id/htn-han/200-diversifikasi-pangan-berbasis-nilai-nilai-lokal-dalam-
perspektif-ketahanan-nasional-dapat-meningkatkan-ketahanan-pangan-nasional. 26/01/17
I. PENDAHULUAN
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia , yang meliputi segenap aspek
kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik yang datang dari luar maupun dari dalam , untuk
menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai cita
cita nasionalnya.[1]
Kondisi dinamik yang mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia, didasarkan pada
berbagai prinsip atau asas yakni kesejahteraan dan keamanan, konprehensif integral ( menyeluruh
Landasan pijak di atas yang harus menjadi batu uji kritis dalam menghadapi berbagai ancaman,
tantangan, hambatan dan gangguan yang datang dari manapun , baik dari luar maupun dari dalam.
Setiap saat bangsa ini tetap dihadapkan pada berbagai ancaman, tantangan hambatan dan
gangguan , baik dari luar maupun dari dalam. Salah satu ancaman dari dari dalam adalah rapuhnya
Masalah pangan saat ini merupakan salah satu masalah serius baik secara nasional, regional
maupun global. Sebagai bangsa yangbesar dan memiliki berbagai potensi sumberdaya, baik
nasional maupun lokal, sudah tentu harus dikelola secara bijaksana agar terhindar masalah dengan
Menyelesaikan masalah pangan nasional, tidak hanya diarahkan pada apek fisik terkait dengan lahan
pertanian dan peralatan yang serba canggih saja, namun pembinaan sumberdaya manusia
berdasarkan nilai nilai budaya menjadi salah satu aspek yang penting dan menentukan.
Nilai nilai lokal sebenarnya merupakan bagian dari kekayaan budaya bangsa Indonesia yang dapat
digunakan sebagai salah satu solusi, dari masalah pangan yang dihadapi bangsa Indonesia menuju
Terkait dengan masalah pangan nasional maka perwujudan kesejahteraan masyarakat melalui
seluruh kegiatan pembangunan bangsa dan negara, merupakan tujuan utama, disamping upaya
Kesejahteraan tidak selamanya terkait dengan makanan dan minuman yang cukup memadai tetapi
perlu juga terciptanya kondisi yang aman dan damai, dalam seluruh dimensi kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Tercukupinya kebutuhan pangan merupakan faktor utama yang harus diperjuangkan melalui berbagai
langkah strategis dan bijaksana, baik oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri.
Terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan terutama dalam bidang pangan maka nilai nilai lokal
( tradisional ) sebenarnya mempunyai peranan yang sangat penting dan menentukan. Artinya budaya
yang sudah lama tumbuh dan berkembang dalam masyarakat itu , harus tetap dijaga dan dipelihara
dengan baik, sehingga menjadi sesuatu yang bermakna atau bermanfaat, bagi pengembangan
Di era yang serba modern ini, ternyata sebagian orang mulai melirik berbagai kemajuan lahiriah,
namun disadari sungguh bahwa modernisasi bukan satu satunya solusi yang tepat dalam
Perpaduan antara kemajuan atau modernisasi dengan nilai nilai tradisional harus saling menopang
dan melengkapi sehingga dapat membantu menyelesaikan masalah pangan nasional. Dikatakan
demikian karena saat ini bangsa Indonesia cenderung meniru modernisasi dari luar dan seakan
melupakan nilai nilai tardisional, yang ternyata lebih servive dan cocok dalam menghadapi berbagai
Jika dihubungkan dengan pembangunan pertanian dan diversifikasi pangan maka dapat dikatakan
bahwa Indonesia pernah sukses dalam swasembada beras. Momentum itu tidak langgeng atau
bertahan lama, karena setelah dikaji ternyata terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan baik
Menurut Bustanil Arifin, tidak berlebihan untuk dikatakan bahwa kisah sukses pembangunan
pertanian seakan berakhir pada momen swasembada tersebut. Setelah itu sektor pertanian lebih
banyak bermasalah dan mengalami peminggiran struktural karena kesalahan kebijakan yang lebih
Salah satu kebijakan yang terkait dengan masalah ketahanan pangan adalah kurangnya perhatian
bagi peningkatan dan pengembangan diversifikasi pangan berdasarkan nilai nilai lokal.
