian yang lebih rendah
dibandingkan dengan AKE idealnya menandakan bahwa penduduk Kota
Tasikmalaya mengalami kekurangan asupan energi yang berasal dari pangan non
padi seperti umbi yang sebenarnya berperan sebagai alternatif pangan sumber
energi yaitu karbohidrat. Faktor utama dari rendahnya angka kecukupan energi
adalah rendahnya atau kurangnya konsumsi pangan. Salah satu faktor yang
mempengaruhi konsumsi pangan adalah kurangnya pengeluaran penduduk
terhadap jenis pangan tertentu untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi
dalam sehari. Pengetahuan masyarakat yang rendah untuk mengonsumsi makanan
yang beraneka ragam diduga juga menjadi faktor yang menyebabkan angka
kecukupan energi penduduk Kota Tasikmalaya tidak mencapai nilai idealnya.
Hamid et al. (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi
pangan, seperti harga barang itu sendiri, pendapatan per kapita, jumlah anggota
rumah tangga, pendidikan, dan distribusi pendapatan dalam rumah tangga yang
belum memerhatikan aspek gizi.
Pola Pangan Harapan (PPH) melibatkan banyak orang dalam proses
penilaiaannya. PPH adalah susunan beragam pangan atau kelompok pangan yang
didasarkan atas sumbangan energinya, baik secara absolut maupun relatif terhadap
total energi baik dalam hal ketersediaan maupun konsumsi pangan, yang mampu
mencukupi kebutuhan dengan mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi,
budaya, agama, dan cita rasa (Kemenkes RI 2005). Semakin tinggi skor mutu
pangan yang dihitung menggunakan pendekatan PPH menunjukkan konsumsi
pangan semakin beragam dan komposisinya semakin baik. Berikut merupakan
analisis kualitas konsumsi pangan Kota Tasikmalaya yang dinyatakan dalam skor
PPH.
Tabel 8 Skor PPH konsumsi pangan berdasarkan kelompok bahan pangan di
Kota Tasikmalaya tahun 2017
No Kelompok Pangan PPH
1 Padi-padian 25.0
2 Umbi-umbian 0.4
3 Pangan Hewanh 15.0
4 Minyak dan Lemak 4.7
5 Buah/Biji Berminyak 0.2
6 Kacang-kacangan 4.8
7 Gula 0.9
8 Sayur dan Buah 14.3
9 Lain-lain 0.0
Total 65.4
Skor PPH untuk konsumsi pangan di Kota Tasikmalaya pada tahun 2017
sebesar 65.4. Berdasarkan Tabel 7 tersebut, konsumsi pangan masyarakat di Kota
Tasikmalaya belum beragam karena suatu wilayah dapat dikatakan memiliki
konsumsi pangan yang beragam apabila memiliki skor PPH >90. Skor PPH per
golongan bahan pangan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa ada golongan bahan
pangan yang konsumsinya sudah baik, seperti padi-padian, karena telah mencapai
skor PPH maksimal untuk golongan bahan pangan. Adapun golongan bahan
pangan lainnya masih jauh dari skor PPH maksimal untuk tiap golongan bahan
pangannya. Peningkatan skor PPH bahan pangan yang masih rendah dapat
dilakukan dengan menerapkan diversifikasi pangan agar pola makan masyarakat
Kota Tasikmalaya dapat lebih beragam dan seimbang sesuai dengan
meningkatkan konsumsi pangan lokal yang ada (BKP 2013).

