Disusun oleh :
Agus Pratiwi
MALANG
NOVEMBER, 2017
Kolerasifitas Petani dan Masyarakat dalam Meminimalkan Penggunaan Beras Dengan
Mengeskploitasi Pangan Non Beras Sesuai dengan Komoditas
Pertanian Terbesar Tiap Provinsi di Indonesia
BAB 1. PENDAHULUAN
Pangan merupakan komoditas penting dan strategis bagi bangsa Indonesia mengingat
pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi oleh pemerintah dan
masyarakat secara bersama-sama seperti diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 7 tahun
1996 tentang pangan. Dalam UU tersebut disebutkan Pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sementara masyarakat
menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi serta berperan
sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu,
aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli mereka.
Peraturan Pemerintah No.68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan sebagai peraturan
pelaksanaan UU No.7 tahun 1996 menegaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
yang terus berkembang dari waktu ke waktu, upaya penyediaan pangan dilakukan dengan
mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan
budaya lokal, mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, mengembangkan teknologi
produksi pangan, mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan dan
mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif. Di PP tersebut juga disebutkan dalam
rangka pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah dilakukan distribusi pangan
melalui upaya pengembangan sistem distribusi pangan secara efisien, dapat mempertahankan
keamanan, mutu dan gizi pangan serta menjamin keamanan distribusi pangan.
Dari uraian di atas terlihat ketahanan pangan berdimensi sangat luas dan melibatkan
banyak sektor pembangunan. Keberhasilan pembangunan ketahanan pangan sangat
ditentukan tidak hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor lainnya.
Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah dan masyarakat (termasuk dunia
usaha) merupakan kunci keberhasilan pembangunan ketahanan pangan.
Maka kemudian mulai dikenalkan kembali kepada masyarakat bahan pangan lokal
yang semula seakan dilupakan oleh masyarakat, seperti garut, gembili, kesuwek, ketela, dll..
Pengenalan kembali ini dilanjutkan pengembangan dengan diversifikasi bahan pangan lokal.
Gerakan-gerakan ini sudah mulai kelihatan hasilnya dengan semakin banyaknya masyarakat
yang mengembangkan tanaman-tanaman tersebut dalam skope yang relatif kecil.
Tidak jarang pula gerakan-gerakan revitalisasi bahan pangan alternatif non beras itu
menemui kegagalan dalam pengembangannya di masyarakat. Seringkali kegagalan tersebut
disebabkan adanya ketidakseimbangan misi yang di bawa dengan kebutuhan yang ada dalam
masyarakat. Masih terjadi gap pertentangan antara mengedepankan ideologi vs kesejahteraan
masyarakat. Sering kali idealisme untuk pengembangan pangan alternatif terlalu di
kedepankan dengan menafikan aspek ekonominya.
Cara-cara lain seperti mengadakan Festival Pangan Lokal Nonberas sering kali hanya
berhenti pada acara-acara seremonial semata. Tidak ikuti dengan sebuah gerakan massif guna
menyebarluaskan pentingnya produk pangan nonberas bagi masyarakat. Tidak hanya
keperluan penguatan ketahanan pangan tetapi jua menguntungkan dari sisi ekonomi dan
kesehatan. Contohnya adalah garut yang diyakini dapat mengobati penyakit maag dan aman
dari kandungan penyebab asam urat serta bernilai ekonomi cukup tinggi.
Dalam beberapa bulan terakhir terjadi kekisruhan dalam perhitungan angka produksi
dan konsumsi pangan terutama untuk komoditas beras. Pendapat Khudori sebagai anggota
Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat mengungkapkan masih ada ketidak akuratan
terhadap perhitungan statistik produksi padi sehingga menimbulkan tidak samanya angka
impor beras yang dilakukan Perum Bulog dan Kementerian Pertanian, dan terus terjadi
overestimate terhadap angka produksi beras. Selanjutnya dikatakan angka produksi beras di
Indonesia 17% lebih tinggi ketimbang realisasi di lapangan. Overestimate diduga semakin
tinggi, dapat mencapai 20 persen karena laporan luas panen juga terlalu tinggi. Sementara itu,
angka konsumsi hasil dari Susenas dinilai underestimate karena mencakup konsumsi dalam
rumah tangga, dan tidak mencakup konsumsi dalam bentuk makanan jadi di luar rumah
tangga .
Menurut data FAO 2010 bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 5 dunia dalam hal
produsen pangan terbesar di dunia, sekaligus peringkat ke 5 konsumen pangan terbesar di
dunia dengan peringkat produksi berbagai komoditas pangan tertinggi di dunia. Nyatanya,
data tersebut tidak terlihat sebagaimana mestinya, Indonesia masih mengimpor beras padahal
produksi beras nasional peringkat 3 dunia. Apa yang salah dari data-data tersebut?, bila
ditinjau dari tingkat perkapita, tingkat konsumsi pangan Indonesia cukup tinggi, terutama
pada komoditas padi-padian (beras). Hal ini menyebabkan beberapa komoditas berkurang
peminatnya. Bahkan di daerah dimana beras awalnya bukan makanan pokok utama seperti
daerah timur Indonesia, sekarang mulai mengkonsumsi nasi (beras) sebagai makanan pokok.
Salah satunya ialah diversifikasi pangan, yaitu upaya untuk mendorong masyarakat
agar memvariasikan makanan pokok yang dikonsumsi sehingga tidak terfokus pada satu jenis
saja. Konsep diversifikasi hanya terbatas pangan pokok, sehingga diversifikasi konsumsi
pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan
konsumsi bahan pangan non beras.
KESIMPULAN
1. Bahwa di dalam kita membaca buku juga harus mengerti dan memahami tentang
sumber- sumber makanan pokok yang ada dialam atau khususnya yang ada disekitar
kita. Macam-macam makanan pokok yang ada di Indonesia, yaitu : beras, jagung,
ketela Pohon, ubi jalar, talas, sagu, gembili, jawawut dan lain - lain.
2. Beras merupakan sumber protein, karena di dalam beras terkandung berbagai zat yang
Bisa menghasilkan energi bagi tubuh manusia untuk beraktivitas.
3. Adapun sumber-sumber pengganti beras, yaitu; Pisang, Sukun, Ubi Alabio, Ubi Jalar,
Jagung, Ketela Pohon, dan lain-lain. Untuk saat ini ketersediaan beras di Indonesia
hampir mencukupi, walaupun Indonesia masih mengimport beras dari luar.
4. Rakyat Indonesia sebagian besar makanan pokoknya beras, yaitu hampir 90%.
Semakin merosotnya lahan-lahan produktif untuk pertanian, karena kurangnya
perhatian pemerintah terhadap petani, komponen-komponen produksi beras harganya
terus naik, kurangnya subsidi pemerintah terhadap petani, ini menjadi pemicu alih
fungsi lahan pertanian. Sedangkan kebutuhan beras setiap tahun terus meningkat
sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka munculah keinginan untuk
mencari sumber-sumber pangan pengganti beras yang harganya lebih terjangkau dari
pada harga beras yang terus meroket. Kurangnya teknologi dalam bidang pertanian
yang menyebabkan produksi beras merosot, yang mengakibatkan negara Indonesia
harus mengimport beras meskipun hanya 0,36% dari total kebutuhan beras nasional.
DAFTAR PUSTAKA