Ekonomi Keluarga Yang Tidak Program Yang Tidak Peningkatan Ketahanan Pangan
Meningkat Sustanibility/Berkelanjutan Daerah Tidak Tercapai
Latar Belakang Penerima Bukan Merupakan Pekerjaan Komitmen Penerima Yang Tingkat Pengetahuan Petugas Komoditas yang Ditanam Biasa Masa Pendampingan Yang
Kinerja Petugas yang rendah Perbedaan Luas Lahan Garapan
Manfaat Yang Berbeda Beda Utama Kurang Yang Kurang Relatif sama antar kelompok Relatif Singkat
Deskripsi Maslaah Efektifitas Program Pekarangan Pangan Lestari (P2PL) Di kota Lubuklinggau
1.Dalam Menilai Efektifitas Program Pangan Lestari (P2Pl) Dikota Lubuklinggau dapat dilihat dari
beberapa aspek permasalahn yang timbul seperti:
1. Latar Belakang penrima Manfaat Yang Berbeda beda hal ini sudah dijelaskan dalam
penelitian sebelumnya diman karakteristik dari bermacam macam latar belakang
akan sangat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dalam suatu kelompok hal
ini menjadi masalah Ketika suatu kelompok di bentuk untuk mencapai tujuan yang
sama yang mengharuskan suatu tujuan harus di capai, (Coker et al. 2018)
2. Bukan Merupakan Pekerjaan Utama, Program Rumah Pangan Lestari (PE2PL)
sendiri memiliki tujuan untuk meningkatkan pemenuhan pangan atas keluarga, hal ini
menjadi lebih baik jika penerima manffat dapat serius untuk melaksanakan kegiatan
tersebut, Namun pada kenyataannya kebanyakan penerima manfaat merupakan
masyarat dan invidu yang bukan petani hal ini menjadi masalah Ketika program ini
telah dilaksanakn Namun pada pelaksanaanya dilakukan secara asal asalan karena
dinilai sebagai pekerjaan sampingan yang kurang mendatangkan profit.(Pulsation and
Technology 2023)
3. Komitmen penerima bantuan yang kurang, kimtmen penerima bantuan yang kurang
ini juga menimbulaknn masalah tersendiri dimana setelah program bantuan ini
diterima maka pada proses pelaksanaanya nanti yang akan menjadi kendala diman
program bantuan tersebut telah diterima namun pada proses pelaksanaanya sulit
untuk dilakukan karna biasayan antara anggota kelompok menjadi saling
mengandalkan dan kurang meiliki rasa saling meiliki atas program tersebut, hal ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan olah (Sukanata, Budirokhman, and
Nurmaulana 2015) dimana factor komitmen manjadi hal yang sangat berpengaruh
dalam pelaksanaan program P2pl
B. Kurangaktifnya Petugas Pendamping/Penyuluh Pertanian, petugas penyuluh
pertanian atau petugas pendamping menjadi salah satu elemen penting dalam
pelaksanaan Program Pangan Lestari ini, peran penyuluh pertanian juga sangat
penting sebagai pertimbangan bagi petani dalam pengambilan keputusan untuk
menjalankan dan megembangkan program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari
(M-KRPL). Sehingga dari program M-KRPL tersebut petani dan masyarakat yang
tergabung dalam anggota M-KRPL mampu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
serta mampu menambah pendapatan (income) keluarga (Kementerian Pertanian,
2010).(Pulsation and Technology 2015) selain itu peran petugas pendamping ataupun
disini bisa disebut sebagai stake holder menjadi penting karena merupakan factor
penting dalam terciptnya progam ini (Barlett 2011) hal ini dapat kita lihat lebih jelas
lagi bagaimana ini bida menjadi masalah seperti hal berikut ini:
1. Tingkat pengetahun petugas yang kurang dapat menjadi dasar kenapa petugas
pendamping yang di tunjuk menjadi kurang aktif, petuga menjadi tidak mau
dating atau terlibat lebih banyak dalam pelaksanaan program ini karena
pemahan atau pengetahuan akan program ini sangat minim atau bahkan tidak
tahu atas juklak dan juknis yang terdapat dalam pelaksanaan program
pekarangan pangan lestari ini, hal ini juga di dukung dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh (Mahfudz 2020) kebanyakn program P2PL yang gagal
merupakan program yang minim pendampingan.