Determinan Utama Masalah Pangan dan Gizi di Kabupaten Garut

Masalah pangan dan gizi adalah masalah yang kompleks untuk


diselesaikan dan membutuhkan keterlibatan banyak faktor dalam
menyelesaikanya. Determinan masalah pangan dan gizi di Kota Tasikmalaya
digambarkan dengan diagram causal model, yaitu kerangka masalah berbentuk
garis-garis panah dari masalah pangan yang ada di Kota Tasikmalaya. Masalah
utama di Kota Tasikmalaya adalah konsumsi pangan penduduknya yang masih
rendah yang ditunjukkan oleh angka PPH konsumsi sebesar 58.21, sedangkan
ketersediaan pangan yang ditunjukkan dengan PPH ketersediaan adalah sebesar
91.83. Faktor yang mempengaruhi rendahnya konsumsi pangan di Kota
Tasikmalaya diantaranya masalah daya beli pangan yang rendah, distribusi, dan
akses pangan yang masih kurang. Daya beli pangan yang kurang terjadi akibat
tingginya angka kemiskinan yang diakibatkan oleh pendidikan yang kurang,
sehingga kedua hal tersebut berpengaruh terhadap daya beli pangan dan konsumsi
pangan masyarakat Kota Tasikmalaya. Adapun yang menjadi permasalahan
mendasar dari rendahnya konsumsi pangan di Kota Tasikmalaya adalah akses dan
distribusi pangan yang mengalami masalah sehingga dengan keterediaan pangan
yang besar masih belum mampu memenuhi konsumsi masyarakat di Kota
Tasikmalaya. Diagram causal model permasalahan gizi Kota Tasikmalaya
mengacu pada bagan UNICEF disajikan pada Gambar 1.
Diagram determinan yang disajikan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
jika dilihat dari kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Kota Tasikmalaya masuk
dalam kategori tinggi yaitu sebesar 102 790 jiwa, jumlah pengangguran mencapai
angka 5.46 dan tingkat partisipasi angkatan kerja hanya mencapai 66.21. Selain
itu, dapat dilihat bahwa upah minimum regional masih tergolong rendah sebesar
Rp 1 641 480. Bila dilihat dari pendidikan, angka melek huruf = 99.6% (Jawa
Barat 97.5-98%). Berdasarkan daya beli, daya beli masyarakat Kota Tasikmalaya
masih tergolong rendah. Hal tersebut ditunjukkan dengan proporsi pengeluaran
pangan sebesar Rp 373 656, dan pengeluaran non pangan sebesar Rp 422 791.
Jika dilihat dari konsumsi makanan, konsumsi makanan masyarakat Kabupaten
Garut tergolong rendah yang ditunjukkan dengan skor PPH sebesar 65.4 (PPH
optimal = 100%). Penganekaragaman produk pertanian juga masih tergolong
sangat rendah dengan komoditas kurang beragam, komditas primadona hanya
komoditi cabai dengan produksi 3.687 kuintal dan kelapa dengan produksi
1.31686 kg.
Konsumsi makanan ↓

Gambar 1 Determinan masalah Kota Tasikmalaya


Berdasarkan diagram determinan yang telah dibentuk maka selanjutnya
dapat dibentuk diagram kausal model yang disajikan pada Gambar 2. Berdasarkan
diagram causal model pada Gambar 2, kuantitas dan kualitas pangan yang masih
rendah yaitu ketersediaan pangan di pasar yang masih rendah, alih fungsi lahan
pertanian, pekerja dibidang pertanian yang rendah (1.88% dari jumlah penduduk
total), pengaenakaragaman produk pertanian yang juga masih rendah (komoditi
yang diprimadonakan hanyalah cabai dan kelapa, serta masih rendahnya
kesadaran keluarga terkait pangan dan gizi. Ketersediaan pangan di pasar yang
rendah dapat menyebabkan harga pangan yang tinggi yang ditunjukkan dengan
data harga bahan pangan Kota Tasikmalaya yang mengalami kenaikan pada
hampir seluruh komoditas pangan (BPS Kota Tasikmalaya 2017). Kenaikan harga
pangan menyebabkan daya beli menjadi rendah yang ditunjukkan dengan
tingginya jumlah keluarga kurang sejahtera di Kota Tasikmalaya yaitu 70 yang
jumlahnya lebih besar apabila dibandingkan dengan cut off nasional yang hanya
bernilai 50. Rendahnya daya beli mengakibatkan rendahnya ketersediaan pangan
di rumah tangga dan pada akhirnya menyebabkan kuantitas dan kualitas konsumsi
pangan di RT rendah. Masalah selanjutnya yaitu saprodi tanaman pekarangan
yang kurang dan keterampilan pengolahan lahan yang kurang. Berdasarkan
RPJMD Kota Tasikmalaya 2016, kepemilikan lahan hanyalah 2.5 ha dan luas
lahan tersebut belum bisa dimanfaatkan secara optimal dikarenakan masih
rendahnya keterampilan masyarakat di Kota Tasikmalaya dalam mengolah lahan.
Rendahnya keterampilan masyarakat bisa dikarenakan rendahnya tingkat
kesadaran masyarakaat akan perlunya penganekaragaman konsumsi pangan (BKP
2015). Rendahnya keterampilan masyarakat menyebabkan pangan yang
diproduksi rendah sehingga ketersediaan pangan RT juga rendah dan akhirnya
berakibat pada kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang rendah.

