(4441190067) Agribisnis 1C Pentingnya Diversifikasi Pangan untuk Mengurangi Ketergantungan Beras
Masalah kebutuhan pangan tidak terlepas dari masalah kedaulatan pangan.
Kedaulatan pangan menjadi syarat bagi terjadinya ketahanan pangan di suatu negara. Menurut deklarasi Final Forum Dunia Kedaulatan Pangan, Havana, Kuba, 7 September 2001, kedaulatan pangan berarti menghapus kelaparan dan kurang gizi dan menjamin kekal dan berlanjut keamanan pangan bagi seluruh rakyat. Saya mendefinisikan kedaulatan pangan sebagai hak rakyat untuk mendefinisikan kebijakan- kebijakan mereka sendiri dan strategi – strategi untuk kelanjutan produksi, distribusi dan konsumsi yang menjamin hak terhadap pangan dan keseluruhan populasi, pada basis produksi berukuran kecil dan menengah, menghargai budaya – budaya mereka sendiri dan keragaman bertani, memancing dan bentuk-bentuk produksi pertanian adat (indegenous), pemasaran dan managemen area-area pedesaan dalam mana kaum perempuan memainkan peran yang fundamental. Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kedaulatan pangan merupakan hak masyarakat dan negara untuk secara mandiri menentukan kebijakan pangannya dengan memanfaatkan sumberdaya lokal secara optimal sesuai kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat tersebut sehingga terpenuhinya kebutuhan pangan masyarakat, kesejahteraan petani dan perdagangan yang adil dan stabil. Indonesia sangat kaya akan tanaman pangan dengan berbagai jenis dan rasa, membentang dari ujung barat sampai ujung timur Nusantara. Berbagai tanaman pangan itu ada yang harus diolah dengan cita rasa khas dan bergizi tinggi. Banyak pula yang bisa dimakan mentah (buah-buahan dan sayuran) yang sehat menyegarkan. Indonesia tidak kekurangan bahan pangan, karena di mana pun ada tanaman lokal yang tumbuh subur. Di desa-desa dan pedalaman, leluhur mengajarkan bercocok tanam atau memilih tanaman di hutan yang bermanfaat untuk kehidupan. Mereka sangat bijaksana dan memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga tidak merusak hutan dan lingkungan. Malah sebaliknya, hutan tetap terjaga kesuburannya dan lingkungan tetap asri lestari. Beras telah menjadi komoditas pangan utama bagi masyarakat Indonesia. Bahkan muncul anggapan bahwa belum dikatakan makan jika belum makan nasi, padahal sebelumnya sudah mengkonsumsi banyak makanan yang mengandung karbohidrat. Fakta menunjukkan bahwa sumber pangan pokok yang hanya bertumpu pada satu sumber karbohidrat yaitu beras akan melemahkan ketahanan pangan sekaligus menimbulkan kesulitan dalam pengadaannya. Soal impor beras selalu jadi polemik di negeri ini dari tahun ke tahun, persoalannya adalah stok dalam negeri yang tak mencukupi dan konsumsi yang terus meningkat. Meskipun kita pernah berswasembada pangan, namun kedepan ceritanya akan berbeda, naiknya konsumsi beras akibat pertambahan jumlah penduduk tak cukup hanya dengan fokus menggenjot produksi beras melulu, tetapi juga jangan lupa mengimbanginya dengan penganekaragaman (diversifikasi) bahan pangan. Fakta yang harus dihadapi bangsa ini kedepan adalah akan adanya kenaikan konsumsi beras yang signifikan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Setiap peningkatan konsumsi beras jelas akan berdampak inflatoir, sehingga perlu dikurangi dengan menekan konsumsi beras dan pola diversifikasi pangan. Prinsipnya terdapat dua aspek diversifikasi pangan yaitu diversifikasi ketersediaan, produksi dan konsumsi Apabila hal ini terus terjadi, dalam 10-15 tahun mendatang Indonesia diperkirakan akan mengalami kerawanan pangan jika konsumsi masyarakat hanya bergantung pada beras. Oleh karena itu, perlu adanya ketahanan pangan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup dalam jumlah, gizi, mutu, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat yang dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan. Selama ini, kita tidak pernah bersungguh-sungguh melakukan upaya penganekaragaman bahan makanan pokok secara konsisten dan terus-menerus sehingga akibatnya tingkat konsumsi beras per kapita tetap tinggi. Tingkat konsumsi beras yang masih tinggi mengakibatkan lemahnya ketahanan pangan nasional. Padahal, beras sebagai bahan makanan pokok memiliki nilai strategis. Beras menjadi ukuran untuk tingkat pendapatan. Kenaikan harga beras yang tidak terkendali akan mengakibatkan gejolak politik. Karena itu, usaha yang dilakukan bukan hanya bagaimana meningkatkan produksi beras.Kegagalan