2. Kinerja petugas yang rendah pada pelaksanan program P2PL peran petugas
pendamping menjadi sangat penting untuk menjadikan program ini tercapai
Namun hal ini juga menjadi suatu masalah Ketika kinerja petugas tersebut
kurang maksimal banyak factor yang mempengaruhi nya mulai dari
pengetahuan akan program yang kurang, kurangnya punismen dari atasan dan
juga pengawasan dari instansi pengampu menjadi sangat penting dalam hal ini
(Dwi Tama and Priyanti 2022)
C. Karakteristik pelaksanaan program P2PL karakteristik program ini sendiri lebih
kepada bagaimana pelaksanaan program P2PL ini dilaksanakan karteristik program
P2PL ini merupakan bantuan yang bersifat sementara atau hanya diberikan satu kali
dalam pelaksanaan oleh penerima manfaat, jadi pelaksanaan program P2PL ini
dilaksanakan satu tahun anggaran berjalan yang mana evaluasi pelaksanaan program
dilakukan sebnyak 4 kali setiap triwulan, namun pada program P2PL ini setelah
program terlaksana dan menrima bantuan maka pada tahun berikutnya tidak akan
mndapatkan bantuan serupa lagi hal ini menjadi masalah ketika pada pelaksanaan
program ini sendiri kelompok penerima bantuan belum cukup mandiri unutk
melaksanakan bantuan secara continue atau sustainable (Kementerian Pertanian 2021)
(PSP 2023)
1. Komoditas ynag ditaman antar kelompok biasanya sama ini dikarenakan pada
pelaksanaan ya mengacu pada petunjuk teknis yang di berikan kementrian
pertanian hal ini menjadi masalah ketika komoditas yang diberikan pada
kelompok tersebut tidak sesuai dengan karakteristik wilayah tersebut seperti di
kota lubuklinggau dengan karakteristik wilayah di dataran rendah dengan Dpl
antar 80 s/d 120 Mdpl (BPS Kota Lubuklinggau 2023) yang lebih cocok di
tanaman tanaman dengan tipe tempat hidup di dataran rendah maka ini menjadi
masalah ketika juknis yang ada merupakan tipe tanaman untuk wilayah dataran
tinggi tentu hal ini sangat tidak cocok, hal ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Sugiarto and Ahsin 2021) banyak hal menjadi tidak dapat di
terpakan berdasarkan juknis yang ada, selain itu dengan penanaman tanaman yang
relative sama maka akan menjadi masalah lagi ketika waktu panen yang
bersamaan, karna fungsi supply dan deman yang terjadi akan sangat
mempengaruhi harga dari komoditas ini(Yohana S. Kusuma Dewi 2019)
2. Perbedaan Luas Lahan Garapan menjadi suatu masalah dalam pelaksanaan
program ini karena pemanfaatan lahan pekarangan juga harus disesuaikan dengan
juknis yang ada dimana pekarangan yang layan mendapatkan bantuan adalah
pekarangan kosong dengan luas halaman sekita 10 x 20 M 2 ini selanjutnya kan
menjadi masalah karna di anggap keseragaman pada luasan lahan pelaksanaan
program
3. Masa Pendampingan Progra yang dia anggap relative singkat hal ini terjadi karena
memang program P2PL ini di desain oleh pemerintah pusat untuk program 1
tahunan saja hal yang menjadi masalah adalah ketika kelompok belum mapu
untuk menjadi mandiri Namun pendampingan pada program ini sendiri sudah
berakhir ini yang menjadikan sebagi akibat ketidak berhasilan dari program P2PL
ini banyak kelompok kemudian menjadi tidak mampu untuk melanjutkan program
ini karena bnyak ketrbatasan yang utama adalah biaya (Dwi Tama and Priyanti
2022)
D. Pemasaran Produk Pasca panen yang sulit ketika program ini telah berjalan dan
terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan yang diharpkan ada satu hal yang luput
yaitu pendampingan akan produk pasca panen yang di hasilkan rata rata dari
kelompok yang telah selasai melaksanakn program ini produk pertanian yang
dihasilak hanya sebatas untuk konsumsi kelompk saja, selain itu masalah lain yang
timbul adalah ketika hasil panen yang ada telah melimpah maka produk pertanian
yang dominan merupakan produk yang cepat rusak, hal ini seharusnya bisa disikapi
lebih baik jika dalam pelaksanaan nya tidak hanya berfokus pada pelaksanaan
program hingga sampai petani menghasilkan tanpa mempertimbangkan nantinya
produk yang di hasilkan akan di pasarkan ke mana, selian itu seharusnya program ini
dapat mengakomodir untuk kegiatan pertanian di perkotaan yang lebih profit seperti
lebih berfokus pada penyediaan tanaman organic untuk darah perkotaan yang
nantinya bisa menjadikan produk yang dihasilkan bernilai jual tinggi terutama di
perkotaan yang penduduknya lebih aware terhadap makanan yang sehat(Barlett 2011),
bnyak studi kasus yang menyatakan bahwa sustainable farming merupakan program
yang menjanjikan untuk dilakukan terutama di daerah perkotaan (Baker and de Zeeuw
2015) karena di perkotaan seperti Kota Lubuklinggau untuk melakakan pertanian
secara kinvensional sudah agak sulit selain lahan pertanian yang kurang yang hanya
sebesar 10 % dari total luas wilayah. Pertanian kaan menjadi hal yang menjajikan jika
deikelola dengan baik dan mampu untuk mendatangkan profit yang lebih
besar(Morgan 2009)
Diagram Pemecahan Masalah
Peningkatan Waktu
Penampingan
Kelompok
Intesifikasi Program
Sustanibilty Program (Pengembangan
Program P2PL)
Efektifitas Program
Perkarangan Pangan
Lestari (P2PL) Produk Minim bahan
Kimia Organik
Peningkatan
Pendapatan Rumah
Tangga
Peningkatan Ketahan
Pangan Daerah