Kesempatan
kerja berkurang

Gambar 2 Causal model Kota Tasikmalaya

Apabila dilihat dari Gambar 2, masalah berikutnya yaitu rasio puskesmas


dan tenaga kesehatan serta kesadaran keluarga terkait pangan dan gizi masih
rendah. Menurut DDA Kota Tasikmalaya 2017, jumlah fasilitas kesehatan yaitu
rumah sakit hanya sebanyak 12 unit dan jumlah rumah bersalin sebanyak 2 unit
yang tidak merata di setiap kecamatan. Selain itu, jumlah tenaga kesehatan juga
rendah dengan jumlah tenaga medis 29 orang, tenaga keperawatan 177 orang, dan
tenaga kefarmasian 19 orang. Kondisi tersebut memerlukan tambahan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan dasar masyarakat. Masalah-masalah tersebut
menyebabkan akses informasi dan pelayanan kesehatan terbatas lalu
mengakibatkan pengetahuan pangan dan gizi serta pola asuh rendah yang
akhirnya menyebabkan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan yang rendah.
Berdasarkan causal model maka dibuatlah objective tree untuk menggambarkan
tujuan yang ingin dicapai. Objective tree merupakan kalimat postif dari causal
model. Clustering permasalahan pangan dan gizi di Kota Tasikmalaya dibuat
setelah membuat objective tree yang disajikan pada Gambar 3.
Menurut Saliem et al. (2002) untuk memperoleh kualitas dan kuantitas
konsumsi pangan yang baik diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan
kualitas yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi
bagi setiap warga untuk menopang aktivitasnya sehari-hari. Berdasarkan objective
tree apabila ketersediaan pangan di pasar tinggi menyebabkan harga pangan
terjangkau yang ditunjukkan daya beli masyarakat meningkat dan pangan yang
dibeli akan tercukupi sehinggaa ketersediaan pangan RT akan cukup dan akhirnya
kuantitas dan kualitas konsumsi pangan tercukupi. Selanjutnya produksi pangan
RT yang cukup salah satunya bisa dipenuhi apabila saprodi tanaman pekarangan
cukup dan keterampilan pengolahan lahan yang baik sehingga akan meningkatkan
kuantitas dan kualitas konsumsi pangaan RT.

Ketahanan pangan meningkat

Ketersediaan pangan meningkat

Kuantitas

Produksi ↑ Kemiskinan ↓

Pendapata
n↑

Alih fungsi lahan pertanian ↓Pekerja


(RPJMDdibidang
2016-2021)
pertanian ↑

Gambar 3 Objective tree beserta clusternya


Objective tree yang telah disusun selanjutnya dapat dibuat cluster dengan
tiga kelompok yaitu ketersediaan pangan dipasar, saprodi dan keterampilan
pemanfaatan lahan pekarangan, serta rasio puskesmas, tenaga kesehatan, dan
keluarga sadar pangan dan gizi. Apabila ketersediaan pangan di pasar cukup maka
harga pangan akan terjangkau sehingga masyarakat akan mampu membeli pangan
untuk memenuhi kebutuhannya. Apabila di setiap RT mampu memanfaatkan
lahan pekarangannya dengan maksimal maka RT tersebut akan maksimal dalam
memenuhi kebutuhan setiap individu dalam RT tersebut. Jika kesadaran akan
pentingnya pangan dan gizi meningkat maka akses informasi akan kesehatan akan
tinggi sehingga akan meningkatkan pengetahuan pangan dan gizi bertambah dan
membuat pola asuh terhadap anak menjadi lebih baik dan pada akhirnya kuantitas
dan kualitas pangan akan tercukupi. Beberapa hal tersebut apabila dapat tercapai
maka kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat di Kota Tasikmalaya
akan meningkat.

Analisis Kebutuhan Dan Target Penyediaan Pangan Wilayah


Di Kota Tasikmalaya

Analisis Kebutuhan Pangan Aktual


Kebutuhan pangan aktual merupakan perkiraan jumlah pangan daerah
yang akan atau telah dikonsumsi di suatu wilayah yang dihitung dengan cara
memproyeksikan konsumsi penduduk di dalam suatu wilayah (gram/kapita/hari).
Setiap tahunnya, kebutuhan pangan aktual daerah berubah-ubah, hal ini terjadi
karena dipengaruhi oleh multifaktor. Kebutuhan pangan aktual dianalisis sebagai
langkah awal untuk mengetahui seberapa besar kebutuhan penduduk yang harus
dipenuhi. Kebutuhan pangan aktual dihitung dengan memproyeksikan konsumsi
pangan penduduk dalam gram/kapita/hari. Berikut disajikan tabel proyeksi
konsumsi pangan (gram/kapita/hari).