http://fhukum.unpatti.ac.id/htn-han/200-diversifikasi-pangan-berbasis-nilai-nilai-lokal-dalam-
perspektif-ketahanan-nasional-dapat-meningkatkan-ketahanan-pangan-nasional. 26/01/17
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan masalah dalam penulisan ini sebagai
berikut ; apakah diversifikasi pangan berbasis nilai nilai lokal dalam perspektif ketahanan
II. PEMBAHASAN
Cara pandang masyarakat setempat terhadap diri dan lingkungannya ternyata dapat merubah
pola pikir dan tindakan dalam rangka menata struktur kehidupan bersama, agar lebih baik atau
bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi . Langkah langkah yang ditempuh
juga terkait dengan upaya untuk kelangsungan hidup, yang berdasarkan norma norma pergaulan
Dalam bidang pengan misalnya, situasi tertentu menghendaki orang-orang di beberapa wilayah di
Maluku , dapat merubah potensi apa saja termasuk biji mangrove, menjadi makanan yang lesat
demi menyambung kehidupan mereka pada musin paceklik, dan merupakan langkah bijaksana
Hal ini sebenarnya sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Bambang Hendro Sunarminto, bahwa
kearifan lokal dalam menyikapi alam, menyebabkan sumberdaya pangan lokal ( tradisional ) dapat
Pemanfaatan lahan harus dikelola dengan baik dan bukan hanya tanah sawah dan ladang saja
yang dapat digunakan , tetapi lahan pekarangan pun dapat digunakan sebagai lahan untuk jenis
tanaman pangan umbi umbian. Pekarangan dapat digunakan sebagai lumbung hidup bagi
pemiliknya.[4]
Menghadapi kondisi krisis pangan saat ini dan diwaktu mendatang maka perlu diperhatikan nilai
nilai lokal/ kearifan lokal, yang dapat menopang peningkatan ketahanan pangan nasional.
Jadi intinya nilai nilai lokal sangat berperan dan mampu memberikan kontribusi pada upaya
ketersediaan pangan nasional. Suatu hal yang patut mendapat perhatian adalah bagaimana
mempertahankannya dan memberi ruang bagi masyarakat untuk menerapkannya secara baik
Terkait dengan masalah diverisfikasi pangan berdasarkan nilai nilai lokal, ternyata terdapat
ternyata sampai saat ini belum menyentuh akar permasalahannya, dalam rangka
masyarakat
Kearifan lokal atau nilai nilai budaya masyarakat lokal semakin luntur dan belum ada upaya
maksimal melalui suatu kebijakan yang tepat, untuk melestarikannya secara baik dan
teratur.
dalam peningkatan produksi pertanian namun diversifikasi pangan lokal mulai ditinggalkan
dan masyarakat pedesaan pun mulai ramai ramai menjadikan nasi sebagai makanan utama.
Diversifikasi pangan lokal sebenarnya merupakan salah satu sumber kekuatan ketahanan
pangan nasional, dalam menghadapi krisis pangan , namun saat ini diversifikasi pangan
tidak lagi menjadi andalan dan model dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional.
Hal itu nampak dari begitu gencarnya pemerintah membuka lahan sawah baru, tanpa
memodifikasi lahan non sawah untuk meningkatkan produksi pangan non beras.
martabatnya terangkat jika makanan yang disajikan adalah nasi. Sagu , jagung, umbi umbian
dianggap makanan orang miskin atau makanan masyarakat di Desa ( negeri atau Kampong,
yang kurang bergizi. Pada hal makanan makanan tersebut gizinya atau kandungan
Kebijakan pemerintah yang cenderung membuka lahan sawah baru secara besar besaran,
tanpa memanfaatkan lahan non sawah yang berpotensi terciptanya diversifikasi pangan.
Belum ada pola anutan yang benar dari para pemimpin untuk memanfaatkan potensi lokal
sebagai salah satu kekuatan bagi peningkatan ketahanan pangan nasional. Para pemimpin
cenderung makan makanan seperti nasi, ketimbang jagung, pisang, umbi-umbian sebagai
menu utama . Perlu dikembangkan menu makanan yang bervariasi dalam seluruh aktfitas
keluarga, sehingga tercipta gisi yang seimbang , dan diversifikasi pengan dapat
Berbagai metode, budaya dan sarana yang merupakan nilai nilai kearifan lokal, dapat
digunakan untuk peningkatan ketahanan pangan nasional. Semua ini sangat tergantung pada
kondisi dan potensi wilayah masing masing, serta prinsip-prinsip dan budaya yang sudah
Gotong Royong atau masohi Kerjasama saling membantu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
dalam berbagai bidang termasuk bidang pertanian. Dengan nilai nilai gotong royong atau masohi
( istilah di Maluku Tengah ) maka seluruh pekerjaan dapat dieselsaikan dengan baik secara
Di Maluku sejak dahulu nilai nilai gotong royong diterapkan ketika membuka lahan kebun. Saat ini
sudah ditinggalkan dan yang diandalkan adalah sistem pembayaran jasa dengan nilai uang
tertentu.