masa lalu menunjukkan bahwa meningkatkan produksi beras semata tanpa disertai upaya menekan tingkat konsumsinya tidak menunjukkan hasil yang menggembirakan. Kedua hal itu harus dilakukan dengan sejalan. Jika tidak, ketergantungan beras impor tetap dibutuhkan manakala produksi di dalam negeri tidak mencukupi. Politik beras sebagai komoditas pangan utama di Indonesia terkait langsung dengan stabilitas nasional, oleh karena itu hendaknya hal ini dapat dicarikan jalan keluar dari semua pihak agar ketahanan pangan kita tidak terganggu. Tidaklah salah jika pemerintahan Jokowi-JK saat ini demikian terobsesi dengan program swasembada beras dan bahkan berniat menjadi pengekspor beras, namun ada hal lain yang juga penting, yakni persoalan diversifikasi pangan. Program aksi untuk masalah diversifikasi pangan ini sesungguhnya sudah berjalan sejak era Presiden Soekarno saat mencanangkan jagung sebagai pengganti beras. Konsistensi kebijakan diversifikasi pangan diatas kertas sebenarnya sudah cukup bagus, namun tampak program tersebut kurang mendapat respons yang positif di tengah masyarakat Indonesia, entah karena sosialisasinya yang kurang atau boleh jadi memang amat sulit mengurangi tradisi makan nasi di sebagian besar rakyat Indonesia. Kini kita kembali ditantang untuk merumuskan kebijakan baru yang integratif serta berjangka panjang. Perlu spirit ala "kaizen" ala Jepang guna membangun konsistensi penganekaragaman pangan, jika tidak, bukan tidak mungkin ketahanan pangan kita rentan oleh sebab terlena dengan pola-pola lama, tidak cepat berswasembada dan abai terhadap program diversifikasi pangan. Padahal program diversifikasi pangan amat berkaitan dengan kedaulatan pangan. Karena itu perlu kembali digulirkan program semacam One Day No Rice (ODNR) guna berbagai manfaat, tidak saja dalam hal penghematan anggaran dan devisa tetapi juga berimbas pada penguatan kedaulatan pangan negeri ini. Jika satu hari saja masyarakat Indonesia tidak konsumsi beras, maka akan ada penghematan hingga trilyunan Rupiah. Jika Indonesia bisa mengurangi impor beras secara signifikan alias tidak bergantung kepada negara lain, maka Indonesia akan menjadi negara berdaulat di tengah percaturan global, tidak melulu tergantung pada impor yang merepotkan keuangan negara dari tahun ke tahun Diversifikasi pangan merupakan satu program pemerintah yang mendorong masyarakat untuk mem-variasikan makanan pokok, sehingga masyarakat tidak terfokus untuk mengkonsumsi hanya pada satu jenis makanan pokok saja. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras adalah dengan mencoba mengkonsumsi bahan karbohidrat lain seperti gembili, ganyong, garut, singkong, sagu, sorgum, sukun, jagung dan barley atau hanjeli. Program diversifikasi pangan yang telah dijalankan adalah diversifikasi pangan berbasis sorgum di Demak Jawa Tengah dan Larantuka Nusa Tenggara Timur, kemudian sagu di Kehiran Papua, jagung di Kupang Timur, barley atau hanjeli di Sumedang serta ubikayu di Cimahi. Belajar dari kenyataan di atas, teknologi tepung campuran (tepung komposit) dari aneka bahan baku lokal tampaknya cukup prospektif untuk mendorong diversifikasi pangan. Seperti halnya yang pernah dilakukan di Minahasa dan Minahasa Selatan terdapat pangan lokal jagung yang diolah menjadi beras milu (beras jagung) dan sinduka (tepung jagung). Pembentukan kelompak masyarakat atau pendayagunaan ibu rumah tangga sangat berperan dalam pengolahan industri dalam skala rumah tangga ini untuk mengubah tatanan masyarakat agar terbiasa mengkonsumsi pangan lokal. Program diversifikasi pangan perlu dilaksanakan secara intensif di Indonesia, sebab ke depan produksi beras akan semakin memiliki tantangan yang besar, mulai dari ketersediaan lahan, hingga iklim dan cuaca. Adapun tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan diversifikasi pangan ini saat ini adalah belum meratanya pengadaan alokasi mesin atau peralatan yang dibutuhkan dalam pengolahan sumber pangan lokal tersebut. Selain itu juga karena kurangnya perhatian pemerintah dari segi penyuluhan merupakan salah satu pemicu masyarakat dalam beralih pangan. Keberhasilan diversifikasi pangan berbasis kearifan lokal tidak hanya mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional. Namun, juga mampu mengembalikan kedaulatan Indonesia sebagai negara agraris yang kuat dan mandiri. Melalui kebijakan ini pula kemandirian dan kebudayaan pangan nasional dapat kembali berjaya.