Tabel 9 Proyeksi Konsumsi Pangan (Gram/Kapita/Hari)


Kelompok/Jenis Pangan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahu Tahun
2016 2017 2018 2019 n 2021
2020
1. Padi-Padian
Beras 276.6 271.9 267.3 262.6 257.9 253.2
Jagung 0.9 0.9 0.9 0.9 0.9 0.8
Terigu 45.4 44.7 43.9 43.1 42.3 41.6
Subtotal Padi-padian 323.0 317.5 312.0 306.6 301.1 295.6
2. Umbi-umbian            
Singkong 8.2 18.0 27.7 37.5 47.3 57.0
Ubi Jalar 1.3 2.8 4.3 5.9 7.4 8.9
Sagu 4.3 9.4 14.5 19.6 24.7 29.8
Kentang 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Umbi Lainnya 0.1 0.3 0.5 0.7 0.8 1.0
Subtotal Umbi-umbian 13.9 30.5 47.0 63.6 80.2 96.8
3. Pangan Hewani            
Daging Ruminansia 2.9 3.7 4.5 5.3 6.1 6.8
Daging Unggas 20.4 26.0 31.5 37.1 42.6 48.2
Telur 18.3 23.2 28.2 33.2 38.2 43.1
Susu 4.8 6.1 7.4 8.7 10.0 11.3
Ikan 17.4 22.1 26.8 31.6 36.3 41.0
Subtotal Pangan Hewani 63.7 81.1 98.4 115.8 133.1 150.5
4. Minyak dan Lemak            
Minyak Kelapa 0.9 1.0 1.0 1.1 1.2 1.2
Minyak Lainnya 19.3 20.6 21.9 23.1 24.4 25.7
Margarin 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Subtotal Minyak dan Lemak 20.2 21.6 22.9 24.2 25.5 26.9
Tabel 9 Proyeksi Konsumsi Pangan (Gram/Kapita/Hari)
Kelompok/Jenis Pangan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahu Tahun
2016 2017 2018 2019 n 2021
2020
5. Buah/Biji Berminyak            
Kelapa 0.6 1.8 3.0 4.3 5.5 6.7
Kemiri 0.4 1.1 1.8 2.6 3.3 4.1
Subtotal Buah/Biji
1.0 2.9 4.9 6.8 8.8 10.8
Berminyak
         
6. Kacang-kacangan
Kacang Kedelai 17.7 21.6 25.4 29.3 33.2 37.0
Kacang Tanah 0.3 0.3 0.4 0.5 0.5 0.6
Kacang Hijau 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kacang lain 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Subtotal Kacang-kacangan 18.0 21.9 25.9 29.8 33.7 37.6
7. Gula            
Gula Pasir 4.6 7.6 10.5 13.4 16.3 19.3
Gula Merah 3.1 5.1 7.1 9.0 11.0 13.0
Subtotal Gula 7.8 12.7 17.6 22.5 27.4 32.3
8. Sayur dan Buah            
Sayur 72.9 88.0 103.1 118.2 133.3 148.4
Buah 48.5 58.6 68.6 78.7 88.8 98.8
Subtotal Sayur dan Buah 121.4 146.6 171.7 196.9 222.1 247.3
9. Lain-lain            
Minuman 66.7 56.4 46.1 35.8 25.5 15.2
Bumbu 3.9 3.3 2.7 2.1 1.5 0.9
Subtotal Lain-lain 70.6 59.7 48.8 37.9 27.0 16.1
Tabel 9 menunjukkan proyeksi konsumsi pangan penduduk Kabupaten
Tasikmalaya. Tahun dasar yang digunakan adalah tahun 2016. Peningkatan yang
terjadi dari tahun awal hingga menuju tahun kelima dapat disimpulkan bahwa
produksi dan penyediaan akan suatu bahan pangan tersebut meningkat, sehingga
daerah tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya, terutama
dengan melibatkan pangan lokal. Hampir seluruh jenis bahan pangan di Kota
Tasikmalaya mengalami peningkatan, hanya komoditas padi-padian saja yang
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Tahun 2016, beras memiliki proyeksi
pangan sekitar 276.6 gram/kapita/hari sementara pada tahun 2021 hanya sekitar
253.2 gram/kapita/hari. Hal ini disebabkan oleh lahan di kota Tasikmalaya banyak
mengalami perubahan fungsi lahan terutama pertanian. Pola konsumsi, rendahnya
produksi pangan yang bersangkutan serta tingkat kesadaran warga mengenai
pentingnya mengonsumsi makanan bergizi dan beragam juga dapat menjadi salah
satu faktor menurunnya angka kebutuhan konsumsi pangan tahun 2021.
Implikasinya juga terlihat dengan kenaikan golongan pangan seperti sayur, buah
serta umbi.