Nanaku istilah orang di Maluku, yakni menandai situasi atau kondisi alam atau cuaca atau musim
atau tanoar, yang tepat untuk melakukan suatu aktifitas baik bercocok tanam ,maupun kegiatan
lainnya. Tanoar mengandung makna tanda tanda alam yang tepat dalam memanen atau
menebang pohon termasuk pohon sagu yang merupakan makanan pokok masyarakat Maluku.
Hal ini kalau diwariskan dan diterapkan secara baik maka pasti akan meningkatkan produksi
pangan lokal yang variatif, karena masyarakat setempat sangat pandai dan bijak membaca tanda
tanda alam, sebelum menanam, sesudah menanam maupun pada waktu panen.
Manusia harus hidup harmonis dengan Tuhan, manusia lain, dan alam lingkungannya. Dalam
bidang pertanian ternyata nilai harmonisasi berperan penting. Artinya dengan mengelola
sumberdaya alam khususnya pertanian secara harmonis maka tercipta suatu kondisi yang
terkendali. Dengan penerapan prinsip atau nilai ini, maka ketersediaan dan keberlanjutan pangan
akan tetap terjaga. Keadaan demikian sudah tentu akan berpengaruh signifikan dalam terkait
Hal ini hampir sebagian besar sudah tidak diterapkan dengan baik, sebab saat ini sistem tanam
maupun waktu panen pun dipaksakan dengan teknologi modern, yang sering juga menimbulkan
Sasi[5] adalah aturan hukum adat yang mengatur tentang waktu panen yang tepat baik terhadap
hasil tanaman di hutan maupun sumberdaya perikanan ( ikan, teripang, lola ,rumput laut, batu
Kearifan lokal ini bertujuan untuk adanya ketrsediaan pangan yang cukup terutama di pulau pulau
kecil. Ketersediaan pangan itu bukan saja di darat namun di laut juga. Hal ini menarik untuk dikaji
karena aturan tersebut dibuat dan diberlakukan pada pulau pulau kecil yang jumlah penduduk
banyak, namun sumberdaya alam sedikit atau tidak seimbang dengan jumlah penduduk. Jadi
aturan sasi sebenarnya lebih ditujukan untuk nekindungi sumberdaya alam demi peningkatan
5. Panggoba di Gorontalo
Panggoba di Gorontalo merupakan salah satu kearifan lokal yakni semacam budaya turun
temurun, dipakai oleh para petani tradisional untuk menentukan kapan musim panen.[6] Budaya
lokal seperti ini sebenrnya memiliki nilai tambah yang cukup tinggi namun kini sebagian
Akibatnya adalah terjadinya kemerosotan dan produkis pangan menurun, drastic karena tidak
sumberdaya pangan bagi kelangsungan hidup secara bersama. Oleh karena itu lalu dibuat
lumbung lumbung pangan baik pada tingkat desa/negeri /kampung maupun dalam keluarga,
dengan tujuan menyimpan padi, jagung dan lain lain. Di wilayah Nusa Tenggara Timur terdapat
lumbung jangung . Di Maluku ternyata sagu itu bisa bertahan bertahun tahun, jika sudah
dikeringkan dan disimpan pada tempat-tempat khusus yang kering dan juga khas misalnya ada
yang disebut dengan tagalaya dan reku dalam menghadapi musim penghujan.
Nilai nilai lokal sebenarnya merupakan persepsi masyarakat tentang kondisi diri dan
lingkungannya yang dapat memberikan manfaatkan berdasarkan potensi yang dimiliki. Artinya
ukuran-ukuran yang dipakai untuk memaknai sesuatu berdasarkan kondisi riil yang terjadi disekitar
Masyarakat diwilayah kepulauan yang jumlah penduduk banyak namun sumberdaya alam
terbatas ternyata sangat bijak dalam mengelola sumberdaya yang tersedia secara berkelanjutan
berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai nilai kearifan lokal yang patut dihargai.