Proyeksi Kebutuhan Pangan berdasarkan PPH

Menurut ketua DKP Kota Tasikmalaya (2017), Tasikmalaya merupakan


salah satu daerah yang mengalami rawan pangan, terdapat sekitar 7 kecamatan.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya produksi beras serta penghasilan penduduk
yang rendah, sehingga kota Tasikmalaya memiliki skor PHH hanya 67.4.
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan konsumsi pangan sehingga
keanekaragaman juga ketersediaan pangan meningkat. Program yang ditempuh
untuk mengatasi hal tersebut meliputi Kawasan Rumah Pangan Lestari, Gerakan
Keamanan Pangan Desa dan Gerakan Menanam Tanaman Cabai. Skor PPH
nantinya dapat membantu dalam meningkatan konsumsi melalui kegiatan
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP). Berikut ini disajikan
tabel hasil proyeksi kebutuhan pangan.
Tabel 10 Proyeksi Kebutuhan Pangan (Ton Per Tahun)
Kelompok/Jenis Pangan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Padi-Padian
Beras 72.924 71.919 70.907 69.887 68.860 67.826
Jagung 243 240 237 233 230 226
Terigu 11.974 11.809 11.643 11.476 11.307 11.137
Subtotal Padi-padian 85.142 83.968 82.786 81.596 80.397 79.190
2. Umbi-umbian            
Ubi Kayu 2.162 4.751 7.356 9.979 12.618 15.273
Ubi Jalar 339 745 1.153 1.565 1.978 2.395
Sagu 1.130 2.483 3.845 5.215 6.595 7.983
Kentang 0 0 0 0 0 0
Umbi Lainnya 38 83 128 174 220 266
Subtotal Umbi-umbian 3.668 8.061 12.483 16.932 21.410 25.917
3. Pangan Hewani            
Ikan 765 976 1.188 1.402 1.617 1.834
Daging Ruminansia 5.378 6.864 8.359 9.863 11.377 12.901
Daging Unggas 4.818 6.148 7.488 8.835 10.192 11.557
Telur 1.266 1.616 1.968 2.323 2.679 3.038
Susu 4.579 5.844 7.117 8.399 9.688 10.985
Subtotal Pangan Hewani 16.806 21.448 26.120 30.822 35.553 40.315
4. Minyak dan Lemak            
Minyak Kelapa 241 258 274 291 308 325
Minyak Sawit 5.092 5.444 5.798 6.154 6.513 6.874
Minyak Lain 0 0 0 0 0 0
Subtotal Minyak dan Lemak 5.333 5.701 6.072 6.446 6.821 7.199
5. Buah/Biji Berminyak            
Kelapa 160 482 806 1.133 1.461 1.791
Kemiri 97 293 490 688 888 1.088
Kacang Mede 257 775 1.296 1.821 2.348 2.880
Emping            
Subtotal Buah/Biji
4.673 5.709 6.751 7.800 8.856 9.919
Berminyak
6. Kacang-kacangan 75 92 109 126 143 160
Kacang Tanah 0 0 0 0 0 0
Kacang Kedelai 0 0 0 0 0 0
Kacang Hijau 4.748 5.801 6.860 7.926 8.999 10.079
Kacang lain            
Subtotal Kacang-kacangan 1.224 2.001 2.784 3.571 4.364 5.161
7. Gula 825 1.349 1.876 2.406 2.940 3.478
Gula Pasir 2.049 3.350 4.660 5.978 7.304 8.639
Gula Merah            
Sirup 19.211 23.269 27.353 31.463 35.599 39.761
Subtotal Gula 12.790 15.491 18.210 20.946 23.700 26.471
8. Sayur dan Buah 32.001 38.760 45.563 52.409 59.299 66.231
Sayur            
Buah 17.591 14.923 12.238 9.536 6.817 4.080
Tabel 10 Proyeksi Kebutuhan Pangan (Ton Per Tahun)
Kelompok/Jenis Pangan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Subtotal Sayur dan Buah 1.034 877 719 560 401 240
9. Lain-lain 18.625 15.800 12.958 10.097 7.217 4.319
Minuman 72.924 71.919 70.907 69.887 68.860 67.826
Bumbu 243 240 237 233 230 226
Lainnya 11.974 11.809 11.643 11.476 11.307 11.137
Subtotal Lain-lain 85.142 83.968 82.786 81.596 80.397 79.190
Tabel 10 menunjukkan bahwa setiap tahunnya kebutuhan pangan dari
seluruh kelompok pangan mengalami peningkatan terkecuali pada kelompok
pangan lain-lain. Pengelompokkan bahan pangan ini bertujuan agar pemerintah
dapat melihat sejauh mana pangan tersebut harus ditingkatkan dalam produksi
dengan melalui pendekatan kebutuhan pangan ton/tahun. Sehingga dapat
disimpulkan untuk mencapai skor konsumsi yang ideal dibutuhkan peningkatan
jumlah pangan di berbagai golongan yang dilihat melalui pendekatan proyeksi
kebutuhan pangan. Proyeksi kebutuhan pangan pada tahun 2021 pada golongan
padi-padian serta pangan hewani ikan. Golongan pangan lain-lain menurun karena
pada golongan tersebut skornya telah melebihi targetnya. Pembagian skor PPH
pada golongan pangan lain-lain pun menyumbang skor 0 terhadap PPH konsumsi.

Target Penyediaan Pangan Wilayah

Target penyediaan pangan di Kota Tasikmalaya didapatkan dari


penambahan 10% dari total kebutuhan pangan di Kota Tasikmalaya agar
memastikan jumlah ketersediaan pangan di Kota Tasikmalaya dapat tercukupi
sesuai dengan kebutuhan penduduk. Perhitungan penyediaan pangan ini
mengasumsikan tidak adanya proses impor dan ekspor. Berikut disajikan tabel
target penyediaan pangan wilayah.
Tabel 11 Target Penyediaan Pangan (Ton per tahun)
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Kelompok/Jenis Pangan
2016 2017 2018 2019 2020 2021
1. Padi-Padian
Beras 8021671 7911102 7799744 7687591 7574641 7460890
Jagung 26761.94 26393.06 26021.54 25647.38 25270.55 24891.06
Terigu 1317177 1299022 1280736 1262321 1243774 1225096
Subtotal Padi-padian 9365611 9236517 9106502 8975559 8843686 8710877
2. Umbi-umbian 0 0 0 0 0 0
Ubi Kayu 237791.8 522587.3 809203 1097648 1387930 1680059
Ubi Jalar 37284.43 81938.78 126878.5 172105 217619.7 263423.9
Sagu 124281.4 273129.3 422928.4 573683.5 725399.1 878079.8
Kentang 0.000414 0.00091 0.00141 0.001912 0.002418 0.002927
Umbi Lainnya 4142.715 9104.308 14097.61 19122.78 24179.97 29269.33
Subtotal Umbi-umbian 403500.4 886759.6 1373108 1862559 2355129 2850832
3. Pangan Hewani 0 0 0 0 0 0
Ikan 84097.11 107327.8 130706.4 154233.4 177909.7 201736
Daging Ruminansia 591579.7 754995.8 919451.8 1084952 1251503 1419108
Daging Unggas 529936.1 676324 823643.3 971898.6 1121094 1271235
Telur 139307.1 177788.8 216515.4 255488.1 294707.9 334176.2
Susu 503730.9 642880 782914.5 923838.6 1065657 1208373
Subtotal Pangan Hewani 1848651 2359316 2873231 3390411 3910871 4434628
4. Minyak dan Lemak 0 0 0 0 0 0
Minyak Kelapa 26513.38 28346.07 30190.23 32045.9 33913.14 35791.99
Minyak Sawit 560095 598810.8 637768.6 676969.6 716415 756105.9
Minyak Lain 0 0 0 0 0 0
Subtotal Minyak dan Lemak 586608.4 627156.9 667958.9 709015.5 750328.1 791897.9
Tabel 11 Target Penyediaan Pangan (Ton per tahun)
Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun
Kelompok/Jenis Pangan
2016 2017 2018 2019 2020 2021
5. Buah/Biji Berminyak 0 0 0 0 0 0
Kelapa 17606.54 53039.31 88698.67 124585.7 160701.5 197047.2
Kemiri 10696.49 32222.94 53887.05 75689.48 97630.9 119712
Kacang Mede 28303.03 85262.25 142585.7 200275.2 258332.4 316759.1
Emping 0 0 0 0 0 0
Subtotal Buah/Biji Berminyak 513986.6 627948 742633.4 858046.4 974190.5 1091069
6. Kacang-kacangan 8285.43 10122.48 11971.2 13831.65 15703.88 17587.96
Kacang Tanah 0 0 0 0 0 0
Kacang Kedelai 0 0 0 0 0 0
Kacang Hijau 522272.1 638070.5 754604.6 871878.1 989894.4 1108657
Kacang lain 0 0 0 0 0 0
Subtotal Kacang-kacangan 134638.2 220157.6 306223 392836.9 480002 567720.9
7. Gula 90725.46 148352.4 206347.2 264711.6 323447.5 382556.5
Gula Pasir 225363.7 368510 512570.1 657548.5 803449.4 950277.4
Gula Merah 0 0 0 0 0 0
Sirup 2113199 2559597 3008830 3460912 3915856 4373677
Subtotal Gula 1406866 1704056 2003134 2304108 2606988 2911783
8. Sayur dan Buah 3520065 4263653 5011964 5765020 6522845 7285460
Sayur 0 0 0 0 0 0
Buah 1934979 1641550 1346223 1048989 749838.7 448763.3
Subtotal Sayur dan Buah 113725.8 96479.89 79122.44 61652.91 44070.76 26375.46
9. Lain-lain 2048705 1738030 1425345 1110642 793909.4 475138.7
Minuman 8021671 7911102 7799744 7687591 7574641 7460890
Bumbu 26761.94 26393.06 26021.54 25647.38 25270.55 24891.06
Lainnya 1317177 1299022 1280736 1262321 1243774 1225096
Subtotal Lain-lain 9365611 9236517 9106502 8975559 8843686 8710877