http://fhukum.unpatti.ac.id/htn-han/200-diversifikasi-pangan-berbasis-nilai-nilai-lokal-dalam-
perspektif-ketahanan-nasional-dapat-meningkatkan-ketahanan-pangan-nasional. 26/01/17
Pangan Nasional
Di Indonesia tumbuh berbagai jenis pangan lokal yang dikenal oleh penduduk sekarang ternyata
mempunyai sejarah panjang, baik yang masuk dalam jenis biji bijian maupun berupa umbi
umbian . Padi merupakan salah satu tanaman kuno yang sampai sekarang menjadi tanaman
Terkait dengan upaya pengembangan diversifikasi pangan lokal yang dapat menopang
ketahanan pangan nasional, ternyata peemrintah Orde Baru telah mencanangkan bahwa ;
mengembangkan system ketahanan pangan yang berbasis pada keragaman sumberdaya bahan
pangan, kelembagaan, dan budaya lokal dalam menjamin ketersediaan pangan dan nutrisi dalam
jumlah dan mutu yang dibutuhkan , pada tingkat harga yang terjangkau, dengan memperhatikan
Masyarakat Indonesia saat ini cenderung mengkonsumsi beras atau nasi sebagai bahan
makanan pokok atau makanan utama. Di Indonesia ternyata disamping beras masih terdapat
berbagai jenis bahan makanan lain, seperti sagu, jagung, umbi-umbian, sukun, pisang, dan
sebagainya.
Sagu dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan misalnya papeda, sagu kering, bubur sagu,
sagu gula, sinoli, uha, kopi, kue kering, kue sagu, bagea, dan Sarut ( istilah Maluku Tengah ),
dan sebagainya.
Konsep baru yang ditawarkan saat ini adalah mengubah sagu menjadi beras, yang digagas oleh
Edy. Ch. Papilaya [9], . Menurut Papilaya, hal ini merupakan suatu kemustahilan yang mungkin.
Caranya mudah yakni mengolah pati sagu kemudian keringkan dengan cara ovenisasi,
pengeringan dengan sinar matahari selama tiga hari atau dengan cara pengeringan sederhana ,
Kemudian tepung sagu tersebut diolah menjadi mutiara sagu, dengan menggunakan alat granuler,
dimana tepung sagu dimasukan dalam granuler yang telah dipanaskan, diputar perlahan lahan,
sambil disemprotkan air sedikit demi sedikit, hingga membentuk butiran kecil seperti biji beras.
Selanjutnya disaring dengan ayakan ukuran biji beras, atau sesuai dengan kebutuhan, lalu
Khusus untuk umbi umbian, sukun, dan pisang, dibeberapa daerah ternyata melimpah, namun
belum dikelola secara bijaksana sebagai bagian dari diversifikasi pangan berdasarkan nilai nilai
lokal.
http://fhukum.unpatti.ac.id/htn-han/200-diversifikasi-pangan-berbasis-nilai-nilai-lokal-dalam-
perspektif-ketahanan-nasional-dapat-meningkatkan-ketahanan-pangan-nasional. 26/01/17
Di Maluku terutama di Kabupaten Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat
Daya, terdapat banyak sekali kearifan lokal dalam mengelola pangan lokal sebagai sumber
makanan. Embal di Maluku Tenggara, yang terbuat dari ketela pohon, ternyata merupakan
makanan lesat yang bisa bertahan lama dan dapat dijadikan sebagai salah satu jenis makanan
yang bergizi bagi masyarakat, jika dilengkapi dengan lauk pauk lain sebagai pelengkap.
Di Maluku Tenggara Barat, jenis umbi umbian yang disebut dengan keladi merah, merupakan
salah satu jenis makanan khas dari daerah setempat. Berbagai jenis makanan ini sebenarnya
merupakan tanaman khas yang menjadi andalan masyarakat setempat. Jangan dirubah pola
makan dengan menyiapkan Beras Miskin, bagi masyarakat setempat, karena pasti akan
mengganggu eksistensi dari nilai nilai budaya setempat yang telah lama mapan.
Di Maluku Barat Daya, ternyata biji mangga bisa dijadikan makanan lesat, ketika musim paceklik
tiba. Ini sebenarnya merupakan kearifan lokal yang patut dikaji dan dijadikan contoh dalam
Jenis tanaman lain yang unggul dibeberapa daerah yang dianggap gersang misalnya padi gaga,
chantel dan jawawut. Tanaman pangan lokal lainnya misalnya umbi umbian, tanaman biji bijian
non beras.[10]
Akibat dari sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi beras atau nasi maka
kemampuan produksi dalam negeri tidak mengcukupi. Langkah kebijakan yang ditempuh oleh
pemerintah adalah mengimpor beras dari negara negara lain seperti Thailand, Vietnam dan lain
lain.