Tabel 11 menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan yang


ideal dalam mencukupi kebutuhan pangan penduduk Kota Tasikmalaya pada
tahun 2016 hingga 2021, Pemerintah Kota Tasikmalaya harus berupaya
memenuhi target yang terdapat pada Tabel 11 di atas. Jumlah tersebut
diasumsikan bahwa laju pertumbuhan penduduk Kota Tasikmalaya sebesar 0.32
% per tahun. Penyediaan tersebut dapat mencukupi jumlah penduduk sebesar 659
606 dimulai tahun dasar yaitu pada tahun 2016.

RENCANA STRATEGI PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN


DAN GIZI DI KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2018-2023

Visi
Mewujudkan ketahanan pangan melalui pembangunan kualitas dan
kuantitas pangan dan gizi.

Misi
1. Meningkatkan ketersediaan serta kualitas infrastruktur berbasis
pembangunan wilayah yang berkelanjutan.
2. Mewujudkan perekonomian yang tangguh di bidang agribisnis.
3. Meningkatkan kualitas pelayanan dan infrastruktur kesehatan.

Strategi
Misi 1
a. Memaksimalkan potensi sumber daya manusia melalui pendidikan dan
penganekaragaman pekerjaan.
b. Meningkatkan fasilitas, teknologi, dan sistem infomasi di bidang
pertanian.
c. Mempermudah akses distribusi pangan dari produsen ke konsumen di
tingkat rumah tangga.

Misi 2
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam
mengembangkan usaha di bidang agribisnis dengan cara penyuluhan dan
pembinaan terhadap angkatan kerja.
b. Memperluas lapangan pekerjaan di bidang pertanian dengan cara
meningkatkan produktivitas lahan pertanian.
c. Meningkatkan nilai jual pangan lokal dengan cara mempromosikan
diversifikasi pangan.

Misi 3
a. Meningkatkan jumlah sarana dan prasarana pelayanan kesehatan di setiap
kecamatan di Kota Tasikmalaya
b. Menambah jumlah tenaga kesehatan di setiap puskesmas kecamatan
c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pelayanan
kesehatan

Tabel 12 Rencana pelaksanaan program


No Tujuan Program Kegiatan Indikator kinerja SKPD
1. Meningkatkan Revitatilisa - Rekruitmen - Meningkatnya Dinas
fasilitas si dan pelatihan partisipasi Kesehatan
pelayanan posyandu kader secara warga
kesehatan di setiap intensif mengunjungi
desa - Pengadaan posyandu
alat / sarana - Meningkatnya
prasana angka kesehatan
ibu dan bayi di
desa tersebut
2. Meningkatkan Gerakan Melakukan Masyarakat Dinas
keragaman percepatan pengembahan mengonsumsi pertanian,
pangan peng- produk pangan pangan ketahanan
dengan aneka- lokal beranekaragam pangan
mencapai ragaman dan pemanfaatan dan
skor PPH konsumsi pangan lokal perhubu-
ketersediaan pangan meningkat ngan
pangan
sebesar 80%
3. -Meningkat- Melakukan Kerja bakti Meningkatknya Dinas
kan kegiatan yang ketersediaan perhubu-
pembangunan gotong dilaksanakan pangan rumah ngan dan
sarana dan royong sebulan sekali tangga dinas
prasaran untuk pertanian
pertanian, membuat
peternakan, atau
serta memper-
budidaya, baiki akses
-Perbaikan distribusi
sarana pangan
transportasi
sebagai akses
distribusi
pangan serta
memperluas
lapangan
pekerjaan

Tabel 12 Rencana pelaksanaan program


No Tujuan Program Kegiatan Indikator kinerja SKPD
4. Meningkatkan Beasiswa Mendata, - Meningkatnya Dinas
kualitas Utusan mengumpulkan, angka melek Pendidi-
sumber daya Daerah membina, dan huruf di daerah kan
manusia (BUD) mendanai Tasikmalaya
siswa-siswi - Menurunnya
terbaik dari angka putus
setiap sekolah
kecamatan di - Meningkatnya
Kota jumlah lulusan
Tasikmalaya setara perguruan
untuk tinggi
melanjutkan
sekolah ke
jenjang yang
lebih tinggi,
terutama
perguruan
tinggi