Kondisi ini jika dibiarkan berlangsung terus maka sudah tentu akan berpengaruh bagi ketahanan
pangan nasional Indonesia. Dikhawatirkan terjadi rawan pangan pangan pada negara-negara
pengekspor maka maka pasti akan membawa dampak serius bagi kehidupan ekonomi
Dalam menghadapi kondisi yang demikian maka dibutuhkan langkah-langkah strategis dari
pemerintah untuk mengurangi atau sedapat mungkin menghindari impor beras dari negara lain.
Salah satu langkah strategis yang dapat ditempuh yakni mengembangkan pola diversifikasi
pangan yang berbasis pada nilai nilai lokal. Artinya nilai nilai lokal ( kearifan lokal ) tidak boleh
dipandang remeh, namun hal itu meurpakan salah satu penyanggah utama ekonomi bangsa baik
Nilai nilai lokal yang selama ini hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia, ternyata
semakin luntur. Hal ini terjadi akibat dari perubahan perilaku dan budaya yang selalu mengadopsi
nilai dan budaya asing, sehingga perilaku masyarakat cenderung meninggalkan sesuatu yang
asli .
Budaya yang hidup dalam masyarakat sebenarnya berkembang seiring dengan dinamika
masyarakat, namun munculnya budaya baru atau asing yang sering bertentangan dengan pola
hidup yang sudah lama berakar dalam kehidupan masyarakat, lalau diadopsi begitu saja tanpa
Nilai nilai lokal yang semakin luntur itu patut dikaji ulang dan perlu dihidupkan kembali sebagai
bagian dari tradisi masyarakat. Hal ini sebenarnya merupakan salah kekuatan untuk
Kelompok masyarakat ini memang sejak dahulu, sangat patuh dan taat pada kesepakatan yang
Ketika nilai nilai lokal itu bergeser atau mulai ditinggalkan maka sudah tentu hal tersebut sangat
berpengaruh negative bagi kehidupan masyarakat, terutama pola makan yang tidak lagi sesuai
Sebenarnya nilai nilai lokal ini jika dipertahankan dengan baik maka sistem dan kebijakan
pengelolaan pangan menuju ketahanan pangan nasional bisa terwujud dengan baik. Artinya
ketahanan pangan juga harus ditopang dengan kebijakan pengelolaan pangan lokal secara arif
Diversifikasi pangan menurut kearifan lokal merupakan penyanggah penting dalam upaya
III. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa diversisifikasi pangan berdasarkan
nilai nilai kearifan lokal, saat ini semakin luntur diwilayah-wilayah tertentu. Pada hal kerarifan lokal
ini sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan keamanan pangan ( ketersediaan
pangan ) sesuai dengan prinsip-prinsip ketahanan nasional, sebagai wujud dari ketahanan
pangan nasional
http://fhukum.unpatti.ac.id/htn-han/200-diversifikasi-pangan-berbasis-nilai-nilai-lokal-dalam-
perspektif-ketahanan-nasional-dapat-meningkatkan-ketahanan-pangan-nasional. 26/01/17
Terkait dengan kesimpulan tersebut maka disarankan agar pemerintah harus mengambil
kebijakan yang dapat melestarikan nilai nilai lokal, sebagai salah instrumen yang dapat
Kebijakan tentang beras raskin ( raskin ) harus segera dihentikan dan dikembangkan potensi
pangan lokal menurut nilai nilai kerarifan lokal, sebagai bagian dari upaya peningkatan
Bahan Rujukan
Bambang Hendro Sunarminto Ed, dkk, 2010, Pertanian Terpadu untuk Mendukung
Edy, Ch. Papilaya, 2012, Mengubah Sagu Menjadi Nasi, Mungkinkah ?Harian Ambon
J.E Lokollo, 1989, Hukum Sasi Di Maluku, Orasi ilmiah pada Dies Natalis Universitas
Pattimura Ambon.
[1] Materi Bidang Studi Ketahanan Nasional Lembaga Ketahanan Nasional RI Tahun 2012
[2] Butanul Arifin, 2005, Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi
[4] Ibid
[5] J.E.Lokollo, Hukum Sasi Di Maluku, 1989, Orasi Dies natalis Universitas Pattimura
Ambon
[7] Bambang Hendro Sunarminto dkk : 2002, Pertanian Terpadu Untuk Mendukung
[8] Achmad Suryana , 2003, Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan, BPFE UGM
Yokyakarta, h.96
[9] Edy Ch Papilaya, Mengubah Sagu Menjadi Nasi Mungkinkah ? Harian Lokal Ambon