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kota Tasikmalaya merupakan salah satu wilayah dengan berbagai potensi


serta beberapa masalah di bidang pangan dan gizi. Berdasarkan hasil analisis
status kemandirian pangan Kota Tasikmalaya secara keseluruhan termasuk
kategori defisit dengan nilai <90, sedangkan kelompok pangan yang termasuk
kategori surplus adalah sayur dan buah. Persentase angka kecukupan energi
konsumsi pangan Kota Tasikmalaya pada tahun 2017 sebesar 92.8% dan
tergolong cukup baik atau normal. Skor PPH untuk konsumsi pangan di Kota
Tasikmalaya pada tahun 2017 adalah sebesar 65.4 sehingga dapat dikatakan
belum beragam, namun sudah terpenuhi untuk bahan pangan berupa padi-padian.
Rencana strategis dibuat untuk mengatasi masalah pangan dan gizi tersebut
dengan memenuhi visi dan misi dalam mewujudkan ketahanan pangan melalui
pembangunan kualitas dan kuantitas pangan dan gizi.

Saran

Keterbatasan data konsumsi pangan dan produksi pada tingkat kecamatan


menjadi salah satu kendala untuk menganalisis situasi pangan dan gizi secara
lebih spesifik. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan untuk melakukan survei
konsumsi serta produksi sampai ke tingkat yang lebih dalam seperti kecamatan
dan desa agar rencana strategis yang dibuat dapat lebih tepat sasaran sesuai
dengan keadaan nyata di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Bustanul. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Jakarta (ID):


Penerbit Buku Kompas.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan Kota Tasikmalaya. 2015. Laporan Kinerja
Instansi Pemerintah Badan Ketahanan Pangan Tahun 2014.
Tasikmalaya (ID): Badan Ketahanan Pangan.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kota Tasikmalaya 2017. Kota Tasikmalaya Dalam
Angka Tahun 2017. Tasikmalaya (ID): Badan Pusat Statistik.
[DKP] Dewan Ketahanan Pangan. 2016. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan
Indonesia 2015. Jakarta (ID): Dewan Ketahanan Pangan, Kementerian
Pertanian dan World Food Programme (WFP).
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Profil
kesehatan Indonesia tahun 2005. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
[Pusat PKKP BKP] Pusat Penganekaragaman Konsumsi Badan Ketahanan
Pangan. 2013. Pedoman Analisis Konsumsi Pangan Mandiri di Wilayah
P2KP. Jakarta (ID): Pusat Penganekaragaman Konsumsi Badan
Ketahanan Pangan.
Gibson RS. 2005. Principles of Nutrition Assessment. New York (US): Ocford
University Press.
Hamid Y, Setiawan B, Suhartini. 2013. Analisis pola konsumsi pangan rumah
tangga (studi kasus di Kecamatan Tarakan Barat kota Tarakan Provinsi
Kalimantan Timur). AGRISE: 13 (3).
Purwaningsih Y. 2008. Ketahanan pangan: situasi, permasalahan, kebijakan, dan
pemberdayaan masyarakat. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 9 (1) : 1-7.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan
Jumlah penduduk (ribu) penduduk per tahun
No Kecamatan
(%)
2010 2015 2016 2010-2016 2015-2016
1. Kawalu 84.930 87.973 88.255 0.64 0.32
2. Tamansari 63.073 65.606 65.856 0.72 0.38
3. Cibeureum 61.238 63.171 63.359 0.57 0.30
4. Purbaratu 38.130 39.243 39.324 0.52 0.21
5. Tawang 62.641 65.082 65.355 0.71 0.42
6. Cihideung 71.507 63.934 74.170 0.61 0.32
7. Mangkubumi 85.193 88.346 88.605 0.66 0.29
8. Indihiang 47.554 49.238 49.396 0.64 0.32
9. Bungursari 45.733 47.432 47.595 0.67 0.34
10. Cipedes 74.949 77.454 77.691 0.60 0.31
Kota
634.948 657.477 659 606 0.64 0.32
Tasikmalaya
Sumber: Kota Tasikmalaya Dalam Angka Tahun 2017 halaman 33.
Lampiran 2 Luas lahan sawah

Lampiran 3 Produksi Pangan Per Kecamatan

Produksi Padi-Padian
Produksi Sayuran

Produksi Buah-Buahan
Produksi Hasil Perkebunan

Lampiran 4 Pembagian Tugas

No. Nama NIM Tugas Tanda Tangan


Pendahuluan,
1 Arif Suprayogi I14150025 1
Pembahasan
2 Yuni Sari Maghfiroh I14150051 Pembahasan 2
Metode,
3 Hellen Setyawati I14150066 3
Pembahasan
4 Virtuawalya K I14150089 Editor, PPT 4

Anda mungkin juga menyukai